It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Daser @freeefujoushi @Sho_Lee @mustajab3
@JoonHee @lulu_75 @JimaeVian_Fujo
@PCYXO15 @Tsunami @ricky_zega @Agova
@jimmy_tosca @rama_andikaa @LostFaro
@new92 @Otsutsuki97S @billyalatas18
@delvaro80 @ramadhani_rizky @Valle_Nia
@diccyyyy @abong @boygiga @yuliantoku
@ardi_yusman @fian_gundah @Lovelyozan
@Rabbit_1397 @Tsunami @Adiie
@sn_nickname @Gabriel_Valiant @happyday
@Inyud @akhdj @DoojoonDoo @agran
@rubi_wijaya @putrafebri25 @Diansah_yanto
@Kim_Hae_Woo679 @Vanilla_IceCream
@shandy76 @bram @black_skies @akina_kenji
@abbyy @abyyriza @05nov1991 @1ar7ar
@kaha @blasteran @BN @dian_des
@Pyromaniac_pcy @melkikusuma1
@asik_asikJos @opatampan @The_jack19
@ori455 @lukisan_puisi @usernameku
@dadanello @boncengek3 @earthymooned
@gaybekasi168 @jimmy_tosca @handikautama
@OkiMansoor @Ninia @ananda1 @kikirif
@satriapekanbaru @o_komo @SyahbanNa
@Denial_person @arya_s @imanniar @raito04 @AgataDimas @Harris_one @duatujuh @M_imamR2 @josiii @viji3_be5t @Firman9988_makassar @amostalee @ocep21mei1996_ @Chi_dudul @Pranoto @renataF @liezfujoshi @Niel_Tenjouin @Prince_harry90 @raden_sujay @bagas03 @Joewachecho @Obipopobo @M_Rifki_S @febyrere @Viumarvines @adrian69 @vane @kangbajay @AndikaRiskiSya2 @DafiAditya @Nino6 @wisnuvernan2 @Riyand @askar_12 @babikapeler @dewa_ramadhanna @yogan28 @the_angel_of_hell @KuroZet @Reyzz9 @RivaldyMyrus @Algibran26
Mohon vote n komentarnya serta bagi teman2 yang nggak mau diseret lagi, bilang ya ... Thanks.
Part 41
Jam ditangan gue belum menunjukan jam 6 pagi, sedangkan gue sudah siap ganteng didepan cermin seraya memperhatikan penampilan gue hari ini. Mulai dari seragam putih abu-abu, dasi dan kaus kaki putih dengan sepatu converse hitam putih gue yang akan gue pakai nantinya. Plus topi yang tertaruh rapi diatas kepala gue menambah ketampanan gue pagi ini. Pantesan aja si Askar yang mata keranjang itu jungkir balik karena gue. Wkwkw.
Guepun turun ke ruang makan seraya menjinjing tas dan topi gue, seraya bersiul ria dan duduk didepan mama dan papa. Mereka berdua memperhatikan gue layaknya para intel yang bakalan mengintrogasi terdakwa, mulai dari ujung kepala sampai ujung dada. Mama bahkan berusaha melihat pinggang dan kaki gue yang tertutup meja, menyelidiki apa yang telah terjadi dengan putra satu-satunya.
“Pagi-pagi udah seneng aja?” tanya papa yang menghentikan aktifitas membaca koran beliau, sambil menatap gue lekat-lekat. Mama hanya diam menyimak sambil menyodorkan piring kearah gue.
“Nggak ada kok Pa.” Jawab gue sambil menerima piring dari mama. “Makasih Ma.”
“Kok kamu senyum-senyum aneh gitu nak?” sekarang mama yang turut berkomentar.
“Nggak kok Ma, lagi senang aja.”
“Tumben banget. Rian lagi jatuh cinta ya?” tanya mama. Sontak gue yang lagi minum hampir menyemburkan air gue minum. Gue sampai batuk-batuk saking kagetnya. Terkadang insting seorang wanita emang tajam setajam silet.
“Apaan sih Mama. Kepo deh.”
“Emangnya mama nggak boleh tahu, apa yang telah terjadi dengan anak Mama satu-satunya?”
