It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Krrriiinggg.........
Suara alarm membangunkanku dengan paksa di minggu pagi. Dengan cepat aku mengambil alarm itu dan mematikannya. Aku menguap dan meregangkan tubuhku dan masih merasa sangat ngantuk. Kemarin benar-benar hari sialan. Lebih tepatnya hari yang terburuk dalam hidupku. Bagaimana tidak, SMA yang kupilih sebagai tempatku belajar ternyata dipenuhi oleh manusia manusia sialan yang suka seenaknya. Siapa lagi kalo bukan para senior sialan itu. Aku terus mengingat apa yang dikatakan seorang kakak kelas saat mempermalukanku dihadapan ratusan siswa baru.
'Laki kok gitu aja gak bisa, pake jilbab aja sana terus masak didapur gak usah sekolah'
Kata-kata itu terngiang terus menerus didalam pikiranku. Sial!! aku mengumpat beberapa kali dan menghela nafasku. Kenapa aku harus mengeluh dipagi hari yang cerah ini? Sebaiknya aku ke lantai bawah dan sarapan. Mama pasti sudah memasak masakan kesukaanku.
Tab tab tab tab
Aku menuruni anak tangga sambil mengucek ngucek mataku yang masih ingin terpejam. Aku melihat kebawah dan disana sudah ada Mama, Bang Radit, dan Mbak Julia. Papa pasti masih tidur haha. Kebiasaan Papa kalo libur kerja digunakan untuk tidur seharian. Maklumlah kerjanya berat harus bangun pagi setiap hari dan pulang larut malam.
"Pagi Ma, Bang, Mbak Lia" Sapaku ketika sudah ada di ruang makan dan menambil piring
"Hmm" Balas Mbak Julia yang sedang mengunyah nasi goreng
"Gimana hari lu di sekolah? Dibully gk?" Tanya Bang Radit tanpa melihatku dan kembali menyantap nasi gorengnya dengan lalapan mentimun
"Nyebelin banget, apalagi para seniornya tuh. Udah kayak emak emak nyerocos muluk. Apalagi yang namanya Darius, dia tuh sok banget jadi senior, ngata ngatain aku gitu" Jawabku panjang lebar dengan bibir agak maju maju. Aku menambil nasi goreng sedikit, ayam goreng dan mentimun kemudian menuangkan air mineral ke gelas
"Darius? Anak yang paling ganteng itu? Yang suka ngunyah permen karet dan sombong?" Balas Mbak Julia. Aku mengangguk.
"Alah tuh anak gak bener. Biarin aja. Dulu mbak juga gak suka sama dia karena sombong banget. Mbak sebagai senior dulu gak dihargai. Masak Mbak dibilang cabe cabean kecakepan. Kan Mbak emang cakep ya. Ngeselin banget tuh anak. Tapi denger denger sih..." Mbak Julia menghentikan omongannya terus melihatku sesaat.
"Denger denger apa mbak?" Tanyaku penasaran
"Denger denger sih dia anak paling pinter di sekolah. Orang tuanya kaya raya dan uang jajannya gila gilaan" Lanjut Mbak Julia.
"Alah baru segitu aja udah belagu, belum bisa cari duit sendiri udah sombong gimana entar kalo udah lulus. Lu jangan deket deket dia vin. Dan kalo dia cari masalah sama lu bilang ke gue" Kata Bang Radit berapi api.
"Kalian ini ngapain sih pagi pagi udah gunjingin anak orang. Gak baik gitu ah. Kevin, buruan dimakan sarapannya entar keburu dingin" Sahut Mama menasihati.
Aku hanya mengangguk dan melihat kedua abang dan mbakku yang sangat menyayangiku. Ya, mereka adalah kakak kakak idaman semua adik bungsu diseluruh dunia. Mereka akan melakukan dan memberikan apa saja yang aku butuhkan tanpa ku memintanya, mengajariku mengerjakan tugas sekolah yang menurutku sulit, dan selalu membelaku. Berantem? Sering, tapi itu wajar, gak sampe kek gimana gimana kok. Aku juga menyayangi mereka smua.
