It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Hemmm klo tengah gak bisa baca .. takut besok kesiangann .. tapi tetep aku tunggu .. yg panjang yaw~ aku sukak yang panjang panjang *eww
#liatgerhana
Heii..., abang mau kemana besok? Kan tanggal merah bang (❀ *´ `*), apa mau liat gerhana bang (❀ *´ `*)?
p.s: abang suka yang panjang yah (❀ *´ `*) (beng-beng max?)
Klo dah tau libur ntr bangunnya siang .. gak bisa liat gerhana
@denfauzan @3ll0 @Yirly @Sho_Lee @Aurora_69 @arieat @o_komo @okki
@monic @Adi_Suseno10 @soratanz @asik_asikJos @xmoaningmex @lulu_75 @RifRafReis @LostFaro @gaybekasi168 @amostalee @andi_andee @hananta @Pratama_Robi_Putra @Sicilienne @LeoAprinata @liezfujoshi @josiii @freeefujoushi @RenataF @ricky_zega @ocep21mei1996_ @naraputra28 @AvoCadoBoy @chandisch @RinoDimaPutra @Derbi @JosephanMartin @Viumarvines @akumisteri1 @Obipopobo @babehnero
*******
Part 11
Aku menatap bekal yang akan kubawa ke sekolah, nugget tahu udang dan ebi furai yang kubuat kemarin sudah tertata rapi didalamnya. Aku tetap membuatnya walaupun dalam keadaan galau. Ada dua buah kotak bekal, satu untukku dan Tora, satu lagi untuk Resti yang sudah berbaik hati menemaniku kemarin. Segera kumasukkan kotak bekal tersebut kedalam ranselku, lalu berpamitan pada Mama dan Papa.
Dalam perjalanan aku teringat lagi dengan kejadian di Mall kemarin. Tora yang salah paham karena mengira aku pergi dengan cowok lain. Aku harap Tora mendengarkan penjelasan dari Resti nanti. Semalam Resti menghubungiku, dan aku menjelaskan kenapa aku meninggalkannya, termasuk kemarahan Tora yang melihatku berduaan dengan Revan saat kami menunggu kedatangannya. Dan Resti bersedia membantuku.
Hari ini aku agak lambat dari biasanya karena menyiapkan bekal tadi. Kulihat Tora sudah duduk di kursinya dengan sebuah kotak yang sepertinya berisikan coklat di tangannya. Apa itu untukku? Kalau benar, berarti dia sudah memaafkanku. Aku berjalan sambil tersenyum mendekatinya, namun saat sudah sampai didekatnya, dia malah menatapku datar tanpa senyum sedikitpun. Dengan lesu aku duduk di kursiku. Kutatap lagi dirinya yang masih diam di tempat duduknya, ku tarik nafas panjang kemudian menghembuskannya dengan perlahan.
“Kamu masih marah?”
“......”
“Aku beneran tidak pergi sama Revan.”
“......”
“Kenapa kamu tidak mau mendengarkan penjelasanku. Aku tidak bohong, kemaren aku beneran pergi dengan Resti,” kataku lirih. Dia sedikit menolehkan kepalanya kearahku, menatapku lama, namun masih belum ada satu patah katapun yang keluar dari mulutnya. Sedih. Itu yang kurasakan disaat dia tidak mempercayai ucapanku. Aku menunduk diam sambil memain-mainkan kancing bajuku.
Aku menoleh kebelakang saat ada yang mencolek-colek bahuku. Ternyata Andre.
“Ada masalah apa?” tanyanya dengan suara pelan.
“Kemaren gue.....” kata-kataku terhenti saat melihat Guru kami sudah memasuki ruang kelas. Segera aku membalikkan tubuh menghadap ke depan, setelah sebelumnya memberikan kode pada Andre untuk dipending dulu pembicaraan kami.
Selama jam pelajaran Tora tidak sedikitpun bersuara padaku. Membuat dadaku menjadi sesak. Setelah Guru kami selesai memberikan pelajaran dan sambil menunggu Guru lain memasuki kelas, Andre dan Reno mencoba menghiburku dengan lelucon-lelucon yang mereka buat. Namun lelucon-lelucon mereka kali ini terasa garing bagiku. Aku tidak tahu kenapa kemarahan Tora begitu berdampak padaku, membuatku jadi tak bersemangat. Apalagi sampai saat ini dia masih mendiamkanku.
