It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ntar malem dilanjut ya? Janji kan?
Today is the day. Yeah, its almost two weeks after ospek, dan sekarang adalah hari audisi penerimaan calon anggota orkes simfoni. Gue udah nggak sabar untuk segera bergegas menuju ke tempat latihan orkes, untung saja tempatnya bukan di kampus Depok, melainkan di tengah kota Jakarta, jadi dekat dengan rumah gue. Gue ngerasa udah lama banget nggak main di orchestra, gue ngerasa itu udah kayak bagian dari diri gue. Gue berjalan ke arah meja belajar, dan mengambil sebuah kotak hitam yang agak kumal, tetapi di dalam kotak itu terdapat sesuatu yang sangat gue sayangi, Gareth. Gareth adalah sebuah biola hand made yang dibeli oleh bokap gue ketika ia pergi ke Austria. Warnanya coklat tua dengan highlight hitam dan cream, bentuknya tidak jauh dengan kebanyakan biola pada umumnya, namun yang membedakannya dengan biola lain adalah ukiran nama gue di balik biola itu. Lalu gue mulai mengambil biola itu, dan membersihkannya dari sisa-sisa rosin yang menempel saat gue memainkan biola tersebut. Lalu gue mengambil bow-nya, gue sedikit melemaskan shear stress bow tersebut, dan menggosokkan rosin pada bow itu secara searah beberapa kali. Setelah gue rasa cukup, gue mengencangkan bow itu kembali, dan memulai warming up. Gue mulai melakukan fingering ringan untuk melemaskan jari-jari gue dan mencoba memainkan beberapa lagu yang akan gue bawakan saat audisi hari ini. 20 menit sudah berlalu, tanpa gue sadari, ternyata ada seseorang yang memperhatikan permainan biola gue, lalu gue menengok ke arah pintu kamar, dan merasa amat kaget.
"Eh, mama. Ada apa ma?" tanya gue spontan.
"Nggak apa-apa. Kamu mau ngapain Drew?" tanya nyokap dingin. Gawat, jangan-jangan nyokap mau ngelarang guw ikut audisi.
"Mau ikut audisi orkes kampus. Boleh kan ma?"
"Kamu itu, sampai kapan sih kamu mau main-main terus sama biola?"
"Ma, jangan mulai lagi deh. I cant live without music mom, you know that,"
"Iya mama tahu, tapi jangan sampai kamu kelewatan bermusik ya,"
"Tenang ma, Ill do my best in college. Percaya deh Ma, walau aku ikut orkes aku bakal tetep bisa Cum Laude," jawab gue sambil membusungkan dada, sambil tertawa.
"Kamu PD banget sih, belum tentu audisinya keterima," nyokap hanya bisa tertawa ringan mendengar omongan gue.
"I promise mom. Well see,"
"Ya, well see Drew. Oiya, pacar kamu nungguin tuh di bawah," celetuk nyokap.
"Hah pacar?" tanya gue bingung.
"Itu si Raoul," kalian kan nempel melulu, canda nyokap gue.
"What the even Mama bilang Raoul pacarku? Ya ampun kenapa sih semua orang bilang kayak gitu," cetus gue heran dan setengah marah.
"Hahaha, bercanda nak, itu ditungguin. Kasihan Raoul udah dari tadi," kata nyokap gue, lalu ia segera menghilang dari pandangan gue dan menuruni tangga. Jujur gue kaget dengan kata-kata nyokap gue sendiri yang mengatakan Raoul pacar gue. Gila apa, jelas-jelas gue cowok normal yang lagi PDKT sama cewek. Arggghhh. Tanpa banyak memikirkan apa-apa lagi, gue segera memasukan biola dan bow ini ke kotaknya dan segera turun ke bawah dengan terburu-buru.
"Oy Raoul," sapa gue.
"Drew, udah siap?" tanyanya.
"Udah, ayo berangkat,"
"Nyokap lu mana? Gue mau pamit dulu sama calon ibu mertua," canda Raoul, sambil menjulurkan lidahnya.
"Sialan lu," jawab gue sambil mengajukan kepal ke arahnya, kemudian gue berteriak memanggil nyokap Ma, aku sama Raoul mau pamit dulu, Sejurus kemudian, nyokap datang dari arah dapur dan menghampiri kami berdua.
