It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
> tunggu sebentar ... David itu mantannya Dennis, sekarang punya hubungan khusus dengan Friga ... ? dan juga cewe itu ... ?
yang disebut Dia oleh Denis itu David, sang mantan, di part 1
baca aja terus nanti bakal heboh ceritanya hehe
Aku mendengus kesal. Percuma bertemu Dia dan tidak mendapatkan hasil apa-apa. Aku kasihan dengan Friga, sebagai teman baiknya aku malah tidak bisa membantunya sama sekali.
Aku terus mencomot puding cokelat dingin dihadapanku. Dari dulu aku suka sekali makan puding cokelat kalau sedang banyak pikiran. Bukankah cokelat membawa efek senang apabila kita memakannya.
"Gimana ini futsal kita?" keluh Steve.
"Sabar Steve," Noni mencoba menenangkan Steve.
"Tunggu dulu!" potongku. "Sejak kapan kalian ada di sini."
"Lho? Kok kamu ada di depan kami?" tanya Steve kaget.
"Harusnya aku yang nanya gitu."
"Oiya ya," jawab Steve. "Ya sudah, gimana hasil pertemuan dengan Presiden Kampus," bisik Steve.
"Hah? Tahu dari mana kamu?"
"Dia nguntit kamu dari pagi," jawab Noni. "Dia cemas karena tim futsalnya."
"Hehehehe," Steve hanya bisa menyengir.
Aku mencubit tangan Steve. Sedikit kesal ternyata Steve menguntit aku, untungnya tidak ada adegan berbahaya saat bertemu Dia. Kalau tidak, apa jadinya Steve tahu kalau aku ada hubungan (dulu) sama Dia.
"Bagaimana kabar Friga?" tanya Noni.
Aku hanya bisa mengangkat bahuku. "Dia lagi kurang bersemangat."
"Ini sudah 3 hari dia tidak turun kuliah," Noni mencoba mengingat.
"Nanti malam aku coba bujuk dia lagi," jawabku.
"Ya baguslah," timpal Steve. "Setidaknya dia menjaga kebugaran tubuhnya bersama tim juga."
-------------------------------------------------------------
Suasana ruang Organisasi Kampus begitu sepi. Hanya ada David dan wanita yang sempat bertemu dengan Denis tadi pagi. Wanita itu terlihat membenarkan make upnya. Rambutnya yang terurai panjang berwarna cokelat kembali diluruskannya lagi. Sesekali wanita cantik itu melirik David yang sedang duduk penuh gelisah.
"Karena orang tadi?" tanya wanita itu penuh selidik.
"Bukan urusanmu," balas David.
"Apa kamu bilang?" wanita itu terlihat menurunkan peralatan make upnya dan mendekati David. "Apa jadinya kampus kita kalau orang tahu Presiden Kampus kebanggan mereka suka sama cowok!"
"CUKUP MITHA!" teriak David. "Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi."
"Kamu...." Mitha terlihat menahan emosinya. "Asal kamu tahu, cuma aku yang sayang sama kamu..."
"Diam!" tunjuk David.
"Eh eh eh eh, ada yang lagi berantem," seorang pria masuk ke dalam ruangan. Perawakannya yang sama dengan David hanya saja kulitnya terlihat lebih putih. Ada satu gingsul dikanannya saat dia berbicara. Wajahnya terlihat lebih indo blasteran.
"C'mon David, tahan emosi, suaramu terdengar sampai ke luar."
"Uh!!!" Mitha mengambil tasnya dan segera keluar dari ruangan.
David segera mendekat ke arah jendela ruangan. Dia terlihat ingin sekali menghirup udara luar yang lebih dingin dari suasana di dalam ruangan. Nafasnya yang memburu mulai terasa normal.
"Aku tidak suka wanita itu."
"Tidak suka? Tapi kenyataannya dia mantanmu David."
"Ha ha ha..." David hanya bisa tertawa terpaksa. "Kata yang paling aku benci, mantan."
"Hemm... jangan-jangan mantan yang satu lagi ya?" ledek pria itu.
"Kamu sahabat baikku James, jadi tidak usah ditanyakan lagi soal dia."
"Ok, aku akan terus mendukung apa yang terbaik buatmu," James merangkul sahabatnya, David. "Tapi kamu jangan mengulangi perbuatan jelekmu ke dia lagi."
"Aku tahu."
-------------------------------------------------------------
"Friga......" panggilku dari luar rumah kostnya.
Tidak lama berselang pintu rumah itu terbuka. Terlihat Friga dengan pakaian pendeknya lagi.
"Ayo masuk," ajak Friga.
