It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kalian mesum d lapak orang..
Hus hus hus.. #eh
@Daser
Nanti msh abang ngerapiin berantakan bgt soalnya
@Aurora_69
@sn_nickname
@hendra_bastian
@_abdulrojak
@Rifal_RMR
@JimaeVian_Fujo
@lulu_75
@Aurora_69
@harya_kei
@3ll0
@Otho_WNata92
@hyujin
@j4nji
@rizal_91leonardus
@Rikadza
@lucifer5245
@abyyriza
@terry22
@rama_andikaa
@Gabriel_Valiant
@ramadhani_rizky
@Akang_Cunihin
@Sho_Lee
@raw_stone
@Rars_Di
@kaha
@haikallekall
@ffirly69
@gilang22
@viji3_be5t
@LostFaro
@nakashima
@kie_kow
@littlemark04
@akina_kenji
@Daser
@sn_nickname
@Vanilla_IceCream
@Dhi96
@Greent
@Toraa
@jimmy_tosca
@cansetya_s
@tianswift26
@zenfonepro
@bapriliano
@cela
@dadannnnnnn
@bagastarz
@Agova
@syafiq
@sonyarenz
@delvaro80
@Badguydrunkby6
@boybrownis
@hearttt
@Phantex
@malmol
@roy_rahma
@RezzaSty
@aries18
@abong
@new92
@soratanz
@pangeran_awan99
@rezka15
@yansah678
@Mami100C
@hendra_bastian
@dim4z_
@BOMBO
@Rabbit_1397
@rubi_wijaya
@NanNan
@ardi_yusman
@kristal_air
@Methan
@Nova_APBS
@Bleach.boy
@dewanggaputra
@Watiwidya40Davi
@Tsunami
@ricky_zega
Genre : Romance, Drama
"Pagi Bara "
Perlahan-lahan Bara membuka mata, ketika mendengar suara yang penuh dengan senyum semangat itu.
Di dalam penglihatannya yang masih samar, cowok berambut cokelat dan berwajah manis itu telah lenyap dan yang tampak hanyalah langit-langit yang hambar.
Begitu mengenakan kacamata yang diletakkan di sisi tempat tidur, mimpi itu pun lenyap tak berbekas
"Pagi. Pagi."
Ternyata yang terus mengulangi kata itu seperti sebuah nyanyian adalah kakaktua peliharaannya. Bara yang terbangun di atas tempat tidur memandang sang kakak tua dengan tatapan marah
"Hafalkan juga kata-kata lainnya !"
Si kakaktua itu bisa berbicara seperti itu sejak Rui datang kemari. Dia datang untuk mengantarkan catatan ke tempat Bara yang sedang terbaring sakit akibat demam dan sekalian membuatkan bubur serta merawatnya.
Sebagai orang yang tinggal sendiri, Bara sangat berterima kasih atas perhatian Rui tetapi perhatiannya sangat merepotkan baginya
Dia bermimpi.
Sejak hari itu setiap pagi, dan selalu. Si cowok berambut cokelat yang berwajah manis itu menatap Bara dengan matanya yang besar, pipinya yang putih lembut bersemu merah, senyumnya yang ceria, dan kemudian berkata.
"Selamat Pagi,Bara "
Awalnya dia terkejut dan walau tidak bermaksud jahat,tetapi dia langsung sadar bahwa itu sangat menganggu. Padahal sudah tahu kalau itu mimpi tapi tetap saja dia merasa kecewa ketika terbangun dari mimpi,untuk sementara sosok cowok manis itu terus tertinggal di dalam ingatannya.
Tiba-tiba saja dia memikirkan cowok lain yang akan mendapatkan ucapan "Selamat Pagi" dari Rui dan langsung membuat perasaannya menjadi tidak enak.
Tidak ada gunanya memimpikan orang yang bertepuk sebelah tangan.
Sambil menghela nafas, Bara pun turun dari tempat tidur dan langsung berganti baju mengenakan kaos yang diambilnya begitu saja. Bara tidak begitu banyak membawa baju karena tidak ingin terlalu memenuhi ruangan satu kamar yang sempit ini.
