It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Nama : Ewing Hornsby (baca: Yuwing)
Status Darah : Muggleborn
Tempat/Tanggal Lahir : Aberdeenshire, 28 Agustus 1801
Asrama : Hufflepuff
Sifat dan Karakteristik :
Bahkan sebelum Parrish Hornby—senior—mengadopsi Ewing, Ewing sudah terbentuk menjadi seorang anak yang pendiam. Ia selalu memperhatikan keadaan baik-baik. Pintar? Tidak. Mari kita sebut, berhati-hati. Ia bisa menjadi begitu naïf—melakukan hal-hal yang tak seharusnya ia lakukan, hanya karena ia ingin tahu.
Riwayat hidup singkat:
Ewing tak pernah mengetahui siapa ayahnya. Ibunya tak hidup cukup lama untuk menemani Ewing. Panti asuhan menjadi pelarian pertamanya sebelum kemudian Ewing bertemu dengan Galloway, seseorang yang bekerja kepada keluarga Hornby. Panti asuhan tersebut penuh dengan berandal-berandal yang tak diinginkan masyarakat. Anak-anak kasar. Tak tega melihat Ewing yang sebatang kara, Galloway pun membawa Ewing dari panti asuhan muggle itu dan membawanya turut bekerja kepada keluarga Hornby. Panjang cerita, singkatnya, Parrish Hornby, Sr. menyukai bagaimana bocah Aberdeen itu begitu tekun hingga diputuskannya untuk mengangkat Ewing sebagai putranya.
Face claim : Billy Vandendooren
Ah, si tuan pasif yang lebih suka mengamati, ya? Ravenclaw kah tempat yang cocok untuknya? Hm.. mm.. Sang topi mengerut, mencoba memikirkan dan menelaah. Lagi-lagi, si penyayang keluarga. Segurat senyum seakan tergambar dalam lipatan kain sang topi. “HUFFLEPUFF!” Dapatkan keluarga barumu di sana, nak. Kau tidak akan pernah kehilangan yang lama, tapi kau baru saja mendapatkan yang baru. Selamat!
Masih terngiang di telinganya perkataan topi seleksi lima tahun lalu saat Ewing kecil pertama kali menginjakkan kaki di kastil megah, tempat dimana para calon penyihir besar dilahirkan, sekolah sihir Hogwarts. Riuh tepuk tangan dan senyuman hangat antusias menyambut sosok kecilnya yang kemudian duduk diantara dua kembar Buckingham yang sudah lebih dulu disortir ke asrama berpanji kuning hitam dengan lambang musang tersebut.
Ada perasaan lega saat dirinya bergabung bersama keluarga barunya yang begitu hangat. Sulung Hornsby ini kemudian menyesap piala berisi jus labu yang baru saja dituangkan secara sihir oleh prefek Fray. Minuman selamat datang untuk anak tingkat satu. Kini sosok kecil tersebut telah bertumbuh menjadi remaja tanggung berusia enam belas tahun. Ewing Hornsby, emblem kapten tim quidditch tersemat di jubahnya. Ya, pemuda itu sudah dua periode menjabat sebagai kapten tim quidditch Hufflepuff, menggantikan Michelle Kingsley, kapten sebelumnya.
Pagi itu, seusai sarapan, Ewing sengaja mengumpulkan seluruh anggota timnya untuk melakukan latih tanding sebelum turnamen piala quidditch diselenggarakan. Baginya, mempertahankan piala quidditch lebih sulit dibandingkan dengan merebutnya dari tangan Slytherin dua tahun silam, saat dirinya tingkat tiga dan hanya sebagai seorang beater biasa. Dalam hati Ewing menghitung jumlah anggota timnya, enam orang termasuk dirinya. Harriet Gilbert, kawan satu tingkatnya, yang juga merupakan chaser utama belum datang.
