It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
lhaaaa?
bukane blio uda bosen?
secara (konon kabarnya) mantan gemblak juga
ckikikikik
mau donkkk jadi gemblak? ... bukannya udah ... walau belum diminta resmi ke ortunya ... minimal kan udah ninggalin no hp dan no rumah ... kebo menyusul
hihihihihi....... minta resminya kapn2 ajah deh.....
(kebonya minggu depan om..................ixixixiixixiixixixi)
__________
Sudah beberapa bulan ini diabetes sering posting di RagaHatiForum: cepet capek, ngantuk, laper terus, mata berkabut, dikit-dikit kencing. Puncaknya diabetes bikin posting paling heboh: daerah sekitar mata kaki mati rasa. Panik dah gue. Langsung inget meeting terakhir dengan J-4. Sukadit mewedar alasan kenapa diabetes bikin posting heboh tsb: kaki kebas itu karena diabetes bikin darah terlalu kental, sehingga sang darah males naik ke Jantung dan Paru-paru, gathering di mata kaki aja. Akibatnya, members SyarafForum kurang dapet pasokan oksigen … mokatlah SyarafForum, ato minmal teller … pantes tuh kulit ditowel-towel gak kerasa.
Buru-buru lapor ke Jiwa, dia ikut panik. Ntar kalo kulit-kulit yang lain ditowel gak kerasa gimana? Jiwa langsung ngibrit ke Guardian deket rumah beli One-Touch Ultra
Pulang dari Guardian, Jiwa langsung baca manual, belajar gunain tuh alat. Sreeet … sreeet darah diambil … panel digital menunjukkan level gula darah 293, padahal normalnya maksimumnya 140 … lebih dua kali lipat dari normal … gawaaaaat.
Lagi-lagi Jiwa ambil tindakan cepat, buka-buka arsip medical check up gue, telpon dokter yang nanganin gue di Graha Medika, langsung bikin kencan sama dokternya jam 14:00 hari itu juga. Waaaaaaah gue dimarahin abis sama dokternya, disalahin knapa 7 tahun baru konsultasi lagi? ditakut-takutin yang bisa buta lah, yang bisa diamputasi lah (diabetes gak beda ya ama Ryan, hobinya mutilasi). Dokter bilang, belum saya kasih obat diabetes dulu, gue mesti diet 2000 kalori seminggu, periksa darah lagi. Seminggu lagi mesti konsultasi lagi ke dokter tsb. Gue disuruh ke dokter ahli gizi di Graha Medika juga buat konsultasi pola makan 2000 kalori tsb. Lagi-lagi Jiwa nyimak abis penjelasan ahli Gizi tsb mengenai makan apa yang boleh masuk ke mulut gue. Trus mesti ronsen juga, krn kata dokter diabetes berpengaruh ke kesehatan paru-paru. Gue curiga juga sama Graha Medika ini, kayanya nakut-nakutin + dikaitin sama macem-macem penyakit ini buat nambah revenue Graha Medika aja. Tapi gpp lah … diganti kantor ini.
Sementara nunggu hasil ronsen gue sms sukadit
Kadit: Gula darah sgitu sih gak terlalu parah. Kaki kebas dari dokter gak dikasih obat apa2. Cuma disuruh banyak jalan aja. Untuk melancarkan darah pake aja “blood care”
Hati: aku lagi di Graha Medika. Ditakut-takutin abis ama dokternya
Kadit: Emang enak ditakut2in dokter? He 3x. Jangan terlalu bnyk meong x?
Hati: loh … meong bukannya bakar kalori
Kadit: He 3x. Ya udin! Silakan meong 3x sehari satu sendok makan! Kocok lbh dahulu
Hati: gak sgitunya kaleeeeeeee he..he..he. Ok thanks ya dit ada yang bisa diajak curhat soal diabet.[/list:u]
Sejak hari itu Jiwa makin galak sama gue, lebih galak dari satpam. Makan ditaker bener, obat disiapin, tiap malem gue “dipaksa” jalan cepet keliling komplek, "diet coke" dibuang semua dari kulkas. Komentar gue: Naah … dalam situasi gawat darurat ... rumah kebanjiran, mendadak mesti ke Surabaya dan gue sakit ... krasa banget manfaatnya ada lu. Jiwa: jadiiii … gue gak beda ama suster dan pembokat? ... siaaaaaaaalaaaaaaan. Komentar Rasa: kesiaaaaaaan deh lu, gue ama Hati dulu pas Hati lagi sehat-sehatnya, skrg lu kebagian pas ngerawat sakitnya ... emang enak LOL
__________
Kronikel:
de Hati menurut de Sukma
Nonton Wayang
Jiwa Rawat Raga Hati
[/list:u]
Barangkali wacana yang pernah dilontarkan kolega satria tentang panti jompo OKK perlu dihidupkan kembali? :roll: Gw juga bingung siapa yang nanti ngurusin gw kalo sudah benar2 tidak berdaya? :roll: Sekarang lantaran sebab karena hampir tiap hari Abi mampir ke Mako atau kalau pas aku mau pergi naik angkot ketemu dia di depan asrama, dia yang selalu siap masangin kaos kaki dan sepatu, menyeberangkan aku melintas rel KA, mengajudani aku ke Margo City/Detos (bawain belanjaan)! 8) Tapi kalau kondisi finansialku memburuk dimana aku harus jual rumah ini lalu pindah ke rumah yang lebih kecil di Bojongkenyot, belum tentu ada brindil lokal yang bisa ngurusin aku sementara personel Bronzukon 69 makin jauh dan nggak bisa bezoek aku any time?