Karena itulah, hari minggu biasanya dia selalu berpenampilan yang tidak terlalu jauh berbeda.Walau pada dasarnya juga tidak terlalu tertarik pada fashion.
(sepertinya dia menyukai baju atau semacamnya).
Sekilas teringat wajah Rui membuatnya tersenyum. Dia membayangkan sosok Rui dengan penuh semangat ketika sedang pergi berbelanja dan sosoknya yang kebingungan mau mengenakan apa di depan lemari pakaiannya.
Ketika hendak menuangkan kopi karena memang sudah terbiasa tidak sarapan, tiba-tiba saja terngiang suara Rui di dalam kepalanya.
"Bara harus makan yang benar!!"
(Cerewet banget )
Sambil berpikir seperti itu, Bara tersadar karena mulutnya tersenyum dan dengan sebelah tangan menutupi wajahnya.
"Penyakit parah..."
Tanpa sadar dia terus memikirkan cowok berambu cokelat yang berwajah manis itu baik di dalam tidur maupun ketika sadar.
Bara sedang jatuh cinta
Ponselnya berdering ketika sedang meminum kopi, yang sengaja dibuat pahit sambil membaca berita di internet. Nama yang tertulis adalah Sho Ruifang. Walau hampir tersedak, tapi akhirnya Bara sanggup menekankan tombol jawab.
"Halo?"
"Selamat pagi, Bara."
Suara yang bagaikan pemberi semangat itu terdengar di telinganya. Seharusnya sama dengan yang ada di dalam mimpinya tapi entah kenapa ada yang berbeda. Dia sangat sadar bahwa jantungnya berdebar sangat kencang.
"Ini aku, Rui "
"Aku tahu "
"Eh? Gitu, ya? Maaf ya, padahal hari Minggu tapi sudah menelepon pagi-pagi begini."
"Kurasa enggak terlalu pagi juga kok."
Sekilas matanya melirik ke arah jam dan jarumnya menunjuk angka 8.
"Wah, Bara memang hebat. Kalau Erik, sih masih tidur mendengkur dengan gorden tertutup..."
"Ada urusan apa?"
Bara memotong kalimat Rui. Pada dasarnya, dia tidak suka mendengar cerita yang tidak bermanfaat apalagi itu cerita tentang Erik, pacar Rui.
Sepertinya Rui tidak menyadari kekesalan Bara karena kemudian mengganti topik pembicaraan dengan tetap bernada ceria.
"Ini soal panggung pernyataan cinta."
Acara yang akan diadakan di festival kebudayaan. Mengumpulkan ide dari seluruh murid di sekolah di mana keumudian komite acara, yang beranggotakan Bara, Rui, dan yang lain yang akan mengaturnya.
"Kan, sudah diputuskan kalau ketika menyatakan cinta akan dimainkan lagu kenangan. Nah,daftar lagunya sudah terkumpul, dan aku harus pergi meminjam CD. Mau menemani nggak?.
Alis Bara sedikit berkerut
"Kenapa?"
"Karena ternyata pesertanya lebih banyak dari yang dibayangkan, dan sepertinya aku enggak bisa membawa semuanya sendirian..."
"Bukan soal itu. Kenapa aku? Bagaimana dengan Erik?"
Erik juga anggota komite acara, ditambah lagi merupakan teman Rui sejak kecil dan yang terpenting pacar Rui. Untuk sesaat tidak terdengar apa-apa dari seberang telepon.
"Ka...karena, kan itu...Erik kan masih tidur."
Dia sedang menyembunyikan sesuatu. Bara mengurungkan niatnya untuk bertanya apa yang terjadi antara dia dan Erik.
Karena belakangan ini dia sering sekali dipaksa untuk mendengarkan masalah mereka. Bara tidak mau lagi mendengar kata-kata
"Terlalu berdebar membuatku enggak mengerti."
Bisa ditebak, pasti Erik telah melakukan sesuatu lagi terhadap Rui. Mungkin mencium paksa atau mungkin melakukan hubungan..., Bara menggelengkan kepalanya tidak begitu ingin memikirkan mereka.
