It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Lovelyozan orland str8 kok. Tunggu aja nanti hihi
Jadi opera gw nggak bisa buka BF. Udah dicoba" jg gabisa. Setau gw yg bs buka BF cuma opera ama UC browser. Nah UC itu klo dibuat masukin cerita susah. Dia g bs paste teks terlalu byk hrs dikit".
Mumet deh!
Entah sejak kapan opera jd gitu, yg pasti direinstall, dicoba terus, ttep g bisa. Ada yg bs bantu ksh advice?
Orland itu beneran normal atau belum belok? Kasian juga hidupnya kayak boneka...
Pake pc aja @jj.yuan nge post ceritanya...
felling gw nhi, nnti gael yg akn belokin orlandd.....
semangat buat authornya...
Thanks dah diseret...
msh penasaran, bingit!???
Sedikit menebak, apa mungkin pacar Marco itu Gael? Makanya Gael dan Orland jadi bertengkar?
Hahaha... sori kalo komen kepanjangan :v
SHEET 03
(Gamaliel Deandra)
"Trus kamu ngapain disitu mulu, kayak orang nelangsa aja," celetuk Tantra, berkomentar perihal kenapa sedari tadi aku hanya duduk bersandar didekat dinding kaca, nampak melamun seraya menunggu ia selesai TM.
"Nelangsa? Oh, iya deh yang udah stay together, happy ever after sama pangeran impian." cibirku, lalu melempar handuk kecil yang melingkar sedari tadi dileherku.
Tantra menangkapnya, kemudian tergelak, "Haha... Bukan gitu maksudnya. Emang kamu kenapa sih, cerita dong!"
"Nggak ada kok, lagi males TM-an aja! Lagian gue tadi udah lari sampe ngos-ngosan, gara-gara Willy sama anak buahnya itu." keluhku, masih jengkel dengan kejadian tadi siang.
Untung saja aku bisa lari dan bersembunyi dari mereka. Kemudian menunggu Pak Her tiba dibutik langgananku dekat kampus.
Aku tengah berada di Threadmill Area bersama Tantra sekarang. Kami memang biasa nge-gym bareng seperti ini, rutin hampir setiap tiga kali seminggu.
Bisa dibilang hingga saat ini pun teman terdekatku hanyalah Tantra. Entah sudah berapa lama kami bersahabat, mungkin lima tahun. Dipertemukan oleh aplikasi dating gay, saling merasa nyaman dan sampai sekarang kami berteman baik, bahkan ia sudah seperti keluargaku sendiri. Mungkin ini kali pertama aku percaya bahwa diaplikasi mesum tersebut ada juga orang sebaik Tantra dan ada pula yang memang sekedar mencari teman atau sahabat.
Mama juga sangat menyukai Tantra, begitupun Papa dan Kav. Terkadang aku memakai nama Tantra sebagai alasan ketika pulang malam, karna memang keluargaku sudah begitu percaya dan mengenal Tantra dengan baik.
Dan aku takkan pernah mau terus terang pada sahabatku satu ini untuk urusan satu itu, haha...
Kami terpaut perbedaan usia 6 tahun, dimana memang ia pun pribadi yang dewasa dan sedikit cerdas menurutku. Entah sudah berapa banyak aku berceloteh padanya perihal masalah apapun, dan ia akan selalu menjadi pendengar yang baik untukku, sekaligus pemberi nasehat yang bijak.
Tantra ialah seorang dokter muda spesialis Orthopedi di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta Pusat. Ia nampak manis dan dewasa, dengan perpaduan pipi yang sedikit tembam, berlesung pipi manis dan bekas cukuran digaris rahangnya. Perawakannya tinggi, dengan tubuh cukup atletis. Rambutnya selalu nampak rapi disisir ke belakang.
Tantra masih sibuk berlari dijalur mesin tersebut, "Dijahilin lagi? Haha... Kali ini kenapa lagi?"
Aku mendesah, "Nggak penting. Buruan lah TM nya, atau langsung main aja kita!"
"Yaelah, 15 menit doang, El! Lagian salah sendiri nggak mau TM."
Kami berdua duduk berseberangan sekarang, sibuk melatih otot dada kami masing-masing.