Aku begitu senang saat melihat Resti muncul di depan kelas. Dia berjalan mendekat ke arah kami, lalu duduk di kursi yang ada di depanku. Reno dan Doni memutuskan pergi ke kantin, karena selain lapar, mereka juga tidak mau mengganggu kami dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan Andre yang melihat pacarnya datang langsung sumringah dan berpindah duduk kesamping Resti. Sekarang mereka memperhatikan kami berdua.
“Emm Tora, gue ke sini bukan bermaksud untuk ikut campur dalam masalah kalian berdua, tapi gue cuma mau meluruskan tentang kesalahpahaman di antara kalian....” Tora menatap Resti intens, Andre yang ada disamping Resti begitu serius mendengarkan pacarnya bicara. Tumben tuh anak serius, biasanya dia tidak pernah serius, bahkan kadang suka pecicilan. “....soal kejadian kemaren, Andri tidak bohong. Dia memang pergi berdua dengan gue. Setelah belanja kami bertemu Revan di Restoran tempat kami makan, jadi kami memutuskan untuk bergabung dengannya. Selesai makan dia menawarkan diri untuk mengantarkan kami pulang. Namun saat menuju tempat parkir, gue pamit ke toilet bentar pada mereka dan meminta mereka menunggu di parkiran. Dan saat gue sampai di parkiran Andri sudah nggak ada. Revan bilang lu membawa dia pergi.”
“Kenapa hp-mu tidak bisa dihubungi?” tanya Tora dingin.
“Karena hp gue mati. Gue minjam hp Revan buat nelpon Andri, tapi nggak diangkat,” katanya menjawab pertanyaan Tora.
Kemudian dia mengalihkan pandangannya padaku, aku hanya diam dan menundukkan kepala. “Gue bisa ngerti, mungkin lu ngira yang nelpon adalah Revan makanya nggak lu angkat,” katanya padaku. Aku hanya mengangguk pelan.
“Jadi masalahnya lu cemburu sama Revan Tor?” aku dan Tora menatap Andre berbarengan.
“Iya.” Jawab Tora masih dingin.
“Tapi aku tidak ada apa-apa dengan Revan. Tolong kamu percaya sama aku,” kataku putus asa.
Dia menatapku lama yang juga menatap dirinya. Setelah beberapa lama akhirnya dia buka suara. “Iya, aku percaya,” katanya sambil tersenyum padaku. Sepertinya dia tidak marah lagi setelah mendengarkan penjelasan Resti barusan. “Maafkan aku karena sudah marah dan tidak mau mendengarkan penjelasanmu,” lanjutnya sambil memegang tanganku.
“Benarkah?!” aku sedikit berteriak senang mendengar ucapannya dan dia mengangguk mengiyakan kalau dia percaya.
“Harusnya lu percaya dari awal, dia itu tipe cowok yang setia. Bikin sedih Yayank gue aja lu,” solot Andre pada Tora. Tora minta maaf tapi dengan ekspresi yang datar. Aku menatap Andre dan Resti, dan tersenyum pada mereka. Mereka memang sahabat terbaikku.
“Oh ya aku membawa sesuatu untukmu,” kataku semangat sambil membuka tas dan mengeluarkan bekal yang kubawa tadi.
Satu kotak bekal yang agak besar kuletakkan di atas meja kami, dan satu kotak yang agak kecil kuberikan kepada Resti sebagai ucapan terimakasih karena telah membantuku. Dia sangat senang menerimanya, terutama Andre. Tapi Andre langsung protes setelah memperhatikan secara bergantian kedua kotak bekal yang kubawa.
“Kok punya lu lebih besar dari yang ini?” tanyanya sambil mangangkat kotak yang ada di depan Resti.
“Ini punya gue dengan Tora, dan itu untuk Resti doang, bukan untuk lu, makanya kotaknya lebih kecil dari punya gue,” kataku.
“Kok lu gitu sih Yank, gue nggak dikasih,” katanya cemberut. Aku memeletkan lidahku padanya, dia terlihat lucu jika sudah seperti itu. Resti langsung menyuapinya dengan sepotong nugget agar tidak cemberut lagi, namun setelahnya dia mengalihkan pandangannya ke kotak coklat yang tadi dipegang Tora.