Kami berdua segera masuk ke dalam kamarnya. Sesampai di kamarnya, aku hanya bisa diam, bingung mau mulai dari mana. Aku lihat Friga berbaring lagi dikasurnya sembari membuka buku pelajarannya.
"Eemm..." aku bergumam.
Friga menurunkan bukunya. Dan melihatku yang duduk di lantai.
"Kamu kenapa duduk disitu. Sini di sampingku."
Aku beranjak menuju ranjangnya. Dan memilih duduk berhadapan dengannya. Aku sedikit canggung dengan keadaan sekarang. Aku melihat Friga berbeda dari terakhir aku bertemu. Sekarang dia lebih terlihat lebih tenang dan pendiam. Kumis dan jenggot tipisnya mulai tumbuh diwajahnya.
"Ada apa?"
"Harusnya aku yang tanya ada apa," balasku.
"Aku lagi belum mood untuk turun kuliah, mungkin minggu depan baru turun," jawabnya.
"Kenapa harus minggu depan?"
"Sudahlah Denis, ngga usah memaksakan."
"Bukan maksa tapi..."
"Cukup!" bentak Friga. "Kamu tidak tahu apa yang aku rasakan sekarang."
Aku terdiam saat Friga membentakku. Dia yang dulu selaly perhatian denganku sekarang dengan cepat berubah menjadi lebih dingin terhadapku. Aku bingung harus melakukan apa lagi.
"Maaf...." jawabku mengalah.
"Tidak perlu minta maaf," balasnya.
Friga dengan cepat menarik badanku dan membaringkan aku diranjangnya. Sekarang dia beralih di atasku. Aku terkejut dengan apa yang terjadi.
"Aku akan membuat kamu menjadi milikku."
Kemudian Friga mencium bibirku.
--------------------------××××----------------------------
Aku mendengus kesal. Percuma bertemu Dia dan tidak mendapatkan hasil apa-apa. Aku kasihan dengan Friga, sebagai teman baiknya aku malah tidak bisa membantunya sama sekali.
Aku terus mencomot puding cokelat dingin dihadapanku. Dari dulu aku suka sekali makan puding cokelat kalau sedang banyak pikiran. Bukankah cokelat membawa efek senang apabila kita memakannya.
"Gimana ini futsal kita?" keluh Steve.
"Sabar Steve," Noni mencoba menenangkan Steve.
"Tunggu dulu!" potongku. "Sejak kapan kalian ada di sini."
"Lho? Kok kamu ada di depan kami?" tanya Steve kaget.
"Harusnya aku yang nanya gitu."
"Oiya ya," jawab Steve. "Ya sudah, gimana hasil pertemuan dengan Presiden Kampus," bisik Steve.
"Hah? Tahu dari mana kamu?"
"Dia nguntit kamu dari pagi," jawab Noni. "Dia cemas karena tim futsalnya."
"Hehehehe," Steve hanya bisa menyengir.
Aku mencubit tangan Steve. Sedikit kesal ternyata Steve menguntit aku, untungnya tidak ada adegan berbahaya saat bertemu Dia. Kalau tidak, apa jadinya Steve tahu kalau aku ada hubungan (dulu) sama Dia.
"Bagaimana kabar Friga?" tanya Noni.
Aku hanya bisa mengangkat bahuku. "Dia lagi kurang bersemangat."
"Ini sudah 3 hari dia tidak turun kuliah," Noni mencoba mengingat.
"Nanti malam aku coba bujuk dia lagi," jawabku.
"Ya baguslah," timpal Steve. "Setidaknya dia menjaga kebugaran tubuhnya bersama tim juga."
-------------------------------------------------------------
Suasana ruang Organisasi Kampus begitu sepi. Hanya ada David dan wanita yang sempat bertemu dengan Denis tadi pagi. Wanita itu terlihat membenarkan make upnya. Rambutnya yang terurai panjang berwarna cokelat kembali diluruskannya lagi. Sesekali wanita cantik itu melirik David yang sedang duduk penuh gelisah.
"Karena orang tadi?" tanya wanita itu penuh selidik.
"Bukan urusanmu," balas David.
"Apa kamu bilang?" wanita itu terlihat menurunkan peralatan make upnya dan mendekati David. "Apa jadinya kampus kita kalau orang tahu Presiden Kampus kebanggan mereka suka sama cowok!"
"CUKUP MITHA!" teriak David. "Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi."
"Kamu...." Mitha terlihat menahan emosinya. "Asal kamu tahu, cuma aku yang sayang sama kamu..."
"Diam!" tunjuk David.
"Eh eh eh eh, ada yang lagi berantem," seorang pria masuk ke dalam ruangan. Perawakannya yang sama dengan David hanya saja kulitnya terlihat lebih putih. Ada satu gingsul dikanannya saat dia berbicara. Wajahnya terlihat lebih indo blasteran.