Memang kami sengaja membuat jadwal dan pola latihan yang sama agar bisa selalu latihan bersama. Tapi bisa dibilang, kami lebih banyak ngobrol kesana-kemari atau bersenda gurau daripada latihan serius.
Tantra melempar seulas senyum. "Photoshoot selanjutnya apaan?"
"Airwalk." jawabku singkat, sembari mendorong alat beban yang tengah ku mainkan.
"Bagus dong! Konsepnya gimana, street ya, kayak biasanya?"
Aku mendengus kesal. "Ya, tapi gue bareng sama si Calvin. Malesin banget tahu nggak!"
"Oh ya, trus?"
"Ya males aja! Mana Bang Eros pake peringatin gue, jangan sampe ribut-ribut kayak kasus photoshoot produk facial foam waktu itu. Padahal yang mulai kan Calvin, harusnya Bang Eros peringatin dia aja, jangan ke gue." cicitku bersungut-sungut.
Tantra malah tertawa cekikikan, "Aku masih nggak kuat kalo harus inget-inget ceritamu soal itu. Parah... Kocak!"
"Puas-puasin aja sana!" dengusku sebal.
"Berantemnya semprot-semprotan sabun. Hahaha...
Trus orang-orang L'oreal ngamuk, produk mereka dibuat mainan. Bener-bener bocah deh, bisa banget berantem ditengah photosession kaya gitu!" tambahnya, berceloteh panjang lebar.
"TANTRA!" pekikku tak habis pikir. Tumben-tumbennya dia seberisik ini, padahal biasanya ia lebih pendiam, tak banyak berkomentar, apalagi mencibirku seperti saat ini. Kesambet apaan sih dia?
"Iya-iya, haha... Udah sono, latihan yang bener!"
"Lo lagi hepi ya?" tanyaku menyelidik kemudian.
"Ah, enggak! Hehe..."
"Iya, lo kayak yang lagi hepi banget gitu, makanya rada bawel dari biasanya." desakku penuh keyakinan. "Ada apa?"
"Hehe... Ntar malem kan Anniversary hubunganku sama Malik!" serunya bersemangat, dengan pipi merona kemudian.
"Pantesan lo jadi rada gila. Ikut seneng deh!"
"Enak aja!" tandasnya.
"Ke berapa, lima ya?" tanyaku memastikan. Aku baru ingat bahwa ini sudah lima tahun berjalannya hubungan Tantra dan Malik. Mereka berdua benar-benar membuatku iri. Mereka pasangan yang serasi, sudah tinggal bersama diapartemen Tantra selama empat tahun terakhir dan hubungan itu pun langgeng hingga sekarang. Gay mana yang tak menatap iri pada pasangan seperti mereka? Sedangkan hubunganku dengan beberapa pria yang pernah bersamaku sebelumnya tak pernah berjalan lama. Banyak masalah dan kekecewaan yang ku dapatkan.
"Yup! Dan nanti rencana mau dinner romantis. Makanya ntar aku nggak bisa lama-lama, soalnya mau jalan sama Malik." tambahnya, dengan senyuman lebar.
"Iya, congrats ya! Gue ikut seneng. Ehmm... Iri juga sih sebenernya.
Gue nya kapan? Lo lebih bahagia dari gue, nasib lo didunia percintaan lebih hoki dari gue. Rasanya urusan karir dan percintaan lo mulus banget, nggak adil!"
"Nggak gitu juga ah! Jangan mikir macem-macem, semua orang punya bahagianya masing-masing. Tinggal masalah proses dan waktu aja. Lagipula yang terpenting karirmu makin nanjak kan dua tahun terakhir ini? Disyukuri aja, El." tandas Tantra.
"Iya-iya,"
Tantra bangkit, lalu menyeka keringatnya. "Lagian bukannya kamu udah hepi sama boyfriend-mu siapa itu, Adrian ya namanya?"
"What? Lo nggak tahu, Adrian itu gimana endingnya sama gue?" terkaku heran.
"Enggak, kamu nggak pernah cerita kok. Lupa kali? Aku pikir ya masih sama dia."
