It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ini hanya fiksi,
ya.. imajinasi. anggap saja seperti itu.
semua berjalan meninggalkan kenangan. pahit atau manis pasti tersimpul jelas. namun keinginan untuk menjadikan sebuah karya, kembali hanya ingin menjadikan sebuah tetesan cerita.
semoga kawan2 bisa menikmatinya
*semoga proyek cerita bisa lancar.. nggak kayak cerita awal saya dulu.
(di protes ama yang tokohnya )
My heart sing Like an April breeze
On the wings of spring
And you appear in all your splendour
My one and only love
-sting-
lagu rusak disaat yang tidak pas
Fingga terbangun, waktu telah menunjukkan pukul 07.00 . namun berat rasanya bagi dia untuk segera bangkit dari peraduan mimpinya semalam itu. semalam suntuk dia menghabiskan waktu untuk menyelesaikan laporan tugas kuliahnya yang menumpuk dan menyusun itinerary untuk klien turisnya yang akan mengunjungi kota Jogja. meskipun hari ini Fingga tidak ada jadwal kuliah, tapi kesibukan tetap menyeretnya untuk menyambut dunia. yah, sperti itulah mahasiswa, kesibukan sana sini hanya untuk kebutuhan materi belaka.
" halo fing? " suara dari handphone nya
" Bro, lo kesini dong.. kayaknya gw mau sakit deh." ucap Fingga malas.
" lo sks lagi tadi malam? hhmmm..."
" mau gimana lagi, gw pengen liburan kita tetep jalan. semua harus slsai sblum tahun baru."
" ya nggak gitu juga kali fing.. oke deh, lo dimana skarang?"
" ya di rumah laah.. "
" ooh, hahaha... gw kira lo udah tepar di paviliun." tawa temannya.
" ya kalii, lo ngedoain gw opname" cetus Fingga.
" oke oke! gw brangkat skrg. tutt....."
kebiasaan si Astra, suka matiin telepon sembarangan ... gumam fingga dalam hati ..
kembali Fingga merebahkan tubuh di kasur empuknya. ingin hati untuk melanjutkan tidur, namun matanya sudah terasa segar, walaupun tubuhnya sedang dilanda sindrom lemas dimana-mana. sembari menunggu Astra datang, akhirnya ia memilih untuk memutar playlist favoritnya di ipod. tak membutuhkan waktu yang lama untuk memilih, dan lagu coldplay - paradise telah mengalun dengan lembutnya...
When she was just a girl
She expected the world
But it flew away from her reach
So she ran away in her sleep
Dreamed of para para paradise
Para para paradise
Para para paradise
Every time she closed her eyes
Whoa oh oh oh oooh oh oh oh
When she was just a girl
She expected the world
But it flew away from her reach
And the bullets catch in her teeth
Life goes on
It gets so heavy
The wheel breaks the butterfly
Every tear, a waterfall
In the night, the stormy night
She closed her eyes
In the night, the stormy night
Away she flied
dalam pejam, Fingga terbayang adik kembar perempuannya yang telah meninggal 3 tahun lalu. adik semata wayangnya yang sangat ia sayang. namun Tuhan berkata lain, belum sempat ia lulus menjadi seorang dokter, Anggia telah kembali untuk bermain bersama indahnya kasih Tuhan. Padahal cita - citanya untuk menjadi dokter tidak lain tidak bukan hanya untuk menyembuhkan penyakit jantung bawaan ayahnya itu yang telah menurun ke Anggia.
