It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Tapi malam ini aku update kok...maap ya..
aku update lagi nih..sory ya, telat. lupa kalo aku punya cerita satu lagi yang harus di posting hehe...padahal cerita ini udah sampai tamat loh, tapi malah lupa di update...maap ya..
selamat membaca ya...semoga kalian suka
@yandiChan @lulu_75 @boyszki @QudhelMars
*******
Part 3
Revie dibuat kesal oleh Arfan yang akhir-akhir ini selalu mengikutinya dan memaksanya untuk ke kantin bareng jika jam kuliah sedang kosong. Seperti sekarang ini, pemuda itu menelpon dan mengganggunya salama satu jam dengan alasan membahas tentang kegiatan sitoplasma yang akan diadakan dua hari lagi.
Dengan kesal Revie membanting ponselnya ke atas tempat tidur setelah penggilan dari Arfan berakhir. Mengambil laptop yang terletak di meja samping tempat tidur. Menghidupkannya, kemudian log in ke akun wattpadnya. Revie langsung mencari akun penulis favoritnya yang selalu di bilang si Cupu oleh Radit. Membukan kotak masuk, Revie segera mengirimkan pesan kepada si penulis tersebut.
[Halo Ar ar. Apa kabar?]
Baru saja Revie mengirimkan pesan, dia sudah mendapatkan balasan dari sang penulis.
[Halo juga Rere. Kabarku baik. Kabarmu gimana? Oh ya aku baru saja update cerita baru. Kamu baca ya, nanti.]
[Aku lagi sebel. Kamu tau kan, temanku si Tuan Pemaksa itu? Dia masih saja ingin aku jadi kekasihnya. Padahal aku udah sering bilang kalau aku sudah punya kekasih, tapi dia tetap tidak mau menyerah,] balasnya, memberitahukan keadaan dan uneg-unegnya kepada seseorang di seberang sana.
[Okey, nanti aku akan baca kok. Jangan khawatir ] balasnya lagi kepada sang penulis.
[Sepertinya dia sangat terobsesi padamu. Kalau dia lebih baik dari pacarmu, apa kamu mau menerima dirinya?]
Revie mengernyit heran membaca balasan dari sang penulis. Tanpa berpikir lama, dia membalas pertanyaan sang penulis dengan pasti.
[Tentu saja tidak. Bagaimanapun juga Radit adalah yang terbaik, dan dia sangat mencintaiku. Jadi aku akan memilih Radit daripada si Tuan Pemaksa itu]
[Kalau seandainya Radit nyakitin kamu gimana? Kamu masih mau memilih dia daripada si Tuan Pemaksa itu?]
Kembali Revie mengernyitkan keningnya membaca balasan yang didapatnya. Tiba-tiba dia memikirkan hal negatif tentang kekasihnya yang tadi siang tidak bisa menjemputnya karena masih ada kelas di kampusnya. Namun, segera ditepisnya pikiran-pikiran negatif tersebut, kemudian membalas pesan yang belum dijawabnya.
[Radit gak mungkin seperti itu. Dia sangat mencintaiku, kami juga sudah membuat komitmen untuk terus bersama apapun yang terjadi. Ar ar jahat ih, mendoakan Radit jadi pria brengsek ]
[Hahaha. Aku hanya bercanda, Rere. Jangan marah, ya? Aku doain deh supaya kalian langgeng]
Revie tersenyum membaca pesan dan doa dari sang penulis untuk hubungannya dengan Radit.
Setelah menjawab kalau dia tidak marah dan mengucapkan terima kasih atas doa yang diucapkan oleh penulis favoritnya, Revie berpamitan untuk membaca cerita yang baru saja di posting oleh penulis tersebut.
Selesai membaca cerita, Revie menutup laptopnya kemudian berjalan keluar kamar menuju kamar kakaknya yang berada di depan kamarnya. Dia merasa bosan dan ingin menonton film bersama sang kakak.
Revie membuka pintu kamar kakaknya tanpa permisi, karena sudah dua kali dia mengetuk pintu kamar tersebut, tapi sang kakak tidak kunjung membukannya pintu. Namun, baru saja Revie masuk dan memanggil nama kakaknya. Kakaknya terperanjat kaget dan dengan gerakan cepat menutup laptop yang ada dihadapannya.
Melihat ekspresi sang kakak, Revie menyeringai sambil melangkah mendekat ke kasur kakaknya.
“Kakak ngapain?” tanyanya penuh selidik menatap sang kakak, “Tadi Kak Amar nonton bokep, ya? Pantesan gak denger aku ngetuk-ngetuk pintu. Telinga tersumbat gitu. Biar gak kedengeran sampai keluar ya, Kak?” tanya Revie lagi mulai kepo.
“Apaan sih kamu. Enak aja main tuduh sembarangan,” kesal kakaknya saat dituduh menonton video mesum.