Dari kejauhan kedua irisnya melihat sosok gadis bersurai merah ikal yang dibiarkan tergerai. Harriet Gilbert setengah berlari kemudian duduk bergabung dalam lingkaran yang sudah terbentuk dengan Ewing berada di tengah. Nafas gadis itu masih terengah-engah, kelelahan berlari. Tangan pemuda Hornsby itu kemudian menjentikkan cedar dengan inti kulit bowtruckle miliknya. Sebuah papan strategi melayang ke arahnya yang kemudian disambut dengan tangannya yang bebas dari tongkat.
"Selamat pagi semuanya. Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian."
"Seperti yang kalian ketahui, pekan depan turnamen piala quidditch akan dimulai. Lawan kita yang pertama adalah Ravenclaw. Seperti yang kalian ketahui pula, bahwa tahun lalu Ravenclaw nyaris merebut piala quidditch dari Hufflepuff, kalau bukan karena kerja keras Akash sebagai seeker, piala quidditch jatuh ke tangan Ravenclaw."
Dia kemudian menggambarkan strategi formasi tim serta menjelaskan tugas-tugas tiap anggota selagi menunggu anggota cadangan datang untuk melawan mereka pada latih tanding hari ini.
"Sudah jelas? Kalau tidak ada yang ditanyakan lagi,"
Lambaian tangan kurus Harriet Gilbert mengusiknya.
"Ya, Gilbert?"
"Aku ingin tukar posisi denganmu. Untuk memastikan kau tidak mengalah kepada Kingsley," ucap gadis itu tegas.
Dia menatap tajam sosok gadis bersurai merah itu, berusaha membaca isi hatinya. Namun Ewing bukanlah seorang legilimens yang ahli membaca pikiran. Helaan nafas diembuskannya panjang kemudian mengangguk. Bendera putih berkibar kalau lawannya Harriet Gilbert. Memang, terakhir kali bermain melawan Ravenclaw, Ewing melewatkan kesempatan memukul bludger ke arah Maximus Kingsley, karena satu alasan.
"Baiklah semuanya, harap berkumpul dan persiapkan sapu kalian masing-masing."
Setelah memberikan intruksi kepada anggota tim inti dan tim cadangan, Ewing membuka kotak berisi tiga buah bola berbesa ukuran. Sedetik kemudian satu persatu anggotanya berterbangan di udara, memperebutkan poin demi poin dalam sesi latih tanding hari itu.
dan ini first time baca story AU dan its kinda interesting, di tunggu apdet nyaa,
btw belum kecium nih hint hint BL nya ehehe. xD
Embus - hembus. Jarang sekali saya menemukan penulis yang jeli terhadap kata baku dan tidak baku. Pintar!
Minggu pertama musim semi
2 PM - selesai.
[Profesor Jared Williams POV]
Jumat. Sangat sulit menentukan hari untuk mengadakan pertandingan Quidditch. Tumpukan salju memenuhi tribun, bahkan. Rerumputan hijau tidak lagi menampakkan warna ketika hamparan putih menimpanya. Cuacanya. Ia harus berkali-kali konsultasi kepada Profesor Schwarzschild untuk menentukan hari baik pertandingan. Di satu sisi ia tidak mau para anggota Tim Quidditch jatuh sakit seusai pertandingan.
Di satu sisi pertandingan harus tetap diadakan.
Jared Williams, pengajar kelas terbang tidak punya banyak pilihan kecuali mengadakan pertandingan dengan banyak bala bantuan. Ia membuat para pengajar dan kepala asrama mengacungkan tongkat di atas lapangan Quidditch untuk membuat mantra perlindungan di sekitar sana. Kepada Galathea Buckingham yang lebih sering bercumbu dengan bola kristal dan cangkir-cangkir teh, sekalipun. Walau awalnya dia menolak saat Galatea menawarkan hasil pertandingan berdasarkan ramalannya, sehingga pertandingan tidak perlu dilangsungkan. Yeah, Jared tidak pernah meragukan hasil ramalan Galatea, yang sebagian besar karena kebetulan. Tetapi pertandingan tetap harus berlangsung, walau Galatea sudah tahu pemenangnya sekalipun. Ia juga sukses membuat Marie Harper menyiapkan sekompi pasukan kesehatan untuk berjaga-jaga. Dan ia berhasil mengantongi ijin Margot Williams dalam mengerahkan semua sihir Hogwarts untuk membersihkan tribun dari licinnya bunga es.