"C'mon David, tahan emosi, suaramu terdengar sampai ke luar."
"Uh!!!" Mitha mengambil tasnya dan segera keluar dari ruangan.
David segera mendekat ke arah jendela ruangan. Dia terlihat ingin sekali menghirup udara luar yang lebih dingin dari suasana di dalam ruangan. Nafasnya yang memburu mulai terasa normal.
"Aku tidak suka wanita itu."
"Tidak suka? Tapi kenyataannya dia mantanmu David."
"Ha ha ha..." David hanya bisa tertawa terpaksa. "Kata yang paling aku benci, mantan."
"Hemm... jangan-jangan mantan yang satu lagi ya?" ledek pria itu.
"Kamu sahabat baikku James, jadi tidak usah ditanyakan lagi soal dia."
"Ok, aku akan terus mendukung apa yang terbaik buatmu," James merangkul sahabatnya, David. "Tapi kamu jangan mengulangi perbuatan jelekmu ke dia lagi."
"Aku tahu."
-------------------------------------------------------------
"Friga......" panggilku dari luar rumah kostnya.
Tidak lama berselang pintu rumah itu terbuka. Terlihat Friga dengan pakaian pendeknya lagi.
"Ayo masuk," ajak Friga.
Kami berdua segera masuk ke dalam kamarnya. Sesampai di kamarnya, aku hanya bisa diam, bingung mau mulai dari mana. Aku lihat Friga berbaring lagi dikasurnya sembari membuka buku pelajarannya.
"Eemm..." aku bergumam.
Friga menurunkan bukunya. Dan melihatku yang duduk di lantai.
"Kamu kenapa duduk disitu. Sini di sampingku."
Aku beranjak menuju ranjangnya. Dan memilih duduk berhadapan dengannya. Aku sedikit canggung dengan keadaan sekarang. Aku melihat Friga berbeda dari terakhir aku bertemu. Sekarang dia lebih terlihat lebih tenang dan pendiam. Kumis dan jenggot tipisnya mulai tumbuh diwajahnya.
"Ada apa?"
"Harusnya aku yang tanya ada apa," balasku.
"Aku lagi belum mood untuk turun kuliah, mungkin minggu depan baru turun," jawabnya.
"Kenapa harus minggu depan?"
"Sudahlah Denis, ngga usah memaksakan."
"Bukan maksa tapi..."
"Cukup!" bentak Friga. "Kamu tidak tahu apa yang aku rasakan sekarang."
Aku terdiam saat Friga membentakku. Dia yang dulu selaly perhatian denganku sekarang dengan cepat berubah menjadi lebih dingin terhadapku. Aku bingung harus melakukan apa lagi.
"Maaf...." jawabku mengalah.
"Tidak perlu minta maaf," balasnya.
Friga dengan cepat menarik badanku dan membaringkan aku diranjangnya. Sekarang dia beralih di atasku. Aku terkejut dengan apa yang terjadi.
"Aku akan membuat kamu menjadi milikku."
Kemudian Friga mencium bibirku.
--------------------------××××----------------------------
Aku mendorong Friga sekuat tenaga. Tapi Friga berhasil menangkisnya dan menahanku kembali. Dia berubah layaknya seorang pemangsa yang baru saja mendapatkan makanan. Kenapa Friga menjadi beringas seperti ini?
"Friga...." suaraku terdengar gemetar. Ada rasa takut yang menjalar dihatiku.
Friga hanya bisa diam menatapku lebih dekat. Asal kalian tahu, aku sudah lama berteman dengan Friga namun tidak sedikit pun aku berpikir Friga akan melakukan hal buruk ini.
Tidak terasa air mataku menetes. Beginikah rasanya dilecehkan? Aku tahu aku juga menginginkan hal ini tapi hanya lewat sebuah hubungan bukan paksaan.
Kali ini Friga mendekatkan wajahnya lagi kewajahku dan dia menciumku untuk kedua kalinya. Aku hanya bisa mengunci mulutku. Rasanya amarahku memuncak tapi tetap saja aku tidak berdaya. Tenaga Friga sangat kuat menahanku. Aku merasa keringat dibadannya mulai mengalir kebajuku.
Tiba-tiba Friga melepaskan ciumannya. Dia berdiri dan menjauh dariku. Tidak terasa badanku bergetar karena ketakutan. Aku mencoba menenangkan diri untuk segera mengambil kesempatan ini.
"Cepat pergi," perintah Friga sembari membelakangiku.
Aku pun dengan sigap segera bangun dan membuka pintu kamar Friga. Aku ketakutan dengan apa yang dilakukannya. Kepada siapa lagi aku harus bersandar setelah semua ini.