“Bukan gitu Ma, biasa masalah anak muda. Nggak tau aja gimana masalahnya.”
Mama ber-o ria sambil melirik papa penuh arti. Papa lalu menatap gue dengan senyum beliau dan menyesap kopi buatan mama.
“Jadi menurutmu, Papa dan Mama nggak pernah muda apa?”
“Nah karena pernah muda itulah, pasti Papa dan Mama tahu posisi Rian sekarang.” Jawabku sambil menjulurkan lidah. Skak mat, papa dan mama kehilangan kata-kata.
“Terserah Rian lah.” Mama mengibas-ngibaskan tangan kearahku. “Yang Mama harapkan dari kamu Ian, kamu nggak melakukan hal-hal yang belum sepatutnya dilakukan oleh seorang pelajar. Masa depanmu masih panjang, jangan kamu gagal meraih cita-citamu karena seorang cewek.” Dikte mama.
Gue hanya tersenyum miris mendengar kata-kata mama. Sama cewek aja udah gitu, bagaimana jikalau beliau tahu kalau yang lagi dekat sama gue sekarang adalah seorang cowok. Nggak bisa gue bayangkan.
Ngomong-ngomong soal anonymouse, kita yakni gue, Askar, Aldi dan Dwi telah sepakat untuk melancarkan misi berbahaya tingkat benua Afrika. Kita berempat udah menyusun strategi yang cukup matang kemarin. Saking matangnya, Askar hanya bisa geleng-geleng kepala sambil terkadang hendak membantah apa yang telah direncanakan oleh Aldi dan Dwi. Tetapi sesuai kesepakatan awal, Askar hanya bisa diam dan menerima semua. Oleh karena rencana kemarin, membuat beban gue berkurang dan tidak begitu khawatir dengan teror si anonymouse itu.
“Kamu berangkat bareng siapa Ian?” tanya papa menyadarkan gue dari lamunan gue.
“Owh..., sama Askar Pa. Ntar dia tunggu di depan gang.”
Papa mengangguk-angguk. Mamapun nampak kurang senang dengan jawaban gue tadi. “Kok nggak disuruh mampir dulu Rian? Nggak baik gitu ah.”
Acieee... mama udah perhatian banget sama calon menantu.
“Nggak Ma. Sekarang Senin, takut telat.” Jawab gue asal. Gue takutnya mama malah kepo dan banyak nanya seperti beberapa waktu yang lalu disaat Askar menjemput gue kerumah. Rasanya gue jadi sedikit segan dengan Askar karena mama yang membrondongnya dengan banyak pertanyaan. Dan itu masih pagi. “Mama kan kepo.” Tambah gue lagi.
Mama hanya senyum-senyum malu mendengar sindiran gue. “Mama pengen tahu aja tentang latar belakang temanmu, itu saja.”
Gue kembali tersenyum. Gue tahu kasih sayang orang tua itu sepanjang hayat, dimanapun dan kapanpun beliau pasti ingat dengan kita. Berbeda dengan kita yang kadang-kadang lupa dengan orang tua kita yang selalu ingat akan kita, orang tua yang membesarkan kita dengan harapan agar anaknya menjadi orang sukses, lebih sukses daripada mereka berdua. Berjuang banting tulang demi kita, tanpa mempedulikan kesehatan mereka. Terkadang kewajiban mereka terhadap Tuhan kadang terlalaikan bahkan tertinggal hanya untuk kita. Mengkepoi teman-teman kita demi menjaga pergaulan kita, dan menjaga masa depan kita tetap cerah seperti apa yang mereka harapkan. Mungkin orang tua adalah pahlawan sebenarnya dalam hidup ini.
“Nah kan senyum-senyum lagi.” Goda papa. Nampaknya beliau sudah siap dengan aktifitas pagi sambil hendak berangkat ke kantor. Syukur untuk beberapa minggu ini, papa nggak ada jadwal untuk keluar kota. Begitupun mama yang juga udah siap hendak pergi bekerja.
“Nggak ada kok Pa.” Gue menuntaskan makan gue. Lalu bangkit dan memeluk mereka berdua. “Adrian sayang Papa dan Mama.” Ujar gue.