“Ummm Tor, kalau lu nggak mau coklatnya, buat gue aja ya?” tanyanya sambil menaik-turunkan kedua alis tebalnya. Tora mengangkat kotak tersebut.
“Itu coklat untuk siapa?” tanyaku penasaran.
“Itu dikasih anak kelas satu untuk Tora,” jawab Andre.
Aku langsung merebut kotak tersebut dari tangan Tora dengan sedikit kasar, lalu memberikannya pada Andre. Wajahnya berubah senang menerima coklat tersebut. Resti hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah pacarnya itu, sementara Tora malah tersenyum padaku.
“Kenapa kamu tersenyum?” tanyaku kesal.
“Aku suka kamu cemburu.” Aku mendengus kesal mendengar jawabannya. Dia mengacak-ngacak rambutku kemudian membuka kotak bekal tadi, tersenyum melihat isinya, lalu mengambil satu nugget dan menyuapkannya padaku. Aku menerima suapannya dengan malu-malu. Padahal tadi aku lagi kesal padanya. Ah lupakan.
Resti yang sudah memakan isi bekalnya juga asyik berdua dengan Andre. “Masakan lu enak Dri,” katanya memuji, Andre mengangguk mengiyakan sambil mencomot satu buah ebi furai yang ada dalam kotak bekalku. “Andri membuat ini khusus buat lu Tor. Setelah membeli buku, kami membeli bahan-bahan untuk semua makanan ini,” terang Resti pada Tora. Dia menatap Resti kemudian beralih padaku.
“Benarkah itu?” tanyanya padaku. Aku mengangguk pelan memberi jawaban. Dia membelai pipiku dengan lembut dan memakan dengan lahap isi bekalku sambil sesekali menyuapiku. Aku sangat senang melihatnya menghabiskan makanan yang kubuat untuknya. Ditambah lagi dia memuji masakanku.
*
“Tora!”
“Hmmm”
“Kenapa kamu bisa ada di Mall itu kemaren, apa kamu tidak jadi mengantarkan Tante?” aku memang sedikit penasaran dengan kehadirannya kemarin, karena dia bilang kalau dia mau mengantarkan mamanya ke Bogor tapi siangnya sudah ada di sana.
“Kemaren Mama denger aku nelpon kamu, jadi Mama nyuruh aku buat ngantar aja, pulangnya Mama akan di antar sama Om Rizal. Setelah ngantar Mama, aku langsung ke rumahmu tapi Mamamu bilang kalau kamu pergi diantar kakakmu,” katanya menjelaskan.
“Aku jadi nggak enak sama Tante,” kataku lirih.
“Udah nggak apa-apa, justru Mama yang nyuruh aku buat ngantar kamu,” katanya menenangkanku. Tora juga menceritakan bahwa dia baru saja keluar dari mobilnya ketika melihat aku dan Revan kemarin.
Aku mengitari pandangan kesekeliling taman, menatap pasangan muda-mudi yang lalu lalang di hadapan kami. Lalu pandanganku berhenti pada sepasang kekasih yang lagi ribut, sepertinya mereka bertengkar hebat. Terlihat si cewek menangis dan si cowok sibuk menenangkan si cewek yang tidak mau disentuh oleh pacarnya itu. Entah apa yang mereka ributkan, aku tidak tahu.
Aku memperhatikan Tora yang sedang menelpon mamanya disampingku. Cowok ini, yang saat ini kucintai apakah bisa kumiliki sampai aku menua nanti? Walaupun kami memiliki sebuah harapan untuk menikah dan tetap bersama, tapi apakah itu bisa terwujud. Bagaimana jika harapan itu tidak terwujud? Bagaimana jika kami juga bertengkar hebat seperti pasangan itu, lalu hubungan kami berakhir? Apakah aku akan sanggup menghadapi kenyataan yang seperti itu?
