It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
mading jadi tempat promosi iklan itu terasa aneh banget. seharusnya ceritanya lebih alami lagi
POV JOE PART 1
Sinar mentari pagi yang hangat membangunkanku dari tidurku yang tak nyenyak karena terus kepikiran hari pertamaku besok di sekolah yang aku idam idamkan dari kelas dua SMP dulu, ya memang sekolah itu tidak terlalu terkenal tapi di sekolah itulah aku akan menemukan sosok yang paling aku idolakan. Aku masih ingat sekali pertama bertemu dengannya tapi aku dia pasti akan lupa denganku karena pertemuan kami yang sangat singkat. Bermula dari sanalah entah kenapa perasaanku menjadi sangat senang ketika bertemmu dengannya.
Lamunanku terhenti saat aku sadar teriakan ibuku, iya kebiasaan ibuku memang selalu membangunkanku dengan cara berteriak keras karena memang suara ibuku yang bisa dibilang berfariasi, kadang bisa menjadi sangat lembut dan enak didengar tapi kadang seperti petir yang menyambar atap rumah yang menggelegar dan membuat siapa saja tidak akan menyangka jika itu suara ibuku yang cantik diusianya yang menginjak hampir setengah abad.
Aku terbangun dengan lemas dan meregangkan otot otot tangan dan kakiku dan berjalan santai menyusuri anak tangga yang jumlahnya sama dengan jumlah gigiku.
“Joe, kamu gimana sih kamu jalan sambil merem, entar kalo jatoh gimana, kamu belum mandi yaa, ini sudah jam setengah tujuh
joe, aduuhh nih anak” teriak ibuku yang membuyarkan kantukku yang tadi sempat melanda dan membuatku terhentak dan gugup
“haa, jam setengah tujuh bu?” tanyaku melongo sambil melotot kearah ibuku yang sudah menyiapkan roti panggang dengan selai kacang favoritku dan susu coklat hangat
“iya aduuh sana cepetan mandi entar keburu telat, ini kan hari pertama kamu sekolah” teriak ibuku yang makin membuatku gugup dan panik
“aduh gimana nih, anduk dimana anduk, aduh seragam dimana aduh bu dima seragamku!!” teriakku panik sambil mengacak acak rambutku dengan kesal yang tidak bisa menemukan handuk dan seragamku sendiri di lemari bawah
“udah udah sana kamu cepet mandi entar ibu ambilin handuk sama seragam kamu” teriak ibuku tak kalah panik
“oke deh” aku pun bergegas kearah kamar mandi dan segera melucuti pakainku dan menyiram tubuhku dengan air pagi yang super dingin
“Joe, handuknya ibu taruh di depan pintu yaa” teriak ibuku lagi dari luar pintu kamar mandi
“iya bu, taruh situ aja” teriakku balik kearah luar pintu kamar mandi
Setelah selesai mandi dan mengenakan handukku, aku sempatkan ke meja makan dan mengambil sepotong roti olesan selai kacang dan melahapnya sambil berlari kekamarku, sampai dikamar aku segera membersihkan tubuhku dari sisa air mandi dengan handukku dan berganti pakaian yang sudah ibuku sediakan diatas kasur. Dengan secepat kilat aku memakai seragam putih abu abuku dan memakai sepatu baru yang dibelikan kakakku minggu lalu dan segera mengemasih buku bukuku ke dalam tas lama milik kakakku dulu dan berlari ke meja makan, kutenggak habis susu yang sudah agak mendingin dan segera meraih tangan ibuku untuk bersalaman dan menciumnya serta berpamitan. Ibuku terlihat dari kejauhan menggeleng gelengkan kepalanya dan menyilangkan kedua tangannya didada seperti berkata ‘joe joe, kamu selalu saja seperti itu’ dan terlihat heran.
Aku segera membuka garasi disamping rumah dan mengambil sepeda kesayanganku yang dibelikan alm. Ayahku dua tahun lalu dan mengayuhnya dengan cepat menuju sekolahku yang jaraknya lumayan dekat tapi melintasi beberapa lalu lintas padat yang menyusahkanku untuk melewatinya.
Jam tangan pemberian alm. Ayahku menunjukkan jam tujuh kurang seperempat dan membuatku semakin panik untuk sampai ke tujuan.
Ketika aku sudah sampai dipintu gerbang yang masih terbuka lebar aku merasa sedikit lega yang artinya aku belum terlambat.
Aku pun menuntun sepedaku masuk kedalam sekolah tapi langkahku terhenti ketika ada seseorang memanggilku dengan tatapan tajam dengan wajah yang menurutku tampan dan bersih tapi terkesan sombong. Dia menyuruhku mendekat dan aku mulai panik kembali.
