It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Hmmm gmn y?
@dian_des abang aj yg dihajar, gue jngn dibawa y... wkwk
Whahahah
@dian_des iya yah... tpi aku pasti nggk bkln d apa2in deh bang.
@hafizpratama Cupcupcup, jngn sedih dong, kn aku jg ikutan sedih.
@m_rifki_s Makasih udah membaca ya~
@Daser @freeefujoushi @Sho_Lee @mustajab3
@JoonHee @lulu_75 @JimaeVian_Fujo
@PCYXO15 @Tsunami @ricky_zega @Agova
@jimmy_tosca @rama_andikaa @LostFaro
@new92 @Otsutsuki97S @billyalatas18
@delvaro80 @ramadhani_rizky @Valle_Nia
@diccyyyy @abong @boygiga @yuliantoku
@ardi_yusman @fian_gundah @Lovelyozan
@Rabbit_1397 @Tsunami @Adiie
@sn_nickname @Gabriel_Valiant @happyday
@Inyud @akhdj @DoojoonDoo @agran
@rubi_wijaya @putrafebri25 @Diansah_yanto
@Kim_Hae_Woo679 @Vanilla_IceCream
@shandy76 @bram @black_skies @akina_kenji
@abbyy @abyyriza @05nov1991 @1ar7ar
@kaha @blasteran @BN @dian_des
@Pyromaniac_pcy @melkikusuma1
@asik_asikJos @opatampan @The_jack19
@ori455 @lukisan_puisi @usernameku
@dadanello @boncengek3 @earthymooned
@gaybekasi168 @jimmy_tosca @handikautama
@OkiMansoor @Ninia @ananda1 @kikirif
@satriapekanbaru @o_komo @SyahbanNa
@Denial_person @arya_s @imanniar @raito04 @AgataDimas @Harris_one @duatujuh @M_imamR2 @josiii @viji3_be5t @Firman9988_makassar @amostalee @ocep21mei1996_ @Chi_dudul @Pranoto @renataF @liezfujoshi @Niel_Tenjouin @Prince_harry90 @raden_sujay @bagas03 @Joewachecho @Obipopobo @M_Rifki_S
Mohon vote n komentarnya serta bagi teman2 yang nggak mau diseret lagi, bilang ya ... Thanks.
Part 36
Gue masih berusaha tersenyum menatap Askar yang tertidur di meja perpustakaan. Dia cabut dari mata pelajaran lagi. Matanya yang menghitam membuat gue semakin menderita untuk berlama-lama disana. Ada rasa sakit dan rasa tidak rela berkecamuk dihati gue saat ini.
Gue meletakan beberapa buku yang akan gue pinjam di meja dan mengambil posisi duduk disampingnya. Gue merebahkan kepala gue dan menatap wajahnya yang tentram, walau banyak beban yang harus dia tanggung sekarang ini.
Gue mengelus rambutnya yang sedikit berantakan, menyentuh wajahnya yang membuat gue rindu untuk melihatnya. Bulir-bulir air mata gue berjatuhan, memandang wajahnya. Ada rasa tidak rela dan sakit disaat gue mengetahui kalau gue tidak akan melihat wajah ini lagi.
Askar terbangun ketika ujung jari gue menyentuh bibirnya. Dia nampak terkejut dengan kehadiran gue. Dia sangat gelabakan membuat senyum gue mengembang melihatnya.
"Rian, lo disini? Lo nggak belajar."
"Hehe, gue izin sebentar buat minjam buku." Sambil menunjuk buku yang bertengger diatas meja.
"Lo menangis?" Tanyanya sambil menyeka wajah gue yang basah.
Lo harus kuat rian, lo harus kuat. Sangat sakit rasanya disaat lo harus berpura-pura gembira disaat orang yang lo sayang menderita.
Gue pura-pura tertawa. "Hah? Masa', nggak kok." Ujar gue menepuk-nepuk wajah sekaligus menyingkirkan tangannya dari wajah gue. "Gue mungkin kelilipan."
