It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
akhirnya nongol juga! haha
lo kebanyakan ngegame. banyak yg kangen cerita lo! kali ini gak pake lama ya!
Aku mengecek jam tanganku sekali lagi.
Hampir jam dua belas malam.
“Biar gw yang nyuri kunci mobilnya,” kata Kaka membusungkan dada.
“Enggak,” potongku cepat. “Biar aku aja.”
Semua memandangku pesimis, termasuk Sam.
Aku sudah terlanjur ketahuan sama Jun, jadi kalau misalnya kali ini ketahuan lagi paling enggak anak yang lain selamat. Istilahnya tuh aku udah terlanjur basah, jadi sekalian aja nyebur. Kasian kalo anak-anak lain ikut ketauan juga.
“Tapi gw yang lebih cocok,” kata Kaka yakin.
“Aku setuju, Liam menurutku kamu bukan tipe yang maju di barisan depan, kamu lebih condong ke tokoh dibelakang layar,” tambah Harris. “Serahin aja semua tugas kasar ke serdadu macam dia.”
“Iya betul,” sambar Kaka, lalu dia diam ketika omongan Harris dicerna di otaknya, dia berbalik ke Harris dan melotot. “Makud lo tugas kasar tadi apa? Serdadu macam siapa?”
“Oke, Liam kamu ikut aku masuk Wisma Indah Lima,” potong Sam sebelum Kaka mulai perang beneran sama Harris. “Dan kalian berdua, jaga jalan depan, kirim sms kalo ada orang yang masuk .. dan tolong usahakan jangan saling membunuh sebelum misi selesai.” Tambahnya sambil memandang galak Kaka dan Harris.
Tepat jam dua belas kami mulai bergerak. Aku mengikuti Sam masuk ke asrama bercat hijau itu sekali lagi. Kali ini tujuan kami adalah garasi di samping kiri asrama. Sebenarnya tidak bisa disebut garasi juga sih, tapi tempat parkir. Soalnya cuman bangunan beratap untuk sekedar melindungi mobil dan motor dari matahari dan hujan. Ada dua mobil dan tiga motor disana. Kami berencana mencuri mobilnya Dennis, mobil sedan berwarna biru. Setelah yakin bahwa mobil itu ada di garasi, Sam mengambil ancang-ancang untuk masuk asrama, masuk kamar Dennis dan mencuri kunci mobilnya.
“Bentar Sam,” bisikku.
“Apa?”
“Kamu ke garasi aja, tunggu di samping mobil, biar aku yang curi kuncinya.”
Wajah Sam mendadak cemas. “Liam .. nggak bisa gitu ..”
Sebelum Sam sempat protes lagi aku langsung melesat masuk ke asrama lewat pintu belakang. Pintunya tidak terkunci karena setauku sudah dirusak ama Sam. Kamar Dennis ada di lantai dua, aku buru-buru naik tangga dan mencarinya.
Aku mengatur napas setelah menemukan kamar Dennis, biar tidak tegang. Aku buka pintunya, Dennis sedang tidur, telinganya ditutup earphone. Dari info yang didapet Sam, kalau tidur Dennis memang suka ngedengerin musik keras-keras. Aku berjalan ke meja belajar dan langsung menemukan kunci mobil disana. Yes. Aku menyambarnya dan keluar. Ketika sedang menuruni tangga ada orang yang masuk dari pintu depan. Orang itu melihatku dan langsung bergegas ke tangga juga untuk mengejarku. Sekilas aku mengenali profilnya, Yoga.
Aduh gimana nih.
Aku naik lagi ke lantai dua, tindakan yang bodoh karena lantai dua kan jelas jalan buntu, kalo Yoga udah sampai ke atas pasti aku ketangkap. Apa aku harus bikin Yoga pingsan seperti yang dilakukan Kaka? Mataku berputar mencari barang yang bisa dipakai untuk memukul.
Waktu aku sedang berpikir kebingungan pintu kamar disebelahku terbuka. Mati aku. Berakhir sudah, ketahuan ..
Sosok Jun keluar dari pintu itu, dia agak terkejut melihatku tapi tidak mengatakan apa-apa, untuk sesaat kami berdua cuma bertukar pandang diam. Suara langkah kaki Yoga ditangga terdengar gaduh, aku melirik gelisah ke arah tangga menanti Yoga datang dari sana.