-------------------------------------------------------------
Sementara itu di kamar Friga. Terlihat Friga hanya berdiri. Nafasnya semakin memburu, wajahnya terlihat memerah, keringat diwajahnya mulai menghiasi sedikit semi sedikit.
"Maaf Denis," ucap Friga menahan gejolak emosinya. Dia tahu sudah berbuah salah. "Aku tidak bisa melindungimu lagi."
Terlihat Friga menangis menyesal setelah apa yang dia perbuat. Harusnya dia bisa menjaga Denis lebih baik dari kemaren tetapi kenyataannya dia malah berbuat hal buruk tadi, melecehkan Denis. Sebenarnya Friga hanya tidak ingin Denis menjadi milik David lagi.
-------------------------------------------------------------
Kampus dimalam hari terasa lebih sunyi dari biasanya. Entah kenapa aku malah berlari ke dalam kampus. Mungkin karena aku malu kalau berlari ke rumah kostku dan ditanya orang banyak kenapa aku menangis. Apa aku harus menjawab aku sudah dilecehkan seorang pria?
Aku hanya bersandar di bawah tiang lampu. Cahayanya menerangi suramnya malamku. Badanku terasa lemas. Aku tidak tahu harus meminta bantuan siapa lagi. Badanku masih terasa gemetar. Ditambah dinginnya malam ini membuat badanku semakin dingin.
"Aku kira hantu," seseorang menyapaku dari belakang.
Aku membalikan arah pandanganku dan melihat orang yang aku tidak tahu tiba-tiba muncul begitu saja. Wajahnya terlihat sangat indo blasteran dan cukup tinggi. Aku melihat ada gingsul dikanannya saat tersenyum kepadaku.
"Halo, aku James, kamu baik-baik saja?" Orang itu mendekat dan berjongkok di depanku.
Aku hanya bisa diam. Ingin rasanya menjawab tapi tenagaku seperti terkuras habis.
"Halo?" Sapanya lagi.
Kali ini aku mencoba sekuat tenaga menggerakan tanganku meraih tangannya. "Tolong."
-------------------------------------------------------------
Harusnya tadi aku tidak usah minta tolong dengan orang itu. Dia malah membawaku ke ruangan Organisasi Kampus. Dan yang paling mengejutkan si Dia ada juga diruangan ini.
"Maaf ya, soalnya aku ngga kuat kalau gendong kamu sampai luar kampus jadi aku bawa ke tempat yang lebih dekat," jawab James.
Si Dia berdiri dihadapanku. Aku hanya bisa menunduk. Aku harus merahasiakan apa yang terjadi. Kalau tidak ini bakal menambah masalah lebih besar lagi.
"Ayo minum," tawar James.
Aku pun segera meraih botol minuman itu. Rasanya tenggorokanku cukup kering apa lagi bibir. Soal bibirku lebih baik kita lupakan sementara.
"Aku keluar dulu," ucap James. "Titip dia ya David."
David tidak menjawab, Dia masih menatapku penuh selidik. Kali ini dia duduk dihadapanku. Namun tetap saja aku tidak berani menatapnya. Dan kenapa juga James malah meninggalkan aku berdua dengan Dia. Aku takut kejadian tadi terulang kembali.
"Siapa yang melakukan ini?" tanyanya.
Aku hanya diam dan kembali meminum air pemberian James. Berkali-kali aku mencoba menghindari tatapannya yang terus berupaya melihat mataku.
"Ok kalau kamu tidak mau menjawab," ucapnya. "Malam ini kamu aku bawa ke apartemenku."
"Ngga!" Entah dari mana aku punya tenaga mengucapkan kata itu.
"Kamu menolak?" Dia mulai mendekat kewajahku. Aku hanya bisa memenjam mataku. "Di sini hanya ada kita berdua."
"Cukup!" Aku berupaya berdiri dan kali ini menatapnya. "Cukup kejadian itu malam ini saja."
"Kejadian apa?"
"Aku mau pulang."
"Tunggu." Dia menarik tanganku.
"A..apa lagi?" Aku membuang perangaiku.
"Aku antar kamu pulang."
Kali ini aku tidak bisa menolak. Oh ya Tuhan, mulai malam ini Dia akhirnya mengetahui aku tinggal di mana dan mulai malam ini aku tahu Friga memendam perasaan kepadaku. Kenapa masalah ini selalu datang kepadaku. Bisakah aku hidup dengan tenang. Harusnya dari kemaren aku mencari pacar saja sehingga tidak muncul masalah demi masalah.
-------------------------------×××------------------------
"Denis, cepatlah," teriak David dari bawah parkiran motor di kostku.