"Nggak, kok basah gini." Askar menunjukan jempolnya yang sedikit basah.
"Air liur lo kali."
Dia menatap gue sambil memegang kedua pundak gue.
"Ada apa?"
"Nggak ada apa-apa kok."
"Trus? Ngapain lo nangis Rian?"
"Kan udah gue bilang gue nggak nangis." Ujar gue melepaskan tangannya. Semakin gue berusaha tegar semakin sakit yang gue rasakan, membuat mata gue tergenang dan jatuh mengikuti grafitasi.
Askar memeluk gue. Dia tidak memaksa gue untuk menceritakan masalah gue, seperti apa yang terjadi beberapa hari yang lalu di jembatan layang. Askar membelai-belai rambut gue selagi gue menumpahkan semua perasaan gue yang gue pendam beberapa hari ini.
Gue kembali menatap mukanya, membelai rambutnya yang sedikit pirang, telinganya, matanya yang hitam, hidung mancungnya, bibirnya yang menggairahkan, membuat gue tidak dapat menahan diri gue untuk tidak mendaratkan bibir gue ke bibirnya.
Kita berciuman panas. Kadang Askar melesatkan lidahnya kedalam mulut gue dan kadang gue menggigit-gigit bibirnya, hingga kita menuntaskan 'permainan' sebelum lupa diri kalau ini di perpustakaan sekolah.
Askar memegang kedua pipi gue, menatap gue lalu mencium kedua kelopak mata gue, menciumi setiap aliran air mata gue di pipi. Terakhir mencium bibir gue kilat sebelum berdiri dan menyambar buku gue dan membawanya. Guepun bergegas membuntutinya sambil merapikan baju gue yang sedikit berantakan karena ulah permainan kita tadi.
Askar meletakan buku yang bakalan gue pinjam ke meja peminjaman perpustakaan. Cukup berat dengan volume buku yang ekstrim buat anak SMA. Ibu penjaga perpustakaan menatap gue dan Askar bergantian sebelum gue menyerahkan kartu pelajar gue.
"Rian kamu kenapa? Mukamu kayak orang nangis gitu." Ibu Lili bertanya sambil menerima kartu pelajar gue untuk dicatat. Sebelumnya Ibu Lili menatap Askar dengan tatapan menyelidik khas intelnya itu. Wkwkwk. Mungkin dia menyangka gue udah diapa-apain Askar, walau sebenarnya iya.
Gue menatap Askar sejenak sebelum memulai acara mengarang bebas gue. "Tadi pas ngambil buku, Rian nabrak rak buk." Ibu Lili meringis "Terus kena mata sampai berair gini." Jawab gue.
"Kirain." Ujar Bu Lili menatap Askar yang cuek bebek, membuat gue menahan tawa. "Syukurlah kalau begitu. Nanti kamu ke kantin, minta sama Bi Yanti nasi anget, terus di kompres ke itu mata, nanti bengkak loh." Ujar Bu Lili menyerahkan kartu pelajar gue. "Seminggu lagi ya."
"Hehe iya bu." Ujar gue mengkode Askar dan berlalu meninggalkan Perpustakaan sekolah.
"Bu Lili jahat banget lah, gue disangka ngapa-ngapain lo." Bisiknya ke gue.
Gue menatapnya dengan senyum yang terpatri di wajah. "Haha kan emang lo 'ngapa-ngapain' lo tadi." Ujar gue menoyor dia. Kita lagi berjalan di koridor yang pada sepi, menuju kantin sekolah saat ini.
"Hmm..., iya deh. Sejahat itukah gue dimata guru-guru?"
Gue menaikan bahu, "Ntahlah Kar. Gue nggak tau. Mungkin karena lo ketua Yakuza Junior kali. So makanya Ibu Lili udah su'zhan duluan."
Askar mengangguk-ngangguk sambil merangkul gue. Hati gue seketika senang sekaligus hancur dengan perlakuannya sekarang. Gue pasti kangen dengan perlakuannya yang seperti ini semester depan. Entahlah.