Aku mendesah. Berusaha mengingat hal menjengkelkan itu. "Jadi, si Adrian itu ternyata cuman manfaatin gue. Dan terakhir, denger-denger sekarang pacaran sama Calvin. Nggak tahu Calvin yang gatel trus nikung dan beneran suka sama Adrian atau emang cuman sekedar pengen nyakitin gue kayak biasanya, dan mungkin bayar orang itu buat deketin trus nyakitin gue, nggak tahu ya, pokoknya ditikung gitu aja deh sama Calvin."
"Terribly sorry... Kamu nggak pernah cerita deh! Trus-trus?"
"So, berantem yang waktu photosession L'oreal itu karna masalah Adrian, bukan sekedar Calvin ngoceh kayak biasanya. Kalo cuman ngoceh ya gue masa bodo dan nggak mungkin berantem sampe kayak gitu." imbuhku bercerita.
"I see! Sorry banget ya!"
"It's okay, gue udah lupain masalah itu kok! Santai aja sama gue!"
Tantra tersenyum simpul, lalu menepuk bahuku.
Setelah menghabiskan set kami masing-masing, kami pun beralih menuju alat yang lain. Melatih otot biceps kami, abdominal, dan terakhir paha bagian depan.
Hampir selalu seperti inilah keseharianku setiap hari. Ke kampus, menjalani job demi job pemotretan, nge-gym atau keluar bersama Tantra, melakukan hal mengasyikkan lainnya diluar sana, lalu tidur dan kembali menjalani aktifitas padatku. Bahkan tak jarang aku harus pulang dini hari apabila mendapat banyak job pemotretan.
Aku akan lulus, memperluas kiprahku di dunia modelling, dan menemukan seseorang yang baru.
Oh, I wish...
***
"Ko, bangun ko, hari ini kan ada pemotretan!" pekik Kian heboh sembari mengguncang-guncang tubuhku. Entah sudah kali ke berapa ia berusaha membangunkanku, hingga akhirnya aku berhasil mengumpulkan sisa nyawaku dan bangun seperti seharusnya.
Begitulah selanjutnya, akan ada insiden aku memukul dan menendang-nendang Kian karna ia menggangguku, lalu lemas setengah mati saat jam dinding menyapa, dan aku heran kenapa jam weker yang semula berada dimeja bisa hancur berantakkan dilantai.
Astaga... Itu jam weker Minions favoritku yang ku beli di Singapore kemarin.
Lalu akan ada insiden lari-larian dikamar mandi, memaki-maki Kian karna aku rasa dia nggak becus untuk membangunkanku, cepat-cepat memasukkan beberapa barang yang akan dibawa dan disini lah kami berada sekarang...
Kami sampai didepan sebuah gedung dengan nuansa serba metalik. Terdapat big screen yang melekat digedung tersebut, menampilkan figur para model dan aktor dari para entertainer DIM. Nampak pula di atasnya, logo besar DIM yang berkilau diterpa cahaya mentari pagi.
Ku jejakkan kakiku memasuki lobby gedung tersebut, kemudian berbelok menuju elevator, menekan angka 5 dan berakhir disebuah ruang make up. Sedangkan Kian seperti biasa terus mengekor dengan travel bag panjang yang muat tak muat menampung barang-barangku.
Anel langsung menghamburku saat mengetahui aku telah tiba. Ia langsung menarikku duduk didepan meja rias, membuka set box alat-alat make up-nya, menggelar brush set-nya seperti biasa yang nampak berjajar rapi, dengan berbagai jenis brush yang akan menyapu setiap inchi wajahku nanti.
Ia mulai mengomel dan bercerita banyak hal seperti biasa, perihal keterlambatanku dan betapa frustasinya Bang Eros tadi mencariku kemana-mana.
Anel membersihkan wajahku dengan toner water, lalu mengoles dan meratakan foundation. Powder brush-nya mulai menari-nari menyapu wajahku, dan berakhir dengan finishing oleh fan brush miliknya, serta tak lupa menyemprotkan Avene, Thermal Water diwajahku. Dan sesi make up ini pun selesai.
Kemudian ia beralih mengotak-atik rambutku, melakukan hair-do sesuai tema photoshoot pagi ini. Mencatok, memberi gel, dan terakhir menyemprotkan hair spray dibeberapa bagian rambutku.