“Kalau gak nonton bokep, kenapa ekspresi Kakak kayak orang takut ketahuan ngebokep gitu?” tanya Revie, kembali menyeringai menyebalkan kepada kakaknya yang dipanggil Amar itu. Pandangannya juga dia alihkan pada area sensitif kakaknya yang tertutupi oleh laptop yang dipangkunya.
“Kakak gak nonton bokep,” jelas kakaknya masih dengan jengkel, “Udah. Kamu mau apa ke sini?” tanyanya ketus.
“Hehehe, jangan marah dong, Kak. Revie ke sini mau minta film,” jawabnya sambil cengengesan, behenti menggoda sang kakak. Namun, baru saja Revie akan mendudukan pantatnya ke kasur kakaknya, suara mamaya sudah terdengar nyaring dari bawah memanggil namanya.
Dengan malas Revie keluar dari kamar kakaknya, menghampiri sang mama menunjukan wajah masam.
“Ada apaan, Ma?” tanya Revie dengan malas. Dia memperhatikan mamanya yang berdandan rapi seperti orang yang mau pergi keluar.
“Kamu buruan siap-siap ganti pakaian, ya. Mama sama Papa mau mengajakmu makan malam di luar bareng teman lama Papa,” beritahu mamanya. Tidak berapa lama papanya hadir di antara mereka.
“Revie gak ikut, ah. Revie di rumah aja bareng Kak Amar,” tolaknya.
“Kamu harus ikut, Revie. Anak teman Papa itu satu kampus denganmu. Jadi kami ingin memperkenalkan kalian, biar bisa jadi sahabat juga kayak Papa dan Om Rinto.” Kali ini papanya angkat bicara supaya anak bungsunya itu mau ikut bersama mereka.
“Udah, cepat sana ganti pakaian. Nanti kita telat,” perintah mamanya agar Revie segera bersiap-siap.
“Lalu Kak Amar?” tanya Revie ingin tahu kenapa orangtuanya tidak menyuruh kakaknya untuk ikut dengan mereka.
“Kakakmu sedang banyak tugas. Jadi dia tidak bisa ikut,” jelas mamanya.
“Hah..!” dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Karena dia yakin sekali kalau kakaknya itu tidak sibuk sama sekali dengan tugas kuliahnya, tapi sibuk menonton video mesum.
“Udah sana cepat ganti pakaian!” seru mamanya lagi sambil mendorong tubuh Revie supaya beranjak dari tempatnya.
***
Revie masih memasang wajah cemberut karena dipaksa untuk ikut bersama kedua orangtuanya. Mamanya hanya geleng-geleng kepala melihat wajah kusut anak bungsunya itu.
“Mama tidak ingin wajah kusutmu itu, kamu bawa sampai ke rumah Om Rinto, Rev,” peringat mamanya karena melihat ekspresi anaknya itu.
“Iya, iya,” jawab Revie dengan malas.
Mengambil ponselnya dari dalam saku celana, Revie mengirimkan pesan kepada sang kekasih untuk mengisi kebosanannya.
[Aku bete.]
[Bete kenapa, Sayang?]
[Mama dan Papa maksa aku untuk ikut makan malam di rumah teman mereka. Hanya karena anak teman mereka itu satu kampus denganku dan menginginkan kami menjalin persahabatan juga.]
[Jangan gitu dong, Yang. Maksud orangtuamu kan baik. Jadi jangan cemberut ya? Kamu harus menyenangkan hati mereka.]
[Baiklah aku gak akan cemberut lagi ]
[Nah gitu dong. Love you.]
Revie tersenyum membaca balasan dari pacarnya, kemudian membalas pesan pacarnya dan menutup ponselnya karena mereka sudah sampai di tempat tujuan. Sebuah rumah ber cat putih dengan halaman yang luas. Keluar dari mobil, mereka berjalan menuju rumah tanpa pagar itu dengan Revie yang masih cemberut di belakang orangtuanya.
Setelah memencet bel, mereka disambut oleh sepasang suami istri paruh baya yang terlihat seumuran dengan orangtua Revie.
Pasangan suami istri itu mempersilahkan keluarga Alexan masuk dan memperkenalkan diri kepada Revie. Setelahnya mereka mengajak keluarga Alexan ke ruang makan di mana putranya sudah menunggu di sana.
Berjalan beriringan dengan orangtuanya, Revie tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya begitu sampai di ruang makan. Sosok yang selama ini dihindarinya kini berada di hadapannya. Sosok yang menyatakan perasaannya kepada Revie beberapa hari yang lalu dan ingin memiliki Revie. Sosok itu. Arfan.
Bersamaan dengan Revie, Arfan juga terkejut melihat Revie yang ternyata adalah anak dari teman papanya. Berdiri dari duduknya, Arfan berjalan menghampiri Revie yang mematung di tempatnya berdiri. Pemuda itu tersenyum lembut kepada Revie dan mengulurkan tangannya.
“Hai. Apa kabar, Rev?” sapa Arfan. Revie menerima jabatan tangan Arfan dengan canggung dan memaksakan senyumannya di hadapan orangtua mereka.
“Ba..baik,” jawab Revie pelan, “Kamu?” tanyanya balik.