"Kenapa?" Tanya Askar. Mungkin dia bingung dengan kebisuan gue yang tiba-tiba.
"Nggak ada kok Kar." Ujar gue tersenyum.
"Gitu dong." Ujarnya mencolek dagu gue. "Kalau lo ada apa-apa gue siap membantu lo kok."
Gue tersenyum, walau hati gue teriris disaat dia yang gue sayangi menanggung masalah pelik yang harus dia hadapi.
Papa dan Mama Askar akan bercerai lalu Askar akan pergi bersama Mamanya ke Surabaya.
Informasi itu gue dapat dari Bi Ijah asisten rumahtangga Askar yang menceritakan semua ke gue, ketika gue datang kerumah Askar kemarin sore. Semenjak kejadian di jembatan layang senin malam, gue dua hari ini setiap hari mengunjungi Askar dirumahnya. Saat itu, Askar hanya menangis memeluk erat gue lalu mengantarkan gue pulang tanpa berbicara sepatah katapun. Kecuali disaat berbasa-basi dengan mama sewaktu hendak pulang. Dia sempat tidak datang ke sekolah besoknya hingga membuat gue semakin cemas. Akhirnya dengan segala upaya yang gue lakukan, bi Ijah akhirnya mau menceritakan semua, dengan beberapa perjanjian antar kami berdua.
"Lo pulang sekolah nanti sibuk nggak?"
"Hmmm..., gue ada ekskul olimpiade Kimia. Kenapa?"
"Nggak jadi deh kalau lonya sibuk."
"Gue nggak apa-apa kok. Emang lo mau nungguin gue sampai jam setengah enam ntar?"
"Kalau untuk bisa sama lo, kenapa tidak." Ujarnya. Gue kembali bersemu dengan gombalannya itu.
"Gue sih pengen cabut hari ini."
"Kenapa nggak cabut aja." Askar menggoda gue sambil menyenggol bahu gue.
"Ada beberapa anggota baru. Jadi gue sebagai ketua ekskul yang bertanggung jawab, harus hadir dong."
"Hmmm ya deh yang bertanggung jawab. Bukannya lo yang harus ditanggung jawabi oleh gue?"
"Ish apaan sih lo." Ujar gue tertawa sambil menyenggol Askar yang juga ikut tertawa.
Semoga gue dapat menikmati kebersamaan kita yang tinggal beberapa bulan ini lagi Kar.
---
Askar kembali menggas-gas motornya di depan gerbang sekolah, sekeluar gue dari ruang kelas. Gue udah terlambat 25 menit dari waktu perjanjian kita tadi. Gue lari tergopoh-gopoh menuruni tangga sekolah sambil memegangi tas gue yang luar biasa berat.
"Apaan sih lo?!" Teriak gue seketika gue sampai di depan gerbang sekolah. "Lo mau ditangkap polisi, buat rusuh kayak gini."
Askar nyengir sambil menyerahkan helm warna merah jambu ke gue. Helm siapa lagi yang dia pinjam nih. Apa nggak ada warna lain apa.
"Biar lo tau sama waktu Rian." Ujarnya tanpa dosa. "Lo lama banget."
Gue memandang glare kearahnya. "Nggak usah segitunya kali, lo kan bisa nelpon gue. Tadi nanggung banget tau nggak. Lo nggak punya pulsa?"
"Kalau gue telpon, palingan nomor lo tidak aktif lagi tuh. Kan bikin kesal."
"So makanya lo harus sabar dong kalau janjian sama gue."
Askar nyengir sambil menoel dagu gue. "Gue nggak bisa sabar sama lo, sebab gue nggak mau waktu berharga gue bareng lo hilang begitu aja. Gue ingin menghabiskan waktu dengan lo." Ujar Askar. Hati gue ternohok mendengarnya.
Gue tersenyum sambil mengelus-elus dagu. "Emang lo mau kemana sih?" Tanya gue pura-pura tidak tahu apa maksud kata-katanya tadi. "Lo mau mati?" Gue pura-pura tertawa.
"Hmm..., mungkin."