Oh ya, perkenalkan namaku Kevin Jason. Ibuku bernama Maria Jason, Ayahku Mario Jason, Abangku anak sulung Raditya Jason, dan Mbakku yang paling cantik Julia Jason. Keluargaku menurutku unik. Terutama dari nama orang tuaku yang terkesan seperti saudara kembar haha. Ya, Mama pernah cerita tentang kisah cintanya dengan Ayahku. Mereka bertemu di bioskop, kemudian Papa mengajak Mama berkenalan. Hanya dalam waktu sebulan mereka mengenal satu sampai lain, Papa memberanikan diri untuk melamar Mama. Uniknya, Papa melamar Mama di bioskop tempat pertama mereka bertemu dan disaksikan banyak orang yang menonton film berjudul Titanic. Mama bilang dulu Papa terlalu percaya diri untuk melamarnya dan itu membuat Mama sadar bahwa Papa adalah Laki laki pertama yang benar benar mempunyai komitmen dalam sebuah hubungan.
Mereka menikah di tahun 1997 dan beberapa bulan setelah menikah Mama hamil anak pertamanya, Bang Radit. Kemudian tiga tahun kemudian mempunyai anak lagi yaitu Mbak Julia, dan yang terakhir aku di tahun 2002. Sungguh menyenangkan memiliki keluarga seperti ini. Keluargaku adalah keluarga yang cukup atau bisa dibilang mampu. Tidak miskin dan tidak terlalu kaya.
Setelah sarapan aku pun menonton televisi sambil menyantap es krim Wall's bersama kedua kakakku. Sedangkan Ibuku sedang menjemur pakaian di halaman belakang rumah dan ayah masih saja molor. Nada khas iphone berdering. Itu pasti ponselku.
"Halo, Don" Sapaku mengangkat telpon sambil terus menyantap es krim dengan sendok kecil.
'Jalan yuk. Besok kan udah mulai pelajaran. Kita ke Gramedia. Gue mau beli buku teh risa yang terbaru sama buku tulis' Jawab dari suara di seberang sana
"Kapan?"
'Tahun depan, sekarang lah. 30 menit gue jemput lu. Buruan siap siap dandan yang cakep siapa tau ada cewek yang melirik lu'
"Lu nyindir gue ya. yaudah gak jadi deh"
'Ciee ngambek, ayo cepetan gue udah mau otw nih'
"Lu sama cemewew lu gk?"
'Lu gantian nyindir gue ya?!! Sialan lu vin'
"Hahaha, makanya jangan sok kecakepan. Nembak aja ditolak haha"
'Awas lu kalo ditolak cewek gue umumin di mading sekolah'
"Ishh jahat banget lu, tai"
'Hahaha'
Doni, sahabatku sejak SD. Lebih tepatnya satu satunya teman dekatku. Ya, dia sahabatku. Orang tua kami bersahabat. Keluarga kami saling kenal. Dan kami sangat cocok dalam berbagai hal. Walaupun begitu kami juga sering bertengkar dan punya sedikit perbedaan. Tapi itulah persahabatan, saling melengkapi. Aku sebenarnya punya banyak teman dari dulu, tapi hanya sekedar teman. Bukan teman yang akrab dan bisa menjadi tempat curhatan serta berbagi masalah.
Aku segera mandi dan mengganti bajuku. Sebuah pesan WA masuk, "Gue udah di ruang tamu" ~ Doni. aku turun ke ruang tamu dan menemui dia yang berpakaian layaknya anak jaman sekarang (Sedikit alay sih haha). Aku berpamitan dengan Mama dan kedua kakakku kemudian Doni menyalakan motor metiknya dan aku yang diboncengan.