‘jangan jangan dia seksi keamanan di sekolah ini’ batinku berdebar debar
“eh lu, sini” perintah cowok itu dengan nada tinggi yang membuatku sedikit kesal + kawatir akan dihukum
“Mmm ada apa ya kak? Aku kan belum telat, masih jam tujuh kurang sepuluh menit nih” jawabku dengan tertunduk lesu tak
berani menatap matanya yang tajam, kulihat dia mengenakan pin kecil yang tertempel diseragamnya bagian dada kanan yang membuatku yakin dia adalah anggota OSIS di sekolah ini dan terlebih lagi dengan sikapnya yang membuatku semakin yakin kalau dia bagian keamanan
“gak telat gimana ini kan hari senin waktunya buat upacara, apa lu gak nyatet jadwal? Udah sana parkirin sepeda lu dan balik
kesini” bentaknya yang membuat sekujur badanku terasa bergetar, aku semakin menunduk dan melaksanakan perintahnya untuk memarkirkan sepedaku. ‘aduh gawat nih, bakalan jadi ribet nih, hari pertama sekolah aja kayak gini, gimana kedepannya’ batinku
Setelah aku memarkirkan sepeda kesayanganku akupun melihat dia melambaikan tangan tertanda menyuruhku kembali menghadapnya
Aku pun melangkah dengan lesu menuju kearahnya, ketika aku baru saja sampai didepannya dia sudah memerintah lagi
“sekarang lu push up seratus kali” perintah cowok itu, aku pun mencari alasan supaya aku tidak jadi dihukum, hari pertama sekolah masak harus ngeluarin keringat dipagi hari, kan gk fare
“ja jangan lah kak, masak seratus kali sih, aku telat kan karena habis bantu ibu bikin dagangan” pintaku dengan wajah memelas kepadanya, tapi yang kulihat justru wajahnya makin terlihat sangar seperti hendak menyantapku hidup hidup
“Alasan klasik, mau gw tambah hukuman lu? Jadi seribu kali?” ancamnya, aku tidak bisa mencari alasan apa apalagi karena memang aku terlihat sekali sedang berbohong dan alasan itu sering kupakai dari dulu ketika aku telat berangkat sekolah.
Aku pun mau tak mau menuruti perintahnya, tapi tenagaku sudah habis terkuras rasanya mengingat tadi hanya sarapan satu roti dan setengah gelas susu coklat yang aku sudah gunakan untuk mengayuh sepedaku sekuat tenaga untuk menuju ke sekolah ini. Dengan berat aku laksanakan perintanya untuk push up, tapi baru saja bebeapa kali aku mengangkat tubuhku dengan kedua tanganku dalam posisi tengkurap, aku sudah merasakan pening dikepalaku dan akupun terjatuh dengan posisi tengkurap
“aduhh, capek kak, abis ngayuh sepeda jauh huk huk” rintihku sambil mencoba untuk duduk dan membersihkan seragam baruku
“eh eh eh ada apaan ini, kok dia push up? Emang dia ngapain Van? Telat?” suara dari belakangku membuatku kaget, suara itu mengingatkan aku dengan suara yang kukenal, dan ternyata memang benar
“Iya ini Vid, kan udah ada diperaturan kalo telat minimal hukumannya push up, itu sih masih mending, dulu gw malah disuruh lari lapangan tiga kali, kalo lapangan basket doang sih gak papa itu lapangan upacara” jawab cowok itu yang baru kutau kalo
namanya kemungkinan Evan atau Revan atau ivan karena cowok yang aku kenali dan dia pasti sudah melupakanku, dan kemungkinan bernama david karena cowok yang kuperkirakan namanya evan itu memanggilnya dengan sebutan ‘vid’ , Hmm keren juga
“Hmm jadi ceritanya bales dendam nihh, udah lah biarin aja, anak baru belum paham betul peraturan di sekolah ini kali, udah kamu langsung ke kelas aja yaa” ujar cowok ‘vid’ itu
“Loh kok dibiarin sih, kan Ketua bilang...”
“Udah lah, kayak lu gk pernah ngelanggar peraturan aja” potongnya, dia pun menoleh kearahku dan membuatku salah tingkah + grogi, dadaku terasa berdebar debar seperti bedug azan magrib
“Eh kamu kenapa malah bengong sih, kan udah disuruh masuk kelas” kata david, aku pun tersenyum kecut dan berdiri dan membersihkan bokongku yang kotor habis duduk ditanah
“eh iya, makasih ya kak, kaka baik deh hehe” kataku sambil menunjukkan senyuman termanisku padanya
“iya sana masuk” ujar David dan aku pun mengambil tas dan segera berlari keara kelasku dan aku menoleh kebelakang sebentar dan melihat mereka berdua sedang membicarakan sesuatu yang tak bia aku dengar.