"Huh!" Aku melirik dari jendela melihat Dia yang tidak sabar menunggu aku membersihkan badan. Aku ini lelah sebenarnya dan bisa makan sendiri. Tetapi Dia sangat memaksakan kehendaknya untuk mentraktir aku dimalam hari.
Aku pun bersegera turun dari kamar kostku yang berada di lantai 2. Aku menuju pintu rumah kostku dan melihat Dia yang sudah duduk di atas motor beatnya. Dia tersenyum senang karena berhasil memaksaku ikut dengan Dia kali ini.
"Ingat! Jangan berpikir macam-macam."
"Ok," jawabnya. Kami pun pergi menuju restoran.
-------------------------------------------------------------
Restoran ini sudah lama aku tahu dari dulu dan ternyata masih ada. Ciri khas dari restoran ini adalah dinding kayunya yang diukir seakan-akan menjadi lukisan hutan yang lebat. Memang semua yang ada di restoran ini didesain dari kayu-kayu dan diukir sedemikian rupa dengan mempertahankan guratan kayu aslinya. Aku ingat Dia mengajakku kencan pertama di restoran ini.
Satu yang unik dari restoran ini adalah pengunjungnya boleh mencoret-coret dimeja makannya dengan catatan tulisannya tidak boleh menggunakan bahasa kasar dan vulgar. Jadi jangan kaget kalau dimejanya terdapat berbagai macam tulisan. Ada mitos yang sebenarnya aku tidak percaya sama sekali, kalau kita menulis inisial nama kita dan pasangannya maka dia akan menjadi jodohmu.
David mengajakku ke meja berbentuk kotak disudut depan restoran itu. Tiba-tiba saja aku merasakan firasat dejavu dan ternyata benar aku duduk di tempat yang sama tepatnya 5 tahun yang lalu. Aku merasa harus melihat guratan tulisan di meja tersebut.
Aku kemudian melihat ke atas meja dan ada tulisan D+D 02022013. Tulisan itu masih ada meskipun sudah lewat 5 tahun. Terlintas dibenakku bagaimana dulunya aku menulis tulisan itu. Tulisan yang kubuat untuk mengenang hari pertama David menembakku untuk menjadi pacarnya. Tapi kenapa aku malah muak melihat tulisan ini, aku merasa, yang aku lakukan tersebut adalah hal bodoh. Tiba-tiba saja moodku berubah drastis mengingat kenangan pahit dengan Dia.
"Harusnya kita tidak ke sini," ucapku sembari masih melihat tulisan.
"Kenapa? Bukankah di tempat ini aku..."
"Jangan ingatkan hal itu lagi!" Potongku.
"Denis, aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita," ucapnya.
"Apanya yang diperbaiki?" Aku sedikit marah. Apa Dia lupa dengan apa yang Dia perbuat. "Kenapa juga tadi aku harus mau diajak kamu."
"Hei kenapa kamu marah-marah?" tanyanya.
"Aku mau pulang saja," ucapku. Entah kenapa rasanya jadi kesal sekali. Kenapa aku malah terlena ikut dengan Dia.
"Tunggu!" Dia menarik tanganku.
"Lepaskan, dilihat orang nanti," ucapku pelan.
"Maaf Denis, aku minta maaf atas kesalahanku dulu, aku mau kembali denganmu lagi."
"Cukup David!" emosiku tiba-tiba meledak. Aku lelah hari ini ada dua orang yang membuat kesalahan sangat fatal terhadapku. "Aku capek."
Aku bergegas pergi dengan cueknya tanpa melihat lagi tatapan orang yang kebingungan dengan apa yang terjadi. Sesekali aku tengok ada beberapa orang yang berbisik heran melihat dua laki-laki bertengkar.
"Denis tunggu!" David terus mengejarku hingga keluar restoran. Dia berhasil menangkap tanganku lagi. Yah, soal kabur darinya aku paling payah.
"Tolong tunggu!"
"Tunggu apa lagi?" Aku bersikeras menarik tanganku agar lepas. Tapi cengkeramannya sangat kuat.
"Kan kamu belum makan," ucap David.
"AKU KENYANG! Puas!" Aku berhasil melepaskan tanganku namun tiba-tiba David dengan cepat memelukku.
Sekarang aku terjebak dalam dilema. Berada dipelukan seorang mantan diparkiran restoran. Di mana parkiran ini sedang lalu lalang beberapa pelanggan. Mereka hanya bisa takjub melihat adegan demi adegan yang aku lakukan dengan Dia. Ada apa dengan diriku hari ini sampai dua orang pria yang aku kenal berani melakukan kontak tubuh denganku. Aku jadi merasa jijik sekali.