“Aduduh manja banget anak Mama.” Mama mengelus-elus kepala gue yang memeluk beliau. Papa juga turun memeluk kami dari belakang.
Sudah sekian lama, papa lalu melepas pelukannya. Begitupun mama, juga melepas pelukannya. Nampak air mata mama berkaca-kaca sambil memegang kedua lengan gue menatap gue penuh haru. “kami juga sayang kamu nak. Jagoan kami yang sangat kami sayangi melebihi jiwa dan raga kami.” Ujar mama lalu kembali memeluk gue. Mungkin beliau kebawa suasana sambil meneteskan air mata. Papa membarut-barut punggung gue. Gue yakin papa juga terharu melihat dari tangan beliau yang tak henti-hentinya menyeka muka.
“Ayo, nanti disambung lagi nangis-nangisnya.” Ujar papa menyadarkan kami berdua. “nggak mau pergi dinas nih?” sindir beliau membuat mama melepaskan pelukannya. Sambil menyeka mata beliau yang udah basah, beliau menyerahkan kotak bekal bewarna hijau ke gue.
“Itu makan siang buat Adrian.” Mama menyerahkan bekal tersebut kegue. “Mama udah lebihkan buat Aldi sama Dwi. Rian beli aja minuman nanti di kantin ya. Jangan jajan sembarangan. Selesai sekolah langsung pulang.”
“Siap komandan.” Guepun bergaya laksana bawahan yang siap menjalankan tugas. Tak lupa tangan penuh hormat menghadap mama membuat mama tertawa sambil menepuk bahu gue. Gue lalu memasukan bekal tersebut kedalam tas yang udah penuh. Tak lupa topi juga gue masukan kedalam tas.
“Oh ya Ma, kata Aldi kemarin, Bunda minta e-mail Mama, katanya sih Bunda mau ngirimin resep kue ke Mama. Nanti Aldi yang nyampaikan ke Bunda.”
“Nanti siang Mama kirim ya nak. Mama lupa mana e-mail Mama yang aktif. Nanti Mama cek lagi ya.”
“Oke ma.” Ujar gue menyandang tas hendak pergi kesekolah. “Adrian duluan ya Pa, Ma.” Jawab gue seraya sungkem kepada mereka berdua. “Assalamu’alaikum.”
Gue melangkahkan kaki menuju depan kompleks dengan bergegas, begitupun dengan siswa-siswa lain yang sama halnya dengan gue. Guepun berjalan sedikit menjauhi beberapa siswa yang bergerombol menunggu angkot di persimpangan kompleks.
Seseorang yang gue tunggu kedatangannya, akhirnya berhenti di depan gue. Askar membuka kaca helmnya, menampakan mukanya yang tersenyum sumringah ke gue. Diapun menoleh kiri kanan sebelum memberika sekuntum mawar ke gue.
Gue terkekeh. “Apa ini?” Gue lalu menciumi aroma bunga mawar merah itu.
“Terima saja sebagai hadiah.” Jawabnya sambil menggerling nakal.
“Hadiah? Ooh ya, hadiah ya.” Gue mengangguk-angguk menyindirnya. “Gue nggak nyanga kalau Askar bisa seromantis ini ke gue.”
“Gue romantis kok.”
“Romantis atau mesum?” gue menjulurkan lidah. “Bedakan dua kata itu.”
“Mungkin romantis ke mesum-mesuman kali ya?” Dia menggosok-gosok dagunya sambil menerawang jauh. “Ntah kenapa gue jadi mesum jikalau dekat-dekat dengan lo Rian.” Tangan nakalnya mencolek dagu gue.
Gue menepis tangan nakalnya sambil memasang wajah mencemooh. “Ye lah tuh, emang dasarnya mesum, gimana lagi.” Sindir gue. Askar tersenyum.
“Tapi lo suka kan?”
“Hmmm..., gimana ya? Kalau suka, nggak begitu banget ya.”
“Cih, bilang aja suka. Susah amat.” Dia menyerahkan helm ke gue. “Yuk berangkat ntar telat lagi.” Ujarnya seraya menghidupkan motornya.