“Aku juga baik, dan aku senang kalau ternyata anak teman Papa adalah kamu,” ujar Arfan dengan senang.
“Jadi kalian sudah saling kenal?” tanya Rinto kepada mereka berdua. Mereka mengangguk berbarengan.
“Apa kalian juga mengikuti kagiatan yang sama di kampus?” kali ini papanya Revie yang bertanya kepada mereka.
“Iya, Om.” Dengan sopan Arfan menjawab pertanyaan papanya Revie. Christian.
“Om senang kalian bisa dekat satu sama lain. Om harap pertemanan kalian juga bisa awet seperti kami,” ujar Christian merangkul sahabatnya, Rinto.
“Om jangan khawatir,” balas Arfan dengan wajah cerah. Membuat orangtuanya dan orangtua Revie ikut tersenyum senang mendengar ucapan Arfan.
Mengetahui anak mereka saling kenal dan mengikuti kegiatan yang sama di kampusnya, para orangtua itu begitu senang karena keinginan untuk menyatukan anak-anak mereka dalam ikatan persahabatan terkabul dengan sendirinya. Hanya satu yang tidak mereka ketahui, bahwa Revie tidak mau menjalin persahabatan dengan Arfan, semenjak Arfan bersikeras ingin menjadikan Revie miliknya.
...
Kehadiran Revie di rumahnya membuat senyuman Arfan tidak pernah lepas di bibirnya. Dia selalu memandang Revie yang duduk berhadapan dengannya di seberang meja makan. Sementara orang yang ditatapnya hanya menunduk diam menyantap makanannya. Mengabaikan orangtua mereka yang asyik berbagi cerita tentang anak-anak mereka.
“Sayang sekali ya, Chris. Anak-anak kita ini laki-laki. Kalau saja salah satu di antara mereka adalah perempuan, mungkin aku akan memintamu menjadi besanku. Anak-anak sulung kita juga sudah menikah dengan pilihan mereka sendiri,” komentar Rinto kepada sahabatnya sambil menyantap makanannya ke dalam mulut.
“Kamu benar, Rin. Padahal dulu aku berharap kita bisa menjadi besan, agar tali silaturahmi kita semakin erat,” ujar Christian setuju dengan sahabatnya itu.
Arfan memandang Revie yang tidak peduli dengan ucapan kedua orangtua mereka. Dia hanya tersenyum, lalu memutuskan untuk memberanikan diri menyampaikan keinginannya di depan orangtuanya dan Revie.
“Kalau Papa dan Om, ingin menjadi besan. Jodohkan saja Arfan dengan Revie,” ujar Arfan to the point. Membuat semua yang ada di meja makan menghentikan aktifitas mereka mendengar ucapan Arfan barusan, terutama Revie. Pemuda itu mematung di tempat duduknya setelah Arfan berkata demikian.
“Arfan mencintai, Revie. Dan Arfan ingin menjadi pendamping, Revie. Arfan harap, Om dan Tante mau menerima Arfan sebagai pendamping anak, Om,” pinta Arfan dengan tulus kepada orangtua Revie. Dia memandang Revie dengan lembut, sedangkan orang yang dipandangnya tidak menoleh sedikitpun kepadanya.
Ekhm!
Suara deheman Rinto memecah keheningan yang tercipta di antara mereka. Dengan serius, Rinto menatap anak bungsunya dan menanyakan keseriusan ucapannya.
“Arfan. Apa kamu sedang bercanda atau serius dengan apa yang kamu katakan barusan?” tanya Rinto menatap anaknya dengan tajam.
“Arfan gak bercanda, Pa. Arfan serius. Dan Arfan benar-benar ingin menjadi pendamping Revie,” ujar Arfan mantap.
“Kalau kamu gimana, Rev. Apa kamu menginginkan hal yang sama?” kali ini Christian yang bertanya kepada anaknya.
“Nggak,” jawab Revie singkat.
“Beri aku kesempatan, Rev,” ujar Arfan kepada Revie. sedangkan Revie hanya menundukan wajah sambil mengucapkan maaf.
“Jangan memaksa Revie, Ar.” Rinto memperingati anaknya.
Wajah Arfan berubah kesal mendengar ucapan papanya. Walaupun begitu, Arfan tetap bersikeras di depan orangtuanya dan Revie. Meminta Revie agar mau memberikan kesempatan padanya. Hingga membuat para orangtua tersebut menyerahkan semuanya kepada mereka berdua.
Jika akhirnya mereka saling jatuh cinta, mereka tidak akan menentang. Namun, jika Revie tetap pada pendiriannya menolak Arfan. Maka, Arfan harus menyerah. Arfan setuju dengan keputusan itu, walau dalam hati, dia tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan Revie.
***
Semenjak makan malam bersama itu, Arfan jadi semakin sering mendekati Revie. jika Radit tidak sempat menjemput. Maka, Arfan akan memaksa Revie untuk pulang bersamanya, ataupun mengajak jalan keluar. Walau dengan cara yang halus, tapi Revie tetap merasa tidak nyaman.