"Lepaskan!" Aku mencoba mendorong sekuat tenaga. Tapi Dia makin kuat memelukku. Kalau lama-lama berpelukan seperti ini malah bakal dapat amarah dari satpam restoran. Apa lagi orang-orang mulai merekam adegan kami.
"Bisa aku bantu melepaskannya," ucap seseorang di samping kami.
Aku menoleh dan kaget. Ternyata ada Steve dan Noni dengan penampilan keren mereka. Apa mereka sedang kencan?
"A......" aku tidak mampu berkata-kata lagi. Refleks Dia melepaskan pelukannya.
"Kayak drama Thailand saja," ucap Noni.
Aku hanya bisa diam seribu bahasa. Aku rasa ingin kabur dari negara ini. Operasi plastik pada wajah. Dan mengganti identitasku. Soalnya aku malu kepergok sama Steve!
Oh Tuhan......
----------------------------××××--------------------------
> wow ...
> @lulu_75 menulis:
> banyak yang suka Dennis .... penasaran ...
hehe sepertinya sih
Sudah bibirku direnggut oleh Friga. Malamnya badanku direnggut oleh pelukan David. Sudah begitu, kepergok Steve dan Noni. Mereka berdua melihatku saat itu seakan-akan punya jutaan pertanyaan yang harus segera dijawab.
Kenapa hari-hariku semakin kacau. Aku ingin balik ke rumahku tapi itu tidak mungkin karena liburan kampus masih beberapa bulan lagi. Ingin rasanya tidak turun kuliah atau bisa jadi lebih baik aku mengundurkan diri dari kegiatan perkuliahan tapi pasti kedua orang tuaku bakal tidak setuju.
Kepada siapa lagi aku harus curhat masalah ini? Aku sekarang hanya bisa termenung mengingat hal memalukan kemaren malam. Berkali-kali aku membolak balikkan badanku diranjang kesayangan. Sulit rasanya untuk memenjamkan mata. Padahal hari sudah memunculkan kembali sinar mentari pagi sejak tadi.
"Mending aku bolos saja," gumanku. Sebenarnya aku mengantuk tetapi saat ingin tidur dikepalaku malah muncul adegan-adegan yang membuat aku terbangun. Dewi fortuna masih memihak kepadaku tadi malam. Dengan langkah gontai aku berhasil kabur menjauh dari restoran itu tentunya dari Dia, Steve dan Noni.
--drrrttt-- Smartphoneku bergetar. Segera kuraih dan ternyata ada pesan WA yang masuk.
Friga-
Denis, aku minta maaf.
--drrrttr-- Smartphoneku kembali bergetar. Ada beberapa pesan yang masuk di WAku.
0813xxxxx
Maaf aku meminta nomormu dari temanmu Steve, bagaimana keadaanmu? -David
Steve-
Bro? Kamu di mana? Aku lihat kamu tidak masuk kuliah? Soal malam tadi aku tidak akan bilang siapa-siapa.
Aku membanting Smartphoneku. Kenapa juga Steve harus memberi nomor WA-ku ke Dia. Rasanya semakin kesal dengan semua orang. Aku sudah salah langkah bertemu dengan Dia tadi malam.
-------------------------------------------------------------
Kampus disiang hari selalu terasa sangat ramai. Banyak lalu lalang para mahasiswa yang sedang ingin belajar. Termasuk salah satunya Steve yang lagi keheranan karena teman yang selalu menemaninya belum kelihatan di kampus.
"Hei bro, akhirnya turun ke kampus juga?" sapa Steve saat melihat Friga berjalan di lorong kampus.
"Yap, mana Denis?" tanya Friga yang datang mendekat. Sepertinya mahasiswa lain sudah mulai melupakan kejadian Friga. Terbukti mereka tidak terlalu memperdulikan kemunculan Friga di kampus.
"Tidak tahu," jawab Steve. "Emmm gimana ya...."
"Ada apa Steve?"
"Tidak apa-apa, oya kelasmu sudah masuk."
"Owh, kalau gitu sampai jumpa," ucap Friga pergi meninggalkan Steve.
Steve hanya bisa diam. Sepertinya dia ingin menyampaikan kejadian tadi malam kepada Friga. Hanya saja Steve lebih memilih untuk diam sementara ini.
-------------------------------------------------------------
Aku terkejut mendengar suara keras ketukan dipintu kamarku. Dengan separuh nyawa aku membuka mataku untuk melihat keadaan sekitar. Sinar matahari masih memancar dengan warna oranye. Pantulannya tepat mengenai kakiku. Bercucuran keringat dari badanku. Aku lupa menyalakan AC kamar karena langsung tertidur. Aku menoleh ke arah pintuku yang ternyata sudah terbuka dan Friga sudah berdiri di sampingku.