Gue terkekeh sambil naik keatas motornya. “Iya iya, gue suka setiap perlakuan mesum lo itu.” Sehingga senyum Askar kembali terpatri di wajahnya.
Setelah memarkirkan motor di parkiran, gue dan Askar jalan beriringan menuju kelas. Beberapa anak-anak memandangi gue dengan penuh rasa kasihan. Secara Sabtu kemarin gue diculik sama ketua Yakuza Junior dan sekarang gue berjalan beriringan bareng dia. Gue sendiri juga bisa menebak apa yang ada difikiran mereka masing-masing. Mungkin gue bakalan dijadiin kacung sama Yakuza Junior selama seminggu penuh karena sikap gue yang selama ini kontra dengan Yakuza Junior.
Guepun masuk kedalam kelas gue yang ribut kayak pasar malam. Apalagi Kayla yang berkoar-koar sambil memamerkan badannya yang seksi itu. Apalagi dua buah semangkanya yang turun naik serta suara tawanya yang keras menambah riuh kelas gue. Ada Aldi dan Dwi yang udah duduk di bangku masing-masing memandang heran kearah gue. Begitupun kelas gue yang tiba-tiba sepi serta tawa Kayla yang mendadak lenyap bak ditelan lubang hitam.
Gue meletakan tas gue di bangku gue sambil memandang bingung Aldi dan Dwi bergantian. Dwi nampak menunjuk seseorang yang sedang berdiri melipat tangan di pintu kelas.
“Sejak kapan lo punya bodyguard?” bisik Dwi.
Eh Askar ngikutin gue rupanya, tumben.
Gue mengangkat bahu gue tanda tidak tahu. Sedangkan anak kelas gue udah memandang horor kearah gue, meminta penjelasan kenapa si ketua Yakuza Junior ada disini dan ngekorin gue sendari tadi.
“Ehm...” Askar berdehem. “Gue hanya pengen ngumumin aja sama lo semua. Kalau si Adrian ada dibawah pengawasan gue sekarang. Dia bakalan gue jadiin kacung selama seminggu karena perbuatannya ke kami. Jadi gue harap, lo semua nggak usah banyak cincong, nggak usah cari lawan sama gue, kalau nggak ingin bernasib sama kayak Adrian.” Kata Askar dengan suara keras, membuat anak kelas gue menekur ketakutan. “Sudah, silahkan kembali melanjutkan aktifitas kalian kembali dan jangan hiraukan gue.”
Anak-anak kelas gue diam menekur sambil sesekali menoleh kearah Askar. Mereka kembali melaksanakan kegiatan mereka yang tadi sempat terhenti. Gimana nggak terhenti, ketua Yakuza Junior yang terhormat datang ke kelas mereka. Kalau nggak menyebar teror, kalo nggak mencari seseorang kelas kakap buat di introgasi nantinya. Kelas gue kembali berdengung dan Askar menuju kerah bangku gue sambil mengobok-obok laci.
“Ngapain lo?” tanya gue sambil menepis tangannya yang udah lancang meraba-raba daerah privasi gue itu.
“Gue mencari sesuatu. Ah... ini dia.” Askar mengeluarkan sekuntum bunga mawar merah dengan sebuah kartu yang terselip dengan pita.
Gue berusaha merebut itu bunga, walau kalah cepat dari tangan Askar yang mengelak. Dia melemparkan bunga tersebut ke meja sambil mencerna kata-kata di kartu tersebut. Dia lalu berdecih mengejek sambil menatap gue.
“Apa isinya?”
Askar membaca kartu tersebut dengan suara pelan, mungkin hanya kami berempat yang mendengar suara Askar,
Pilihlah sesuai hati nuranimu. Jangan takut dan jangan berpura-pura. Katakan saja dengan sejujurnya.
sebelum Askar meremukan kartu tersebut dan menyimpan kedalam katong celananya.
“Cih udah kayak jargon Pilkada aja." bisiknya. "Oh ya, Bel udah bunyi tuh, mau upacara. Gue kekelas ambil topi dulu.” Ujar Askar seraya menyambar bunga dan membawanya pergi.