Fingga adalah produk gagal dari kehidupan para usahawan kaya. biduk rumah tangga orang tuanya hancur karena problem bisnis diantara ayah dan ibunya. ayahnya hanya terjerat oleh bisnis properti nya yang berkembang di singapura, sehingga ibunya lebih memilih menikah lagi bersama seorang perwira kaya yang masih bujangan. meskipun pendapatan masih jauh dari ayahnya, namun beliau lebih mengutamakan kasih sayang daripada uang semata.
dari pernikahan ayah dan ibunya, terlahir 3 anak kembar identik yang tidak diduga. mungkin karena keturunan gen kembar dari nenek Fingga, sehingga diteruskan oleh sel telur ibunya. pada akhirnya lahir lah 3 bayi kembar, yaitu Fingga, Anggia , dan Lingga. Sejak kecil mereka hidup terpisah. Fingga dan Anggia ikut bersama keluarga ibunya dan Lingga diminta untuk menemani ayahnya bersama bisnisnya yang menggila, berharap suatu saat Lingga lah yang akan menjadi pioner berikutnya.
tak terasa air matanya menetes,
cerita kenangan semasa kecilnya yang berkelebat di dalam pikiran telah membuat sesosok pemuda gagah itu merasa semakin lemah..
semua berbeda sekarang, 21 tahun ia menapaki dunia, Fingga harus menjadi sesosok pemuda yang tegar dan sukses ke depannya.
terdengar suara mobil berhenti di depan rumahnya. bergegas Fingga keluar kamar untuk membuka pintu rumahnya. dia yakin mungkin Astra telah sampai, namun ketika ia mengintip dari gordryn jendelanya, ternyata itu adalah mobil taksi yang berhenti. Ia penasaran, siapa orang yang memakai topi dan kacamata hitam itu. sepertinya orang itu akan berkunjung ke rumah Fingga. namun mengapa harus sepagi ini?
tidak mungkin jika itu adalah Albert, turis Belanda itu pasti minta dijemput di bandara, bukannya berkunjung ke rumah Fingga.
Fingga terduduk di sofa,
dia terus bertanya-tanya siapa yang ada di luar rumahnya sekarang. rasa lelah di tubuhnya lupa ia rasakan. sampai tiba-tiba terdengar suara telepon rumah nya berbunyi. Fingga yakin, pasti itu orang yang di luar, dengan ragu ia mengangkat telepon rumahnya...
" ha.. halo.. " ucap fingga ragu.
" halo, is there Fingga?"
" Ya, pardon me, who is this?" Fingga semakin penasaran dengan percakapan english ini.
" Fingga, open your door please, Im here... "
" Sorry?"
" Just open up"
telepon pun terputus,
Fingga berjalan ke arah depan, dan ia membuka pintu rumahnya..
dilihatnya sesosok pemuda tinggi semampai seperti dirinya. 180 cm. pemuda itu berbalik dan membuka kacamata hitamnya.
oh, senyum itu.. mata tajam itu,.
Fingga tersentak kaget, bagaikan ia melihat cermin di depannya.
dia adalah Lingga...
" Fing,.. sorry gw lama, sekalian gw beli bubur ayam buat lo nih.." kata Astra langsung masuk ke dalam karena pintu rumah terbuka.
Astra kaget, ia melihat sesosok pemuda tampan sedang duduk menatap dirinya lekat.
tidak,.. gw ngga mimpi, itu pasti bukan fingga... batin Astra
" lo pasti bukan Fingga?" tanya Astra curiga.
" Of course not dude. and you are?" Lingga balas bertanya.
" his my friend." jawab Fingga keluar dari dalam kamar.
" Fingga?"
" Kenalin bro, ini Lingga, sodara gw dari SG."
Lingga mengulurkan tanganya untuk berjabat tangan dengan Astra. Astra menyambutnya dengan datar. Dia masih belum percaya kalau ternyata Fingga masih memliki saudara kembar satu lagi. dan ini sangat kembar! berbeda dengan paras wajah Anggia. atau mungkin karena Lingga sama sama seorang laki-laki.
mereka duduk bertiga, di ruang tengah. suara kartun avatar favorit Fingga sepertinya tidak membantu mencairkan kebekuan suasana pagi itu. Akhirnya, Fingga angkat bicara,.
" Lo bawa apaan Tra?"
