It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@gelandangan bg @anarasite kak @pendatangbaru bro
@hendra_bastian kak @adi_suseno10
Senja telah berlalu-lalang menyeret jingga.
Gumpalan cahaya telah merajuk dan malu-malu menyembuyikan diri.
Percikan cahayanya masih terasa di matamu yg cemerlang.
Burung-burung yg sudah kemalaman berlari masuk ke sarang, mereka tak mau ketinggalan maghrib.
Bintang-bintang di pelataran semesta mulai menunjukkan keangkuhannya setelah berhibernasi selama 12 jam.
Sang bulan juga sudah mengguratkan senyum saat matamu bertemu dengan mata tunggalnya.
Kau masih bersibaku dengan kertas yg kau bentuk menjadi perahu.
Perahu kecil yg kertasnya selalu berisi puisi-puisimu yg tak ada indahnya.
Kau merangkai kata dengan sesuka hatimu, seperti pujangga gadungan.
Kau berikan senyumanmu saat satu per satu kapal kau lepaskan di sebuah parit kecil.
Senyummu tak hilang sampai kapal itu berlayar dan menjauh darimu.
Dan kulihat sepertinya kapal itu mengucapkan sumpah serapah kepadamu karena dia seharusnya menjadi kertas yg berguna bukan menjadi mainan air yg kadang kejam terhadap apa yg dibawanya.
Tapi kurasa kau tak menyadarinya, apalagi hati kecilmu sedang membubung tinggi ke angkasa bermain dengan nebula dan bercengkrama dengan supernova.
Apalagi matamu yg cemerlang seperti tak menyembunyikan sebuah kepenatan, tetapi menyimpan sebuah rasa suci yg sensitif dan ekslusif. Cinta.
*****
"Yan, kamu benar!"
Kau mengerenyitkan dahi sebagai persentasi ketidakmengertianmu terhadap perkataan teman yg selalu menghabiskan waktu denganmu.
"Apanya?"
"Tentang rasa yg menguasai hatiku."
"Apakah rasa itu telah menguasai hatimu serta logikamu? Atau hanya salah satunya?"
"Salah satunya."
"Logika atau hati?"
"Hati."
"Kau beruntung."
"Apakah keberuntungan akan selalu menjadi baik, saat keberuntungan tersebut adalah sebuah ketabuan yg menentang."
"Ketabuan yg menentang akan tetap selalu menentang saat hati kita juga ikut menentang."
"Lalu, apa yg meski kuperbuat?"
"Buatlah hatimu menjadi yg pertama dalam menerima rasa itu, alhasil kau akan menerima sebuah kelapangan yg membuatmu lega."
"Apakah rasa lega akan menjadi sebuah keberhasilan dalam menerima rasa yg tabu itu?"
"Keberhasilan bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Keberhasilan materi, sebuah keberhasilan yg diukur dari seberapa kayanya dirimu. Keberhasilan akademi, sebuah keberhasilan yg diukur dari seberapa pintarnya dirimu. Keberhasilan hakiki, sebuah keberhasilan yg diukur dari seberapa bahagianya dirimu. Setiap keberhasilan memiliki sifat yg sama yaitu kelegaan dan kepuasan."
"Jadi intinya aku berhasil jika aku lega?"
"Belum tentu, kelegaan sejati adalah sebuah rasa lapang yg membuat kita tak ragu untuk menyampaikan, mempertahankan, dan menikmati rasa lega tersebut."
"Baiklah."
Kau menganggukan kepalamu guna memberikan tanggapan dari perkataan temanmu yg singkat, air mukanya telah membeku saat kau menatapnya dalam.
Sebuah senyum yg kau lemparkan seperti disambutnya dengan tersipu.
Dia malu.
Oh, kau mengerti keadaan ini.
Keadaan yg ingin kau rasakan saat pertama kali kau berteman dengan pria bermata sipit itu.
Kau memberikan cintamu pada saat pandangan pertama.
Ah, terlalu mendramatisir.
Kau jatuh cinta kepadanya hanya kerena dia pintar membuatmu selalu tertawa dan tersenyum tak jelas.
Terkadang senyumanmu tergaris hanya karena dia kebingungan menyelesaikan tugas sekolah.
Tawamu terbuncah hanya karena dia memberikan guyonan yg sama sekali tak ada nilai guyonnya.
Kau..
Kau menunggu saat-saat seperti ini, saat kau akhirnya bisa menyihir si pria berambut klimis itu untuk menjatuhkan hatinya kepada hatimu yg sudah berharap.
Dan lihat, kau seperti seorang petani yg kekeringan dan menunggu hujan.
Dan sekarang langit telah mendung.
Ya..
Kau telah menunggu, dan..