Dari jendela gue bisa lihat Askar membuang bunga mawar merah itu kedalam tong sampah didepan kelas gue.
“Emang bel udah bunyi ya?” tanya Dwi sambil menengok jam di pergelangan tangan kirinya. “Masih lima menit lagi kok. Ngaco nih Askar.”
---
Gue menekurkan kepala setelah bel tanda istirahat berbunyi. Bu Eli udah lama keluar dari ruang kelas memberikan beberapa soal tahun kemarin untuk dibahas. Beberapa siswapun keluar dari kelas sambil memandang gue prihatin. Bahkan diantara mereka menyemangati gue dan menyampaikan keprihatinan mereka, karena gue kembali berurusan dengan ketua Yakuza Junior yang ditakuti.
Hanya ada gue, Aldi dan Dwi yang ada didalam kelas saat ini.
“Ngomong-ngomong, perjanjian lo sama Askar apaan sih?” tanya Dwi memulai pembicaraan. Aldi yang fokus membahas soal menoleh kearah gue karena pertanyaan Dwi tadi.
“Kita bakalan berpacaran kalau Askar dapet 10 besar atau gue dapat juara umum semester ini.” Jawab gue.
Dwi ngangguk-ngangguk sambil mengelus dagu.
“Kalau kalian nggak berhasil gimana?”
“Ya nggak pacaran lah.” Jawab gue.
“Enteng banget lo bilang gitu.” Aldi akhirnya buka suara.
“Cinta kan nggak selamanya berpacaran Al. Kita masih bisa saling mengungkapkan rasa cinta kita walau kita bersahabat. Lagian gue juga buat perjanjian ini supaya Askar lebih giat lagi dalam belajar karena gue yakin dia itu malas.”
Aldi dan Dwi mengangguk-angguk tanda mengerti. Dwipun menutup bukunya sambil meraih tangan gue dan Aldi.
“Ke kantin yuk! Gue lapar.”
“Kalian pergi berdua aja. Gue bawa bekal.”
“Ah... nggak apa-apa, bawa aja tuh bekal.”
“Malu sama bi Yanti ih. Masa gue bawa bekal ke kantinnya.”
“Ah..., bi Yanti kan udah klop sama kita. Pasti dia ngerti tuh.” Dwi menarik-narik tangan gue. Sedangkan Aldi udah memasukan soal-soalnya kedalam tas. “Yuk!”
“Yadeh, gue ambil bekal dulu ya.”
Mau tidak mau, gue akhirnya mengikuti Aldi dan Dwi yang berjalan di depan sambil memegang bekal gue. Mereka nampak bercengkrama selama ke kantin sambil ngomongin cewek Paskibraka kelas sepuluh pengibar bendera tadi pagi. Gue hanya bisa merunduk dibalik tatapan kasihan dari setiap jiwa yang gue temui selama di lorong kelas. Mungkin gosip gue yang jadi jongos si Askar selama sepekan kedepan udah menyebar ke seantero sekolah. Secara guekan cukup terkenal dengan keantian gue dengan organisasi-organisasi ilegal yang nggak bermanfaat yang sampai gue basmi di sekolah.
“Kak!” teriak Fandi seraya melambai-lambaikan tangannya saat gue masuk kedalam kantin. Fandi duduk berdua dengan Nathan di sudut ruangan sebelah kiri. Ada pula Tia and the genk di sebelah kanan di dekat pintu masuk kantin . Dan Askar beserta anak buahnya di meja panjang dekat jendela sebelah kanan bersebrangan beberapa meja dengan meja Fandi. Nampaknya kantin cukup ramai saat ini sehingga mau tidak mau gue duduk di meja Fandi yang berkapasitas enam orang itu. Gue duduk dekat dinding dan dan Aldi yang duduk disamping kanan gue. Begitupun Fandi yang duduk diseberang Aldi bersebelahan dengan Nathan di sisi kirinya.
“Kakak bawa bekal?” tanya Fandi sambil menatap kotak hijau yang gue tenteng. Gue hanya nyengir sambil menggaruk kepala bagian belakang gue.
“Iya, nih Dwi nyeret gue kesini.”
Fandi cuman bero ria sambil kembali memakan makanannya.