" Oh ya, ini bubur ayam langganan lo. untung gw beli 4, kebetulan juga sodara lo datang kesini." Tukas Astra.
" asik dah! thank you my bro!" Girang Fingga.
" bentar gw ambil piring dulu. kita makan bareng aja."
Fingga berjalan menuju dapur, tanpa menghiraukan Lingga, Astra turut mengikutinya. Lingga hanya tersenyum sendiri melihat kedinginan wajah Astra terhadap dirinya.
di dapur,
" kok lo nggak pernah bilang fing kalo slama ini lo punya sodara kembar cowok?"
" buat apa, nggak penting juga."
" ya nggak gitu juga, hampir aja gw terkecoh."
" kenapa emang?"
" hehehe.. kagak, kan lo tadi bilang lo lagi sakit, eh tau nya gw liat lo sedang asik aja nonton TV dengan penampilan kayak orang habis shopping." ucap Astra membantu Fingga menyiapkan piring untuk makan.
di sisi lain,
Lingga berpikir dalam diam, ..
I think, I've seen him before... his face, absolutely it's same with that picture pikir Lingga dalam hati
panda ketemu beaver kan? masih penasaran sama endingnya :-(
@adinu sorry bgt ya bro, soalnya beavernya protes
panda ketemu beaver kok.,.. syukurlah masih langgeng sampai skrang hehe
new life ..
Hari menjelang siang, namun mendung di mega masih senang berdiam meneduhkan bumi jogjakarta. sepertinya hari memang akan turun hujan, hanya sedikit malu untuk mengeluarkan tetesan. atau serupa tangisan jika harus menjelma menjadi bencana paska erupsi merapi.
Suasana Rumah itu, rumah bergaya minimalis namun cukup besar di kawasan elit utara jogja tampak sepi meskipun ada penduduk baru yang datang. Fingga masih canggung untuk bisa saling berkomunikasi akrab dengan Lingga. dan Lingga merasakan itu. Diantara mereka memang memiliki banyak perbedaan selain wajah yang nyaris sama. Fingga adalah sosok pemuda cerdas dan menawan dengan segudang kegiatan serta talent yang ia miliki. seorang calon dokter masa depan dengan bakat management yang tidak dapat diremehkan. di sela-sela kuliah nya yang sibuk ia juga menjadi tour guide dari salah satu perusahaan tourism terkenal multinasional. kemampuan komunikasi yang baik dengan orang lain patut untuk diperhitungkan, hanya saja berbeda pada kasus ini. Ya, kasus ia berhadapan dengan Lingga...
Berbeda dengan Fingga, Lingga adalah seorang mahasiswa manajemen bisnis dari salah satu universitas bergengsi di dunia. ya, semua pasti akan tahu dengan Harvard School of Business yang super terkenal itu. dia mengenyam pendidikan disana bukan sekedar materi yang mumpuni saja, namun juga prestasi yang memang di atas rata-rata. secara tampilan Lingga satu tingkat lebih keren daripada sosok Fingga. urusan penampilan menjadi fokus tersendiri businessman muda ini. tidak heran gaya hidup jetset sudah menjadi hal biasa bagi Lingga.
" Gimana? kamu sudah ngobrol sama papa?" Tanya Lingga.
" ya."
" and then?"
" kaget aja kamu datang tiba-tiba. kenapa kalian nggak ngabarin jauh hari?"
" haha... I just wanna give you surprise dude!" tawa Lingga.
" terserah.." jawab Fingga meninggalkan ruang tengah menuju ruang belajarnya.
Lingga masih bermain dengan remote tv. pikirannya pun ikut bermain untuk mencari bahan obrolan supaya ia bisa akrab dengan Fingga.
" Fing, aku tidur sama kamu ya nanti.."
Fingga terdiam...
karena tidak ada jawaban dari Fingga, Lingga menyusul ke ruang belajarnya.
" Nggak bisa ya?" tanya Lingga.