"Kalian mau ke Salemba ya?" tanya nyokap.
"Iya tante, kita mau audisi. Doain ya, biar lolos,"
"Pasti," sukses ya buat kalian berdua,
"Ma, aku pergi dulu,"
"Tante aku juga ya,"
"Hati-hati. Raoul jagain Andrew biar nggak macem-macem," kata nyokap
"Apaan sih Ma?" tanya gue risih.
"Pasti tante, Andrew aman kok kalau sama Raoul," jawab Raoul.
"Hey, gue bukan little kid ya," kemudian gue cubit perut Raoul.
"Awwww, sakit Drew,"
"Udah ah ayo jalan," kemudian gue dan Raoul segera keluar rumah bergegas menaiki mobil hitam Hyundai Sonata milik Raoul. Gue suka banget design mobil ini, coba aja gue bisa beli yang kayak ini satu. Setelah menaiki mobil ini, kami pun segera bergegas ke tempat audisi berlangsung.
"Raoul," panggil gue.
"Hmm?" jawabnya sambil terus focus mengemudikan mobil ini.
"Actually, gue seneng banget akhirnya lu mau ikutan audisi orkes juga," kata gue datar.
"Tumben banget, lu ngomong kayak gini," jawab Raoul sambil mengernyitkan dahinya.
"Masak seneng nggak boleh sih?"
"Hahaha," terdengar tawa kecil Raoul, "Pasti lu seneng gara-gara gue bakal ada di samping lu terus kan?"
"You wish, ge-er banget sih jadi orang. Gue seneng karena lu mau negmbangin bakat piano lu lagi di orkes,"
"Masak Cuma gara-gara itu?" canda Raoul.
"Ah, tau ah. Capek ngomong sama lu," jawab gue gusar sambil memandangi jalan raya dan mobil-mobil yang melintas.
"Aduh sorry Drew, gue kan bercanda," kata Raoul. Dari balik spion gue melihat matanya yang merasa bersalah atas candanya kepada gue. Sebenernya gue nggak mempermasalahkan candaan itu, tapi gue merasa kalau Raoul lucu saat berada di bawah rasa bersalahnya. HAHAHA tawa gue dalam hati.
"Iya-iya gue tau,"
"Drew, kira-kira gue bisa lolos nggak ya?"
"Jangan sok merendah deh Raoul, lu tuh dewa piano tau," jawab gue
"Tapi, udah lama banget nggak megang piano,"
"Ya masak ilmunya langsung pudar? Nggak mungkinlah,"
"Cuma takut aja,"
"Nggak usah sok ketakutan deh. Biasanya juga orang paling pede narsis jaya juga elu Raoul. Hahahaha,"
"Sialan lu, emang gue narsis?" tanya Raoul penasaran.
"Jelas, sok kegantengan dan sok keren," timpal gue.
"Emang gue ganteng," tiba-tiba saja ia menghentikan mobilnya, karena lampu merah.
"Dasar narsis, hadoh, ngeremnya hati-hati dong. Gw masih pengen kawin" jawab gue enteng.
"Gini-gini lu suka kan? Eh mau kawin sama gue nggak?" tanya Raoul kepada gue sambil tersenyum nakal.
"You wish," gue mengalihkan pandangan gue ke jendela dan tiba-tiba....................................
Aq sk karakter Raoul.. Dy tu aq banget. Hahaha #peace
Gue ngerasa seneng banget, saat Andrew dengan tampang sok juteknya menatap keluar jendela. Gue tahu sebenernya dia malu saat gue bilang klo dia suka gue. Dasar Andrew, dia emang nggak pernah peka sama perasaan cinta seseorang. Ups.. ketawan deh. Yah, nama gue Raoul dan gue gay. Nobody knows it. Hahaha, gue nggak pernah menunjukkan ketertarikan gue sama seorang cowok secara terang-terangan. Tapi, sama yang satu ini beda kasusnya. Gue juga nggak ngerti kenapa ini bisa terjadi sama gue. Andrew is my best friend since high school, but suddenly I feel he is more than just a friend, he is special. Tanpa banyak basa-basi ketika pandangannya masih menuju ke luar kaca jendela mobil, gue langsung mencium pipinya.