“Makan duluan ya Kak.” Nathan berbasa basi ke kami bertiga. Tepatnya kearah gue. Nathan tersenyum sambil membuang pandangannya disaat pandangan mata kita bertemu.
“Kalian berdua mulu ya?” tanya Aldi sambil menatap Nathan dan Fandi penuh selidik. “Sabtu kemarin, gue lihat kalian berdua pulang bareng. Ngapain?”
Wajah Fandi tiba-tiba bersemu merah sambil merunduk menyembunyikan mukanya. Dia nampak terkejut pernyataan Aldi tadi. Sedangkan Nathan juga nampak setali tiga uang dengan Fandi, sambil menoleh kearah gue.
“Eh anu... kak, kemarin kita...”
“kita lagi buat tugas kak.” Potong Nathan. “Iya kan? Kita bikin tugas di rumah lo kan Fandi.”
Entah kenapa Nathan kembali menoleh kearah gue. Sedangkan Fandi hanya tertunduk sambil mengangguk-angguk.
“Hmmm..., siap itu?” Aldi menatap Nathan penuh intimidasi.
“Abis buat tugas, gue jalan-jalan sendiri pakai motor keliling kompleks Fandi kak.” Jawab Nathan. Fandi nampak terkejut sambil menatap Nathan keheranan.
“Bukannya kamu...”
“Ya, setelah putar-putar kompleks lo, gue langsung pulang.” Jawab Nathan lagi.
Aldi cuman mengangguk-angguk sambil menatap Nathan menyelidik sebelum pesanannya dan Dwi datang. Gue hanya tersenyum disaat bi Yanti malah memuji gue yang membawa bekal sambil memberikan gue jus sirsak pesanan gue. Syukurlah bi Yanti nggak marah.
Sebuah notifikasi dari Line gue berbunyi, membuat orang yang ada di meja gue menatap kearah gue kecuali Nathan yang sibuk dengan smartphonenya.
“Dari siapa?” Aldi langsung bereaksi. Gue mengangkat kedua bahu gue tanda tidak tahu sambil mengeluarkan smartphone gue. Dwi turut memandang gue walaupun tetap memakan makanannya. Bahkan Askar yang disudut ruangan sana, langsung bereaksi menuju meja gue, lalu duduk didepan gue, disamping Fandi.
“Ada apa?”
“Dia lagi.” Ujar gue sambil membuka percakapan gue dengan anonymouse di Line.
’Lo nggak takut kalau foto lo sampai ketahuan sama bonyok lo?
Jauhi Askar dan semua rahasia lo bakalan selamat.’
10.36
Gue menatap Askar dan Aldi bergantian. Aldi langsung geram membaca pesan dari anonymose barusan, sedangkan Askar langsung merebebut smartphone gue. Dia membaca pesan tersebut lalu menyerahkan smartphone gue. Dia tak ada ubahnya dengan Aldi sekarang.
“Ada apa kak?” tanya Fandi yang nggak tahu apa-apa soal masalah ini.
Aldi lalu mengedarkan pandangannya keseluruh sudut kantin. Anonymouse langsung bereaksi saat gue berangkat bareng tadi sampai mengirimi gue teror kembali. Aldi tertegun cukup lama sebelum tersenyum menatap Fandi.
“Fandi bisa kakak mintai tolong nggak?”
Sial apa pula yang difikirkan anak ini sekarang.
“Boleh kak, apa yang bisa Fandi tolong?”
“Sini! Duduk samping kakak.” Ujarnya Aldi seraya menepuk bangku panjang yang kami duduki.
Fandipun langsung duduk diantara gue dan Aldi. Dia nampak membisikan sesuatu sambil menatap gue. Begitupun Fandi yang sesekali tersenyum menoleh kearah gue. Fandi lalu mengangguk-angguk, lalu kembali ke posisinya semula seraya menatap gue dengan senyum penuh makna. Aldi lalu mengedipi Fandi sehingga dia mengacungkan jempolnya ke Aldi.
Apa yang direncanakan Aldi sekarang.
“Kar, lo nggak mau coba masakan Mama nggak?” Sontak pernyataan Aldi membuat Askar terkejut, lalu tersenyum menatap kotak bekal gue yang tinggal setengah.