Aku memperhatikan lagi pasangan tadi, mereka masih bertengkar hebat. Si cewek pergi meninggalkan pacarnya, dia berjalan dengan cepat tak menghiraukan panggilan pacarnya. Aku sempat mendengar si cewek meneriakkan kata putus saat dia hampir mendekati tempat duduk kami. Ah! Semoga saja hubungan kami tidak berakhir dengan buruk seperti itu. Saat aku sibuk memperhatikan si cewek yang berjalan di depan kami, tiba-tiba aku dikagetkan oleh tangan Tora yang menyentuh pundakku.
“Ada apa?” tanyanya heran menatapku.
“Aku tidak ingin hubungan kita berakhir seperti mereka,” kataku menatap matanya.
“Seperti pasangan yang ribut tadi?” tanyanya lagi. Aku mengangguk mengiyakan. Dia tersenyum lembut padaku. “Berhentilah memikirkan hal buruk. Hubungan kita tidak akan berakhir seperti itu,” katanya dengan yakin.
Aku memandangnya lekat, lalu tersenyum padanya. Dia berdiri dari duduknya dan menarik tanganku pelan agar ikut berdiri. “Sekarang ikut aku, aku mau memberikan sesuatu padamu,” katanya yang mulai melangkah.
“Apa itu?” aku bertanya sambil mengikuti langkahnya meninggalkan taman. Dia menoleh padaku dan hanya membalas pertanyaanku dengan seyuman.
Aku masih bertanya-tanya apa yang akan diberikannya padaku, hingga kami sampai didalam mobilnya. Dia memperhatikanku dengan lembut dan tersenyum padaku, aku tidak tahu apa yang ada dipikiran pacarku ini. Jika dia ingin menciumku di sini, dia sudah gila karena ini tempat umum dan ini siang hari. Besar kemungkinan kami akan dipergoki oleh orang-orang yang lalu lalang di area parkiran ini. Dia mengambil sesuatu di jok belakang, sebuah paper bag berwarna coklat. Kemudian dia menyerahkannya padaku. Aku menerima paper bag tersebut dan melihat isinya.
Mataku langsung berbinar setelah melihat isi di dalamnya. Hoodie warna hijau yang kemarin membuatku lesu karena tidak dapat memilikinya, sekarang ada di tanganku. Aku menatap Tora tak percaya, dia tersenyum. Refleks aku segera memeluknya, dia mengacak rambutku gemas. Aku mendongakkan kepalaku ke atas dan mengecup dagunya sambil mengucapkan terimakasih. Sepertinya aku yang tidak peduli di mana kami sekarang. Ah biarlah hehehe.
Aku sangat suka hoodie, dan hoodie hijau ini sangat ingin kumiliki sejak pertama kali melihatnya beberapa hari yang lalu hingga kemarin. Dan sekarang aku mendapatkannya dari pacarku. Tapi tunggu..! Darimana Tora tahu kalau aku sangat menginginkan hoodie ini dan kapan dia membelinya? Sementara dia bilang kalau dia baru turun dari mobilnya saat melihatku dengan Revan kemaren dan dari pagi tadi sampai sekarang kami selalu bersama. Aku melepaskan pelukanku, dan menatapnya serius. Dia menaikan sebelah alisnya.
“Darimana kamu tahu aku sangat menginginkan hoodie ini?” tanyaku. Dia tersenyum lagi lalu merapikan rambutku yang tadi dia acak.
“Apa yang tidak aku tahu tentangmu, hmm?” dia mengedipkan sebelah matanya padaku. Aku mengerucutkan bibirku mendengar jawabannya yang bukan sebuah jawaban. Dia malah terkekeh melihat ekspresiku.
Tidak hanya itu, dia membuka kalung yang melingkari lehernya. Lalu memasangkannya pada leherku. Sebuah kalung yang berbandulkan sebuah cincin. Kuperhatikan cincin tersebut, sebuah tulisan terukir didalamnya. Tora Alano Wiyaksa.
“Kalung itu pilihan Diah saat aku menemaninya belanja di sebuah Toko. Dia memintaku untuk memberikannya pada seseorang yang tepat. Jadi aku memutuskan untuk membelinya dan sekarang aku sudah menemukan orang yang tepat tersebut.” Aku mengalihkan pandanganku padanya.
“Diah? Boleh aku tahu seperti apa orangnya?”