Tepat saat hair-do Anel selesai, seorang pria masuk ke dalam ruang make up ku. Pria tinggi berbadan cukup atletis tersebut telah rapi dengan dandanan ala Street Skater. Ia tampan dan berkharisma, dengan wajah tegas dan terkesan angkuh, layaknya tokoh Antagonis didalam sebuah cerita. Terutama bagian alis dan jawline-nya yang serasa menusuk. Matanya bulat, lebar dan nambak jernih. Dengan hidung mancung dan bibir merah padat layaknya berbagai model pada umumnya.
Dengan tangan terlipat, ia berdiri di ambang pintu. Menyandarkan sisi tubuhnya, seraya menatap tajam ke arahku. "Well, model macam apa lo telat terus. Nggak profesional banget sih!" cetusnya jengkel. "Lo tahu nggak, kita semua delay cuman karna nungguin elo doang!"
Dan si Antagonis jahat seperti disetiap cerita pun mulai hadir. Merebakkan aura jahat dan mengintimidasi.
Ia Calvin, musuh bebuyutan sejak SMA yang sekarang berbalik menjadi Seniorku di DIM, sekaligus manusia di bumi yang paling ku benci.
Ia si Calvin Yonando itu, hampir semua orang pasti mengenalnya. Salah satu Model dan Aktor DIM yang sudah terjun lebih dulu di dunia Modelling, dan telah meraup banyak job, juga ketenaran. Namun sejak aku mulai debut tiga tahun lalu hingga saat ini, ia hanya akan dan selalu berada di nomor dua. Itulah salah satu hal yang membuatnya teramat membenciku. Aku dianggap sebagai pengganggu yang hadir dan merebut berbagai job besar dari tangannya, serta merebut posisinya yang dulu selalu menjadi model utama disini.
Sedangkan Anel nampak geleng-geleng kepala, jengah dengan pertikaian yang selalu hadir diantara aku dan Calvin. Ia lebih memilih segera menyelesaikan tugasnya, lalu pergi menghilang daripada harus mendengar kicauan kami berdua. Seperti saat ini, ia hanya memberi tahu baju mana yang akan ku kenakan nanti dan menyuruhku untuk segera berganti pakaian, lalu menghilang dibalik pintu.
"Mereka nggak keberatan tuh nungguin model yang emang bertalenta dan punya kualitas kayak gue!" balasku angkuh, sembari memutar posisi dudukku menghadapnya.
Calvin tampak semakin geram. "Lo itu bukan siapa-siapa disini!"
"Bukannya yang selalu dinomor dua tuh situ ya?" tantangku. "Lo lupa apa bego? Job-job besar selalu gue yang dapetin. Mulai dari yang biasa kayak ikut jadi Catwalk Model di Men's Fashion Week Singapore 2014 lalu, jadi ikon VOGUE dan ELLE edisi Fall/Winter, photoshoot Saint Laurent, CK di Jepang. Trus Versace di Hongkong, dan kemarin ZARA di Singapore. Itu semua gue yang dapetin. Belom lagi job-job yang lama-lama." paparku memamerkan beberapa job besar yang telah ku lakoni.
"Halah, cuman segitu aja bangga! Lo lupa, kalo elo tuh Junior disini. Gue udah sering dapet job yang lebih dari itu. Nggak usah kampungan deh lo!"
"Dulu kan? Iya, gue percaya haha..." cibirku, yang sukses membuatnya semakin bersungut-sungut. "Sekarang apa? Nothing! Lo terakhir main iklannya mie instan yang isi dua pake lagu dangdut itu kan? Trus sama produk pelembut pakaian. Ya bagus deh, cocok sama muka lo!"
Tiba-tiba saja ia menyerangku. Mencengkeram rahangku, sedang tangannya yang lain mengepal dan melayang di udara.
"Ayo tonjok, tunggu apa lagi? Lo pikir gue takut? Gue tinggal aduin aja ke semua kru kalo lo udah ngerusak photoshoot pagi ini, dan Anel bakal ngamuk karna bakalan susah payah cover memar diwajah gue nanti. Trus photoshoot pagi ini bakalan delay lebih lama lagi cuman gara-gara emosi labil lo!"
Deru nafasnya yang penuh luapan amarah terus menerpa wajahku. Ia menatapku tajam, seakan mengancamku suatu hari nanti. Kemudian melepas cengkeramannya, lalu menghilang dibalik pintu.