"Menyebalkan."
Bara mengumam pelan.
Aku sendiri juga.. pikirnya dari dasar hati yang serasa terbakar. Aku sendiri juga ingin menyentuh Rui.
"Bara? Kamu mengatakan sesuatu?"
"Enggak kok. Ketemuan di halte bis depan sekolah?"
"Kamu mau pergi menemaniku? Terima kasih !! "
Ucapan Bara yang pura-pura dingin itu dijawab dengan perasaan sangat senang oleh Rui. Setelah menentukan jam bertemu dan memutus sambungan telepon tanpa sadar pikiran Bara langsung kacau.
Entah dia harus senang karena bisa pergi dengan Rui atau harus marah karena Erik. Perasaannya enggak menentu. Karena ini adalah pertama kali baginya.
2 jam kemudian Bara dan Rui naik bus menuju toko persewaan besar, dan mengumpulkan CD berdasarkan daftar.
"Ketemu! Ng, selanjutnya... sepertinya di sana!"
Rui terus bergerak ke sana kemari bagaikan anak kucing yang sedang bermain dengan gulungan benang wol. Atau mungkin seperti tupai yang sedang mengumpulkan biji-bijian. Atau lebah yang terbang dari satu bunga ke bunga yang lain.
Dan mungkin karena badannya mungil berbeda seperti kebanyakan teman laki-laki yang ada di kelasnya dalam pikirannya terlintas hanyalah makhluk-makhluk kecil.
Bara, yang kerjanya hampir hanya membawa keranjang memandangi sosok cowok berambut cokelat berwajah manis itu dengan perasaan tersenyum tapi di saat yang lain Bara terkejut, dan memalingkan mukanya.
Setiap Rui berbalik memutar tubuh, memperlihatkan tubuhnya yang mungil berbalut T-shirt berwarna biru cerah memperlihatkan kulit putih mulusnya.
Frustasi Bara meminta maaf di dalam hatinya kepada entah siapa, tapi tetap saja warna putih itu terus menusuk matanya yang terkesan lemah dan lembut sampai tidak tertahankan untuk menyentuhnya.
Seluruh tubuh Bara langsung memanas begitu mendengar bunyi tenggorokkannya yang menelan ludah.
"Kemari, Bara."
Bara tidak sanggup menatap langsung senyum polos dan tidak berdaya Rui, yang melambaikan tangan padanya karena jarak di antara mereka sudah sedikit menjauh.
Bara pura-pura membetulkan letak kacamata, sambil menyembunyikan wajahnya yang pasti sudah merah padam.
Lalu dia pun sengaja mendekati Rui dengan sangat perlahan, di belakang cowok berwajah manis itu untuk menghindari pikiran aneh yang berhubungan tentang Rui.
"Aku harus sedikit waspada." kata Bara yang dia tujukan kepada dirinya sendiri.
Tapi kalimat yang tidak terucap itu tidak tersampaikan pada Rui, dia malah panik dan salah sangka.
"Eh?! Jangan-jangan aku menjatuhkan CD yang ada di rak!?"
"Tenang saja."
"Terima kasih ya Bara sudah selalu membantuku."
Bara tidak meluruskan kesalahpahaman itu. Karena memang aku tidak bisa mengatakan hal yang sesungguhnya, dan aku masih ingin mempertahankan senyum yang tertuju untukku.
Lagipula, biasanya aku juga selalu dipaksa mendengarkan cerita konyol tentang Rival cintaku, jadi yang seperti ini enggak masalah, kan?
Selama kurang lebih 1 jam, seluruh CD pun telah berkumpul. Terlepas dari perasaan bersyukur karena tugas mereka berjalan lancar, juga ada perasaan sedih, apakah ini sudah akan berakhir?
"Mau makan siang?"
Rui menggelengkan kepala dengan sedih, menjawab ajakan Bara tersebut.
"Aku sudah berjanji untuk membuat kue pan bersama adik-adikku. Kue berbentuk panda itu. Ah, Bagaimana kalau Bara ikut makan bersama?"