Seperti sekarang ini, Arfan mengantarkan Revie pulang dan bertemu dengan mamanya Tante Nadia. Meminta izin kepada Tante Nadia untuk mengajak Revie menginap di rumahnya dengan alasan tugas kuliah.
Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu memberikan izin kepada mereka. Nadia juga berharap anaknya dan anak sahabatnya itu bisa berteman dengan baik. Dia dan suaminya juga yakin kalau Arfan adalah pemuda yang baik dan akan menjaga Revie.
...
Revie duduk diam di kursinya penumpang. Dia sibuk memainkan ponselnya. Mengirim pesan kepada kekasihnya, juga kepada penulis favoritnya. Namun sudah dua pesan yang dia kirim kepada penulis tersebut, tapi belum ada balasan darinya. Hanya Radit yang selalu membalas pesan-pesannya.
[Aku pergi ngerjain tugas ke rumah teman. Kamu gimana? Masih ngerjain tugas bareng teman-temanmu?]
[Iya. Dosen killer itu memberikan banyak tugas kepada kami] balas sang kekasih padanya.
[Pukpuk Sayangku. Jangan lupa makan dan istirahat ya]
[Iya sayang. Kamu juga, harus banyak makan biar gak sakit. Muaahh]
Revie senyam-senyum sendiri membaca pesan dari Radit, walaupun hanya sekedar pesan biasa. Tapi, perhatian kecil Radit selalu bisa membuatnya senang. Tanpa peduli dengan Arfan yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.
***
Jam menunjukan pukul setengah tujuh saat mereka sampai di rumah Arfan. Ini kedua kalinya Revie datang ke rumah Arfan. Namun, rumah ini terasa sepi sekarang dan tidak ada tanda-tanda keberadaan orangtua Arfan.
“Om sama Tante, mana?” tanya Revie penasaran.
“Mama sama Papa pergi ke Jogja mengunjungi nenekku,” jawab Arfan dengan lembut. Revie menganggu-ngangguk mengerti setelah mendengar jawaban Arfan.
Arfan mengajak Revie ke kamarnya, dan meninggalkan Revie sebentar ke kamar mandi. Setelah selesai, dia turun ke bawah mangambilkan makan malam untuk mereka berdua. Dia tidak ingin mengganggu Revie yang sedang asyik membolak-balik sebuah buku. Jadi, dia berinisiatif membawakan makanan untuk Rrevie ke dalam kamarnya.
Selama makan malam berlangsung, Revie mulai merasa nyaman kembali di dekat Arfan. Saat mengerjakan tugas pun, mereka bekerja sama dengan baik. Hingga, tak terasa sudah tiga jam lebih mereka mengerjakan tugas. Tinggal sedikit lagi, Arfan menyuruh Revie untuk istirahat, dan menawarkan diri untuk mengerjakan sisanya nanti.
...
Arfan memberikan coklat panas buatannya kepada Revie, kemudian duduk di sebelah pemuda itu yang begitu serius menonton film horor kesukaannya. Sambil menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, Arfan memandang Revie, lalu tersenyum dengan lembut.
“Kenapa kamu tidak mau memberikanku kesempatan?” tanya Arfan tiba-tiba.
“Kamu sudah tau jawabanya, Ar,” jawab Revie tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi di depannya.
“Tapi pria itu tidak baik untukmu,” ujarnya yakin. Meletakkan gelasnya di atas meja, Arfan memutar tubuh Revie menghadap ke arahnya. Mau tak mau, Revie menatap manik hitam milik Arfan.
“Tolong, beri aku kesempatan untuk membuktikan kalau aku lebih pantas untukmu,” ujar Arfan lembut sambil menatap mata Revie dalam.
“Maaf, Ar—”
Belum sampai Revie menyelesaikan ucapannya. Mulutnya sudah dibungkam oleh bibir Arfan. Pemuda itu melumat bibir Revie dengan lembut, sedangkan Revie hanya terpaku diam karena mendapatkan ciuman mendadak tersebut.
“Aku ingin memilikimu hanya untukku,” ucap Arfan setelah dia melepaskan ciumannya dari bibir Revie.
Melihat Revie yang hanya diam. Arfan kembali mendekatkan bibirnya ke bibir Revie. Namun, tangan Revie segera menahan tubuh Arfan. Mendapat penolakan, Arfan tidak tinggal diam. Dia menggenggam kedua tangan Revie, lalu membaringkan tubuh pemuda itu ke tempat tidur dan menindihnya. Kemudian kembali mencium Revie dengan sedikit memaksa.
Revie berusaha memberontak, tapi tenaganya kalah kuat dari Arfan karena kedua tangannya digenggam terlalu kuat oleh Arfan, bahkan hanya dengan satu tangan. Sementara tangan Arfan yang satu lagi sibuk merangsang titik sensitif Revie dengan mulut yang masih membungkan mulut Revie.