“Kelihatannya enak nih.” Askar menggosok-gosokkan telapak tangannya sambil menatap bekal gue penuh nafsu. “Sushi ya?”
“Nggak, ini Kimbap.” Ujar gue seraya memasukan potongan kimbap ke mulut gue. “Mau?”
Askar mengangguk-angguk. “Mau.”
“Gimana sama yang lain nih, nggak adil dong kalau lo doang yang gue kasih.” ledek gue ke dia yang telah meneteskan air liur. “Aldi, Dwi, Fandi sama Nathan nggak dapat tuh.”
“Ah biarin deh, yang jelas gue mau. Mereka bisa makan kimpap buatan Mama lo dirumah lo. Ya nggak? Oooo... nama lo siapaa...? Fandi iyakan?.” Ujarnya manja sambil memajukan mulutnya yang telah menganga. Fandi hanya mengangguk-angguk penuh ketakutan diwajahnya sambil memandangi gue dengan pandangan aneh. “Suapin.” Ujar Askar manja.
Gue memandang kesekeliling. Beberapa siswa penghuni kantin memandangi meja kami berenam dengan muka penuh ekspresi. Gue jadi salah tingkah seraya mengambil sepotong kimbap dari kotak bekal. Gue memberi isyarat ke Askar supaya dia menghentikan perbuatannya yang kekanak-kanakan itu, atau kita akan menjadi objek gosip.
Askar kembali duduk tegak, sambil berdehem dia memandang gue penuh intimidasi. “Adrian! Karena lo selama sepekan ini jadi budak gue. Maka lo harus suapin gue isi bekal lo sekarang!” Perintahnya dengan suara yang cukup keras. Gue yakin setiap insan yang berpendengaran baik bakalan mendengar pernyataannya tadi. Dasar Askar sialan, dia bilang gue budaknya selama sepekan. Bangsat benar ini bocah.
Dia lalu kembali memajukan mulutnya yang menganga kearah gue minta disuapi. Semua pasang mata memandangi gue yang siap-siap memasukan pesawat dalam lobang hitam. Gue mengangkat tangan gue dan memasukan sepotong kimbap kedalam mulut Askar. Sehingga dia mengunyah kimbap itu penuh kemenangan. Aldi sibiang kerok hanya tersenyum-senyum sedangkan Nathan nampak terpaku memandang gue. Mungkin dia juga pengen disuapi cowok seganteng gue. Hehehe
“Mmmm.., enak, enak.” Ujarnya seraya mengambil sepotong kimbap dari kotak bekal. “Aaa...!” perintahnya supaya gue buka mulut. Guepun membuka mulut dan Askarpun memasukan sepotong kimbap tersebut kedalam mulut gue. Kalau bukan Askar pelakunya, pasti bakalan riuh nih kantin gara-gara ada sepasang pria yang saling suap-suapan di depan umum. Kita saling suap-suapan hingga bekal gue habis.
“Oke budak gue, besok jangan lupa bawa makanan lagi ya. Usahakan besok lo yang buat ya. Yang banyak." Ujar Askar nampak puas menatap gue penuh arti. “Oke karena makanannya enak tadi, jadi gue berbaik hati buat nyuapin lo sebagai tanda ucapan terima kasih gue ke elo.” Kata Askar dengan suara keras. Dia pasti sengaja mengeraskan volume suaranya supaya didengar oleh semua orang.
Sebuah notifikasi kembali berbunyi sebelum notifikasi kedua. Dari anonymouse dan Mama.
“Siapa?” tanya Askar disaat gue membuka smartphone gue. Nampaknya dia hendak kembali merebut smartphone gue. Gue menyembunyikannya di balik meja sehingga Askar susah untuk merampasnya.
“Dari Mama.” Ujar gue memandang Aldi. “Mama udah ngirim e-mailnya.”
“Apa?” tanya Aldi seraya membuka handphonenya.
“Widia7474@gmail.com”
“Oke udah gue kirim ke Bunda.” Aldi mengirimkan e-mail tersebut ke bunda. Gue menutup aplikasi Line gue, mengabaikan teror anonymouse tadi.