************************************
Aku mengendap endap saat endak melangkah kearah kelasku melihat situasi aman atau ada guru didalamnya, dan ternyata setelah aku celingukan mencari sosok guru dengan cara mengintip di sisi pintu kelas, aku tidak menemukan sosok guru, aku pun segera masuk kedalam kelas dan kulihat tatapan aneh dari anak anak yang sebagian besar tak kukenal, tapi ada satu orang yang kukenal melambaikan tangannya kearahku dan langsung saja aku menghampirinya dan akupun duduk disebelahnya karena kulihat tidak ada tas disampingnya yang menandakan masih belum ditempati siapapun.
“Eh Joe, kamu emangnya naik apa tadi kok bisa telat sih” tanya Doni ketika aku sudah berhasil mendaratkan pantatku dibangku sebelahnya, Doni adalah temanku dulu di SMP, kami selalu sekelas dari kelas satu sampai kelas tiga dan sudah sangat akrab layaknya saudara
“Biasa lah sepeda turbo, makanya aku telat, lagian yang bikin aku masuknya telat ke kelas gara gara senior sok itu, masak jam tujuh kurang sepuluh menit gk dibolehin masuk, nyebelin kan” ujarku dengan manyun dan membayangkan lagi apa yang baru saja terjadi tadi
“Kalo itu sih memang telat joe, di SMA ini tuh jam segitu udah masuk ke zona pelajaran” jelas Doni, mendengar perkataannya membuatku terkekeh karena cara bicara dan perkataannya yang tidak umum kudengar
“bahasa lu zona pelajaran, sok sastra kamu don, hahah” aku tertawa lepas hingga beberapa orang disebelahku menatapku sinis tapi aku acuhkan saja dan kembali menghadap Doni
“hehe keseringan baca novel sih, eh entar kita ke gramedia yuuk ada novel seru banget” ajak Doni, aku pun berpikir sebentar,
“hmm gimana yaa, gw gk punya uang don, udah habis buat beli buku kemaren” alasanku padahal uangku sudah habis untuk membeli komik keluaran kerbaru naruto, hehe
“buku apaan, komik iya” ujar Doni dengan ekspresi sewot, haha sahabatku yang satu ini memang sudah tau kebiasaanku mengoleksi komik komik dan hanya mempunyai beberapa novel saja, itupun aku pinjam dari dia dan lama gk kukembalikan dan akhirnya dia merelakan novelnya aku miliki, hihihi jahat banget yaa
“hehe yang penting kan buku juga, yaudah entar gw bilang nyokap gw dulu deh dibolehin apa enggak, soalnya kan nyokap gw biasanya nyuruh beli perlengkapan bumbu masakannya” terangku pada Doni
“iya iya, entar kita pulang bareng aja deh,” balasnya langsung dengan nada malas seolah olah dia sudah tau kebiasaanku
“oke “ jawabku singkat dan memberikan senyuman manisku seperti biasa
********************************************************
Saat aku berjalan hendak ke arah aula sekolah hendak melihat lihat mading sekolah, tiba tiba
‘Bugggg’
“aduhh” teriakku yg terjatuh kelantai dan dilihat banyak murid lainnya, aku mendongakkan wajahku keatas dan melihat siapa yang sudah menabrakku dan membuatku malu setengah mati dihari pertamaku sekolah ini dan ternyata orang yang sama yang menyuruhku untuk push up tadi pagi.
Doni membantuku berdiri dan diapun dengan gampangnya memnita maaf dan langsung berlari entah kemana, dasar pengecut....
Setelah pulang dan menanyakan kepada ibuku apakah perlu membeli bumbu dan ternyata sudah ada akupun segera berangkat ke gramedia dengan Doni yang sudah menunggu didepan rumahku, dia menyuruhku untuk duduk dibonceng dia tapi aku menolak karena aku lebih suka memakai sepeda kesayanganku.
Ditengah perjalanan aku masih saja mengumpat dan menceritakan pada Doni tentang kesialanku yang kualami dari tadi pagi hingga pulang sekolah dan Doni hanya cengengesan dan sesekali tertawa mendengar ceritaku hingga tak terasa kita sudah sampai di gramedia.