" kamu kan bisa tidur di kamar mama ngga.."
" Big no! I want sleep with you tonite. please.." Lingga memelas.
" hhhmmm..."
" thank you" senyum Lingga lalu memeluk Fingga dari belakang.
Fingga terdiam. mimik datar masih ia tunjukkan meski Lingga sudah berusaha untuk lebih akrab dengannya.
Kembali ia fokus untuk mengerjakan proyek laporan di kampusnya. teringat jadwalnya untuk nanti malam, ternyata Fingga harus menjemput Albert di Bandara pukul 7 malam dan mengantarnya ke hotel. bingung antara ingin mengajak Lingga atau meninggalkannya di rumah. tidak lucu juga kalau dua bersaudara kembar harus jalan bersama untuk urusan kerja. tetapi Fingga merasa tidak enak hati juga jika harus meninggalkan Lingga sendirian di rumah. apalagi dia baru datang di jogja.
I'll figure it out soon ... , gumam Fingga pelan
7.10 pm
lalulintas bandara memang tak pernah sepi, paska letusan merapi dua bulan yang lalu membuat bandara kecil ini kembali ramai. Fingga berdiri menunggu di depan pintu departure. dan Lingga duduk tenang sambil menikmati keadaan sekitar, belum genap sehari dari kedatangannya pagi tadi ia harus kembali ke bandara untuk menemani Fingga menjemput turisnya.
setelah cukup lama menunggu sejak pukul 6.30 pm akhirnya Fingga bertemu dengan sesosok Albert. Pria paruh baya yang berbadan tambun dan sangat bersahaja.
" Hi mate, I was so surprised that you have twin." ucap Albert dalam perjalanan menuju parkiran.
Lingga hanya tersenyum dari belakang,
" He just came to Jogja this morning, he'll be vacationing here for several weeks." jawab Fingga.
" Sounds great.. We can have a nice trip together then."
" I dont think so.."
" why? I dont mind if he joins with us tomorrow."
" but..." kata Fingga terputus.
" Hey boy, do u want to join us tomorrow? we will have nice trip around jogja." tawar Albert menoleh ke Lingga.
" Thank you, with my pleasure..." Jawab Lingga ramah.
" see?"
Fingga hanya tersenyum masam.
tidak terbayang olehnya kalau dia harus bekerja bersama Lingga untuk menemani Albert dalam trip wisatanya besok. tapi apa mau dikata, Albert terlanjur senang untuk mengajak Lingga dan Lingga juga setuju dengan tawarannya itu. semoga esok tidak akan terjadi apa-apa di antara mereka.
--
mobil suzuki x-over itu berjalan lancar menerobos keramaian jalan solo. tampak di dalam Lingga duduk disamping Fingga sedang asyik dengan gadget kesayangannya. sedangkan Albert melihat keluar jendela menikmati keramaian jogja di jalan kawasan pusat perbelanjaan Ambarukmo. tidak sampai 20 menit sejak keluar dari bandara mereka telah sampai di jalan mangkubumi menuju ke hotel tempat Albert check in malam ini yang berada di kawasan malioboro. karena ingin menunjukkan keprofesionalitasan nya, akhirnya Fingga membuka percakapan.
" For your information, this is Jalan Mangkubumi. one of historical road in Jogja." Kata Fingga sambil tetap konsen mengemudikan mobilnya.
" mmhhh..." gumam Albert.
" it just separated with railway between Mangkubumi and Malioboro. so after we pass the traffic light we will enter jalan malioboro. those roads is in an imaginery line that connects keraton jogja with tugu jogja like we've seen before."
" cool, nice story..."
" and look at that, that's your hotel dude.. " ujar Fingga sambil menunjukkan hotel Albert dari kejauhan.
setelah bercerita cukup panjang, sampailah mereka di depan hotel Inna Garuda. Lingga hanya menunggu Fingga mengantar sampai lobby. dia tidak ikut turun karena memang hanya sebentar saja Fingga mengantar Albert ke hotel. tidak terlalu lama, Fingga telah kembali ke mobil.