Jamannya tokoh utama baik hati setengah bego kayak Cinderella itu udah basi ya, nggak jamannya. Sialnya si Calvin aja jadi tokoh Antagonis dijaman sekarang. Gue bahkan bisa bales dan bikin hidup dia lebih menderita dari apa yang bisa dia lakuin selama ini.
Aku telah siap dengan setelan ala street dancer. Mulai dari singlet tipis bermotif Aztec Prints Monochrome, celana Jogger hitam longgar, lengkap dengan topi dan aksesoris seperti kalung, gelang, dan terakhir tentu saja Sneaker Airwalk warna senada.
Studio dua tersebut telah dipenuhi banyak orang yang nampak sibuk dengan bagiannya masing-masing. Ada yang menyiapkan tambahan properti yang akan menunjang photoshoot pagi ini, mengecek set background, menyetel dan mengetes kamera, menata flash lamp, soft box, hingga reflector, dan masih banyak lagi.
Bang Eros menghampiriku kemudian, memperkenalkanku dengan orang-orang dari perusahaan Sneakers tersebut. Mereka nampak ramah dan memujiku beberapa hal. Begitupun Calvin, yang tengah berada disisi ruangan juga nampak asik dan sok tenar seperti biasanya saat berkenalan dengan kru yang lain.
"That's disgusting!" gumamku jengah.
Setelah semuanya siap, photosession pertama itu pun dimulai. Aku berpose ala street dancer dihamparan background putih dan properti yang digelar dan ditata apik sesuai tema. Berhadapan dengan Om Alex, seorang fotografer DIM yang tengah sibuk berpindah, miring ke kanan dan ke kiri, berlutut, mengikuti gerakanku.
"Hold on," pintanya. "Yap, sekarang badan lebih condong ke depan!"
C'krik!
"Good!"
"Dagu ke atas dikit lagi!"
C'krik!
"Perfect!"
"Ehm, Mas Alex, aku mau touch up bentar buat make up nya El. Dua menit, oke!" potong Anel tiba-tiba, setelah sesi awal pemotretan tersebut berjalan cukup lama.
"Silahkan!" timpal Om Alex ramah.
Pemotretan siang itu berjalan lancar dikedua sesinya. Dan yang terpenting, tak ada pertengkaran antara aku dan Calvin. Sepanjang berjalannya pemotretan tersebut, Bang Eros nampak cemas, khawatir akan terjadi sesuatu. Namun nyatanya semuanya perfect.
Pihak Airwalk memuji kinerja kami berdua, namun aku tetap berfikir bahwa akulah yang lebih baik. Aku yakin bahwa mereka hanya bersikap sopan dan formal. Nyatanya Calvin harus mengulang beberapa pose berkali-kali dan sempat membuat kesalahan kecil.
"Kalian berdua jangan langsung balik ya, ada yang mau dibicarain. Tunggu di lobby depan, oke?" pinta Bang Eros pada kami berdua kemudian, saat pemotretan siang itu berakhir.
"Job baru?" tanya Calvin bersemangat.
"Yup, dan ini job besar, nggak main-main."
Seusai berganti pakaian, kami berempat berkumpul di lobby, termasuk Mbak Risma, Manajer Calvin, membahas job besar yang dimaksud oleh kedua Manajer kami tersebut. Bang Eros yang kebagian menjelaskan. Katanya, mereka disuruh langsung oleh Pak Edwin untuk menyampaikan dan mengikut sertakan kami dalam pencarian model Adhiwiyaksa Tech. Perusahaan gadget terkemuka yang tengah mencari ikon model untuk produk ponsel keluaran terbaru mereka, sekaligus menjadi Brand Ambassador produk tersebut.
Profil kami berdua pun akan dikirim pada pihak mereka secepatnya dan semoga salah satu dari kami berdua bisa terpilih.
"Adhiwiyaksa? Baru denger... Merknya apa?" komentarku ditengah penjelasan.
"Idih, lo aja yang kampungan! Lo hidup dimana sih gitu aja nggak tahu, bawah jembatan?" sahut Calvin tiba-tiba, yang kemudian membuat kami beradu mulut lagi.
"Eh, gue pakenya Apple terus ya, dan lebih suka produk Apple dari dulu. Emang gue peduli tahu apa nggak? Yang pasti gue bakal dapetin tuh job!" balasku tak terima.
