It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Trusin lanjutanya ya... Gw bru sadar thread yg d post d bf keren2 smua.... Ckckck... Pa gw jga bkalan ikutan bkin thread ya? Tp mash malu n g pd.
10 jmpol dc buat marvel..
Jangan distop disini donk !!!! :x :x :x
Engkau tahu kalo aku pingin banget Kiven bahagia…
Meskipun kebahagiaan itu bukan dariku…
Aku rela…
Aku rela dia jika cinta Kiven yang sebenarnya bukan untukku…
Tapi…
Jangan biarkan aku melihatnya bersamanya…
Jauhkan aku darinya… sejauh-jauhnya….
Kembalikan lagi aku keduniaku yang sebenarnya…
Aku akan merelakannya, Tuhan…
Aku gak akan menangis untuknya walaupun dalam mimpiku…
Aku gak akan terbangun ditengah malam dengan mata sembab sambil memanggil namanya…
Karena ku tahu dia akan bahagia…
Karena ku tahu dia memiliki seseorang yang seharusnya untuknya…
Aku mengusap genangan air dimataku.
Hari ini, Kiven…. Hari ini hari ulang tahunmu… 15 Agustus…
Aku akan memberikan hadiah ulang tahun untukmu… yang mungkin merupakan hadiah ulangtahunmu yang paling sederhana…
Aku mengenakan jaket hitam dan celana jean hitam juga. Kupakai Helm dan kuhidupkan mesin motor pinjamanku dari Rizal. Rizal meminjamkannya tanpa menanyakan alasanku. Kini aku memacu dengan cepat kearah pinggiran kota. Aku sengaja mempercepat setengah jam waktuku agar aku bisa menyusulnya. Tetapi tiba-tiba motor yang kupakai mati mendadak. Aku panik.
“Oh,… plis… hidup lagi….” berulang kali aku mengatakan itu sambil menyalakan motor.
Lima belas menit berlalu. Aku kehilangan waktu sebanyak itu… sebentar lagi Kiven melewati jembatan itu. Tanganku gemetaran.
Dan…
Akhirnya motor bisa hidup lagi. dan aku kehilangan waktuku untuk menyusulnya. Dengan kecepatan tinggi aku memacu motorku menuju pinggiran kota itu. Kiven akan menjemput neneknya dan membawanya ke rumahnya.
Kini bisa kulihat mobil Kiven dari kejauhan. Dadaku berdetak kencang sekali sambil aku menahan napas. Akhirnya aku bisa menyusulnya. Tepat sebelum jembatan itu. Aku melewatinya dan dengan mendadak aku menghentikan motorku ditengah jalan. Kiven mengerem mobilnya dengan mendadak. Kudengar pintu mobil dibuka dengan cepat.
“Eh… apa lo gila, ya?” teriaknya ambil mendekatiku.
Aku hanya menunduk menghindari tatapannya kewajahku. Untunglah Helmku bisa menutupinya. Aku pura pura memperbaiki motorku.
“Minggir….. lo gila, apa? Emang jalanan ini punya emak lo?”
Aku masih terdiam. Sebentar lagi kiv….. sabar….
Tapi tiba-tiba…
“Kubilang minggir….”
Buk!!!! Kurasakan rasa sakit mendadak di perutku. Kiven menendangku. Belum sempat aku mengelak, sebuah tendangan mengenai helmku. Benturan keras helmku mengenai bibirku. Rasa asin kurasakan dimulutku… pasti berdarah… kulihat kakinya lagi melayang kearah wajahku… aku menutup wajahku dengan kedua tanganku.
Brakkkkkk!!!!! Buummmmm!!!
Dentuman itu terdengar begitu dahsyatnya memekakkan telinga. Kiven yang kini terhenti hanya bisa memandangi kedahsyatan alam yang begitu mengerikan. Bukit diseberang jembatan itu runtuh sampai beratus-ratus meter panjangnya membuat segala sesuatu dibawahnya tertimbun rata tanpa terlihat.
Aku mengusap dadaku….
Menaiki motorku kembali dan menghidupkannya. Kiven masih terpaku memandang peristiwa alam itu.. seakan tak mendengar deruman motorku yang kuhidupkan..
Aku mulai menjauh dengan perlahan… sambil memandang wajah orang yang sangat kucintai meskipun yang terakhir kalinya…
“Lunas sudah janjiku, Kiv…….” Bisikku sambil mencium kalung biji-bijian pemberiannya dan meletakkannya di kap mobilnya.
Kiven memalingkan wajahnya kearahku. Bisa kulihat kekagetan diwajahnya ketika melihat kalung itu. Kiven berlari kearahku.
“Hilll………” kudengar teriakannya.
Bagaikan sembilu mengiris-iris hatiku…. Mengoyaknya menjadi seribu bagian….
Aku sudah menjauh darinya…. Dan memandanginya lewat kaca spion motorku…. Hilangkan aku dari hatimu… lenyapkan cintaku dari hidupmu….dan aku akan menunggumu di kehidupan yang akan datang… seandainya kamu masih mengenal aku, Kiv….
(sambung ke Part 3)
please.......
seru tuh.......
kalo bisa yang sekali ne happy end donk qq...
Jgn dunk..
Lanjut y bro..