"Jalan mang" Kataku ketika sudah memakai helm
"Sialan lu, emang gue tukan ojek!" Umpat Doni, Mama yang melihat kami hanya tersenyum gemas dan geleng geleng kepala lalu masuk kedalam rumah
"Kan emang itu cita cita lu"
"Enak aja, cita cita gue tuh jadi Presiden"
"Presiden apa?"
"Presiden kimcil, puas lu"
"Hahaha"
Kami pun menuju Gramedia melewati padatnya jalan Ibukota tercinta. ~
~To Be Continued~
fiksi
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Doni adalah seorang anak yang sedikit tengil. Wajahnya lumayan tampan untuk anak seumurannya. Tubuh yang tingginya 5cm diatasku. Kulit kuning langsat, berhidung mancung, bermata agak kecoklatan serta bibir merah merekah. Semua itu ada di wujud seorang Doni Anggara Pramanta. rambutnya yang hitam dan agak keriting seperti Superman menambah kesan 'Hot boy' padanya. Aku tidak iri dengannya, karena aku tak kalah tampan darinya. Tinggiku 172cm untuk ukuran anak SMA kelas 1. Kulitku putih bersih, mataku juga kecoklatan, walaupun tubuhku agak kurus itu tidak masalah. Kata Mbak Lia aku memiliki hidung yang mancung dan bibir yang menggoda iman haha. Rambutku agak kecoklatan entah kenapa aku tak tahu, mungkin karena Ayah Papa atau kakek orang Australia. cuma satu kekuranganku, anu ku yang ukurannya pas pasan. Hmmm, ya. Aku dan Doni pernah taruhan waktu SMP dulu, siapa yang punyanya lebih gede dan panjang adalah pemenangnya, dan yang kalah harus membayar semua makanan sampe satu minggu. Karena aku kalah taruhan terpaksa uang jajanku berkurang sangat banyak karena Doni yang seenak jidat memesan makanan ini itu. Dasar tak berperasaan.
"Mbul, lu bawa uang gak?" Doni membuka suara saat kami berhenti di Lampu merah
"Eh kan udah gue bilang jangan gue mbul. Kita udah jadi anak SMA!!!" Aku menempeleng helm Doni. Dia dari kecil selalu memanggilku mbul karena pipiku yang waktu kecil seperti bakpaw. Walaupun begitu sekarang pipiku masih terlihat berisi karena Doni sering mencubit pipiku. Dia bilang dia mencubit pipiku karena sangat gemas melihatku yang imut. Dasar brengsek!!!
"Hahaha, iya sorry sorry. lu bawa uang gak?" Tanya Doni sekali lagi
"Bawa lah, kenapa emang?"
"Kita abis ke Gramedia makan siang di KFC yukk. udah lama gue gak kesana"
"Ok deh, tapi jangan minta bayarin gue lagi ya. tekor gue. Gue kan juga mau beli buku"
"Iya.... kalo uang gue gak kepake semua buat beli buku ahaha"
"Hadehh, dasar kutu kupret!!" Aku kembali menempeleng helm Doni.
Doni hanya tertawa dan mengegas motornya ketika lampu sudah hijau. Kami sampai di Gramedia dengan selamat sentosa. Setelah memarkirkan motor kami pun masuk kedalam. Ternyata hari ini banyak sekali orang yang kesini. Mungkin sudah pada tahu kalo ada promo besar besaran. padahal kan baru aja lebaran. hmm sudahlah.
"Emang bulan Juli ada apa kok promo besar besaran?" Tanyaku berbisik bisik dengan Doni
"Gue juga gak tau. Yg jelas gue mau borong banyak buku entar gue jual lagi haha" Doni tertawa sinis seperti tokoh antagonis di sinetron sinetron anak jembatan. Ini adalah kebiasaan Doni. Walaupun dia anak orang kaya tapi dia selalu ingin berusaha sendiri menghasilkan uang dari usahanya sendiri. Dia tidak pernah meminta uang pada orang tuanya secara berlebihan seperti anak orang kaya lainnya. Walaupun caranya agak licik tapi aku salut dengan kepribadiannya yang pekerja keras.