Setelah kami memarkirkan sepeda dan motor kami, kami pun langsung menuju kedalam dan Doni terlihat berbinar binar ketika melihat tulisan Promo yang ada di bagian buku novel. Dia pun langsung menghampirinya seolah olah melupakan keberadaanku bersamanya, aku pun haya mengikutinya sambil mendengus pelan
“Joe, lu liat deh ini novel yang gw tunggu” dari jaman es. Bakalan bagus banget nih kayaknya” ujar Doni sambil membolak balikkan buku yang masih tersegel plastik itu ketika, aku pun terkekeh dan mulai terbiasa dengan ucapannya yang sering tidak lazim itu
“ah lebay lu don, masa dari jaman es, udah jadi kakek moyang gw dong lu, haha” celetukku , dia pun menatapku dengan menyipitkan matanya seperti detektif yang hendak mengintrogasi targetnya
“ah lu kan udah gw bilang bahasa org yang sering baca novel ama yg sering baca komik beda” kata Doni masih dengan memilah milah buku yang hendak ia beli dengan harga yang super miring itu
“Ohh nyindir gw u yaa” kataku sambil mendengus kesal, dia pun tertawa pelan
“hehe, gk cuma menyatakan realita kehidupan seorang joe saja” kata Doni dengan senyum lebar seperti tanpa dosa
“plaak” sebuah jitakan maniku mendarat sukses di kepala Doni, doni hanya meringis kesakitan sambil mengelus ngelus
kepalanya, akhirnya setelah setengah jam lebih Doni memutuskan untuk membeli novel yang tebalnya dua jari lebih mungkin tiga ratus sampe lima ratus halaman, kita kekasir untuk membayar
“lo, kamu anak yang tadi pagi telat kan?” David yang datang entah dari mana asalnya tiba” mengagetkanku dan Doni , sontak akupun grogi dan merasakan jantungku yang mau meloncat dan mencoba untuk tenang dan memberikan senyuman manisku, Doni melirikku dengan tatapannya yang heran tapi akupun mengacuhkannya dan kembali penatap sosok tinggi, tampan dan maskulin itu
“hehe iya kak, kakak mau beli buku juga yaa?” tanyaku basa basi
“Hmm baru liat liat sih, gk ada komik baru soalnya, eh kita kan belum kenalan yaa, namaku David” katanya mengulurkan tangannya, dan ternyata benar tebakanku kalo namanya benar david hehe, aku pun segera menjabat tangannya
“namaku Joe kak, Joe Rivaldi” jawabku dengan senyuman masinku,“ dan ini temenku namanya doni” aku juga memperkenalkan doni yang dari tadi melongo melihatku dan david seperti sudah saling akrab
“ooh, hai don salam kenal juga yaa” kata David juga menjabat tangan doni
“iya kak, kakak kan Sekretaris OSIS di SMA kan?” tanya Doni dengan wajah penasaran
“iya, gk peting kok, oh ya kalian udah makan blum? Yukk makan siang bareng” tanya David mengalihkan pembicaraan
Aku yang kebetulan belum makan siang pun memberikan sinyal pada doni untuk meng ‘iyakan’ ajakan David
“oke deh kak, dimana?” kataku dengan semangat 45
“dideket disini aja, bentar yaa aku panggil temenku dulu” kata david sambil celingukan mencari sosok temannya
“iya kak” jawabku singkat
“Van, sini” teriak David sambil melambaikan tangan ke arah cowok yang sedang membaca baca judul novel di bagian promosi dan ternyata adalah evan, hadeeh kenapa harus dia, Evan pun menoleh kearah sumber suara dan menghampirinya.
“Oh ada apa vid, novelnya bagus bagus tuh, gk jadi beli?” tanya Evan yang terlihat belum mengetahui keberadaanku dan Doni
“gk lu kan tau gw sukanya komik” jawab David dengan mengerutkan keningnya
“oh iya ya hehe” jawab Evan terkekeh sekaligus terkejut melihat keberadaanku yang berada di samping David
“lu, kok ada disini sih” tanya Evan terkejut sambil menunjuk kearahku dengan ekspresi yang bisa dibilang lucu
“memangnya kenapa kak? Gk boleh” jawabku dengan nada ketus karena aku masih mengingat kejadian demi kejadian yang ada di sekolah tadi yang membuatku enggan bersikap baik dengannya
“ya boleh boleh aja sih, emang gw bilang gk boleh apa, rese lu” dengus Evan dengan nada mengejek
“eh kakak yang rese, dari tadi pagi kakak cari masalah muluk sama gw” kataku dengan mata melotot menatap tajam kearah Evan, aku sudah kesal sekali dengan perlakuannya yang tidak jelas dan menyebalkan hari ini
“eh berani lu sama gw” balas nyolot Evan, sambil berjalan cepat kearahku, dengan cepat tangan David menahan tubuh evan