Lalu Jun meraih tanganku dan menarikku masuk kamarnya.
“Sssst.” Jari telunjuknya dibibir, menyuruhku untuk diam.
Jun menutup pintu dan diluar terdengar suara langkah kaki Yoga. Lalu ia membuka pintu sedikit untuk mengeluarkan setengah badannya.
“Ada apa Kak Yoga?” tanya Jun.
“Kamu liat ada orang lewat sini?” terdengar suara Yoga menjawab.
Jun menggeleng.
“Tadi aku liat ada ninja kayak kemarin di tangga, trus dia lari ke sini, masa dia bisa langsung ilang gitu sih,” lanjut Yoga frustasi.
Jun mengangkat bahu, dan menutup pintu setelah Yoga menyerah dan turun ke lantai satu, kembali ke kamarnya.
Jantungku berdegup kencang. Oke masalah Yoga sudah beres, sekarang tinggal Jun .. Cuma ada aku dan dia di kamar. Kenapa dia malah nolong aku? Jun menatapku cukup lama sebelum akhirnya dia melepas penutup mukaku.
“Hai Liam,” katanya.
“Hah? Oh hai ..”
“Untung kamu kesini, kemarin kan aku belum ngebalikin jaketmu.”
Hah? Jaket? Oh iya kemarin aku minjemin jaket ke dia.
Jun melangah ke seberang kamar, mengambil sesuatu dari lemari. “Rencananya siang ini aku mau ke kostmu buat ngebalikin ini.” Dia menyerahkan jaket hitamku.
Aku melongo. Tidak tahu harus berkata apa.
“Oh, um .. yeah .. trims.”
“Enggak, aku yang makasih,” potong Jun.
“Duduk aja dulu, jangan langsung pulang, nanti aja kalo udah agak pagi,” tambahnya. “Ato mau maen PS? Aku ada nih ..”
Aku duduk dilantai beralaskan karpet, Jun sibuk menyalakan PS3-nya. Berbagai macam pertanyaan berputar di pikiranku. Ada apa dengan Jun? Kenapa dia bersikap seperti itu? Apa dia selalu seperti itu sama maling? ..
Sam .. aku ingat dia masih menunggu di garasi, aku membuka ponsel untuk mengiriminya sms dan ternyata ada sms masuk dari Kaka. Smsnya sudah masuk dari tadi, aku sama sekali tidak sadar kalo ada sms masuk. Mungkin karena aku terlalu tegang.
From: Kaka
Yoga otw.. =p
Aku mendesah, Kaka sudah ngasih peringatan soal Yoga. Cuma akunya saja yang bego, kenapa sih aku selalu seperti ini. Seandainya saja tadi aku ngecek ponsel waktu sms itu masuk, pasti aku tidak akan ketahuan Yoga.
Aku mengetik sms ke Sam ..
To: Sam
Sori Sam aku dapet kuncinya tapi aku nggak bisa keluar sekarang. Jangan kuatir aku baik2 aja kok. Kamu langsung balik aja, batalkan misi..
Send.
“Ayo main,” Jun menyerahkan stick PS ke aku.
Aku tersenyum dan akhirnya kami pun bermain PS3. Game sepakbola, aku tidak begitu jago kalo gamenya sepakbola kayak gini. Aku lebih suka yang RPG atau yang pertarungan, tapi kelihatannya Jun sangat menikmati permainannya. Sesekali aku lirik Jun yang sedang konsentrasi dan senyum-senyum sendiri waktu dia berhasil nyetak gol.
“Kenapa kamu nolong aku?” aku tidak tahan juga untuk tidak nanya.
“Hmmmm?” Jun masih asyik dengan gamenya, padahal aku maennya bego banget.
“Kenapa kamu nolong aku?” ulangku.
“Nolong apa?”
“Tadi kamu nolong aku kan, narik aku masuk kamarmu.”
“Aku pengen kamu masuk kamarku.”
“Tapi kenapa?”
“Pengen aja.”
Aku mengernyit, tidak ada gunanya tanya-tanya lagi. Jun kayaknya nggak serius gitu jawabnya.
“Aku serius kok,” kata Jun seakan menjawab pikiranku.
Aku tersentak kaget mendengarnya. Sedangkan Jun masih dengan sikap santainya itu.