"Dasar blantik ulung. Emang mau lu jual berapa entar?" Tanyaku asal
"Yang jelas gue dapat untung 2x lipat. Dan tenang aja, lu pasti gue traktir kalo udah laku semua. Ok sayang" Doni mencolek daguku, emang aku anak perawan, sialan.
"Sialan lu, sayang sayang. Kalo ada orang denger bahaya tau. Jaman sekarang kan orang orang pada deskriminatif dan hiperbola. Bahkan cuma becanda dianggep pasangan gay. Ngeri kan" Jawabku panjang lebar
"Ah lu kebanyakan baca berita hoax" Balas Doni
"Dibilangin gak percaya, Dasar batu apung"
"Eh gue bukan batu apung"
"Terus apa?!"
"Batu akik, mahal dijual"
"Ishh najis, mahal dari hongkong. Kalo lu dijual paling laku goceng sama om om"
"Anjirrr, udah berani ngatain gue lu" Doni menempeleng kepalaku
"Aisshh, sialan lu. rasain nih" Aku menempeleng kepala Doni dengan buku yang aku pegang dari tadi.
"Sakit tai. kok beneran sih lu. kalo kepala gue infeksi gue laporin ke Kak seto lu"
"Laporin aja, sekalian gue juga mau lapor kalo lu suka cubit cubit pipi gue sampe mengembang gini. gue keliatan kayak remaja puber gara gara lu. hufftt"
"Oh ternyata lu yang ribut ribut disini. dasar anak mama" Suara yang kukenal terdengar dari belakangku, Darius!!!
"Lu bisa gak kalo ngomong disaring. Emang gue punya masalah apa sama lu. Kenapa lu ngata ngatain gue muluk. Gak punya otak lu ya" Aku terlanjur emosi, rasanya wajahku memerah seperti tomat
"Iya, heran gue. Dateng dateng omongan lu gak enak. Mentang mentang senior seenaknya aja kalo ngomong lu" Doni membelaku
"Oh lu pacarnya si anak mama ini. Pantesan dari tadi kayak istri yang minta uang belanja sama suaminya" Balas Darius dengan nada ketus.
"Eh lu kalo ngomong jangan asal ya, ngajak ribut lu" Doni mulai terpancing emosi. Sekarang semua orang melihat kearah kami bertiga. Ada beberapa orang wanita seperti ibu ibu mengeluarkan hp nya. Sepertinya mau merekam kejadian ini. Dengan cepat aku menunjuk ibu ibu itu.
"Eh bu, mau ngapain. ngerekam kami ya? Hati hati ya entar gue laporin kalo ngerekam. Orang tua macam apa anda!!" Orang orang bergantian melihat ke arah wanita setengah baya itu.
"Eh dek jangan asal ngomong ya. saya mau ngecek Whatsapp saya kok" Dengan cepat wanita itu mau memasukkan hpnya kembali ke tasnya, tapi aku mengambil hpnya dari tangannya. Aku kemudian dengan cepat membuka kunci hp dan melihat galerinya. Dan benar ada foto serta videoku dan Doni serta si bangsat Darius.
"Ini apa bu!!? ini foto gue sama temen gue. Mau gue laporin sekarang?!!" Aku mengancam dengan penuh emosi. Wanita itu terdiam.
"Udah vin, gak perlu diperpanjang. Paling entar kalo ada foto atau video kita di internet tau siapa pelakunya!" Doni memegang pundakku dan menatap wanita itu dengan tajam.
"Ma-ma ma maaf ya dek. Ibu gak bermaksud kayak gitu. Ibu kira tadi...."
"tadi apa bu?!!" Aku masih emosi
"Ibu kira tadi kalian adalah pasangan gay. Maaf banget dek. Tolong jangan laporin ibu ke kantor polisi, ibu punya anak masih kecil di rumah" Rengek ibu ibu itu dengan memelas
"Anak ibu cowok apa cewek?!!"