"........" Friga hanya diam berdiri di sampingku sembari menatap tiap lekuk tubuhku.
Sungguh kali ini tenagaku habis. Badanku terasa lemas sama sekali. Ini mungkin efek dari kemaren malam aku belum sempat mengisi perutku. Aku pasrah kalau saja Friga tiba-tiba mengerjaiku lagi.
Friga tertawa kecil melihatku yang tak berdaya. Dia sepertinya memikirkan hal yang menurutku cukup mengerikan. Aku mencoba mengeram dan dia semakin tertawa.
"Apa perlu aku perkosa?"
"Ngga lucu Friga!" jawabku kesal.
"Maaf maaf maaf, aku bercanda," Friga duduk di sampingku.
Melihat dia duduk mendekat semakin membuat aku kesal. Sikapnya terlalu santai untuk ukuran seseorang yang meminta maaf. Aku hanya bisa mendengus dengan muka menyalak.
"Aku tahu kamu marah, kemaren aku benar-benar khilaf," suara Friga terdengar lebih lembut dari biasanya.
Aku hanya bisa membalikkan badanku dan tidak mau melihat Friga. Aku benci dia melakukan hal yang sangat melecehkan kemaren. Ingin rasanya aku memaki-maki dia dengan bahasa kasar tapi aku mencoba menahannya. Pelan-pelan aku mengumpulkan tenaga yang tersisa.
"Apakah orang sepertiku pantas dilecehkan oleh orang normal sepertimu?" ucapku.
"Maaf Denis, aku tidak bermaksud melecehkan, aku hanya..."
"Terserah kamu beralasan dengan apa pun," potongku dan kali ini aku mencoba melihat Friga. "Kamu sahabatku selama ini, kamu tahu isi hidupku tapi kenyataannya kamu sama saja."
"Denis....." suara Friga terdengar pelan. Dia menunduk, rasa penyesalan mulai terlihat diwajahnya.
"Ehm!" seseorang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarku. Aku semakin terkejut Dia muncul begitu saja.
"Mau apa kamu disini?" bentaknya ke Friga.
"Kamu sendiri mau apa kesini?" Friga membalas dan berdiri mendekati David.
Atmosfer kamarku dalam sekejap berubah menjadi lebih gelap. Friga dan David saling bertatap muka. Sebenarnya dari awal aku berpacaran dulu dengan David, Friga terlihat tidak menyukainya. Friga selalu melihat David sebagai musuh abadi.
"Dari mana kamu tahu kost Denis?" tanya Friga.
"Apa yang aku tahu bukan urusanmu," balas David. "Lagi pula kamu harus tahu cara menghormati seniormu."
"Cih!" ledek Friga.
"Sudah kalian berdua," aku mencoba bangkit dan berusaha melerai.
"Jadi selama aku tidak ada, kamu mencoba dekat dengan dia lagi?" selidik Friga kepadaku.
"Friga kamu salah paham," aku mencoba menjelaskannya namun suasana sudah terlanjur membuat pikiran Friga gagal menalarinya dengan akal.
"Hei! Aku tidur dengan Denis itu bukan urusanmu," balas David yang semakin memprovokasi.
Aku terkejut mendengar ucapan David. Tidur dengan dia? Kenapa aku harus dikaitkan dengan kata-kata rendahan seperti itu?
"Maksudmu!" Friga terlihat emosi.
"Denis kenapa kamu tidak masuk kuliah," Steve muncul begitu saja dari balik pintu kamarku. "Ow, ada dua cowok cakep di kamar Denis," ucapnya saat melihat David dan Friga. Steve terlihat mempunyai pemahaman yang menurutku diluar batas kewajaran yang sebenarnya.
"Oh tidak," aku semakin dibuat lemas dan..
BRRUUKKK -aku terjatuh-
--------------------------×××-----------------------------
> nah lo ...
hihihi
Mitha terlihat sedang asyik menyeruput minuman soda birunya bersama teman-temannya. Wajahnya masih tetap terlihat segar, mungkin karena Mitha adalah cewek yang selalu rutin merawat wajah. Mereka sedang asyik bersantai di kantin kampus. Terlihat dua temannya sedang saling berbicara. Tiba-tiba saja smartphone salah satu temannya bergetar di atas meja
Salah satu teman prianya tersentak kaget saat melihat smartphone-nya. "Hei! Ini kan David?" sembari menunjukkan sebuah video kepada Mitha.
"Woooww, video pelukan mesra?" sahut teman cewek Mitha tepat di sampingnya saat melihat sekilas adegan divideo.