“Dia gadis yang manis dan juga selalu ceria,” katanya menerawang seolah mengingat kenangannya bersama Diah. “Sebentar.” Dia mengeluarkan hp-nya dari dalam saku celananya, kemudian mencari-cari sesuatu. Setelah ketemu dia memperlihatkannya padaku. Ternyata sebuah album foto yang berisikan foto-foto Diah dan dirinya, juga beberapa foto yang sepertinya foto keluarga Tora dan Diah.
Aku menggeser dari satu foto ke foto lainnya. Gadis itu sangat manis dan benar, dia selalu ceria. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Aku jadi ikutan tersenyum melihatnya, foto di saat Tora merangkul bahu mungilnya, saat dia memberikan sebuah kado kepada Tora, foto mereka dengan seragam putih biru di sekolah, foto mereka disebuah taman bersama keluarga, dan lain-lain. Aku meletakkan tanganku di pipi Tora setelah selesai melihat foto-foto tersebut. Aku mengelus pipinya dengan ibu jariku, dia menatapku dengan lembut.
“Ceritakan padaku tentang dia, aku ingin mengenalnya,” kataku yang masih memegang pipinya. Dia tersenyum, lalu menarik tanganku dari pipinya dan menggenggamnya.
“Aku akan menceritakannya nanti, sekarang sudah saatnya kita pulang.” Aku mengerucutkan bibirku lagi, yang selalu dibalasnya dengan kekehannya.
“Janji?!”
“Janji.”
Aku tersenyum senang, kemudian memasang safety belt-ku. Tora mengacak rambutku sekilas sebelum menjalankan mobilnya. Kualihkan pandanganku ke luar jendela, terlihat langit sangat mendung, sepertinya akan turun hujan malam ini.
**
Aku tersentak pukul 2 dini hari, sepertinya hujan sangat deras malam ini. Suara air hujan yang turun cukup keras terdengar dari luar kamarku. Aku turun dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu. Sepertinya aku butuh sesuatu yang hangat untuk diminum. Kulangkahkan kaki menuruni anak tangga dan menuju dapur. Sampai di dapur kubuka lemari tempat penyimpanan camilan dan lain-lain, aku menemukan wedang jahe yang dibeli Mama kemarin. Segera saja kupanaskan air dan memasukan satu bungkus wedang jahe kedalam gelas. Saat menikmati minuman wedangku, aku perhatikan kalender yang tergantung di dinding dapur. Ah seminggu lagi ujian kenaikan kelas dan dua hari setelahnya Tora ulang tahun. Sepertinya aku harus mencari kado untuknya. Tapi kado apa.....?
Tiba-tiba aku teringat dengan percakapanku dengan Tora tadi sore saat sampai di depan rumah.
“Sebentar lagi mungkin aku akan sibuk, jadi waktu kita untuk ketemu hanya di sekolah. Tidak apa-apa kan?”
“Kalau aku boleh tahu kamu sibuk apa?” tanyaku bingung.
“Aku akan mulai bekerja,” jawabnya yang membuatku tambah bingung. Untuk apa Tora bekerja, padahal dia tidak kekurangan apapun.
“Kamu kan masih sekolah, kenapa harus kerja?”
“Karena itu sudah tugasku setelah usiaku memasuki 17 nanti.” Sungguh, aku tidak mengerti maksud ucapan Tora barusan. Dia akan bekerja setelah usia 17 tahun? Berarti setelah ujian nanti dia akan mulai bekerja. Kenapa? Kenapa nggak nanti saja setelah pendidikannya selesai. Seolah mengerti dengan kebingunganku, Tora menjelaskan padaku alasan kenapa dia harus bekerja. Aku hanya diam mendengar penjelasannya.
“Kamu jangan khawatir, aku akan mencari waktu yang tepat untuk kita berdua nanti,” katanya meyakinkanku. Aku hanya mengangguk lesu mendengar ucapannya.
“Berarti waktu kita hanya sedikit dong untuk bertemu,” kataku dengan nada sedih. “Kalau aku kangen gimana?” dia terkekeh mendengar ucapanku.
“Kita bisa saling telpon, dan ini....” dia menunjuk kalung yang tadi diberikannya. “.....bisa jadi pelepas kangenmu,” lanjutnya. Aku mengerucutkan bibirku.