Gw janji ga ngupil n brenti ngintip tmen kos lg mandi dc.. (???)
Tp pliz..
Critanya lanjutin..
Kyk ad yg krang.
Lnjtin y.
critanya bagus...
plis jangan ditamatin sampe sini...
aku mw lihat hildy bahagia
walau ga bersama kiven...
“Auh…..”
Aku mengerang ketika tisue basah itu mengenai bibirku yang berdarah. Dengan perlahan aku membersihkan gumpalan darah kering yang tadinya sempat membuat Rizal panik ketika aku mengembalikan motornya.
“Oh, Tuhan… kenapa bibir lo, Hil..?”
Aku hanya tersenyum.
“Berantem, Zal…” ujarku asal-asalan.
“Caile… gak percaya gue kalo lo bisa berantem sampe berdarah kayak gitu…”
“Ya udah kalo gak percaya…”
Rizal memandangku dengan tajam.
“Itu karena Kiven, ya?”
“Mau tau aja…”
“Mau gue hajar tuh orang?”
“Gak perlu… gak hubungannya lagi gue ama dia…”
Aku mengusap perutku yang memar membiru.
“Shh….” Desisku kesakitan.
Aku memandangi cermin. Terlihat sosok manusia tanpa cahaya… suram bagaikan langit sore…
“Kiv,… kini lo udah bebas… gak ada lagi kuatir dalam hati gue… tugas gue udah selesai…Kini.. gue udah gak punya apa-apa lagi… lo udah membawa semuanya pergi… gak ada lagi yang tersisa, Kiv… gak ada…” bisikku pada cermin.
Kini kujalani hari demi hari tanpa harapan… tapi tanpa keluhan… aku sadar, sekali berkomitmen untuk hidup, harus menjalaninya meski gak selamanya mulus…
“Hoy… udah nyampe… jangan ngelamun aja… “
Rizal menjewer telingaku. Aku baru tersadar ternyata sudah sampai di terminal Bus.
“Duuhhh… iya.. tau…. Eh, makasih ya…. Gue turun dulu…”
Rizal menangkap lenganku. Aku memandanginya aneh.
“Lo bakal balik lagi, kan?”
Keningku berkerut. Kemudian tersenyum kearahnya.
“Iyah… cuman 3 hari, kok…”
Rizal masih memegang lenganku.
“Awas kalo gak balik lagi…. gue nyusul lo ke rumah… beneran.. suerrr…”
Aku mencibirkan bibirku kearahnya.
“Sekalian aja ngelamar gue ke mak gue…. Hehehe… gue tunggu lho…”
Rizal melepaskan pegangan tangannya.
“Sepi ajah kalo gak ada lo disini, Hil…”
“Iyahhh… gue bakalan balik lagi, kok… dahhh”
Aku memalingkan wajahku kearah Bus yang terlihat sudah mau penuh. Tak kulihat lagi pandangan Rizal yang penuh arti. Aku menarik napas panjang sambil menyandarkan tubuhku di tempat duduk Bus samping jendela. Disampingku tak ada yang menempati.
“Kiv… lo dimana skarang? Lo bahagia, kan?” gumamku.
“Gue kangen nenek… gue akan kesana Kiv…”
Dengan perlahan aku memasuki perkarangan yang ditumbuhi pohon rindang dan berbagai jenis tumbuhan yang berguna.
“Nek….” Panggilku.
Pintu terbuka. Dan terlihat wanita tua yang kini memandangku dengan pandangan tak percaya. Sudah lebih dari tiga bulan aku tak bertemu dengan nenek.
Nenek kemudian tersenyum sambil memegang tanganku.
“Benar… kamu Hildy…. Nenek udah lihat dari jauh… tapi nenek gak percaya..” Katanya bergetar.
Aku tersenyum. Nenek terlihat menutup matanya dengan telapak tangannya. Bahunya tergetar. Aku merangkulnya masuk dan ku dudukkan di kursi.
“Udah nek…. Ini aku, Hildy… maafin aku karena baru sekarang bisa datang…”
Nenek kini memandangiku. Mengusap pipiku.
“Kesalahan apa lagi yang Kiven lakukan? Katanya… kamu gak mau maafin dia lagi…”
Nenek mengusap matanya dari sisa-sisa airmatanya. Aku tersenyum sambil menggeleng.
“Ngggak nek… Kiven gak pernah salah sama aku… aku yang salah, nek….” Ujarku menghiburnya.
“Bulan lalu, nenek mukul dia waktu dia datang kesini…. Nenek bilang gak akan nerima dia kalo gak datang bawa kamu kesini… nenek pukulin dia pake kayu ini… dia gak ngelawan… dia nangis…. Dia ngaku salah udah nyakitin kamu…”
Nenek memperlihatkan tongkat kayunya.
“Nggak perlu gitu, nek…. Kesian dia…”
Aku kini bisa melihat Kiven dalam anganku kembali. Setelah sekian lama bayangan itu kuhilangkan dari hidupku.
“Beberapa hari kemudian… ibunya nelpon… kalo Kiven sakit… nenek nggak dikasih tau kalo sakit apa…. Sampe sekarang….”
Napasku tersendat. Ada sesuatu berdesir hebat didadaku.