"Kalo lo mati, gue boleh dong jalan sama Evan? Boleh ya." Goda gue. Rasa sakit itu semakin terasa, disaat gue harus berpura-pura tidak tahu dan tetap ceria diatas masalah yang dia hadapi saat ini.
"Lo kan udah tau kalo Evan itu lurus." Askar menjawab dengan muka pokerfacenya yang menggemaskan.
"Bilang aja lo nggak rela, iya kan?" Gue mencolek pipinya. "Dengan sekali gerlingan, gue yakin si Evan bakalan belok." Bisik gue ketelinganya sehingga membuat mukanya memerah.
"Udah ah! Yang jelas gue mau dekat-dekat sama lo sekarang, titik. Nggak usah banyak nanya. Lo mau ikut nggak?"
Gue mencibir sok-sok ngambek. "Segitu amat, bilang aj kangen, nggak bisa jauh-jauh dari gue kan jelas." Gue memasang helm dan naik keatas motornya. "Yuk!"
"Hmm..." ujarnya seraya menggas motornya, seraya meninggalkan sekolah gue. Gue hanya bisa menekur ke punggungnya sambil memeluk pinggangnya erat. Gue berusaha menahan air mata gue supaya tidak tumpah.
"Kita kemana Kar?" Terdengar suara gue sedikit serak dan tercekat di tenggorokan.
"Hah?" Askar membuka helmnya seraya menatap gue dari kaca spion.
Untung nih anak nggak dengar suara gue tadi. Bunyi kendaraan mendominasi saat ini.
Gue berdehem-dehem sebentar sebelum membuka kaca helm.
"Kita mau kemana?"
"Owh ..., ke danau buatan." Jawabnya.
"Eh... ngapain kesana? Mau pacaran?"
Askar tersenyum. "Anggap saja begitu." Dia menggerling nakal ke gue.
Gue hanya mengembungkan wajah, walau hati gue berbunga. Askar memandang gue sesekali dari kaca spionnya.
Setelah membayar uang masuk, kitapun berjalan-jalan menyusuri tepi danau yang asri tersebut. Sesekali gue memandang Askar yang matanya tak lepas dari wajah gue, tak lupa tangannya yang udah merangkul gue membuat gue tersipu. Gue hanya bisa memegang tangannya supaya tidak mencekik gue. Hehehe. Gue berharap jikalau waktu berputar lebih lambat, sehingga kita dapat menikmati moment ini.
Kita tetap terus berjalan menikmati danau buatan tersebut sambil mencari lokasi yang pw buat bermesraan, eh maksudnya buat menikmati sunset yang akan tenggelam di balik bukit. Gue langsung duduk di bangku yang telah disediakan dibawah pohon yang cukup rindang disalah satu spot indah ditepi danau. Perpaduan yang pas antara duduk di bawah pohon sama gebetan, memandang danau serta matahari yang telah menjingga. Wow... gue nggak pernah membayangkan sebelumnya bakalan seperti ini rasanya.
"Ini adalah kali pertama gue kesini setelah kepergian Azka." Kata Askar yang menatap danau. Gue tersentak sambil menatapnya. Gue meraih dan menggenggam tangannya. Bibirnya bergetar melanjutkan ceritanya, "Terakhir gue kesini beberapa bulan sebelum kepergian Azka yang tercinta meninggalkan kami semua."
Gue tertegun. Kata-kata gue tercekat di tenggorokan sambil mencerna kata-katanya yang penuh kiasan. Apa maksudnya, dia juga akan kehilangan gue selanjutnya?.
Gue mengatur nafas dengan perasaan campur aduk. "Kita akan tetap terus sering kesini kok." Gue menatap mata elangnya dengan tangan gue menggenggam tangannya.
Dia menatap gue seperti hendak mengatakan sesuatu. Tapi Askar menggeleng lalu membelai wajah gue, "Semoga saja." Ujarnya tersenyum masam.
"Kar, apapun terjadi kita tetap bersama ya. Apapun yang terjadi gue akan tetap setia sama lo dan gue harap lo juga dapat setia dengan gue."