gak sangka om Rasa habis manis sepah dibuang juga lol :oops: :oops: :oops: (kenapa gua taro kata "juga" ya --')
kalo buat gue, yang gue arepin ya cuma kunjungan suka rela dari rasa, nalar, jiwa, sahabat-sahabat gue, kakak dan ponakan-ponakan gue.
emang diabet itu turunan, tapi gak selalu. hebatnya skrg dunia kedokteran udah maju, bisa memprediksi apakah kedepannya baka kena diabet ato nggak. jadi tinggal pilih, mau tau sekarang dan kehilangan fun masa muda ato tau ntar. jalan tengahnya nikmati selagi masih bisa, ntar umur 35an mulai nyiapin bener-bener.
ironisnya gue waktu masih brondong pengen makan enak gak ada kesempatan dan dana. giliran sekarang diundang dinner sana-sini, dan lumayanlah ada dana buat makan enak ... eh malah dilarang ... nasiiiiiiiiiib - nasib.
(yg penting kaga gatel ajah....kayak si.....xiixixixixixiixixix)
yukkk di garukk..... :oops:
(mw apanya yg d garuk neh????.......................xixiixixixiixixiix)
(neh...bagean tengahnye aja yak.......hihihiiihihhh...cuuuuiiiiihhhhhh)
pihak2 yang d luar itu ga boleh ikut2
(oi...ts. :oops: ..e...L........akhhhh..........kaga nahannnn................xixiixixiixixiixixiix)
ikuutttttttttttt!! hauhauha
__________
Episoda sebelumnya mengahiri kisahku dengan Nalar, kendati Nalar tetap menjadi bagian kehidupanku sampai kini. Di episoda ini, kutumpahkan segala kemampuanku bersastra, alegori, puisi, prosa, untuk mengenang kembali kisah suaku dengan Jiwa, kisah yang biasa saja namun menjadi indah ketika dikenang kembali.
***
Blok M
Blok M ... nama yang sama sekali tidak indah. Mengingatkan kita pada blok bangsal rumah sakit, atau blok kuburan. Begitu malaskah dinas tatakota Jakarta memberi nama suatu kawasan, tidak ada pilihan lainkah?. Bagaimana aku bisa menulis riwayat cintaku dengan indah. Bagaimana aku memberi judul cerita cintaku seperti cerpen di Rahasia Bulan, Taman Trembesi yang langsung menyiratkan imaji keteduhan. Apa coba imaji yang muncul dari judul cerpen "Taman Tong Bocor Blok M". Kalau aku maksa bersenandung seperti Bimbo,... Waktu Tuhan Tersenyum ... lahirlah Blok M, yang mendengar pasti mengernyitkan alis. Mungkin Blok M lahir waktu Tuhan bete.
Aku juga heran kenapa ada Blok A, ada Blok B, tapi nggak ada Blok C sampai Blok K, langsung lompat ke Blok M, kemudian lompat lagi ke Blok Q, ... aneh. Mungkin kelurahan Blok C sampai Blok K juga jengah seperti aku, kemudian diam-diam mengganti nama daerahnya dengan nama yang lebih mentereng, entah berapa puluh tahun yang lalu.