Mata Rui berbinar-binar menantikan jawaban, tetapi ternyata Bara menjawab dengan menggelengkan kepala. Dia sadar bahwa dia bukanlah tipe yang disukai anak kecil tetapi terlepas dari itu semua dia tidak suka sama Erik yang sekaligus tetangga Rui.
Kalau pergi ke rumah Rui pastilah dia akan dibuat kesal oleh bau Erik yang sebagai teman sejak kecil sekaligus pacar Rui yang akan memenuhi seisi rumah.
"Oh, gitu... ya sudah, lain kali akan kubuatkan dan kubawakan untukmu, ya?"
Rui mengatakan itu dengan niat baik dan perasaan sayang karena Bara tidak bisa ikut makan bersama mereka. Bara yang mengerti, bahwa dia melakukan itu karena tidak menyadari perasaan Rui, entah kenapa Bara jadi merasa bersalah.
"Busnya sudah datang."
Bara berkata dengan dingin tanpa menjawab tawaran Rui.
Mungkin ada suatu acara entah dimana, mengakibatkan bus penuh sesak penumpang. Selain terdorong-dorong dan tentu saja tidak bisa duduk kondisi di dalam bus sangat kacau sampai-sampai tidak bisa bergerak sedikit pun dari tangga pintu masuk bus.
"Kemari, Rui."
Terlalu bersemangat, Rui mengenggam tangan Bara yang sudah naik duluan, dan menarik dirinya hingga mendarat di dada Bara. Dahinya menabrak dada Bara mengakibatkan bunyi debaran di dalam dadanya.
"Makasih, Bara."
Dalam sekejap, wajah Rui yang sedang menengok ke atas jadi sangat dekat dengan dirinya. Bunyi debaran di dalam dadanya terus menggema.
"Pegangan saja padaku."
Setelah sedikit ragu, Rui yang menyandarkan punggungnya pada pintu diam-diam memegang erat kaos Bara.
Padahal hanya bajunya yang dipegang tetapi entah kenapa seluruh otot tubuhnya langsung terasa tegang.
Bara melindungi Rui dengan tubuhnya agar tidak sampai tergencet.
Lengan dan punggungnya terbentur setiap kali bus berguncang tetapi dia tidak merasakan sakit setiap berpikir bahwa dia sedang melindungi Rui. Yang dipikirkannya hanyalah agar benturan itu tidak mengenai Rui.
( Habisnya, Rui sekurus ini, sih ).
Tangan yang mengenggam kaosnya, leher, tulang selangka, pundak, dan semuanya, ternyata sangat halus.
( Habisnya, Rui selembut ini, sih ).
Rasanya, nafasnya selalu tertahan setiap salah satu bagian tubuhnya bersentuhan, karena terdorong orang.
Mungil, halus, lembut... seperti anak perempuan walaupun dia laki-laki.
Sangat jauh berbeda dengan dirinya karena Rui sangat terkesan seperti rapuh dan membuat ingin melindungi Dan, ingin menyentuh.
Panas yang tercipta di toko persewaan CD mulai kembali menjalari tubuh Bara. Sekalipun sudah menghela nafas pendek dan berusaha membuang panas itu keluar tetap saja tidak berhasil.
Bahkan tidak bisa mengendalikan pikiran sendiri.
Sekalipun merasa kesal, anehnya, itu bukanlah perasaan yang tidak dia sukai. Mungkin akal sehatnya meleleh karena panas.
Terus meleleh sampai-sampai membuatnya menyerah pada keinginan yang semakin membanjiri pikirannya.
Hanya beberapa senti sampai bibirnya. Hanya dengan membungkukkan badan sedikit, sudah bisa menciumnya. Hanya dengan membungkukkan badan sedikit...
" Bara?"
Bagaikan dipukul, kesadaran Bara langsung kembali ketika tiba-tiba bibir peach Rui itu bergerak.
Sepertinya, entah sejak kapan dia terus menatap Rui, karena ekspresi Rui terlihat seperti penasaran. Bara pun memalingkan muka dan dengan berat hati membuang jauh-jauh tatapan matanya yang melekat pada bibir cowok manis berambut cokelat itu.