"Janji?"
Gue tersenyum sambil mengangguk pasti.
Askar kembali tersenyum, mengacak rambut gue dan mengangguk. Dia nampak lebih ceria sekarang. Semoga ia tetap semangat.
Gue kembali berusaha tersenyum, walau hati ini hancur. Gue mengeluarkan handphone dan mendekatkan diri ke Askar sehingga dia terkejut kaget. Gue merangkul Askar dan berselfie ria dengan beberapa angle dan pose-pose narsis khas kita berdua. Tidak lupa juga menfoto matahari yang terbenam dengan gagahnya untuk Instagram nanti. Terakhir adalah foto gue yang mencium pipi Askar secara mendadak, dengan ekspresi terkejutnya yang membuat gue gemas. Setelah memilih-milih foto yang keren, gue akhirnya memutusksn untuk memasang foto ciuman di pipi tadi sebagai wallpaper handphone gue. Hehe keren lah, apalagi latar belakangnya adalah matahari terbenam.
Setelah matahari sempurna terbenam, dari danau buatan, kitapun putar-putar keliling kota dengan masih memakai seragam sekolah. Apa kata orang-orang liat anak sekolahan masih keluyuran malam-malam. Untung aja satpol pp belum razia jam segini. Wkwk. Soalnya mendadak sih bro
Setelah muter-muter nggak jelas, kita singgah sebentar di warung bakso buat ngisi perut. Guepun membuka beberapa media sosial, tak lupa update foto sunset tadi di Instagram. Melihat kicauan anak-anak kelas serta membalas percakapan di BBM dan Line. Ada beberapa orang yang meminta perteman gue di Line. Ada beberapa akun yang nggak gue kenal meminta pertemanan ke gue.Mungkin akak baru olimpiade kimia atau para fans gue, entahlah. Ada BM dari Dwi yang udah nyampe di rumah karena diundang mama makan di rumah. Nampaknya dia kesal banget sama gue, tergambar jelas di pmnya beberapa menit yang lalu.
Setelah mengisi perut, kita kembali putar-putar dan singgah ke Gramedia untuk membeli buku -tentunya juga sebagai kamuflase kepada Mama-. Gue membeli beberapa buku serta beberapa novel terbaru. Setelah itu, my beloved Askarpun menurunkan gue didepan rumah. Dia tersenyum ke gue sambil mengacak rambut gue sehingga membuat gue kembali bersemu.
"Rian." Ujarnya menatap mata gue lekat-lekat.
"Hmm..."
"I love you Adrian Aditya." Bisiknya sehingga membuat gue salah tingkah. Gue meleleh seperti mentega diatas penggorengan. Gue nggak bisa menyembunyikan senyum gue yang mengembang di bibir sambil merunduk malu. Lo berhasil membuat gue jungkir balik Kar.
"Kar gue masuk dulu ya."
"Hmmm..., gue pulang dulu Rian." Dia tersenyum sambil mengelus pipi gue. "I love you." Bisiknya tanpa mengelurkan suara.
"I love you too." Bisik gue.
Dia tersenyum lalu berlalu meninggalkan gue yang tersipu-sipu di tepi pagar. Gue lalu melangkah memasuki rumah.
"Dari mana saja tadi Adrian?" Tanya papa memandang gue. Beliau nampak duduk ditengah-tengah di samping mama. Ada Aldi, Dwi dan juga Fandi (?) duduk di samping.
"Eh anu, tadi main sama Askar pa."
"Ckck gitu deh, kalau udah 'pacaran', sampai lupa waktu." Celoteh Dwi yang bikin semua menatap kearahnya. Sial banget nih anak nggak bisa jaga mulut. Nampaknya dia menyadari kebodohannya itu.
"Maksudnya Dwi?" Papa dan mama nampak bingung. Sedangkan Fandi yang entah ngapain di sini menutup mulutnya yang menganga.
"Itu om, Ian pasti gitu terus om, kalau udah main itu pasti lupa waktu deh. Kayak orang pacaran aja." Senyum terpaksa Dwi mengembang di bibirnya.