“Kayak LDR saja,” ucapku sedikit merajuk. Dia masih terkekeh melihatku.
“Aku harus melakukannya untuk masa depanku, untuk Mama, dan untuk kita.”
“Untuk kita?” aku mengernyitkan keningku.
“Iya untuk masa depan kita juga. Kakakmu bisa marah padaku jika aku tidak bisa menafkahimu. Dan jika aku tidak punya apa-apa dia tidak akan mau menyerahkan Adik kesayangannya padaku.”
Aku terharu dan tersipu mendengar ucapannya. Ternyata dia kekasih yang bertanggung jawab. Rasanya aku sudah tidak sabar ingin cepat-cepat menikah dengannya.
****
****
Aku memperhatikan kalung yang kupakai. “Aku percaya padamu,” gumamku sambil terus memperhatikan kalung yang kupegang. Kuhabiskan wedang yang tinggal separuh di dalam gelas, kemudian meletakkan gelas bekasnya ke tempat pencuci piring. Badanku sudah terasa hangat, sekarang saatnya kembali ke kamar.
**
Hari ini aku belajar tidak semangat karena setiap Guru yang masuk selalu memberikan tugas yang bejibun kepada kami. Kulihat Andre dan Reno juga begitu, bahkan Doni yang duduknya agak jauh dari kami juga terlihat tidak semangat. Sementara Tora yang duduk disampingku selalu tenang. Aku heran dengannya, setiap kali bicara denganku, teman-teman, juga dengan Kakakku, atau menghadapi hal apapun dia selalu tenang, tapi kenapa setiap melihat ada cowok yang dekat denganku dia tidak tenang, bahkan terkadang menggunakan kekerasan pada mereka.
Kuperhatikan Guru Matematika kami yang baru saja keluar setelah memberikan beberapa tugas kepada kami, untung tidak banyak. Segera saja aku melirik Tora yang sudah memperhatikanku dari tadi. Setelah mata kami saling bertemu dia tersenyum lembut padaku, yang kubalas dengan tatapan sendu. Dia mengusap-ngusap rambutku yang membuatku tambah sendu.
“Kenapa?” tanyanya yang masih mengusap rambutku.
“Begitu banyak tugas hari ini, dan itu menyebalkan,” jawabku bersungut-sungut.
“Kita akan mengerjakannya bersama dan itu akan menyenangkan.” Katanya sambil meraih tanganku kananku dan menepuk-nepuk punggungnya dengan perlahan.
*
Seteleh bel pulang berbunyi aku segera menghubungi Mama meminta izin belajar di rumah Tora, setelah mendapatkan izin aku bergegas memasukan semua buku-bukuku yang tergeletak di atas meja. Kami berjalan melewati koridor yang ramai, tidak hanya teman-temanku yang terburu-buru, namun murid-murid dari kelas lainpun berjalan dengan terburu-buru, bahkan ada yang berlarian menuju gerbang sekolah. Sementara aku dan Tora, kami berjalan dengan santai, lebih tepatnya hanya Tora yang berjalan dengan santai sedangkan aku berjalan dengan lesu.
Sesampainya di area parkiran langkah kami dihentikan oleh dua orang siswi, sepertinya mereka siswi dari kelas satu. Salah seorang siswi menatap kami dengan malu-malu. Ah tidak, dia menatap Tora dengan malu-malu, dan aku menatap heran pada siswi tersebut. Dia gadis yang cantik, dengan kulit kuning langsat, rambut panjang yang terurai dengan rapi, dan sebuah tahi lalat kecil dipipinya yang membuat gadis itu jadi tambah cantik. Sedangkan temannya yang juga sama cantiknya hanya diam disampingnya. Mungkin dia hanya mau menemani temannya untuk bertemu Tora.
“Ya?” Tora bertanya dengan datar kepada siswi yang tidak kuketahui namanya itu.
“Hmmm..i..ini..ini untuk Kakak,” katanya dengan sedikit gugup menyerahkan sebuah kotak kepada Tora. Aku baru menyadari kalau ternyata dari tadi dia memegang sesuatu di tangannya.