"Cowok dek"
"Kalo semisal anak ibu diposisi gue terus direkam orang lain dan diviralkan di sosmed ibu gak malu ha?!!"
"Malu dek"
"Makanya bu, jadi orang tua itu jangan seenaknya. Pikir akibatnya dari apa yang hendak ibu perbuat sebelum melakukannya. Ini juga peringatan buat semuanya disini. Kami ini sahabatan dari kecil. Dan orang itu adalah senior kami yang bermulut neraka. Kami bertengkar karena dia menghina gue. Jadi jangan asal ngejudge orang lain sebelum kenal dan seenaknya mendokumentasikan apapun sesuka kalian. Penjara masih longgar, koruptor aja betah dipenjara. Kalian mau? Silahkan lakukan apa yang kalian mau sekarang. Liat aja nanti karma yang akan datang pada kalian sendiri. Yuk pergi aja Don. Gue empet disini. Nih bu hpnya, ingat bu jangan seenaknya motret dan videoin org" Aku mengembalikkan hp ibu ibu itu setelah menghapus semua foto dan video dengan reset factory. Aku tak peduli dengan semua data didalam hp ibu ibu itu karena sudah berani berbuat seenaknya. Ibu itu hanya mengangguk dan aku pun pergi dari Gramedia diikuti Doni dibelakang.
"Lu gak papa vin? Makan dong nasinya nangis tuh" Goda Doni
"Emang gue anak SD apa lu kibulin nasi bisa nangis!!" Aku masih emosi memikirkan kejadian barusan. Memikirkan orang yang bernama Darius itu juga orang orang di Gramedia yang terlihat ketakutan.
"Elu gak manis lagi kalo ngambek gitu. liat tuh pipi lu tambah gede aja. Lu tau gak, tadi semua orang di Gramedia ketakutan sama elu. Dan elu tau, itu termasuk di Darius brengsek itu" Kata Doni
"Darius takut sama gue?" Aku sedikit terkejut dengan ucapan Doni, aku tidak tahu dia hanya menghiburku atau berkata jujur karena wajahnya susah ditebak
"Iya, kayaknya dia baru tahu sisi lain dari Kevin si cute ini" Kata Doni kembali menggodaku
"Lu mau gue gampar ha"
"Iya iya, udah gih makan tuh udah dicabein juga ayamnya"
"Iya nih gue makan" Aku menggigit ayam dengan penuh emosi dan mengunyahnya sampe membuat pipiku menggembung sempurna seperti anak kecil dan makan dengan lahap. Doni hanya tertawa melihatku makan dengan lahapnya.
"Gitu dong" Doni juga memakan makanannya
"Don"
"Hmm"
"Maafin gue ya"
"Maaf kenapa"
"Lu gak jadi beli buku gara gara gue"
"Udah gak usah dipikirin. Kan entar sore masih bisa beli kalo udah agak sepi"
"Ya tapi kan.."
"Udah gak usah dibahas lagi ah. makan aja, entar gue cubit lagi pipi lu"
"Dasar cabul"
"Lah kok cabul"
"Iya lah, kan cudah sentuh sentuh gitu"
"Oh jadi kalo snetuh sentuh itu cabul ya"
"Iya"
"Jadi kalo dulu kita waktu SD pernah mandi bareng termasuk apa dong"
"Ishh, lu ya. Gak tau tempat apa. Mau kayak tadi apa. Itu kan waktu kecil gak ngerti gituan"
"Hmm, tapi kalo sekarang mandi bareng lagi pasti masih mau kan..."
"Hueekk jijik"
"Alah, jangan ngelak dah. Gue tau lu kan iri sama badan gue yang udah nongol sixpack nya"
"Ah gak tuh. Gue lebih suka badan gue gak terlalu sixpack. Gak singkron sama muka gue"
"Bener juga sih ahahaha"
"Iya lah dodol"
"Hahaha"
Kami pun tertawa dan melanjutkan makan, dia memang sahabatku.
~To Be Continued~