“udah udah udah, kok malah jadi pada berantem sih, eh lu van kenapa sih lu ngomongnya kayak gitu sama joe, suka yaa” kata David dengan senyuman menggoda, aku pun mengerutkan keningku mendengar perkataan David barusan
“Eh udah gila lu gw suka ama dia, ck” kata Evan sambil memalingkan wajahnya
“yaudah tenang dong, sekarang kenalan dulu, biar akrab” ujar David sambil menepuk pundak Evan
“ogah” kata Evan singkat dengan nada tinggi, aku pun semakin jengkel dengan sifatnya yang sok itu
“siapa juga yg mau kenalan sama si mulut pedas kayak dia, udah ah yuuk don kita pergi aja, maaf ya kak kayaknya kita gk jadi makan deh” kataku yang terlanjur kesal dengan ‘si mulut pedas itu’ dan berniat mengurungkan niatku untuk makan bareng david, tapi baru selangkah aku berjalan menjauh david memegang tanganku
“eh kok gitu sih, gk bisa dong, van udah lah jangan bersikap dingin gitu, yaudah yuuk kita langsung ke restoran aja” kata David masih memegang tanganku dengan erat, aku pun luluh dibuatnya tapi masih saja merasa kesal dan memanyunkan bibirku
Di restoran saat aku makan dengan kak david tidak bisa mrasakan ketenangan tapi justru kekesalan karena adanya mahkluk bermulut pedas itu, aku pun acuh makan makananku dengan cepat dan memalingkan wajahku dari ‘si mulut pedas’. Doni terlihat menatapku dengan heran tapi aku acuhkan karena masih saja merasa kesal dengan orang yang duduk disebelah David............................
bukan tapi lebih menditailkan tentang si joe, nanti juga ada POV dari evan dan david
iya hehe maaf yaa entar diedit lagi biar enak dibaca, soalnya pegel kalo tulisannya gk disingkat singkat hhe, makasih masukkannya
POV JOE PART 2
Setelah makan siang dengan suasana canggung dan penuh dengan kekesalan akhirnya kami memutuskan untuk pulang, eit tadi yang bayarin makan kak David lo, baik banget kan hehe udah keren, ganteng baik hati pula hmm
“makasih ya kak udah ditraktir, kapan-kapan lagi yaa, hehe” celetuk Doni, akupunmelotot kearahnya dan menyikut pinggangnya seraya menatap kak David dengan senyuman kecut
“apaan sih Joe” kata doni dengan wajah herannya dan kembali tersenyum kepada david seperti tanpa dosa
“hehe iya,kapan kapan kita hang out bareng aja, kan udah aku kasih pin ku” ujar David dengan senyuman ramah. Deg senyumannya mengarah kearahku dengan manisnya, mungkin aku terlihat aneh dan grogi didepannya dan aku bisa merasakan ekspresi heran yang muncul kembali dari raut wajah Doni
“iya kak makasih ya udah ditraktir, jangan dengerin cecunguk ini dia Cuma bercanda kok” Balasku dengan dada yang masih dag dig dug menahan rasa yang tidak jelas didalam hatiku
“iya gk papa, jangan sungkan kalo aku ajak lagi yaa, yaudah Evan udah melotot tuh diparkiran, bisa bisa entar aku dimakan juga lagi hehe, bye joe, don” kata kak David dengan melambaikan tangannya dan melangkah kearah evan, kulihat Evan melotot tajam kearahku dan kubalas dengan melotot pula dan menjulurkan lidahku keluar seraya mengejeknya.
Diperjalanan pulang aku masih terbayang bayang wajah kak David saat tersenyum kearahku, aku tak tau apa maksudnya dan kenapa dia terlalu baik padaku. Entahkah yang jelas aku senang hari ini walaupun agak sedikit kesal
“Joe!” teriak Doni membuyarkan lamunanku tentang kak david dan nyaris saja aku terbentur tiang jalan karena saking kagetnya dengan teriakan Doni
“apaan sih don, teriak teriak lu pikir dihutan apa, biasa aja kali” dengus ku kesal dengan kebiasaan Doni yang sering mengagetkanku
“abisnya lu dipanggil panggil gak nyautin, kenapa sih lu senyum senyum sendiri?” dengan wajah herannya yang terlihat lucu melihatnya memakai kacamata berhelm dengan menyipitkan matanya kearahku
“hhm mau tau aja atau mau tau banget?” goda ku dengan sambil tersenyum manis kearahnya
Doni terkekeh dan tertawa kecil,” gk biasanya lu ngomong kayak gitu, wah pasti lu kesambet setan gramedia yaa, wah perlu dibawa ke dukun sunat nih” ujar Doni, memang kebiasaan dia kalo ngomong sua asal dan ceplas ceplos dan gak masuk akal.