Arfan berhasil melepaskan baju kemeja Revie dan mengikat tangan pemuda itu dengan pakaian tersebut. Meski Revie memohon agar Arfan menghentikan kegiatannya. Pemuda itu tetap tidak peduli. Bahkan sekarang dia sudah berhasil melepaskan celana yang dikenakan Revie dan menampilkan tubuh polos pemuda tersebut.
Rasa sakit dirasakan Revie saat salah satu jemari Arfan memesuki hole-nya. Air matanya sudah dari tadi mengalir, tapi tetap tidak bisa meluluhkan hati Arfan yang sudah dikuasai oleh nafsu.
Tubuh mereka sudah sama-sama polos sekarang. Dan Arfan kembali merangsang titik-titik sensitif Revie. Membuat tubuh Revie menggelinjang merasakan rasa nikmat yang diberikan Arfan. Pemuda itu membenci dirinya yang terangsang oleh sentuhan-sentuhan yang diberikan Arfan. Walau pikirannya menolak, tapi tubuhnya merespon dengan baik setiap sentuhan Arfan. Bahkan, suara desahannya keluar tangan Arfan menyentuh titik protstatnya. Seketika wajah Radit bermunculan dalam pikirannya. Menimbulkan rasa bersalah atas ketidakberdayaannya melawan pemuda yang kini akan memasukan alat kelaminnya ke dalam hole Revie.
@yandiChan mungkin tar malam aku update lagi..
@lulu_75 @Aurora_69 @yandiChan @QudhelMars @happyday @boyszki @RinoDimaPutra @Firman9988_makassar @hafizpratama @joenior68 @Adi_Suseno10 @Apell @Mr27 @ryanadsyah @Reyzz9 @jose34 @vane @AvoCadoBoy @Satria91 @bayu15213 @RinoDimaPutra @alfan_Fau
@JosephanMartin @Abdulloh_12 @RifRafReis @abyyriza @Chu_Yu7 @StevenBeast @liezfujoshi @RenataF @hananta @Rars_Di @wisnuvernan2 @adammada @yogan28 @Algibran26 @arifinselalusial @3ll0 @Yirly @o_komo @okki @denfauzan
semoga suka...
*******
Part 4
Arfan mencium kening Revie yang terlelap di sampingnya. Memandangi wajah manis Revie serta membelai pipi pemuda itu dengan hati-hati, takut Revie terusik. Kembali mendekatkan wajahnya ke Revie, mencium pipinya, lalu berbisik pelan.
“Maafkan aku. Maafkan aku yang memaksamu. Tapi aku tak bisa melepaskanmu. Aku akan menjadikanmu milikku,” lirihnya. Merasa bersalah atas apa yang telah diperbuatnya semalam. Memaksa anak dari sahabat papanya itu berhubungan badan. Sekali lagi Arfan membisikan kata maaf ke telinga Revie, kemudian mengecup singkat bibir Revie.
Merasa terusik, tubuh Revie menggeliat dan memuka matanya secara perlahan. Menatap sekeliling ruangan dengan sedih. Menyingkapkan sedikit selimut yang menutupi tubuhnya, Revie bisa melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benangpun. Perlahan air matanya keluar begitu saja tanpa di perintah. Perbuatan Arfan tadi malam berputar-putar di benaknya bagaikan sebuah video terkutuk yang ingin dimusnahkannya. Kejadian itu sangat jelas berputar-putar di memori ingatannya.
Revie tersentak kaget ketika dia merasakan sebuah tangan menghapus air matanya. Menyadari kalau itu tangan Arfan, dengan cepat Revie menepis dan bangkit dari tidurnya. Tapi, rasa sakit langsung terasa pada bagian analnya. Dia meremas selimut yang menutupi tubuhnya menahan rasa sakit tersebut.
Melihat Revie yang kesakitan, Arfan jadi khawatir. Pemuda itu langsung duduk bermaksud membantu Revie untuk duduk. Tapi baru saja dia ingin mendekat, R evie sudah melayangkan sebuah pukulan ke wajahnya dengan penuh emosi. Arfan hanya diam menerima pukulan dari Revie karena dia tau bahwa dia memang bersalah.
“Brengsek! Aku membencimu! Sekarang kamu puas sudah berhasil memperkosaku! Ha!”
Mendengar teriakan Revie kepada dirinya Arfan masih diam. Namun dia segera tanggap saat melihat Revie kembali merasa kesakitan ketika hendak turun dari tempat tidur dan mencoba meraih pakaiannya yang berserakan di lantai.
Tanpa diperintah, Arfan menggendong Revie ke kamar mandi. Dia tidak peduli dengan Revie yang memberontak dalam gendongannya dan memukul-mukul dadanya. Segala macam umpatan diteriakan Revie kepadanya. Namun hal itu tidak menyurutkan Arfan untuk terus membawa Revie ke kamar mandi.