Entah kemudian gerakan itu diartikan seperti apa, tiba-tiba suara Rui menjadi muram.
"Maaf, ya. Aku sudah menambah beban Bara dengan melindungi aku."
"Tidak, kok."
Walau hanya menjawab singkat, tetapi Bara merasa sangat lega. Karena itu berarti Rui sama sekali tidak menyadari pikiran jahat yang ada di kepala Bara.
Walau di lain pihak, Bara jadi membenci dirinya sendiri karena mengkhianati kepolosan itu.
"Semoga cepat sampai, ya."
"Iya."
Bara berpikir keras sambil menyetujui ucapan Rui.
Dia tidak mengerti apa yang dia inginkan. Ingin cepat sampai atau tidak ingin segera sampai. Apa dia ingin lepas dari kepedihan yang menyimpan keinginannya, atau ingin bersama dengan Rui.
Ketika diam-diam sedang menderita di balik wajah yang tenang, tiba-tiba saja bus berbelok dengan sangat tajam.
Tubuh seluruh penumpang langsung miring, bahkan badan bus itu sendiri pun jadi ikut miring, begitu pula dengan tubuh Bara dan Rui.
"Rui!"
Dengan segera Bara memeluk kepala cowok manis ini dengan satu tangan, dan satu tangan yang satu lagi diulurkan ke depan.
Telapak tangan yang terulur itu pun langsung membentur pintu Bus. Sehingga bagian belakang kepala Rui tidak terbentur badan Bus. Sepertinya dia sudah berhasil melindungi Rui.
Ketika hendak menanyakan apakah dia baik-baik saja, tiba-tiba tanpa sadar nafas Bara terhenti.
Bibir Rui berada tepat di depan bibirnya. Jangankan beberapa senti, jaraknya hanya tinggal 1 senti.
Bahkan nafas yang dihembuskan oleh Rui juga sampai terasa menggelitik di wajah Bara.
Mata mereka bertatapan di jarak yang sangat dekat.
Kita akan mengetahui perasaan kita kalau bertatapan selama 3 detik.
Perasaan suka atau tidak bisa diketahui kalau menatap matanya.
Ucapan Rui itu terngiang kembali di kepalaku. Dan itu sangat menyesakkan dada.
(Aku menyukaimu Rui )
Perasaannya langsung bersuara, sebelum sempat memikirkan sesuatu. Dan sebelum itu meluncur dari bibirnya, Bara langsung menekan tombol turun.
"Eh? Bukankah halte Bus terdekat dengan Rumah Bara masih satu halte lagi?"
"Aku ada urusan "
Dengan jawaban singkat, Bara segera turun dari Bus seperti melarikan diri.
Rui pun melambaikan tangan dari dalam Bus sambil berusaha menempelkan dahinya ke pintu bus.
Bus yang ditumpangi Rui pun mulai menjauh sambil mendengungkan bunyi yang samar.
Di hadapan Bara yang terus berdiri sambil mengantar kepergian bus sinar matahari yang menyilaukan mulai tenggelam.
Bara pun memicingkan mata sambil berbisik
"Aku menyukaimu Rui."
Selanjutnya pasti dan pasti akan kuucapkan jika ada kesempatan.
TAMAT
Mudah-mudahan pembacaku suka dengan ending ceritanya, dan juga orang spesial untuk baca cerita ini
1. Kak Hamdan
2. Adek Ridha
3. Risman ukelele
4. Faro
For My Ukelele agar semangat baca cerita ini hehhehee. Karena km tdk tidur semalaman hehehehhe
TERIMA KASIH SEMUANYA
BERIKAN LIKE YANG BANYAK YA MAUPUN KOMENTAR KARENA INI CERPEN TERPANJANG BERJUMLAH 10 LEMBAR
LIKE BANYAK YA
Coba deh dibuka.
@Rifal_RMR
#lupakan.. Hahaha
10 halaman ya,, tp beraca cuma 3 halaman..
Haha...
oh iya aq juga suka cerita otsu kanzasky yg nyeritain bara sama rui