Kawasan Blok M juga kawasan yang serba tanggung. Pertokoan elite kita tahu Plaza Senayan. Pertokoan Kumuh kita tahu Pasar Senen. Tapi justru keserbatanggungannya itu yang mebuat kawasan ini unik. Blok M, pasti jadi Mimpi buruk mahasiswa planologi. Atau mirip kota salah desain dalam Sim City, dibuang ke Trash Can sayang namun terlalu memusingkan untuk diteruskan
Tapi ya sudah, terima saja, memang kisahku berawal, di Blok M dan mencapai titik kulminasi di Blok M. Segala jenis, ulah, fungsi, dan sosok ada di Blok M. Pe'cun yang menggelendot di sisi sosok-sosok berwajah Jepang, Korea, Taiwan saat burespang, pengamen arema, preman arek, terminal bis, kantor pemerintahan, sekolah, mall, gelanggang remaja, lintas melawai, dan tentu saja ... gay ... berserakan semua di situ seperti gelas pecah usai pesta. Ah ... blok M miniatur Jakarta, kota tanpa perencanaan, Tapi aku lebih suka kota tanpa perencanaan dari pada rencana tanpa kota seperti Canberra. Aku suka carut marut Blok M. Aku suka Blok M karena aku bertemu Jiwa di sini.
Sua
Hari sabtu atau minggu tahun 1999, aku lupa bulan apa, yang pasti sebelum April, aku Nalar dan Rasa jalan jalan sore ke Blok M Plaza. Hatiku tentram melihat harmoni Nalar dan Rasa, seperti senangnya hati jika rasa selaras dengan nalar kita. Gaydar dipasang pada frekwensi penuh. Bukan gay namanya jika kami tidak saling lempar bisikan ... yang pake topi keren ... kanan-kanan junkies cute ... depan basket banget euy. Seperti juga bukan str8 kalau nggak ngomongin cewe ... apa lagi?
Selasar Blok M Mall kami susuri, diseling naik tangga berjalan. Kami sampai di selasar kiri lantai teratas. Menurut banyak orang, bagi gay belum ke Blok M plaza kalau belum bezook ke selasar Studio 21. Namun entah kenapa hari itu selasar Studio 21 lebih sepi dari kantor pemerintah pada saat harpitnas. Kami putuskan langsung turun naik lift ... kotak yang tak henti-hentinya naik turun seperti yo-yo.
Jalan terpendek menuju lift melalui jembatan penghubung. Jembatan yang telah diinjak ratusan ribu mungkin jutaan orang. Jembatan yang mungkin telah mempertemukan ratusan pasangan gay. Entah untuk sereguk nikmat, atau relasi yang dimirip-miripkan dengan perkawinan. Tepat di tengah jembatan mataku beradu pandang dengan Jiwa. Sedetik waktu yang terlalu panjang bagi seorang gay untuk mengambil kesimpulan ... dia gay ... dia mau denganku. Aku berjalan terus, dia berjalan terus. Aku menuju lift ... dia menuju railing ... lantas berhenti, bersandar di railing sambil tak henti menatapku. Senyum mengembang di bibirku ... hari ini bukan Nalar yang hangati ranjangku.
Sambil menunggu lift aku menimbang-nimbang, mengumpulkan keberanian, sementara mataku dan mata Jiwa terus saling tatap. Bertepatan dengan bunyi ... ting ... dari lift yang sampai ke lantai teratas ... tekad sudah menyatu ... aku harus berani menghampirinya. Sementara menunggu orang-orang keluar dari lift aku sampaikan niatku ke Nalar dan Rasa ... ya udah ... capcay kata Rasa. Go ahead kata Nalar, dengan nada yang melankoli dan lemah, Nyanyi nyeri seorang yang terbisukan. Terbisukan? ... aku rasa tidak. Bukankah dia sudah mengayuh asmara dengan sang atlet basket?
Kenal
Aku tak perduli, aku berbalik tinggalkan Nalar dan Rasa. Berbekal tekad dan nekad kuayun langkah menyongsong Jiwa. Ada hal-hal yang tak akan pernah hilang dari arsip memori kita, bagiku jalan pendek antara lift ke tempat Jiwa berdiri adalah salah satu dari potret masa yang terasir tajam di otakku: dari lift - belok ke arah jembatan - menyeberangi jembatan - menuju railing sisi kanan - berhenti tepat di samping Jiwa - membungkukan badan - bersandar ke railing dan menghamburkan kata basi,
Jiwa, kamu?
Hati. Sendiri?
Ama temen, tapi nggak tau dia kemana?
Kamu cakep, aku suka sama kamu
(Senyum)
Mau kerumahku?
uummm ... boleh
Yuk
OK[/list:u]
Kami berjalan bersama, menyusuri selasar Blok M Plaza, diseling naik tangga berjalan. Sepanjang jalan kami hanya bicara pendek-pendek. Sementara pikiran melayang, mengenang kejadian yang tak ingin kuingat lagi. Aku putuskan ponsel aku titipin ke Nalar. Aku pamit sebentar ke Jiwa untuk menghubungi Nalar, Nalar segera menyusul dan ponsel berpindah tangan (setahun kemudiaan insiden ini jadi bahan ledekan Jiwa... najis mampus ... ponsel motorola murahan segede bata aja pake dititip-titipin ... kucing paling rakus-pun gak tega ngegetanya).