Sampai di kamar mandi, Arfan menurunkan tubuh Revie ke dalam bathtub yang sudah berisi air dengan hati-hati. Meninggalkan Revie sendirian di kamar mandi, Arfan memperhatikan wajahnya di depan cermin. Ada sedikit darah disudut bibirnya, karena Rvie memukulnya cukup keras. Dia juga mengusap pipinya yang memerah karena sempat mendapatkan sebuah tamparan dari Revie saat dia menurunkan tubuh Revie ke dalam bathtub.
Dari dalam kamar mandi terdengar suara teriakan Rvie dan suara benda yang seperti dilempar ke lantai. Arfan hanya memandang miris ke arah pintu kamar mandi tersebut. Memakai celana dalamnya, Arfan berjalan mendekati lemarinya untuk mengambil sebuah handuk. Dia memilih mandi di kamar mandi kakaknya yang terletak di sebelah kamarnya.
Sementara itu di dalam kamar mandi, Revie kembali menangis mengingat kejadian yang dialaminya. Memukul kepala dengan tangan dan mengutuk dirinya sendiri karena telah mengeularkan desahan nikmat saat Arfan menyetubuhi dirinya semalam. Sekarang dia hanya ingin bertemu dengan Radit, kekasihnya.
Selesai mandi, Revie segera memakai pakaiannya. Dia ingin cepat-cepat pergi meninggalkan rumah Arfan. Namun, baru saja dia membuka pintu kamar Arfan, dia di kagetkan oleh kedatangan Arfan yang membawa secangkir teh hangat di tangannya. Arfan tahu Revie sangat suka minum teh dipagi hari.
“Aku membuatkan teh untukmu,” ujar Arfan lembut sambil menyodorkan teh tersebut kepada Revie.
“Tidak butuh,” ketus Revie tanpa mengambil teh di tangan Arfan, lalu melangkah keluar.
“Sebaiknya kamu minum ini dulu. Setelah itu aku akan mengantarmu pulang,” ujar Arfan lagi menahan tangan Revie agar berhenti melangkah dan meminum tehnya.
“Sudah kubilang, aku tidak butuh!” bentak Revie menepis tangan Arfan. Mengakibatkan teh yang dipegang Arfan jadi tumpah, gelasnya pecah berantakan di lantai. Spontan hal itu membuat Arfan tersentak kaget dan sedikit berteriak karena panasnya air teh mengenai tangannya.
Revie yang melihat Arfan meringis kesakitan tiba-tiba menjadi panik. Dengan sigap dia meraih tangan Arfan dan meniup-niupnya. Berikutnya dia menanyakan letak kotak P3K kepada Arfan.
Arfan memberitahukan kalau kotak P3K itu berada di ruang keluarga. Segera saja Revie membimbing Arfan turun dari lantai atas menuju ruang keluarga, menghiraukan rasa sakit di tubuh bagian bawahnya sendiri. Begitu sampai, Arfan menunjuk sebuah lemari, tempat kotak tersebut berada.
Revie membuka lemari yang ditunjuk Arfan. Mengambil kotak P3K dan mencari obat untuk luka bakar di dalamnya. Setelah menemukan apa yang dicarinya, Revie segera mengoleskan obat berbentuk salep tersebut ke tangan Arfan yang sudah mulai memerah.
“Makasih,” ucap Arfan tulus sambil tersenyum. Dia menatap Revie dengan lembut. Sangat senang mendapatkan perhatian dari Revie.
Revie menjadi gugup ketika Arfan menatapnya seperti itu. Dengan salah tingkah dia meletakkan obat yang dipegangnya tadi ke tempatnya semula, lalu berdiri dari duduknya dan meninggalakn Arfan. Dia ingin cepat-cepat pulang sekarang juga. Tetapi, baru saja beberapa langkah Revie berjalan, Arfan sudah menyusulnya dan mengatakan bahwa dia akan mengantarkan Revie pulang.
***
Revie memandangi sebuah foto yang ada di dalam ponselnya. Menatap foto itu dengan serius dan mengingat momen saat foto itu diambil. Foto dirinya berdua dengan Radit. Foto yang diambil pada saat kencan pertama mereka waktu manaiki bianglala di sebuah taman hiburan. Revie mangelus foto tersebut sebelum menjadikannya sebagai wallpaper ponselnya. Selesai mengganti wallpaper, Revie membuka sebuah aplikasi dan langsung log in. Ternyata sudah ada beberapa notifikasi.
Revie mendahulukan membaca lanjutan cerita yang baru saja di update oleh penulis favoritnya. Cerita yang semakin romantis, membuat Revie yang membacanya menjadi iri. Tidak sabaran, Revie memberikan komentar begitu dia selesai membaca cerita tersebut. Setelahnya dia megirimpkan pesan kepada penulis yang dikaguminya itu.
Sedang asyik menulis pesan untuk penulis favoritnya, Revie mendapat sebuah panggilan telpon dari Radit. Mengirimkan pesannya, lalu Revie menjawab panggilan dari Radit. Belum sempat dia mnegucapkan ‘halo’, suara Radit sudah mendahuluinya.
“Halo Sayang. Hari ini kamu kelar kuliah pukul berapa? Gak ada rapat, kan?”