CUP
PLAAKK, seketika itu juga tangan Andrew menampar muka gue. DAMN, sakit, tapi nggak masalah sih.
"Shit, ngapain lu nyium-nyium gue?" tanyanya emosi sekaligus shock. Kayaknya dia malah ingin gue cium lagi deh.
"Hahaha," gue mengeluarkan tawa besar, "abisnya lu nggak mau ngaku kalo gue ganteng sih," gue mulai berdalih mencari pembelaan biar nggak ketawan bohong.
"Sialan, lu pikir gue homo? Masak cowok bilang cowok lain ganteng?"
"Yah nggak apa-apa dong, just confess aja susah banget,"
"Lu emang narsis tingkat dewa-dewi di galaksi bima sakti," katanya kesal.
"Hiperbola banget sih Drew,"
"Eh jalan, udah lampu ijo,"
"Beres bos," jawab gue singkat sambil mulai menggas mobil. Sepanjang perjalanan kami menuju tempat audisi, Andrew hanya diam saja. Sesekali ia memegang mukanya di tempat yang tadi gue cium. "Andrew jangan kapok ya, gue nggak akan ngelepasin lu, dan lu bakal jadi pacar gue," gumam gue dalam hati.
15 menit kemudian kita sampai di tempat audisi. Gedung tempat audisi tersebut berada di lingkungan fakultas kedokteran. Letak fakultas kedokteran di universitas kita memang tersendiri dan terpisah dari fakultas-fakultas lainnya, letaknya tepat di pusat kota Jakarta ini. Gue dan Andrew bingung mencari gedung tempat audisi tersebut, karena di tenpat benar-benar tidak terdapat petunjuk. Akhirnya, gue melihat ada seseorang yang membawa kotak hitam jalan masuk ke satu gedung, dan kami mengikutinya. Entah apakah karena dia merasa diikuti atau tidak, tiba-tiba dia menoleh ke belakang dan melihat kami. Lalu dengan senyum yang ramah ia bertanya,
"Eh, kalian mau audisi?" tanya cowok itu. Tubuhnya sangat tinggi dan tegap dan kalau dilihat dari tampangnya yang agak nggak lazim, bisa dikatakan dia peranakan Indonesia dengan orang bule.
"Iya, lu juga?" jawab Andrew dengan berani.
"Iya, kalo gitu bareng aja. Gue tahu gedungnya kok," jawabnya sambil tersenyum, sambil berjalan bersama kita ia bertanya kepada Andrew "by the way, nama lu siapa?"
"Gue Andrew," dan kemudian Andrew menunjuk gue, "ini teman gue namanya Raoul,"
"Gue Bryant, dari fakultas apa?" tanyanya lagi.
"Kita berdua dari teknik, tekkim lebih spesifiknya," jawab gue, "lu dari fakultas apa?"
"Woooww, FT juga toh. Gue juga, tapi gue mesin," jawabnya sumringah. Tidak terasa akhirnya kita sampai di gedung tempat audisi, di sana sudah berkumpul cukup banyak orang dengan berbagai alat music dan banyak pula yang lagi show off.
"By the way, Andrew, Raoul, gue ke WC dulu ya. Sampai ketemu lagi," kata Bryant.
"Sip," jawab gue dan Andrew bersamaan. Lalu, Bryant segera berlari entah ke mana. Gue dan Andrew kembali clingak-clinguk mencari teman-teman resek gue yang lain. Ya, kalian tahulah siapa mereka, ada Frans, Rio, Neysa, Mesty, dan Metha. Rencananya sih mereka mau ikutan audisi juga, tapi gue belum ngeliat batang hidung mereka, sampai akhirnya gue mendenger suara yang khas, suara tawa melengking heboh, yang gue yakini hanya milik satu orang di muka bumi ini.
HAHAHAHA
"Raoul, gue jamin tuh suara nenek," kata Andrew mantap.
"Pasti Drew, tapi di mana ya?" gue mulai memperhatikan sekeliling, dan finally gue menemukan merek di bawah pohon beringin sedang duduk-duduk manis sambil tertawa, dan gue yakin mereka lagi negrumpi. Gue dan Andrew menghampiri mereka.