Papa dan Mama meng'ooo' ria. Untung papa dan mama nggak curiga.
"Kamu sudah makan nak?" Kini giliran mama yang bertanya.
"Udah ma, tadi makan diluar."
"Yaudah deh. Anak-anak yuk makan. Makan yuk pa." Kata mama sambil menggiring Aldi, Dwi dan Fandi tak lupa juga papa ke meja makan. Dan tinggallah gue diruang tamu sendirian, melongo menatap kepergian mereka menuju ruang makan. Karena nggak mau ditinggal sendiri, guepun menuruti mereka ke ruang makan.
"Katanya kamu sudah makan Ian?"
"Hehehe laper lagi ma." Ujarku nyengir. Daripada nanti kelaperan tengah malam, mending diisi penuh-penuh aja ini perut. Lagian pasti jatah gue akan disikat habis sama Dwi.
"Askar kok tadi nggak kamu ajak masuk nak?" Tanya mama yang sedang mengambilkan nasi untukku.
"Ng... nggak ma."
"Lain kali ajak masuk sekalian." Mama menyerahkan piring berisi nasi ke gue. Sejenak gue memandang Dwi yang udah curi star duluan.
"Iya ma. Besok-besok Ian ajak deh." Ujar gue. Aldi berdehem-dehem menggoda gue.
"Mama udah ketemu sama teman Ian itu? Siapa namanya?"
"Askar pa." Jawab mama.
"Hah iya Askar."
"Mama udah ketemu sama dia, pas mau jemputin Adrian ke toko buku hari senin pa."
"Owh yang nganterin Adrian malam itu ya."
"Iya pa. Anaknya baik, ganteng, sopan dan nampaknya hormat pada yang lebih tua pa." Ujar mama.
Gue tersenyum. Aldi mulai menarik-narik seragam gue yang belum sempat gue ganti. Nampaknya ada yang Aldi omongin deh, sehingga gue mendekatkan telinga gue ke dia.
"Aciee yang udah direstui." Bisiknya.
"Apaan sih lo." Gue mencubit pinggangnya gemas sehingga Edogawa Conan gue menjerit kecil. Tak lupa gue menyambar kacamatanya sehingga Aldi ribut sendiri, berteriak-teriak meminta gue mengembalikan kacamatanya yang gue rampas.
Papa, Dwi dan Fandi nggak bisa menahan tawa melihat aksi jail gue. Sehingga mama turun tangan, mencubit gue dan menyuruh gue mengembalikan kacamata Aldi. Aldi menerima kacamatanya dengan bersungut-sungut membuat gue semakin gemas saja dengan dia.
Setelah selesai makan, guepun naik ke kamar gue untuk mengganti seragam, sebelum kamar gue diduduki dan dijajah oleh Aldi dan Dwi. Setelah semua beres, gue mempersilahkan sodara-sodara gue itu untuk masuk kedalam istana gue. Seperti biasa, Aldi dan Dwi sibuk bertanding PES di PS3 gue. Berbeda dengan Fandi yang duduk disamping gue, memandang gue nampak hendak ngomong dengan gue, tapi masih malu-malu untuk memulai percakapan.
"Ada apa dek?"
"Eh anu kak. Tadi ekskul olimpiade Kimia kak?"
"Iya dek. Kenapa?"
"Nggak ada kok kak." Ujarnya menekurkan kepala. Ada apa nih anak, udah kayak bocah pengen diantarin boker aja.
"Soal Nathan?"
Dia menatap gue terkejut. Sambil malu-malu kucing dia menjawab, "iya kak, Fandi nggak enak sama tuh cewek, soalnya dia maksa terus."
"Emang tuh cewek siapa?"
"Eh... ceweknya." Dia menekurkan kepala. "Katanya nggak boleh dikasih tau sama orang lain kak, iya nggak boleh dikatain sama orang lain. Ntar dia ngamuk besar."