”Attention, Captain!”
Suara riuh sorakan di tribun hampir menenggelamkan suaranya, begitu menarik perhatian, ditambah ramainya komentator pertandingan kali ini. Valac Cleremont, siswa tingkat satu asrama Gryffindor yang ia koordinir untuk diam sebentar saat pengajar kelas terbang itu perlu bicara. Disertai anggukan dan senyuman menenangkan. Jared menarik keluar tongkat sihirnya dan mengarahkan ujung tongkat itu ke lehernya sendiri.
“Sonorus.”
“Kedua Kapten berjabat tangan,” ujar pria itu dengan suara keras. “Aku minta pertandingan bersih dari kalian semua.”
Tidak ada kecurangan yang bisa ditolerir olehnya.
Jared melangkah tenang menghampiri sebuah kotak hitam berselimut salju yang meleleh perlahan di bawah pegangan tangannya. Dengan tongkat sihir, kotak hitam tersebut membuka membunyikan suara jeblak nyaring. Bludger berdesing, disusul kepakan sayap emas Snitch yang lolos dari tangannya, dan yang terakhir adalah Quaffle merah bata.
“Bersiap pada posisi,” suara letusan mengikisi udara jauh di atas mereka semua. Letusan dari tongkat sihirnya yang teracung lurus ke angkasa. “Pada hitungan ketiga.” Jared melempar Quaffle dari tangannya untuk diperebutkan oleh chaser dari kedua tim yang sedang bertanding. Ravenclaw dan Hufflepuff.
"MULAI!"
Akhirnya hari ini tiba juga. Degup di dalam dadanya terdengar semakin cepat ketika dia dan timnya memasuki lapangan. Entah mengapa lapangan ini terasa menjadi lebih luas daripada sebelumnya, mungkin hanya perasaannya saja, mungkin ini hanya efek dari rasa gugupnya. Sekalipun bukan pertandingan Quidditch pertamanya, tetapi perasaan itu belum juga menghilang, apalagi dengan posisinya sekarang ini. Lencana yang tersemat di pakaiannya itu adalah sebuah beban tersendiri.
Sorak-sorai yang bergemuruh meledak di sekitar mereka saat tim Hufflepuff memasuki lapangan Quidditch. Tribun pada hari itu terisi penuh, lebih dari yang pernah dia lihat selama dia berada di Hogwarts. Para murid Hufflepuff dari berbagai tingkat turun di tribun, siap untuk mendukung mereka. Mau tidak mau, senyuman simpul merekah di wajahnya. Walau sejujurnya, fakta bahwa tim Quidditch Ravenclaw berada dalam posisi yang sedikit kurang menyenangkan tidak telepas dari perhatiannya.Hip Mereka harus bertanding di tengah-tengah para penonton pendukung tim juara bertahan.
Ketika sarung tangannya menyentuh permukaan halus si sapu, Ewing terserang gelombang melankoli. Ini pertandingan terakhirnya. Walaupun selalu ada pengecualian, kebanyakan murid tidak lagi lanjut bermain ketika tiba pada tahun terakhir. Tahun keenam pasti tidak bisa bermain olahraga favorit Ewing ini karena dia akan berkelana di luar Hogwarts jika saja ada yang mau menampungnya untuk mendalami spesialisasi sihir. Mari berikan segalanya, batinnya, menggenggam erat sapu terbang pada akhirnya.
Suara nyaring peluit bergema di lapangan berumput hijau, begitu pula mantra periculum yang mengudara. Pada detik yang sama, empat belas pemain Quidditch—tujuh dengan seragam kuning hitam, tujuh lainnya mengenakan pakaian yang biru tembaga—melesat ke udara.
@Adhitiya_bean @bayu15213 @charliemrs @ABI_Manyu @lulu_75