“haa kok dukun sunat? Emangnya gw belum sunat!” jawabku dengan sewot, mana ada setan yang ngerasukin orang siang siang, kalo ada pasti gak bakalan lah di gramedia tadi, dasar cecunguk
“hehe kali aja lu belum sunat jadi setan gampang merasuki jiwa lu yang kosong”
“hahaha ada ada aja lu Don, ngomong ngelantur aja katak kereta”
“ya gimana lagi lu gk jawab pertanyaan gw sih, eh btw lu kenapa sih kok dingin banget sama kak evan?” tanyanya lagi dengan ekspresi penasaran dan membuatku teringat lagi dengan si mulut pedas itu
“gimana gk dingin coba, dia selalu gangguin gw di sekolah, dan omongannya itu bikin telinga panas” jawabku seadanya
“ohh gitu to masalahnya, yaudah dimaafin aja kali, toh dia juga senior lu kan, dan btw mukanya kak evan kayak pemain film itu lo, ganteng banget”
“pemain film? Pemain film siapa?”
“emm, Stepen, iya stepen william”
Joe menghernyitkan alisnya mendengar ucapan Doni” stepen? Stefan william kali”
“oh iya iya, itu dia ganteng banget, dan kak David mirip banget sama kak kepin julio iya kan”
“Kepin kepin, kevin kali, gk ah, tu org gk ada miripnya sama stefan william, apalagi sifatnya haduuh gk banget dah, kalo kak David baru gw setuju malahan cakepan kak david lah, dia kan hidungnya mancung banget, udah kayak org bule gitu, terus bibirnya merah merekah kayak bintang hollywood”
“iya iya, jangan jangan lu naksir ama kak David yaa” tanya Doni sambil menyipitkan matanya lagi membuatku kaget dan mendadak salah tingkah gugup dengan pertanyaan Doni
“suka? Ada ada lu Don, udah ah dari tadi lu ngomong ngelantur aja kayak org mabok, gw udah ditunggu nyokap nih, gw duluan yaa”
“oke hati hati, jangan terlalu ngebut”
“iya” jawabku tanpa menole kearahnya seraya mengayuh laju sepedaku
Baru saja aku memarkirkan sepeda kesayanganku di garasi kecil disamping rumahku aroma kue menyerbak kedalam hidungku. Aroma kue itu tidak salah lagi dari dapur rumahku, Ibuku adalah pembuat bermacam macam kue dan juga memiliki usaha restoran peninggalan alm. Ayahku jadi pasti aroma ini adalah aroma kue buatan ibuku mungkin ibuku ada pesanan kue dari pelanggan setianya sudah lima hari ini baru tercium kembali aroma seperti ini.
“wah ada pesanan lagi yaa bu? “ tanyaku dari belakang ibuku dan kulihat ibuku terkaget kaget hingga berteriak histeris seperti sedang bertemu dengan setan.
“ah kamu joe, ngagetin ibu aja, gimana hari pertamamu di sekolah?” tanya ibuku sambil melanjutkan menghias kue nya
“nyebelin, joe apes banget hari ini tapi juga beruntung” kata kataku membuat ibuku memandang kearahku dan mengerutkan keningnya.
“kamu gimana sih, katanya kena sial, tapi beruntung, ada ada aja kamu itu, udah ganti baju sana nanti bantu ibu nyebarin brosur ini” perintah ibuku sambil menunjuk tumpukan lembaran kertas diatas meja makan
“brosur? Ibu jadi nyewain kamarnya kakak buat kos?” tanyaku terkejut karena ibuku tiga hari yang lalu sempat bilang akan menyewakan kamar kakakku yang kosong tak terpakai karena kakakku sedang kuliah di bandung dan kamarnya tidak ada yang menempati, tempat kamar kakakku dilantai dua bersebelahan dengan kamarku. Aku pun mengambil satu lenbar brosur diatas meja
“iya daripada kosong kan, ibu juga butuh uang tambahan, walaupun kakak kamu kuliah dapet beasiswa tapi kan tetep aja perlu kasih uang jajan, sama kamu juga kan perlu bayar spp sama keperluan lainnya buat usaha di restoran ayahmu” terang ibuku panjang lebar dengan wajahnya yang muram, bisa kulihat dengan jelas raut wajah ibuku yang sedang kebingungan dan sedih mungkin karena perekonomian yang semakin memburuk, iya memang di rumah ini ada mobil dan motor tapi mobil itu warisan dari alm. Ayahku dan tidak mungkin dijual dan motor itu adalah jerih payahku dan kakakku dulu menabung dan membeli motor walaupun tidak bagus bagus amat tapi tetap masih bisa digunakan dan aku lebih suka menggunakan sepeda karena akan menghemat biaya bensin dan uang jajanku.