"Eh ada dua sejoli baru dating," teriak Neysa heboh. Spontan banyak orang lain melihat ke arah gue dan Andrew. Gue sih seneng-seneng aja, tapi Andrew, beeuhh mukanya langsung menunjukan raut marah ke arah Neysa. Lalu dia berlari ke arah Neysa,
"Heh nenek, ngapain sih teriak-teriak kayak gitu?" kata Andrew sambil mengacak-acak rambut Neysa.
"Iiihhh Andrew, lu jahat banget sih, gue baru dari salooonn," teriak Neysa, "lagian kalian so sweat banget sih, datang audisi berdua segala," ia mulai berkomentar.
"Iya nih, kemana-mana kayaknya berdua terus, kita nggak diajak," timpal Rio.
"Eh Rio, sejak kapan lu jadi pendukung mereka?" tanya gue keharanan. Biasanya Rio selalu jadi pihak netral yang menengahi perdebatan kecil ini.
"Ya ampun Raoul, si Rio juga punya mata kali, makanya dia bilang kayak gitu. Abisnya kalian nempel banget kayak perangko," celetuk Mesty spontan.
"Ya tapi nggak usah bilang gue pacaran sama Raoul kali. Gue masih suka cewek, tapi kalao Raoul nggak tahu ya," jawab Andrew sambil merangkul gue.
"Wah, kurang ajar lu Drew. Mau lagi?" canda gue sambil melihat mesum kea rah Andrew.
"Sialan lu," jawab Andrew.
"Eh mau apaan nih? Nggak cerita-cerita sama kita," timpal Metha.
"Paling mau 'itu"' jawab Frans sambil menempelkan kedua telapak tangannya dan menggerakannya bertabrakan ke depan belakang.
"Wuaanjjingg," sahut Andrew.
"Indian Ultra Hotel, Frans jijik banget," timpal Neysa.
"Hehehe," tawanya "gue Cuma bercanda kali,"
Kami tertawa bersama-sama sambil membahas tadi, lalu terdengar suara dari arah pintu masuk gedung itu, seorang perempuan berambut pendek ala Cleopatra yang gue sinyalir merupakan seorang senir orkes simfoni berteriak,
"Buat yang mau audisi orkes simfoni silakan kalian, registrasi dulu ya di sini. Kalian lengkapin formulir yang ada, dan jangan lupa abis itu kalian harus wawancara sebelum di audisi. Nanti setelah isi formulir kalian duduk dulu aja di bangku-bangku yang udah disediakan, tunggu sampai nama kalian dipanggil untuk wawancara, setelah itu barulah kalian diaudisi. Mengerti semuanya?"
"Mengerti kak," jawab. Lalu kami semua pun segera melakukan prosedur yang diperintahkan oleh senior itu. Di formulir pendaftaran kami di suruh mengisi tentang jenis alat music yang dikuasai yang ingin dimainkan. Karena tujuan gue Cuma daftar sebagai pianis, gue menulis alat masuik yang gue kuasai adalah piano. Sampai akhirnya saat wawancara, senior yang mewawancarai gue bertanya keheranan,
"Kenapa kamu memilih piano?"
"Karena saya nggak mahir main alat music orchestra yang lain. Saya cuma punya kemampuan piano kak,"
"Kita sebenernya udah punya pianis, dia jago banget deh. Udah jadi guru segala di salah satu sekolah musik ternama di Jakarta, kamu yakin mau audisi?" tanya senior itu agak nyolot. Sialan nih orang, ngeremehin gue banget sih.
"Kenapa saya harus takut. Saya yakin kalau saya memiliki standar yang dibutuhkan orkes simfoni ini, saya akan diterima. Toh kalau ternyata saya bermain di bawah standar orkes ini, hal itu berarti bahwa saya belum mampu. Justru dari audisi ini saya bisa tahu apakah saya memenuhi standar atau nggak, jadi nggak ada alas an bagi saya untuk tidak mengikuti audisi," jawab gue santai.
"Jadi kamu yakin diterima?" tanyanya lagi. What the hell, pertanyaan macam apa sih ini, Gue rasa dia nggak ngerti cara mewawancarai orang yang baik dan bener.
"Seperti yang sudah saya bilang, satu-satunya cara untuk mengetahui hal itu adalah dengan ikut audisi,"
"Okay, kalau kamu disuruh duel piano sama pianis kita, kamu berani?"