Kami terus bermain untuk beberapa jam. Sampai akhirnya aku capek dan tiduran, celakanya aku keterusan tidur. Waktu bangun sudah jam enam pagi. Jun ada disampingku, dia tidur juga. Aku colek dia.
“Jun .. Jun ..”
Jun membuka matanya.
“Aku pulang dulu ya?” kataku.
Jun duduk dan menggosok matanya. “Aku anter sampai luar.”
Aku membuka pakaian hitamku biar tidak dicurigai, kebetulan aku memakai kaos biru lengan panjang di dalam baju hitam itu. Jun mengantarku turun ke lantai satu. Di ruang tamu ada Yoga yang sedang mengomel panjang lebar, dan ketika matanya menangkap Jun dia bertanya.
“Jun .. liat Rion nggak?”
Jun menggeleng.
“Aiissshhh .. kemana sih tu orang .. padahal aku mau lapor kalo semalem ada ninja lagi.”
“Udah cari dikamarnya?” usul Jun.
“Udah, tapi kamu kan tau Rion, dia jarang tidur di kamarnya sendiri, seringnya juga ketiduran di ruang tamu, di dapur, di kamarku, di kamar Dennis, di WC juga pernah ..”
Yoga menyadari kehadiranku dan melirikku curiga.
“Ini temenku, semalem nginep,” kata Jun santai.
Yoga mengangguk lalu kembali menanyai anak Wisma Indah Lima yang baru bangun dan duduk di ruang tamu untuk menonton televisi. Jun dan aku meneruskan perjalanan.
“Makasih ya,” gumamku waktu sampai di halaman depan asrama.
“Sering-sering main ke tempatku,” kata Jun.
Aku tersenyum kikuk.
Sebelum pergi aku menyerahkan kunci mobil Dennis ke Jun.
“Tolong balikin ini ke kamar Dennis ya?”
Jun mengantongi kunci itu. “Oke.”
Aku berjalan ke Wisma Indah Empat dengan perasaan campur aduk. Gimana dengan tugasnya? Malam ini belum berhasil, artinya kita masih harus usaha nyuri mobil lagi ..
Pagi itu ruang tamu asrama sepi, pasti anak-anak masih pada tidur. Aku naik ke lantai dua, menuju kamar Sam, aku harus minta maaf karena sudah mengacaukan misi. Didepan kamar Sam aku mendengar suara ribut-ribut dari kamar Kaka. Ada suara teriakan Harris dan Kaka, kedengarannya sedang marah. Ada juga suara gedebak-gedebuk mengerikan, apa mereka berdua lagi berantem?
Aku berbalik ke kamar Kaka dan membuka pintunya. Pemandangan di dalam membuatku bengong. Kaka tidak memakai baju sedang ditindih oleh Harris yang kancing bajunya sudah terbuka semua, memperlihatkan dadanya yang bidang. Mereka berkeringat. Keduanya berhenti bergerak waktu melihatku ada di depan pintu.
“Kalian sedang apa?” tanyaku heran.
Harris melepaskan Kaka lalu bangkit dan duduk di kursi, mencoba mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal. Kaka menatap Harris ganas sebelum duduk di kasur dengan muka kesal.
“Ada apa sih?” tanyaku lagi.
Kaka membelalakkan matanya ke Harris, tapi tidak ada kata yang keluar dari mulutnya.
“Mana Sam?” Harris-lah yang akhirnya bersuara. “Kenapa kalian lama sekali? Aturan tugasnya kan cuma dua jam, tapi kalian malah nyuri mobil itu hampir enam jam.”
Aku mengernyit.
“Nyuri apaan,” kataku. “Mana Sam? Bukannya dia sudah balik semalem?”
Harris memandangku bingung. “Semalam dia bawa mobil bareng kamu kan?”
Aku menggeleng.
Kaka bangkit dan mendekatiku. “Bentar .. bukannya semalem kalian berhasil nyuri mobilnya Dennis?”
“Enggak, aku ketahuan Yoga, jadi aku suruh Sam untuk ngebatalin misi.”
Kaka memandang dengan ngeri.
“Terus yang semalem dicuri Sam mobil siapa?”
Aku mengecek LED di dasbor mobil.
Jam satu malam.
Oke, kayaknya sebentar lagi udah waktunya balik ke asrama.
Aku tersenyum. Sekarang aku sedang mengendarai Lancer Evo berwarna biru metalik. Keren mobilnya, enak dikendalikan.