“E-mail tante ya Kak? Untuk apa di Kak Aldi?”
“Iya, e-mail tante. Bunda Kak Aldi mau ngirim resep kue terbaru ke tante.” Ujar gue menjelaskan.
Fandi hanya mengangguk-angguk sambil menuntaskan makannya. Begitupun Nathan, Aldi dan Dwi yang juga menuntaskan makannya. Sedangkan Askar kembali kehabitatnya di seberang sana. Tak lupa dia mengacak-acak rambut yang udah gue atur sedemikian rapi tadi pagi.
“Oh ya Nath, Kamis besok kita masih ekskul. Jangan lupa datang, kamis besok terakhir.” Ujar gue mengingatkan. Dia hanya tersenyum tanpa berbicara sepatah kata apapun. Gue lalu mengemasi bekal gue dan menyeruput habis jus sirsak gue. Bel masuk telah berbunyi dan satu-persatu makhluk di dalam kantinpun mulai keluar dari kantin satu persatu.
Setelah berbasa basi dengan Fandi, kami bertiga yakni gue, Aldi dan Dwi kembali ke kelas. Notifikasi line kembali berbunyi sehingga gue kembali merogoh saku gue dan membuka aplikasi Line. Dari anonymouse lagi rupanya. Gue membaca pesannya yang sebelumnya. Kembali ancaman.
‘Jangan salahkan gue kalau foto lo itu sampai ketangan bonyok lo.’
10.51
sebelum gue membaca pesan terbarunya, yang membuat jantung gue hampir copot dan langkah gue terhenti. Aldi yang melihat gelagat aneh gue, langsung merebut smartphone dari tangan gue dan membaca isinya dengan seksama. Dia memandangi gue yang telah tersandar ke dinding dengan pandangan nanar.
‘Foto lo akan gue kirim ke email nyokap lo Widia7474@gmail.com secepatnya.’
11.05
--- tbc
R~
Hallo minna! Gue kembali. Maaf gue baru bisa update sekarang. Maklumlah orang sibuk. Wkwk. Ciee elah sok sibuk banget gue ya. Ya minimal menyibukkan diri lah dengan hal-hal yang nggak penting.
Buat kali ini sekian dulu, gue nggak bakalan tausyiah panjang lebar sepanjang cintaku padamu. Otak gue udah mentok. Dompet juga udah kering keseringan coli eh maksudnya bukbar sana sini, mau lebaran pula lagi. Dengan apa beli baju baru. Hihihi. Jadi jikalau ceritanya agak aneh bin ajaib, lain daripada yang lain, gue harap jangan bully gue macam kak Valak belakangan ini. Gue nggak sanggup, gue nggak sanggup. Biarlah kak Valak yang mendadak terkenal di bulan Ramadhan, gue nggak usah.
Terakhir, gue mohon vote, komentar n tanggapan sehingga gue bersemangat buat menulis cerita. N gue mohon doa supaya gue moodnya bagus, n ide mengalir lancar jaya nggak tersendat2. Aamiin...
So selamat membaca, selamat bermalam Sabtu. Sunt
24 Juni 2016 - 23.37
Salam
R~
this story is very good... tells us about love, romance, difference, friendship, adventure and it is just not about sex... But, I think it will be better if Rian and Askar are close with his boyfriend's parent each others... Just an advice, writer will know what is bettet for his own story...
Overal, Welldone...! I like, very like, and very recomended your story...
Jngn sukzhon dulu bang... ntar Fandi eh Nathannya marah loh.
@Algibran26 Hehe aku jadi malu dehm terima kasih bang, juga terima kasih u/ sarannya bang... Akan dipertimbangkan.
Hahaha di tunggu beberapa part kedepan ya bang...
@Kim_Hae_Woo679 Ooh maksudnya Micky Mouse itu... ky Hello Kittynya Catatan Hati Seorang Valak ya? Wkwkwk. Klo itu kita lihat d part depan bang. Bakalan terungkap kok.
Pasti anget tuh meluk guling kayak kamu. Ugh... Sini2 sama Kak Ri.
Xixiiiii... can't wait to read the next part of your story