" oh ini malioboro, quite gorgeous!" seru Lingga di dalam perjalanan pulang.
" hhhmm..."
" Fing, aku mau jalan jalan dulu."
" sudah malam, besok aku harus bangun pagi untuk menemani Albert." tolak Fingga.
" I want it now,"
" we can do this next time.."
" I said,I want to take a walk now!" kata Lingga meninggi sambil menarik kerah baju Fingga.
Sontak Fingga kaget, untung saja dia masih bisa mengendalikan mobilnya meskipun dengan kondisi ditarik kerahnya oleh Lingga. dia tidak bisa berbuat apa-apa. sepertinya Lingga akan bermain kasar jika permintaannya tidak dituruti. Akhirnya dia mencari lahan parkir di kawasan malioboro untuk menemani Lingga hang out malam ini.
" thanks brother, u r so kind." ucap Lingga sambil mencium pipi Fingga.
Fingga terdiam, pikirannya benar-benar keruh hari ini. kehadiran Lingga telah merubah lifeplannya secara mendadak..
bad luck for him ....
@iamalone89 thanks bung
..the lost memories
malam semakin larut, udara dingin mulai menyeruak di keramaian malioboro. tampak gemerlap lampu toko pinggiran jalan dan juga hiasan yang unik seakan menyampaikan kebangkitan kembali warga jogja dari tangisan kesedihan mereka. para turis domestik serta luar negeri juga telah ramai memadati area pedestrian di kiri kanan jalan paska erupsi. sayup terdengar alunan gending lagu jawa dari salah satu toko souvenir terkenal bercampur dengan lagu dangdut dari warung angkringan yang berserakan dimana-mana. tidak lupa juga hingar bingar suara musisi jalanan yang bersemangat memainkan alat musik tradisional untuk menarik para pejalan kaki sejenak berhenti memberikan uang mereka. sebuah kombinasi yang khas, menjadikan malioboro neverlasting vacation bagi semua pecinta wisata budaya.
itulah salah satu alasan mengapa Fingga memilih untuk meneruskan studi kedokterannya ke jogja setelah lulus dari sma di Jakarta. meskipun harapannya untuk menyembuhkan Anggia harus sirna ketika kelas 3 sma, namun dia tetap ingin menjadi seorang dokter yang handal. berharap untuk ke depan dia bisa membantu orang lain yang bernasib sama dengan Anggia.
Menjadi seorang tour guide adalah sisi lain dari cita-cita Fingga sejak SD. berawal dari kegemaran menonton Discovery Chanel akhirnya ia memantapkan hati untuk menekuni dunia ini barang hanya pekerjaan sampingan. Asala senang, begitulah prinsipnya.
" itu tempat apa Fing?" tanya Lingga sambil menunjuk sebuah Istana megah yang berbinar lampu taman di sekitarnya.
" Istana negara."
" wow, ada juga di jogja. baru tau aku."
" hhmmm..."
Fingga terus berjalan mendahului Lingga, dan Lingga berhenti terdiam sambil melihatnya.
Kembali ia memutar otak untuk bisa mencerahkan suasana malam mereka.
" Fing...! aku capek" teriak Lingga dari belakang.
Fingga hanya diam dan terus berjalan.
tiba-tiba Lingga berlari dan lompat ke punggung Fingga untuk minta digendong. Fingga yang merasa keberatan sontak terkejut dan berusaha untuk menjatuhkan tubuh Lingga. namun karena dia merangkul erat tubuh Fingga, Lingga tetap saja menempel di belakang seperti anak kecil yang digendong ayahnya.
semua orang melihat tingkah mereka berdua. sangat aneh memang, ketika ada dua pemuda kembar sedang ribut dengan posisi menggendong seperti itu. tak jarang diantara mereka malah tertawa melihatnya karena memang lucu sekali. seperti anak kecil yang sedang asyik bermain.