Pasti Liam kaget kalau tahu aku sukses nyuri mobil.
Di garasi Wisma Indah Lima ada dua mobil, sama-sama berwarna biru cuma beda tipe aja. Aku hampir enggak percaya waktu melihat mobil ini kaca samping depannya setengah terbuka. Dan hebatnya lagi kunci mobilnya tergantung di starter.
Aku enggak tahu kenapa Liam bisa ketahuan, tapi yang pasti misi harus selesai malam ini juga. Dan karena itu aku nekat masuk ke mobil ini dan mengendarainya keliling Jogja. Ummm .. sebenernya bukan keliling Jogja sih, tapi aku naik keatas, hampir sampai Kaliurang. Setelah satu jam melaju kencang, disamping kanan kiriku sekarang hanya terlihat barisan hutan yang gelap. Udaranya dingin, segar .. siapapun pemilik mobil ini pasti sekarang masih tidur entah dimana ..
“Siapa kamu?” suara dari belakang membuyarkan lamunanku.
Aku menoleh.
Rion duduk dikursi belakang, berusaha menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya. Oh shit .. jadi ada orang di mobil ini? Tidur dikursi belakang? Dan aku enggak sadar?
“Ngapain kamu disini?” kataku spontan.
“Ngapain gw disini? INI MOBIL GW ..”
Mobil Rion? Jadi aku nyuri mobilnya Rion? Damn ..
Rion maju ke depan, berusaha merebut setir dengan paksa.
“Stop .. Berhenti .. hentikan mobilnya ..”
“Minggir ..” seruku panik.
Mataku menatap matanya. Marah dan kebencian, cuma itu yang ada disana.
“Lo maling yang kemarin kan?” seru Rion keras.
Aku mendorong Rion tapi dia malah memaksa pindah ke kursi disampingku dan terus menarik-narik setir.
“Minggir, stop .. berhenti ..” bentak Rion.
Mobil jadi oleng, melaju kencang tapi zig-zag gara-gara perebutan setir itu.
Lalu Rion meninju wajahku kuat-kuat, aku merasa gusiku berdarah, perih.
Aku melepaskan kemudi, dan tiba-tiba ada belokan di depan, dengan cepat Rion membanting setir, tapi mobil malah terperosok masuk ke hutan dan menabrak pohon dengan kencang. Bunyi benturan mobil dan pohon memekakkan telingaku. Momentum yang tercipta membuat badanku maju kedepan, dahiku membentur setir. Dan Rion? Dia menabrak kaca depan mobil sampai pecah dan terlempar keluar.
Aku melepas sabuk pengaman dan membuka pintu mobil. Badanku sakit semua, kepalaku agak pusing, tapi yang ada dipikiranku saat itu cuma Rion, kelihatannya dia terluka parah. Dengan cemas aku keluar dan menghampiri Rion yang tergeletak di tanah. Kepalanya berdarah, matanya masih terbuka, dia memandangku dengan ekspresi yang aneh, dia seperti ingin mengatakan sesuatu ..
What I have done?
“Rion .. Rion ..” kataku gelisah. “Kamu enggak kenapa-napa kan?”
Stupid question. Tentu aja dia kenapa-napa.
“Sori, aku enggak pernah ada maksud buat bikin kamu jadi kayak gini.”
Aku memandang sekeliling mencari bantuan, tapi tidak ada apa-apa, hanya hutan. Aku harus membawa Rion ke desa terdekat, pasti ada desa atau kampung disekitar sini. Dengan susah payah aku menggendong Rion dibelakangku dan terus mengajaknya bicara agar dia tetap sadar.
“Aku pasti nolong kamu, aku enggak akan ninggalin kamu.”
hhe, dari gif yah
iya nih baru nongol sekarang, baru sempet posting
lanjudkan,
trus gmn endingnya?
happy endingkah. hehehe
can't wait till the next story
Ceritanya kereenn
Aq dagh dibilang gila neh sama kakak aq ketawa2 sendirian....
akhirnya ni cerita buka cabang jg d warung ni...
ga sabar nunggu kelanjutan chapter yg terputus d warung sebelah....
semangat coat...!!!
lagi sibuk ta?
semangat yoo ditunggu kelanjutannya
kalo alay nulis mah "cEeemMuuun9uUUudhhH Kak@!"