It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Sini."
Aku mendekat padanya.
"Masih ingat tanggal ini?", Ismail menunjuk deretan angka yang terpatri di cincin. 080910. Tanggal jadian kita. Aku tersenyum.
"Kamu mau ngga, jadi pengisi hari-hariku, orang pertama yang aku cari waktu buka mata, dan orang yang ku kecup sebelum tidur?"
Aku bingung.
"Apaan sih?"
"Tinggal sama aku, Ji. Aku mau kamu ada disampingku."
"Hah? Tinggal sama kamu?"
"Iya, aku baru ambil unit di South Tower."
Aku tahu South Tower, sebuah apartment baru di kawasan Cilandak.
"Ngga mungkin."
"Kenapa?"
"Aku ngga mungkin dong bilang ke Mas Ardi kalo mau tinggal sama kamu?"
"Biar aku yang ngomong."
"Kamu keras kepala."
"Aku keras kepala karena aku ga mau kehilangan kamu lagi."
Aku menggelengkan kepala lalu beranjak dari kursiku. Hilang selera makanku. Aku meninggalkan Ismail keluar dari restaurant. Ismail tidak mengejarku, masa bodoh dengannya. Aku pergi ke toilet. Sepi. aku membasuh muka. Menatap cermin.
"Kenapa sih, Ji?"
Aku membasuh mukaku lagi. Kesal, aku pergi keluar sambil berteriak. Tujuanku selanjutnya, taxi queue. Aku ingin kamarku.
***
"Aku masuk morning, kamu udah berangkat? Aku jemput?"
Aku tersenyum.
"Aku udah berangkat. Udah di bus."
"Oooh, yaudah. C U honey "
Aku dapat merasakan mukaku memanas.
"Ok "
Lima belas menit kemudian aku sudah berada di dapur. Belum ada siapa2. Hmmm.. Ya sudahlah, aku berjalan menuju sectionku dan mulai menyiapkan apa saja yang diperlukan. Tiba2 sebuah kecupan mendarat di pipiku. Aku menoleh kaget. Adit memamerkan senyum manisnya. Ia memelukku dari belakang.
"Dit! Parah kamu!"
"Ngga ada siapa-siapa kok yang."
Aku mengedarkan pandangan. Iya, belum ada siapa-siapa.
"Kangen kamu.", kata Adit manja.
"Baru juga kemaren ketemu."
"Semalem balik jam berapa? Kok aku BBM ga dibales?"
"Semalem aku balik langsung tidur. Jam berapa yah?"
"Yeee, ditanya balik nanya", Adit mencubit pipiku gemas.
"Udah sana kamu kerja. Atau bantuin aku kek."
"Ngga mau ah.", ujar Adit sambil menjulurkan lidahnya. Aku menggelengkan kepala. Dasar Adit. Chef Surya masuk lima menit kemudian sambil menenteng kotak bento.
"Ji, udah siap belom?"
"Udah, kecuali tempura. Maunya a'la minute Chef. Biar sampe sana ga terlalu lembek."
Chef Surya menganggukkan kepalanya.
"Good. Adit ngapain?"
"Ga tau tuh Chef. Katanya dia masuk early morning juga."
"Hah? Dia kan jadwalnya seperti biasa."
"Eh? Seperti biasa?", tanyaku. Chef Surya menganggukkan kepala sambil menyusun kotak bento. Aku mengambil nasi yang sudah dicetak.
"Dasar Adit!"
***
"Yang, nginep rumahku ya?", tanya Adit. Motornya tengah menembus kemacetan ibukota. Kami yang masuk early morning memang boleh pulang pukul empat petang.
"Emang pada kemana?"
"Pada ke Puncak."
"Besok kan kerja, Dit."
"Yaaa, kan bisa langsung dari rumahku."
Aku menimbang-nimbang ajakan Adit. Mas Ardi lagi ke Makasar. Aku juga sendirian deh di apartment. Apa Adit aja yah yang nginep di apartment?
"Kalo ke apartmentku, gimana? Kakakku lagi di Makasar."
"Tapi kan aku belom bawa baju, sayaang."
"Pake bajuku kan bisa? Ntar kamu pake boxerku aja, banyak yang ga kepake."
"Yaudah deh."
Aku memeluk Adit lebih erat. Hangat tubuhnya menjalar ke tubuhku. Adit berhenti, lampu merah. Aku menoleh ke kanan. Sebuah taxi, tapi itu kan Ismail yang duduk di jok belakang? Gawat! Dia noleh!
***
Adit sedang menikmati Penne Aglio e Olio buatanku sambil menatap layar TV. Aku melirik ke arah layar TV. Pantesan Adit ga kedip. Asian Food Channel. Aku berjalan menuju sofa, Adit bergeser. Tangannya memeluk pundakku setelah aku duduk. Ia mendekatkan dadanya dan aku menaruh kepalaku. Ia mengecup dahiku dengan tetap menatap layar TV.
"Liat kek ke aku.", ujarku.
"Hehe.. Lagi asyik sayaaang.", Adit mengacak rambutku lembut.
"Kamu masih laper? Itu masih ada pennenya."
"Iya ntar aku ambil."
"Kamu makan mulu ih."
"Biarin, kan kamu yang masak."
Handphoneku berbunyi. Ada BBM dari Ismail.
"Tadi kamu yang naik Ninja?"
"Iya."
"Itu siapa?"
Malas, aku meletakkan handphoneku.