"Walaupun sama kakak sang informan ini." Gue meletakan jari dibawah dagu dengan jempol teracung keatas, menatapnya penuh selidik.
"Ii... iya kak."
"Hmmm okedah."
"Gimana kak?"
"Kakak belum sempat bicara sama dia. Cuman perkenalan aja tadi. Itu aja."
"Hmm... gitu ya kak." Ujarnya nampak sangat kecewa dengan jawaban gue.
"Besok-besok kakak tanyain deh."
Dia menatap gue berbinar-binar. Sampai segitunyakah dia berharap sama gue, diancam apaan nih adik gue sama tuh cewek sampai dia kayak gini. Harus gue bilang sama Yakuza Juniorkah?
"Beneran kak?"
Gue tersenyum sambil mengacak rambutnya. "Ohya tadi kakak di tambahkan oleh dia di Line kalau nggak salah."
"Hah iya kak? Dia udah ada akun line rupanya." Ujarnya girang. Sampai-sampai Aldi dan Dwi menatap kita berdua dan menanyakan apa yang telah terjadi. Gue hanya balas dengan senyuman saja. "Hape kakak mana?"
"Di meja belajar dek." Gue menunjuk kearah meja belajar gue.
Fandi lalu berlari dan langsung mengambil handphone gue yang terletak di atas meja belajar. "Kak, Fandi bukak ya. Polanya masih sama kan?" Gue mengangguk sebelum gue ingat akan sesuatu.
"TIDAAAK!!" Teriak gue seraya merampas handphone gue dari tangan Fandi. Aldi dan Dwi sampai terlonjak saking kagetnya, dan Fandi menganga ketakutan menatap gue yang udah kayak orang kesetanan. Bisa gawat nanti kalau nih anak lihat wallpaper mesra gue dengan Askar.
"Fandi terkejut kak." Teriaknya seraya menghempaskan badannya ke ranjang. Gue lalu menyodorkan layar handphone gue yang langsung diplototi oleh Fandi.
Setelah Fandi puas, guepun membalas beberapa obrolan yang dialamatkan ke gue. Gue membuka satu persatu obrolan. Mulai dari anak ekskul, fans gue, hingga akun bernama Anonymous dengan wajah seseorang dengan topeng Guy Fawkesnya.
'Hay!'
17.23
Dia memulai percakapan beberapa jam yang lalu.
'Hy jga. Maaf bru bls, soalny bru pulang nih. '
20.11 Baca
'Kamu adrian siswa kelas 11 ipa 5 kan?'
20.11
Rupanya bukan fans gue, masak nggak tau kelas gue sih.
'Iy. '
20.12 Baca
'Bagus, saya punya hadiah spesial untuk kamu.'
20.12
Anonymous mengirim gambar
20.14
Gue hanya bisa menganga menatap layar handphone gue, seraya mengatur nafas gue yang kacau.
'Ap ini? Lo dpt drmn?'
20.16
Gue hanya bisa tertegun memandang foto yang dikirimkannya sambil mencerna kata-katanya yang mengerikan.
--- tbc
R~
Haloo~ Gue kembali update nih buat antum semua. Seminggu ini adalah minggu yg istimewa bgi gue. Hehehe. Lalu, tugas sm praktikum jg nggk bgtu bnyk, serta mood gue yg ckup bagus walau nggk bagus2 amat. Wkwk. Sehingga gue bisa update cerita ini d hari yg spesial bgi rakyat Indonesia serta bagi saudara2 gue yg d Bali sana.
So khutbah gue nggk panjang2 kali ini, secara gue jg udah denger khutbah panjang pula tadi pagi. So gue mohon partisipasi tmn2 ngevote n memberikan komentar positif buat cerita ini. Thanks jg buat tmn2 yg udah ngevote MBA d SLA 2016. Gue terharu bngt deh intinya.
So (2), gue ucapin slmt berlibur, slmt membaca n see u next update.
R~
siapa itu anonymous? foto siapa yg dia kirim? askar kah?
siapa itu anonymous? foto siapa yg dia kirim? askar kah?
Hahaha....