Aku pun merasa tidak enak belum bisa membantu perekonomian keluarga karena keadaanku sekarang dan ibuku harus mencari uang untukku dan kakakku, mungkin aku bisa membantu ibuku dengan cara ini.
“ Hmm ya udah deh bu, entar joe bantu nempelin brosur di jalan jalan sama di sekolah, siapa tau ada yg minat temen temen joe hehe”
“iya makasih yaa sayang,” kata ibuku dengan senyumannya yang menambah kecantikannya di usianya yang hampir menginjak setengah abad
Aku pun bergegas mengganti pakaiannya dikamarku dan segera mengambil setumpuk brosur di atas meja makan dan berpamitan kepada ibuku, segera aku menaiki sepeda turbonya dan menempelkan brosur berwarna hijau itu di tiang tiang pinggir jalan, tembok trotoar, halte bus dan tempat tempat lainnya yang aku rasa banyak orang membacanya hingga tak terasa jam tanganku menunjukkan angka 4 sore. Aku pun beristirahat sejenak di halte bus yang baru aku pasangi brosur.
“huhh ternyata capek juga yaa nempelin brosur gini doang, tinggal satu nihh, tempelin dimana yaa?”
“ah kenapa gw jadi lupa gini yaa, kan di mading sekolah bisa juga hehe” kata joe berbicara sendiri dan menggaruk garuk tengkuknya yang tidak gatal.
*********************************************
Aku celingak celinguk menatap kiri kanan melihat siapa yang sudah masuk ke sekolah. Ternyata aku berangkat terlalu pagi dan aku tidak menyangka kalo temen temenku belum pada berangkat satu pun. Aku tidak mau menyianyiakan kesempatan ini untuk mencari mading yang tepat untuk menempelkan brosur ini, dan munngkin mading aula sekolah banyak yang akan melihatnya setiap hari hehe.
‘smoga ada yang minat amin’ batinku
Aku pun menuju ke kelasku dengan berharap penuh hari ini sudah ada yang menghubungiku untuk menempati kamar kakakku.
Drttt drrttt...
Suara getar ponselku yang menandakan ada telfon masuk, aku pun menghentikan makanku di kantin dengan ditemani sahabatku doni yang berada didepanku sibuk dengan baksonya
“halo” katataku
“halo, ini yang menyewakan kamar kos yaa?” suara dari seberang sana, aku merasa kenal dengan suara ini
“iy iya bener, berminat mas?”
“iya, habis sekolah kita ketemuan di halaman sekolah SMA Xx yaa”
‘wah bener suaranya mirip kak david dan dia sekolah di SMA ini juga, tapi buat apa kak David ngekos? Apa dia tau yang punya kos itu aku? Ah bodo amat smoga beneran kak David’ batinku, aku pun senyum senyum sendiri samapai sampai Doni yang tadi asik dengan baksonya menatapku dengan heran tapi aku acuhkan saja
“oh oke oke mas, pulang jam berapa?”
“saya pulang jam setengah dua”
‘wah setengah dua? Bukannya itu jadwal kelas tiga yaa.. hmm pasti bener kak david nih hehe’ batinku lagi
“oke mas nanti saya tunggu di di halaman sekolah yaa”
“oke, makasih, bye”
“bye” , aku pun senyum kegirangan, Doni masih memandangku dengan tatapan eran + penasaran
“jadi ngekos tuh orang?” tanya Doni penasaran sambil mengunyah bakso dimulutnya, ya aku memang tadi menceritakan pada Doni kalo karam kakakku akan dikoskan
“iya hehe, ternyata cepet banget, dan lu tau gak, yang ngekos anak sekolah sini, kakak kelas kita” jawabku dengan senyuman lebar
“hhmm anak sini? Kakak kelas kita? Yang bener? Setau gw yang rumahnya jauh tuh yang pake motor, dan kakak kelas kita yang pake motor gk banyak” kata Doni sambil memejamkan mata sambil berpikir keras
“iya memang cuma sedikit yng pake motor, kalo tebakan lu siapa?” aku pun balik bertanya, padaal aku suda tau siapa yang menelponku tadi, ihihi
“Hmm kalo menurut gw sih, kalo gk kak Didit, kak Raffa atau kak.....”
“kak siapa?..”
“kak Evan”jawab Doni membuatku bad mood
“hah lu don, gk bisa ngira ngira masak orang itu sih gk ada yg lebih baik apa”
“Hmm setau gw sih gitu, soalnya lo liat sendiri kan kalo kak evan tuh gk bawa motor tapi diboncengin kak david tiap hari jadi ada indikasi kalo rumah kak evan lebih jauh” selidik Doni sambil menunjuk nunjuk ku seola ola dia adalah detektif profesional yang sedang menerangkan strateginya kepadaku
“aduuh ya nggak mungkin lah, dia dibonceng kak David karena dia temen kak david, gk mungkin lah dia ngekos, lagian tadi suaranya itu seperti...”