Ritual rutin, yang entah sudah berapa kali kuulangi, seolah sudah seperti manual dari peralatan elektronik. Langkah pertama, Cari Taksi - langkah kedua, buka pintu kiri - langkah ketiga, tunggu dia naik - langkah keempat, aku naik lewat pintu sebelah kanan - langkah kelima, beri tujuan pada sopir taksi, langkah keenam, langkah yang paling sulit, cari bahan pembicaraan. Duduk bersama di Taksi dengan orang yang baru kita kenal kadang bisa jadi siksaan.
Kebingungan mau ngomong apa, aku hanya bisa terus memandanginya. Aku tak tahu pandangan penuh nafsu atau pandangan penuh sayang yang terpancar di mataku. Entah karena jengah atau merasa tersanjung, dia menggelendot manja di pundakku ... nalurikuku mengatakan dia anak baik. Ketakutanku menguap ke langit sayang.
Saresmi*
Sampai di rumah, begitu pintu depan tertutup. tanpa basa-basi kulumat bibirnya. Dia membalas. Tidak ada alasan untuk cengkrama di ruang tamu, karena memang tak ada tilam empuk di ruang tamuku... kosong. Kamar, satu-satunya ruang paling nyaman di rumahku. Dan ... terjadilah hal-hal yang diinginkan. Penyejuk ruang tak mampu cegah rembesan keringat. Busana tanggal satu satu. Jeda saling pandang sembunyikan jengah.
jiwa remasi hati ...
kuhela sampan jiwa ...
kaukayuh jukung hati ...
gelombang gairah mengayun ke puncak nafsu ...
lantas menghempas ke palung lelah ...
diselimuti buih puas ...
***
dia hanya satu dari sekian lelaki yang lawati malamku,
tapi dia beda kataku.
aku hanya satu dari sekian lelaki yang lawati malamnya.
tapi aku beda katanya.
aku enggan basa-basi usai saresmi, biasanya.
kali ini aku ingin basa yang tidak basi.
dia bergegas pulang usai saresmi, biasanya
kali ini dia ingin waktu ditelan kantuk,
***
cerita sehari-hari menetes
lantas mengalir
lantas menyungai
cengkrama usai saresmi,
tak perlu dicemasi.
setidaknya dengan jiwa[/list:u]
Setelah puas dengan cakap tubuh dan cakap sebenarnya, kuantar Jiwa pulang. Sampai Blok M lagi? tidak. Jiwa kutinggal di halte Trisakti. Ah .. egoisnya aku. Dengan menumpang bis, Jiwa kembali ke kostnya di daerah Blok M. Aku kembali ke rumah dengan kenangan yang tidak luar biasa, tidak juga biasa. Jiwa beda.
***
Tak ada yang indah dari cerita kami, sedikit banal malah. Blok M, nama yang sama sekali tidak indah. Pertemuan di jembatan, biasa saja. Niat memburu syahwat, apa lagi. Kisah kami jauh dari imaji bertemunya dua hati di susastra wangi. Namun bukankah lukisan indah selalu menyisakan baju dan lantai yang kotor oleh tetesan cat minyak atau cat air.
Kita bisa makan dengan tenang karena kita tahu besok kita bisa berak. Bvlgari Wangi terbeli karena memeras keringat dan membanting tulang, entah keringat dan tulang sendiri atau milik orang lain. Buah manis yang kita kunyah subur berkat pupuk yang kita tahu asalnya dari mana.
Peristiwa peristiwa tidak indah kita jelang sejak wekker pagi berbunyi hingga lelap malam. Kita hanya berharap, dan menjadi bidan, membantu lahirnya yang indah dari yang tidak indah. Tanpa harapan mungkin kita sudah remuk dilindas rasa hampa. Harapanku terpenuhi. Harapku harapmu terpenuhi juga ... teman.
*Saresmi = Making Love
__________
Kisah:
Kisah Hati - Taman Tong Bocor
Kisah Hati - Pink Triangle: Suropati-Banteng-PC
Kisah Hati - Not so good old days
Kisah Hati - Tragedi Tissue Basah
Kisah Rasa - Pesta Kecoak
Kisah Nalar - Anak Pub
Kisah Nalar - Orang-orang Sehati
Kisah Nalar - LDR
Kisah Nalar - Pulang
Kisah Jiwa - Sua
[/list:u]