"Cukup!" bentak Bang Eros, sedangkan Mbak Risma tampak berusaha menahan Calvin yang seakan hendak menerkamku.
"Nggak usah ngimpi ketinggian lo! Adhiwiyaksa Tech. aja lo nggak tahu. Lo itu cocoknya jadi ikon produk dapur rumah tangga aja! Muka lo kan kayak sendok sayur."
"Elo tuh yang sempet bintangin iklan pelembut pakaian sama mie instan. Tempatnya kan di dapur, cocok!
Eh, muka lo tuh kaya sayur asem, ngaca!"
"Bangsat! Pepes pindang, sini lo!"
"Ya elo, sini! Gue nggak takut sama model nggak tenar tapi sok senior kayak lo!"
BRAAAAK!
Kami berdua sontak melongo ngeri saat Bang Eros menggebrak meja dan nampak benar-benar emosi. Ini pertama kalinya Bang Eros seperti ini.
"Udah, ini lobby! Jangan bikin malu, banyak orang disini. Kalau mau ribut diluar aja, sampe cakar-cakaran juga terserah, yang pasti kita udah jelasin semuanya. Aku rasa meeting dadakan ini cukup. Buruan balik sana, jangan bikin ribut disini!"
"Calvin tuh yang mulai! Dari dulu sampe sekarang selalu kayak yang nggak suka dan sensi sama aku. Emang salahku apaan?" paparku membela diri.
"Elo aja yang kelewat bego. Makanya, sadar diri jadi orang!" balas Calvin.
"Pulang, nggak?! Pergi sana!" ancam Bang Eros. Kali ini benar-benar habis kesabaran, memelototi kami berdua bergantian.
***
Selama dijalan, aku masih merasa sebal setengah mati. Mengumpat dan memaki-maki nama Calvin. Menyumpahinya dengan sumpah serapah yang tega ku umpatkan.
"Uwis, Ko, ndak usah nggondhok gitu. Wis biarin aja lah, orang kayak gitu kalo diladenin malah gawe mangkel. Tanpa sampeyan bales, dia wis kelihatan pancene model nggak tenar kok! Kerenan sampeyan, Ko." Kian membuka percakapan yang semula senyap sedari tadi, berusaha menghiburku.
Aku yang semula bersandar dan menikmati pemandangan dari jendela mobil, beralih menatapnya.
"Eh-eh, bukan maksud sok tahu lho, Ko. Cuman berusaha hibur ae!"
"Thanks, deh! Jadi lo mikir gue better dari Calvin?"
Ia mengangguk mantap.
"Bener? Bukan karna lo cuman hibur, trus gue majikan lo?"
"Iya, Ko! Sampeyan itu model ganteng, terkenal, hebat wis pokok'e. Siapa yang ndak tahu? Semua orang tahu, bahkan orang-orang di kampungku tahu semua, banyak yang ngefans. Padahal kampungku kan rada terpencil." terangnya penuh semangat, nampak meyakinkan.
"Haha... Ya jelas lah! Calvin itu apaan, udah cuman model, figuran pula." balasku puas. Senyum Kian nampak mengembang. Ia nampak senang melihatku sudah kembali seperti biasanya.
"Oke, karna lo hari ini udah jadi mood booster gue, nanti gue traktir makan enak sama Pak Her juga." ujarku kemudian.
Ia nampak kikuk, "Wah, ndak usah lah ko, ndak enak, ngerepotin. Lagian wong aku cuman ngomong gitu, masa sampe ditraktir sih?"
"Udalah, bawel lo... Mumpung gue lagi baik nih!"
"Makasih ya, Ko!"
"Bentar, gue mau telfon Tantra," pungkasku kemudian. Meraih ponsel disakuku, lalu menunggu panggilanku tersambung.
"Halo?"
"Iya, Tan, lo udah balik?"
"Iya biasa lah lagi males balik. Gue mampir ya ke apartemen lo?"
"Oh gitu,"
"Oke, see ya!"
"Ehm, Pak Her, kita puter balik ya! Anterin ke apartemennya Tantra, trus nanti ajak Kian makan dulu sebelum pulang ya!" pintaku, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan.