Tora menatap sejenak pada kotak tersebut lalu mengambilnya sambil mengucapkan terimakasih. Aku jadi kesal sendiri dengan sikap Tora yang menerima kotak tersebut, sementara siswi tersebut sangat senang setelah Tora menerima hadiah pemberiannya. Terlihat rona bahagia di wajah cantiknya. Kemudian masih dengan malu-malu mereka beranjak pergi meninggalkan kami. Setelah beberapa langkah dia menyempatkan diri menoleh kebelakang dan memperlihatkan senyumnya yang manis. Aku menatap Tora dengan kesal lalu meninggalkannya menuju motornya yang terparkir diujung area parkir. Dia berjalan mendekatiku yang sudah berada di sebelah motornya.
“Kamu kenapa?” tanyanya dengan sedikit memiringkan wajahnya menatapku. Kamu kenapa? Pertanyaan macam apa itu, sudah jelas aku kesal dengannya dan dia masih bertanya kenapa? Rasanya aku ingin berteriak di hadapannya saat ini juga, tapi area parkir ini sangat ramai. Aku akan malu jika berteriak di sini. Jadi aku lebih memilih diam tak menjawab pertanyaannya dan memalingkan wajahku darinya.
“Kamu marah karena aku menerima hadiah dari siswi tadi?” tanyanya dengan lembut. ‘Ugh sudah tahu masih nanya’ kataku dalam hati dan masih mendiamkannya. “Andri?!” dia menarik daguku pelan agar menghadap padanya. Dia menatapku dengan lembut, aku hanya menatap matanya sekilas. Uhh aku tidak berani menatap matanya lama-lama, dia memiliki tatapan yang bisa membuatku meleleh.
“Aku mau pulang,” kataku akhirnya setelah dari tadi hanya diam.
“Jawab dulu pertanyaanku,” katanya masih dengan lembut. Ish, dia membuatku kesal lagi. aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan keras.
“Iya aku marah padamu! Marah karena kamu menerima hadiah darinya. Kamu pasti tahu kan kalau dia menyukaimu. Dan dengan kamu menerima hadiah darinya, itu sama saja dengan kamu memberikan sebuah harapan padanya!” kataku panjang lebar. Dia malah tersenyum mendengar ocehanku.
“Kenapa kamu tersenyum?” tanyaku dengan kesal.
“Kamu sangat menggemaskan kalau lagi marah sayang,” katanya seraya mencubit pipiku pelan. Aku mengerucutkan bibirku dan mendengus kesal padanya.
“Ugh, dasar menyebalkan!” gerutuku padanya.
“I love you too sayang,” katanya sambil mencium bibirku sekilas.
“TORAA!!” akhirnya aku berteriak juga di sini, tapi tidak keras sih. Sementara Tora hanya terkekeh mendengar teriakanku yang baru saja diciumnya. Ah sepertinya wajahku sudah memerah sekarang, mengingat dia menciumku di tempat umum. Kuedarkan pandanganku keseluruh area parkir. Untung hanya tinggal beberapa murid yang sedang serius mengeluarkan motor mereka dan posisi mereka cukup jauh dari kami.
“Pakai helm ini agar rona merah di wajahmu tertutupi,” katanya seraya menyerahkan sebuah helm padaku. Aku memegang pipiku dan mengambil helm yang ada di tangannya. Haduh aku malu sekali karena dia melihat wajahku yang merona ini. Dia mengelus pipiku sebentar sebelum aku menggunakan helmku dan naik ke atas motornya. Oh ya bukankah tadi aku sedang marah padanya, tapi sekarang.... ah sudahlah, aku mau pulang. Eh bukan, aku akan ke rumah Tora mengerjakan PR bersama.
Dan untuk ceritanya, uhh bagus banget ini, aku paling suka pas Andri & Tora berduaan, aku jadi senyum-senyum sendiri loh, cerita ini tak masukin ke list favorite ahh
Aku mentionnya pake nama amostalee masih bisa masuk kan?
Sama sama @JosephanMartin
Makasih juga udah suka sama cerita ini dan memasukannya ke list favorite...aku jadi tersanjung hehe
Note
p.s :- Obi mau disuapin ebi furai juga dong sama bang akina (eh..)
- Mention Obi lagi bang kalo next (❀ *´ `*)
Oke..
@3ll0 @lulu_75 kata tora, makasih hehe