"Yan, apakah dengan menyatakan perasaan kita bisa lega? Dan apakah aku akan bahagia?"
"Semua jawaban pada dasarnya ada di dalam lubuk hatimu."
"Bagaimana jika buruk akhirnya?"
"Dan bagaimana jika sebaliknya?"
" Jangan buat aku menjadi bingung yan."
"San, aku tak bermaksud membuatmu bingung, kita adalah manusia yg memiliki byk kekurangan. Termasuk kita tidak bisa memprediksi apa yg akan terjadi ke depan. Jika kau tak tau apa yg akan terjadi maka jgn lah membuat dirimu seolah-olah tau."
"Aku hanya mengatakan sebuah peluang, peluang dari sebuah koin yg kulempar keatas, aku tak tau apakah yg akan keluar itu ekor atau kepala. Bagaimana jika aku memilih kepala dan yg keluar adalah ekor, dan begitu juga sebaliknya."
"Dan bagaimana jika kau memilih kepala dan yg keluar kepala begitu juga sebaliknya?"
"Tapi.."
"Setidaknya ada peluang kan San?"
"Aku.., meragu."
"Keraguan akan menjadi sebuah dinding samar yg menutup kepastian."
Bibirnya diam sejenak, matanya menutup dengan sendunya.
Kau bergetar pelan.
Tak terpungkiri, kau sedang menenangkan hatimu yg semakin bergejolak saat kau mulai menatap matanya yg sesekali melihatmu dalam.
"Ahyan, sepertinya aku mencintaimu."
Kau merasakan darahmu terkesiap, senyummu mengembang diselingi tawamu yg samar.
Akhirnya hujan datang, tanamanmu akan subur.
Cintamu tak bertepuk sebelah tangan.
Oh, bahagianya dirimu.
Kau seperti terbang bersama kawanan burung gereja yg sedang bersenda gurau.
"Ihsan, kenapa baru sekarang?"
"Apakah aku terlambat?"
"Bahkan jika kau meninggalkanku sepuluh tahun aku akan menunggu."
"Benarkah, apa kau?"
"Tentu, bahkan kurasa aku lah yg merasakannya duluan."
"Ini tak adil!"
"Maksudmu?"
"Kau yg pertama merasakan dan seharusnya kau yg menyatakan!"
"Tidak, ini adil. Aku yg pertama merasakan dan kau yg pertama menyatakan, aku tak mau egois, dan mengambil semua yg pertama."
"Hahaha. Kau membuat kepalaku pusing."
"Bersiaplah, kepalamu akan pecah jika terlalu sering bersamaku."
Dia menggenggam tanganmu erat, kau membalasnya.
Ditariknya tanganmu, kau turut.
Kalian berlari memutari taman dengan tawa yg keluar dari bibir kalian yg saling bertaut beberapa saat lalu.
****
"Puisimu kali ini bagus Ahyan."
Sebuah e-mail masuk.
"Semoga kau suka Ihsan. Jika sudah pulang ke Indonesia, aku harap kau mau mengajakku merasakan musim salju."
Kau menunggu dengan mata yg hampir terutup. Itu wajar.
Saat langit disini sudah hitam, disana langit masih bersimbah putih.
"1 tahun lagi Ahyan, kita akan merasakan hidup yg kau definisikan sebagai keberhasilan yg hakiki."
Senyummu tergurat dengan matamu yg mengantuk.
Kurasa kau akan merasakan manisnya tidur dan nikmatnya mimpi.
Jarak tak memutus apapun
Namun hati yg menghimpun
Telah ku rekatkan hatiku dengan hatimu
Hingga ruang pun kini meragu
Cinta memang tak pernah hilang dengan waktu
Namun semakin memanas dengan rindu
Matamu adalah mataku
Tanganku adalah tanganmu
Hatimu adalah hatiku
Kita satu
Kutitipkan rindu yg menumpuk
Dengan rasa yg kian merasuk
Ahh, aku merindukanmu
~END~
Tapi aq suka kok, alurnya halus.
Tapi aq suka karena nggak bisa bikin, bisanya cuma baca haha.
ditunggu cerita lainnya Putra item :-)
Cerpennya udah Put? Nggak nambah lagi? Telat nengokin ni warung, jadi ceritanya udah banyak yg dihapus. Yg sisa-sisa aja bagus, apalagi yg dilombakan, kayak apa tuh?
Meskipun ada cerpen yg st8, tapi responnya tetep bagus ye. Feelnya dapet, sastra-nya juga dapet. Saya nengokin warung sebelah, ceritanya ttg st8, responnya pada sadez semua, berbanding terbalik ama yg disini. Mau ketawa tu gimanaaa, nggak ketawa tu tapi kok ya gelii.
Buat @Septa_Kun ditunggu karya2nya yg laen