“Gak ada. Hari ini aku pulang pukul empat.”
“Oke. Nanti aku jemput, ya? Tunggu di tempat biasa.”
“Baiklah.”
“Kalau gitu aku masuk kelas dulu. Love you, Sayang.”
“Love you too.”
Revie senyam-senyum sendiri setalah mendapat telpon dari Radit. Orang yang selama dua hari ini dirindukannya. Apalagi nanti sore pacarnya itu akan menjemput. Tentu hal itu menambah kebahagiaan Revie kerena dia bisa melepas kangen kepada kekasihnya itu nanti.
Di belakang Revie, tanpa disadarinya Arfan mendengar ucapannya ketika pemuda itu mau mangajak Revie ke kantin bareng. Api cemburu langsung membakar hati Arfan melihat betapa bahagianya wajah Revie saat mengucapkan kata cinta kepada kekasihnya, meskipun hanya lewat telpon. Tetapi pemuda itu tidak akan menyerah begitu saja. Dia selalu yakin, kalau dirinya pasti bisa mendapatkan Revie seutuhnya, bagaimanapun caranya.
Mengambil ponsel, Arfan membuka sebuah aplikasi. Membaca sebuah pesan yang diterimanya, lalu membalas pesan tersebut dengan sebuah senyuman terukir di wajahnya.
“Sebentar lagi aku akan memilikimu. Selamanya,” gumam Arfan, kemudian meninggalkan Revie yang masih asyik duduk sendirian di bangku taman kampus sambil memainkan ponsel.
Sementara itu, di tempat duduknya Revie kembali senang karena mendapatkan pesan balasan dari penulis favoritnya.
[Semoga Radit benar-benar yang terbaik untukmu dan kalian selalu bahagia.]
Revie tersenyum membaca pesan tersebut. Namun setelahnya keningnya mengernyit heran membaca pesan berikutnya.
[Tapi menurutku, si Tuan Pemaksa itu sangat mencintaimu dan dia tulus.]
Revie yang heran dengan pendapat sang penulis segera membalas pesan tersebut. Akhirnya dia menceritakan kejadian yang dialaminya saat menginap di rumah Arfan. Selama ini Revie hanya menceritakan bagaimana Arfan selalu mengikutinya, mencoba memberikan perhatian padanya. Dia tidak menceritakan kejadian buruk yang dia alami waktu itu. Tapi membaca pesan dari idolanya itu membuat Revie merasa harus menceritakannya. Agar idolanya itu tahu bagaimana kelakuan buruk Arfan yang telah memaksanya berhubungan intim. Bahwa Arfan hanya menginginkan tubuhnya.
Setelah membalas pesan-pesan dari penulis favoritnya, Revie kembali ke kelas. Dia berharap waktu cepat berlalu, agar dia cepat bertemu dengan sang kekasih.
...
Revie sudah duduk di bangku tempat biasa ia duduki jika menunggu kedatangan Radit. Mengambil headset, membuka file musik, kemudian Revie memasang headset tersebut ke telinganya mendengarkan lagu yang telah dipilih.
Sedang asyik mendengarkan lagu, tiba-tiba Revie dikagetkan oleh kedatangan Arfan yang sudah duduk di sampingnya dan mengambil sebelah headset di telinga Revie, lalu memakaikan ke telinganya sendiri.
“Aku ingin kita sering-sering melakuakan ini. Berbagi headset sambil mendengarkan lagu romantis seperti yang kita dengarkan sekarang,” ujar Arfan sambil memejamkan mata menikmati lagu yang diputar Revie.
Revie melepaskan headset yang dipakainya serta yang terpasang di telinga Arfan. Mood-nya langsung berubah mendengar ucapan Arfan.
“In your dream,” balas Revie ketus sambil bangkit berdiri dari duduknya.
Arfa ikut berdiri, lalu berbisik di telinga Revie, “Aku akan membuatnya jadi kenyataan,” ucapnya dengan penuh percaya diri.
Tidak lama, mobil Radit datang menjemput Revie. Mendengus kesal menatap Arfan, kemudian Revie buru-buru masuk ke dalam mobil Radit.
Arfan tersenyum memandang Revie. Namun, ketika pandangannya beralih ke kursi kemudi, tatapannya berubah menjadi tajam dan penuh kebencian, hingga mobil Radit meninggalkan kampus tersebut dan dirinya.
**
Revie merebahkan tubuhnya ke sebuah sofa panjang yang terletak di ruang tengah apartemen Radit. Ya, sekarang mereka sudah berada di apartemen Radit, setelah sebelumnya singgah sebentar di sebuah restoran cepat saji karena Revie merasa lapar. Kemudian mereka mampir ke mini market membeli beberapa buah-buahan dan camilan.
Radit berjalan ke arah dapur, menyusun barang belanjaan ke dalam kulkas. Mencuci beberapa buah yang tadi dibelinya. Memotong buah-buah tersebut kemudian diletakkan ke atas piring kecil.