"Siap, Ko!" timpal Pak Her sigap.
"Emang mau kemana, Ko?" tanya Kian kemudian, yang masih sibuk menata barang-barangku yang belum ditata rapi.
"Biasa... Oh ya, nanti kalo orang rumah nanyain bilang aja gue ada job tambahan dan bakal pulang malem. Jangan bilang kalo gue ke rumah Tantra, oke!"
"Siap, Ko!"
"Nih, uangnya lo bawa ya! Jangan lupa bungkusin buat Bi Irma juga!"
Kian tersenyum lebar kemudian, menatapku tak percaya. "Ya Allah, makasih banyak lho, Ko! Nanti aku sampein ke Ibuk."
"Udah ah, lebay lo! Berisik..."
Setelah melewati betapa menyebalkannya kemacetan Jakarta di sore hari seperti ini, akhirnya aku sampai di sebuah apartemen elit dikawasan Jakarta Barat.
Sekali lagi, aku mengingatkan Kian soal pesanku tadi, lalu meninggalkan mereka berdua dan menghilang dibalik pintu kaca lobby apartemen tersebut.
"By the way, Malik kemana?" tanyaku, sembari mengedarkan pandang ke sekeliling setelah Tantra membukakan pintu.
"Keluar, katanya jenguk temen kerjanya yang istrinya lahiran tadi sore." terang Tantra, sembari berjalan menuju dapur.
Aku hanya ber-ooh lebar, lalu menjatuhkan tubuh letihku diatas sofa.
"Mau minum apa? Darjeeling hangat kayak biasanya?" tawarnya, dengan kepala melongok dari balik dinding.
"Iya, thanks, Tan! Jangan lupa tambahin madu sama cinnamon powder dikit ya!"
"Oke!"
"Eh, sama gue mau numpang mandi ya!" pintaku kemudian.
"Yaudah, aku sekalian ngisi bath tube dulu!"
Seperti biasa, kami menonton DVD diruang tengah, sembari menyantap pizza pesan-antar yang telah kami pesan sebelumnya, beserta cemilan ringan lainnya.
Kami bersenda gurau, bercerita apapun, termasuk aku bercerita perihal pemotretan tadi siang dan betapa tampak bodohnya Calvin yang selalu kalah saat beradu mulut denganku. Tantra selalu saja tertawa hingga terpingkal-pingkal setiap mendengar tingkahku bersama Calvin.
"Eh, by the way, ini udah malem lho! Malik kok nggak balik-balik?" tanyaku kemudian.
"Bentar lagi kali? Palingan dia diajak makan dulu diluar sama temen-temen kerjanya. Udah, nggak usah mikirin itu!"
"Yakin?"
"Iya, udahlah kita bahas yang lain aja, oke?!" tandasnya sekali lagi. "Oh ya, aku kemarin beli beberapa baju, bagus banget, itu trend tahun ini. Trus baju pesananku dari Singapore Fashion Week kemarin udah sampe. Mau lihat?"
"Boleh deh!"
Tantra bangkit, lalu menarik tanganku penuh semangat. "Ayok ke kamar, Malah bengong sih?!"
"Iya, bawel!"
Tunggu, kurasa ada yang aneh... Aku yakin, ada sesuatu yang Tantra sembunyikan dariku, entah apa. Tapi yang jelas, ini soal Malik dan ia nampak berusaha sekeras mungkin untuk menutupinya.
Ia tak seperti biasanya, Tantra sebenarnya juga selalu terbuka dalam hal apapun padaku, dan ini kali pertama aku merasa bahwa ia berbohong padaku.
Aku harap semuanya baik-baik saja, dan ini hanya dugaanku semata karna aku sangat peduli padanya.
Kuharap...
***
@lovelyozan @hendra_bastian @readhy_pda @akina_kenji @melkikusuma1 @okimansoor @mustajab3 @cl34r_m3nthol @boncengek3 @wyatb @oopsfugu @arieat @didot_adidot @tristansantoso @new92 @rubi_wijaya @rulli arto @joenior68 @vanilla_latte25 @adilar_yasha @m4rk_69 @jkt69 @vanilla_icecream @bn @danthe @bram @reza_agusta89 @gaybekasi168 @mahardhyka @yeltz @chupy_slow @yirly @agova @doel7