"Siapa, yang?", tanya Adit.
"Temen."
"Ooohh.."
Iseng aku mencium leher Adit. Ia mendesah.
"Nakal.", Adit mencium bibirku.
"Tapi suka kan?"
Adit tertawa. "Sini", ia mencium bibirku lagi. Aku membuka bibirku dan lidah Adit mencarir-cari lidahku. Lidah kami bermain. Aku mengusap pipinya lembut. Tanganku menyusup ke dalam polo shirtnya dan langsung bermain di dadanya. Ia mendesah. Aku tertawa. Mencium bibirnya dan beranjak ke kamar.
"Yah, yang! Tanggung!", ujar Adit. Aku terkekeh.
lagilagilagilagi
"Udah tidur?"
"Belom"
"Kamu lg apa?"
"Lg mencoba buat tidur"
"Ooo.."
"..."
"Ji, knp kamu ga mau pindah ke tempatku?"
Aku diam. Menghela napas panjang.
"PING!!"
"Knp kamu ngajak aku sih?"
"Krn kamu yg aku mau."
"Kamu egois"
"Aku egois buat kamu"
"Keras kepala"
"Aku keras kepala karena kamu."
"Aku udah punya pacar."
"??"
"Iya, aku udah punya pacar."
"Yang tadi?"
"Iya."
"Kamu sayang sama dia?"
"Iya."
"Dia Adit kan? Temen kamu yg kecelakaan waktu itu?"
"Iya. Knp?"
"Ngga. Ngga papa. Yaudah, nite."
"Nite."
Aku bisa menebak apa yang bakalan Ismail lakuin. Besok, dia pasti akan muncul tiba-tiba. Entahlah, mungkin di depan pintu kamar atau di jalan.
***
Benar kan? Ismail muncul di lobby apartment ketika aku pulang kerja. Kemeja putihnya sudah tergulung bagian lengannya. Dasinya sudah berganti dengan kancing yang dibuka. Wajahnya sendu. Aku tahu itu.
"Udah berapa jam kamu disini?"
Ismail melihat arlojinya. Mengedikkan bahunya dan kemudian memelukku.
"I love you, Ji.", ia berbisik lembut.
Aku tersenyum mengajaknya naik. Di dalam lift ia meraih tanganku. Hangatnya berkurang.
"Nih minum.", aku mengangsurkan secangkir kopi untuknya. 2 sendok the kopi dan satu sendok the gula. Ismail meneguk kopinya dan menghela napas panjang.
"Ji...", aku menoleh.
"Ya?"
"Apa kamu ga bisa balik sama aku lagi?"
Aku diam.
"Aku udah mapan sekarang, Ji."
"Aku ngga tau, Il."
"Kenapa?"
"Ismail, aku ngga bisa. Aku memang sayang sama kamu. Tapi ngga sama sayangnya aku ke Adit. Kamu udah aku anggep kakakku sendiri sekarang. Kamu tahu kan, Mas Ardi jarang ada waktu untukku? Mama juga lagi sibuk sama bisnis perhiasannya."
Ismail terdiam.
"Okelah. Aku anggep kamu adikku.", Ismail mengacak rambutku.
"Kebiasaan!", aku beranjak dari sofa.
***
Hubunganku dengan Adit makin hangat. Sering kali ia menginap di apartmentku. Mas Ardi juga sudah mengenalnya, sebagai sahabatku tentu. Bisa dilempar dari jendela apartement nanti kalau aku dengan polosnya mengenalkan Adit sebagai pacarku.
Adit dipromosikan menjadi Chef de Partie karena Eka akan dipindahkan ke cabang baru. Sedangkan aku yg sudah dua kali diminta menjadi Demi Chef dan bahkan Chef de Partie selalu menolak. Aku sedang enjoy di posisiku.
Aku sedang membantu Adit mengupas button mushrooms. Hari ini ada special order dari regular guest.
"Kamu ganteng ih pake black buttons."
"Bisa aja kamu."
"Kamu order button mushrooms berapa sih? Banyak banget."
"Tiga box doang kok."
"Heu."
"Capek?"
"Nggak."
"Besok kamu libur kan?"
"Iya. Kenapa? Mau ngajak jalan yah?"
"Ngga tau. Aku lagi males nih keluar."
"Iya, bosen ah."
"Bandung yuk!"
Aku mengernyitkan dahi. Ide gila Adit ksdang suka muncul tiba-tiba.
"Ngapain?"
"Makan."
"Ih. Makan apaan?"
"Pengen makan surabi."
"Surabi aja kan disini ada. Ngapain sampe ke Bandung?"
"Pengen suasananya sayaaang."
"Bosen ah aku. Tiga tahun hampir tiap hari aku makan surabi terus."
"Siapa suruh kampus kamu terkenal sama surabinya?"
Aku mendengus.
"Yaah? Kita berangkat pagi."
"Belum buka kali surabinya."
"Ih, kan jalan-jalan dulu sayangkuu."
"Kemana?"
"Kamu dong tour guidenya."
"Kok?"
"Tiga taun di Bandung kan lama. Jadi udah apal dong?"
"Terserah kamu deh."
"Sip. Jam delapan aku jemput kamu yah.."
"Naik motor?"
"Nggak lah. Bawa mobil. Lagian, kamu emang mau naik motor ke Bandung? Kamu kan manja anaknya."
Aku melempar button mushroom ke lengan Adit. Adit tertawa.
*cari di kolong meja dapur*