Radit melihat Revie begitu serius menonton film horor sambil tiduran. Dia tersenyum geli ketika Revie memejamkan mata saat hantu dalam film tersebut menampakan diri. Terkadang dia suka heran dengan kesukaan kekasihnya itu. Sangat suka sekali menonton film horor, padahal dia penakut. Radit mendudukan pantatnya di samping kepala Revie ikut menonton sambil memegang sepiring buah-buahan. Mengambil sepotong buah lalu menyuapkannya ke mulut Revie. Kepala pemuda manis itu juga sudah berada di atas pangkuan Radit.
Masih setia menemani dan menyuapi Revie dengan buah, sesekali Radit mencium kening atau pun bibir Revie. Dan kembali saat sosok hantu menampakkan wujudnya, Revie langsung memeluk pinggang Radit dan menyembunyikan wajahnya ke perut Radit, membuat pemuda itu tertawa.
“Kalau takut jangan dinonton. Ganti aja dengan film lain,” ujar Radit disela tawanya. Namun, tanpa diduga Revie membalas ucapan Radit dengan menggigit junior pemuda itu.
“Aww! Kamu nakal ya, sekarang,” erang radit sambil menampar pantat Revie gemas.
Revie mengangkat wajah dan memeletkan lidah kepada Radit. Gemas dengan sikap Revie, pemuda itu menunduk dan melumat bibir Revie. mendorong paksa lidahnya masuk ke dalam mulut Revie agar leluasa mengeksplor isi dalamnya. Saat lidahnya bertemu dengan lidah Revie, segera saja Rdit menyedot dan melahap benda kenyal tersebut seolah lidah Revie adalahs sebuah permen yang nikmat. Sementara tangannya tidak tinggal diam. Memasukannya ke dalam celana Revie, mencari benda kesukaannya.
Erangan dan desahan keluar dari mulut Revie karena sensasi nikmat yang dirasakannya. Apalagi sekarang radit sudah melepaskan semua pakainnya dan memasukan satu jari ke dalam hole Revie. Jari Radit juga tepat menyentuh titik nikmat Revie membuat pemuda itu meminta lebih. Pemuda itupun dengan senang hati mengabulkan permintaan Revie.
***
Revie bangun dengan senyuman merekah di wajahnya. Memandang jam kecil yang terletak di meja kecil dekat tempat tidurnya, Revie mengernyitkan kening. Ternyata sudah sore. Tadi pagi dia diantar pulang oleh Radit. Karena masih merasa lelah akibat permainan mereka semalam, Revie kembali melanjutkan tidurnya sampai sore.
Bangkit dari tidurnya, Revie berjalan sedikit tertatih ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi dia memperhatikan lehernya di depan cermin, ada beberapa tanda merah di sana. Revie tersenyum lagi sambil mengusap tanda kepemilikan yang dibuat oleh Radit. Tidak mau berlama-lama, Revie memutuskan untuk mandi.
...
Merasa segar selesai mandi, Revie melangkahkan kaki keluar dari kamarnya. Tapi, karena hari ini adalah hari libur, Revie membelokan langkahnya ke arah kamar kakaknya, Amar. Revie tahu kakaknya itu suka sekali mengisi hari liburnya dengan meninton film. Dan tujuan Revie ke kamar Amar adalah ingin menonton film bareng. Mengurungkan niatnya untuk turun ke bawah.
Revie mengetuk pintu kamar Amar beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Karena penasaran, Revie mencoba membuka pintu kamar tersebut, rupanya tidak dikunci. Kakaknya juga tidak kelihatan di dalam kamar tersebut. Namun, ada satu benda yang menarik perhatian Revie di atas tempat tidur Amar. Sebuah laptop yang sedang terbuka.
Dengan penuh minat Revie melangkah masuk ke dalam kamar. Tentu menuju tempat tidur Amar. Saat sampai di tempat tidur, Revie mengintip laptop tersebut. Menampilkan Microsoft Word. Revie membaca apa yang diketik oleh Amar yang dipikirnya adalah tugas kuliah kakaknya itu. Namun, keningnya mulai mengernyit membaca setiap kata yang tertera di layar laptop.
Semakin penasaran dengan isi laptop kakaknya. Revie kemudian membuka Windows Explorer. Mencoba membuka salah satu folder yang ada di dalamnya. Matanya terbelalak kaget melihat isi dari folder yang dibuka. Beberapa video panas terpampang jelas di hadapannya saat ini. Revie tidak menyangka kalau kakaknya menyimpan banyak video panas di dalam laptopnya.
Belum hilang rasa kagetnya, bunyi ponsel mengalihkan perhatian Revie. Sebuah pesan yang dia dapat dari akun line, Arfan. Begitu melihat isi pesan tersebut, mata Revie kembali terbelalak kaget. Tubuhnya lemas sekatika. Menatap nanar layar ponselnya dan laptop Amar.
Boleh tau nama akun wattpad kamu?
@RifRafReis gak tau hee.
@okki maaf ya lama up nya
@yandiChan bentar ya
@bayu15213 nanti jawabannya
@lulu_75 gak tau hee