“seperti apa?”
“seperti suaranya kak David”
“yang bener lu”
“iya masak gw bo’ong sih, suaranya tuh sama persis sama cara ngomongnya sama banget”
“ah lu ngomong gitu ngarep kan kalo kak david ngekos di rumah lu, lu kenal dia aja baru beberapa hari doang”
Mendengar tuduhan yang tepat dari Doni aku jadi salah tingkah, enta kenapa aku merasa memang kak david lah yang menelponku barusan, dan entah kenapa aku menjadi salah tingkah saat nama david terucap
“Mmm gk juga sih tapii”
“tapi iya banget, dasar lu joe, ngarep pede bener jadi orang” dengus Doni
“ah udah ah, bakso gw jadi dingin nih kuahnya, ngomong muluk lo”
“eh yang ngomong muluk dari tadi itu lu joe, gimana sih” protes Doni
“oh iya ya hehe” kataku sambil menggaruk garuk tengkukku yang tidak gatal
*********************************************************
Dari sudut halaman sekolah aku mencari kesana sini orang yang akan ngekos dirumahku dan yang kuharapkan kak david, entah kenapa aku selalu berharap dialah yang akan ngekos dirumahku. Setelah aku celingak celinguk mondar mandir sana sini akhirnya aku menemukan sesosok makhluk yang duduk disamping patung lambang raksasa sekolah. Apa mungkin dia orangnya? Mungkin saja. Aku pun menghampirinya dan semakin dekat dengannya. Tapi dia juga tidak menoleh kearahku, dari bajunya aku yakin dia adalah kak david, aku pun menepuk pundaknya.
“Lu?” aku pun kaget setengah mati ketika dia menoleh kearahku dan tenyata dia adalah Evan
“biasa aja dong, kayak liat setan aja” semprot Evan
“ya hampir mirip sih hehe” kataku menyindir pelanentah dia dengar atau tidak
“apa lu bilang!?!” Dia pun berdiri dan melotot kearahku
“ng ngak kok gw gak bilang apa apa?”
“ngapain lu nepuk nepuk pundak gw? Kangen yaa”
“issh amit” kangen sama lu, liat aja ogah”
“la terus kenapa lu nepuk nepuk pundak gw?”
“gw tuh nyari orang yang mau ngekos di rumah gw, jangan kepedean dong jadi orang”
“hah ngekos? Jadi lu pemilik kosnya? “
“iya emang kenapa?”
“gu gw yang mau ngekos”
“hah lu? Yang ngekos? What?” aku makin kaget dengan pernyataannya kalo dialah orang yang akan ngekos dirumahku, pupus sudah harapanku, kenapa harus dia
“ah lu lebay amat sih, jadi bener gk lu yang punya kos?”
“iy iya lah masak nggak.” Jawabku gugup dan masih belum percaya
“yaudah”
“yaudah apaan?”
“yaudah anter gw ke rumah lu” Perintahnya seperti majikan, aku masih bingung dan tidak percaya kalo Evan lah yang akan ngekos dirumahku, aku tidak rela kamar kakakku akan ditempati oleh orang yang paling menyebalkan didunia dan bermulut pedas seperti dia tapi aku teringat lagi dengan wajah ibuku yang kesusahan dan dengan perekonomian keluargaku. Membuatku semakin dilema dengan kenyataan ini, hadeeeh.
“kok bengong sih, jadi gk kalo gk gw cari kos lain aja deh”, kata Evan yang membuyarkan lamunanku dan dengan spontan aku menarik lengannya
“tunggu, yaudah ayo naik” kataku sambil menunjuk belakang sepedaku yang ada dua setel boncengan kaki yang didisain seperti sepeda BMX yang bisa digunakan untuk membonceng orang dengan posisi berdiri
“haa, berdiri disini?” kata Evan menunjuk dua gagang diantara roda belakang sepedaku
“iya lah dimana lagi”
“hmm gw aja deh yang boncengin lu, masak gw diboncengin bocah” baru saja aku melihat ekspresinya yang kalem seperti tadi, sekarang dia berhasil membuat darahku naik lagi, tapi dengan cepat aku menahan emosiku demi ibuku
“beneran lu bisa bawa sepeda gw?”
“yee nih anak bener bener yaa, emang cuma lu yang bisa naik sepeda ginian”
Iya udah deh” aku pun mengalah dan dia terlihat aneh menatapku dan mulai mengayuh sepedaku keluar gerbang sekolah......................................