"Kenapa saya harus takut? Justru hal ini merupakan suatu kehormatan buat saya," jawab gue tetep santai, walaupun terkesan agak angkuh. Hehehe, maklum kan gue harus berusaha terlihat meyakinkan.
"Okay sekarang kamu naik ke atas ke ruang aula, nanti kamu duduk dulu sebelum kamu dipanggil untuk audisi,"
"Thanks kak," akhirnya gue segera undur diri dan naik ke atas menuju ruangan aula. Sesampainya di aula gue melihat ke sekeliling, dan banyak banget peserta yang sedang diaudisi. Aduhm gue ngerasa pusing sendiri, mendengar bunyi yang menghasilkan tone bagus dengan yang jelek campur aduk. Gimana mau audisi coba, kalo suasananya kayak gini? Setengah jam sudah gue duduk di kursi ini, dan gue sudah merasa nggak betah. And finally, seorang cowok memanggil gue,
"Raoul?" tanyanya ragu.
"Iya?" jawab gue sedikit bingung.
"Kamu audisi ya, sama Feli," dia menujuk ke arah seorang perempuan yang sedang duduk di sebelah grand piano sambil mengoreksi sesuatu. Lalu dengan langkah pasti gue menghampiri perempuan itu.
"Permisi kak," saya Raoul, sapa gue.
"Halo Raoul, langsung duduk aja di kursi," lalu gue duduk di kursi dengan sebuah grand piano dihadapan gue.
"Okay coba tangga nada dulu, mainin semua tangga nada major 2 oktaf aja," perintahnya. Buset nih orang nggak ada basa-basinya sedikit sama gue, baru dateng udah langsung disuruh main aja.
"Banyak amat sih, ujian piano aja nggak sampai segininya," gumam gue dalam hati. Lalu gue mulai memainkan semua tangga nada mulai dari tangga nada C, G, D dan seterusnya.
"Great", kata perempuan berambut hitam lurus panjang itu, "next coba arpeggio standar Fis, B, lalu di Des,"
Gw melakukan semua permintaan dia, dan gue merasa hal ini masih mudah untuk gue mainkan. Udah biasa. Hehehe.
"Okay, next coba mainin ini," ia menyerakhkan selembar partitur kepada gue. Oh shit, kenapa notnya ribet banget. Setelah gue lihat dengan seksama, gue mengetahui bahwa ini adalah excerpt lagu Winter Wind Etude Chopin. Wah, nih cewek udah mulai sok deh. Tanpa menunggu lama lagi, akhirnya gue memainkan lagu itu. Overall gue merasa permainan gue cukup bagus dan gue bisa melakukan movement jari-jari dengan tepat, walaupun ada satu atau dua not yang sempat meleset.
"Wow, kamu hebat juga ya. Sight reading nggak ada masalah," kata cewek itu dengan halus, "Hmm, coba kamu mainkan satu lagu yang paling kamu kuasai,"
"Lagu apa kak? Classic? Romantic? Pop?"
"Lagu apa aja boleh," candanya bebas "terserah kamu," tanpa pikir panjang lagi gue segara menekan tuts piano itu dan memainkan lagu La Campanella yang diubah oleh Franz Liszt. Gue sangat suka bunyi yang dihasilkannya, lembut, natural, dan tidak terkesan terlalu nyaring. Gue sangat suka lagu itu, walaupun untuk mepelajarinya butuh waktu berbulan-bulan.
Tanpa gue sadari, sudah banyak orang yang berkumpul di sekitar gue. Ngapain sih mereka ngumpul? Ketika kerumunan orang tersebut bertambah banyak, akhirnya tibalah gue dipenghujung lagu itu. Gue mengangkat tangan kanan gue ke atas ketika lagu tersebut sudah selesai. Dan terdengar suara orang di sekeliling gue bertepuk tangan dan berteriak riuh. Wow, rasanya kayak baru kelar konser. Hahaha. Gue melihat ke arah Kak Feli dan ia bertepuk tangan sambil mengangguk-anggukan kepala. Do you know what that is? Gue yakin gue pasti diterima.
Btw, ini kan gantian pakai sudut pandang Raoul bukan aku lagi, apa hasil curhatan dia? Trims