Mitha segera mengulangi video itu sekali lagi. Sangat jelas rekaman itu menampilkan David yang tiba-tiba memeluk Denis. Rekamannya terlihat sangat amatir namun bisa menggambarkan jelas wajah David walaupun divideo itu suasananya ada dimalam hari. Sontak saja wajahnya yang tadi berseri-seri berubah drastis menjadi suram. Mitha merasa cemburu melihat adegan tersebut. Berkali-kali dia merasa David mempermainkannya, dia ingat beberapa bulan yang lalu David memintanya putus untuk kembali kepada Denis.
"Itu video dikirim dari klub fujoshi akut," timpal teman pria Mitha.
"Jangan-jangan mantanmu itu homo?"
"Cukup Andre!" balas Mitha.
"Owh maaf Mith, aku cuma sekedar menduga saja," ucap Andre. "Tapi lucu juga saingan Mitha malah cowok hahaha."
"Andre! Mending kamu jangan banyak komen," balas teman cewek Mitha.
"Bisa bahaya nih video nyebar di kampus," sahut teman cewek Mitha. "Apa jadinya kalau anak kampus kita tahu."
"Lebih bagus begitu," Mitha tersenyum senang. "Aku ingin David merasakan apa yang aku rasakan."
"Aku juga berpikir sama," jawab Andre. "Lebih baik mantanmu yang sombong itu hancur berkeping-keping
"Hush! Jangan aneh-aneh," ucap teman cewek Mitha sembari memukul pelan ke arah Andre. "Sudahlah, mending jangan dihiraukan videonya."
"Kamu punya akses jaringan videotron kan Sora?" tanya Mitha.
"Em...... iya, kenapa?"
"Aku punya rencana," ucap Mitha.
"Aku ngga mau ikut-ikutan," jawab Sora.
"Sora!" bentak Mitha. "Kalau kamu sahabatku, aku mohon tolong bantu aku, OK!"
"Gimana ya?"
"Sudahlah Sora, aku pengen David itu dipecat dari jabatannya," ucap Andre serius.
"Huhuhu, ada mantan presiden yang kecewa nih," sindir Sora. "Ok aku bantu, tapi ada harganya."
"Gampang," kata Mitha. "Asal rasa sakit ini bisa terbalas."
"Hahahahaha," tawa Andre diikuti senyum kemenangan Mitha.
Aku gerakkan kepalaku dan melihat sebuah selang menyambung ke dalam pergelangan tangan. Apakah ini infus? Kemudian aku tengok ke samping dan aku melihat 3 pria sedang duduk berjajar. Wajah mereka terlihat cemas.
"Kamu sadar?" Friga segera bangkit ke arahku.
"Aku akan memanggil dokter," ucap David segera pergi.
"Uh Denis, aku takut tadi kamu pingsan," kata Steve cemas.
"Aku pingsan?" tanyaku melihat kearah Friga.
"Pingsan 4 jam," jelas Friga. "Sudahlah kamu istirahat dulu."
"Aku cari makanan dulu," izin Steve. "Denis nanti aku belikan bubur dulu."
"Ok," balas Friga.
Friga terus berdiri di sampingku. Wajahnya masih saja terlihat cemas dan lelah. Bisa jadi dari tadi Friga menungguku.
Tidak lama kemudian dokter pun datang dan segera mengecek kondisiku. Beruntung kondisiku bisa kembali ketekanan normal. Dokter menyaranku untuk segera mengisi perutku agar tidak kosong dan lebih peduli terhadap kondisi badanku. Dokter juga menyuruhku untuk tidak terlalu kecapekan. Setelah itu dokter pergi meninggalkan beberapa multivitamin dimejaku.
"Besok kalau sehat kamu bisa pulang," ucap David yang berdiri disisi sebelahku. Berseberangan dengan Friga.
"Aku antar kamu pulang," pinta Friga.
"Aku saja," balas David.
"Sudahlah kalian berdua," leraiku. "Aku pulang dengan Steve."
"Boleh," tiba-tiba Steve muncul begitu saja. Kenapa akhir-akhir ini Steve selalu menjadi tokoh yang selalu muncul begitu saja.
"Ini aku bawakan makanan buat kita semua," ucap Steve. "Dan lebih baik aku saja yang jaga Denis, kalian berdua bisa pulang sekarang tapi jangan lupa bawa makanannya, gratis."
"Aku tidak yakin kamu bisa jaga Denis?" ledek David yang menolak makanan dari Steve.
"Aduh," aku mencoba untuk berposisi duduk. Friga yang berada di sampingku dengan sigap membopoh aku untuk duduk. "Aku mau ditemani Steve saja."
"Ya sudah kalau itu maumu," ada nada kecewa dari David.