" yang akrab mas sama kembarane.." ujar salah satu ibu2 penjual sate kere.
" apaan sih kamu! turun nggak!" bentak Fingga.
" aku capek."
" turun nggak! leher ku sakit tau!"
" iya ya....." Lingga menyerah.
Lingga turun dari gendongan Fingga. merasa bersalah sebenarnya setelah melihat raut muka Fingga yang tampak sedang marah kepadanya. sedangkan Fingga hanya berjalan meninggalkan Lingga dan duduk di salah satu sudut taman kota yang berada di area KM 0 selatan Malioboro.
Lingga menyusulnya duduk disamping Fingga.
" indah ya...tau gini aku lebih baik kuliah sama kamu aja ke jogja." ucap Lingga.
kembali Fingga hanya diam menanggapinya..
" kamu nggak suka aku di jogja?"
" maksud kamu?"
" aku bisa besok kembali ke Spore atau tinggal di hotel saja kalau kamu nggak suka aku disini."
Fingga menatap datar ke arah Lingga,
tidak tahu harus mengucapkannya.,,.
ya, aku nggak ingin kamu disini..! ketus Fingga dalam hati
See, the luck I've had
Can make a good man
Turn bad
So please please please
Let me, let me, let me
Let me get what I want
This time
Haven't had a dream in a long time
See, the life I've had
Can make a good man bad
So for once in my life
Let me get what I want
Lord knows, it would be the first time
Lord knows, it would be the first time
the smiths - Please Please Please Let Me Get What I Want
" Lingga, bisa nggak kamu dengerin Ipod sendirian aja?" tanya Fingga melirik sinis.
" I love this song since I was 5 years old. Daddy used to play this song when he went to sleep."
" Is not important for me." ketus Fingga.
" harus kah kita seperti ini?"
" maksud kamu?"
" selayaknya kita akrab seperti saudara pada umumnya kan. apalgi kita berdua adalah saudara kembar. aku sangat tidak enak jika kamu selalu dingin denganku seperti ini."
" kita berdua? aku harap kamu ingat dengan Anggia."
" I mean for now..."
" kemana saja kamu ketika dia sakit? sama saja kamu seperti papa. tidak ingin memperhatikan kami berdua. Anggia sakit kamu sama sekali tidak menjenguk dia. Sampai dia meninggalpun kamu juga tidak kembali ke Indonesia."
" aku sibuk ujian akhir, tapi setelah itu aku juga mengunjungi pemakamannya. jangan kau kira aku tidak bersedih fing."
" heh.." respon Fingga seakan meremehkan Lingga.
" apa kamu pikir karena kita jauh, lalu aku tidak memiliki ikatan batin diantara kita? selama seminggu aku juga sakit sebelum Anggia pergi meninggalkan kita. aku merasa seakan-akan apa yang dirasakan Anggia juga aku alami fing. apalagi waktu itu aku harus belajar untuk mempersiapkan ujian akhir. Mama juga tidak mengijinkan ku untuk ke Indonesia. Dia bilang aku harus fokus."
hawa dingin semakin menusuk perempatan itu. namun hilir mudik keramaian jogja tidak pernah sepi, seakan kehidupan siang telah bergulir digantikan oleh kehidupan malam hari yang gemerlap.
Lingga mengambil rokok di saku nya, bermaksud untuk membantu menghangatkan tubuhnya yang mulai merasakan kedinginan.
" want to smoke?" tawar Lingga.
Fingga menggeleng..
" ingat kah kamu waktu kita kan berlibur bersama di Jakarta? namun tidak jadi karena kamu terserang tipus mendadak waktu itu. sehari setelahnya aku juga terserang tipus di Singapura. papa sangat khawatir melihat keadaanku, tetapi dia tidak ingin memberitahu kalian di Indonesia karena dia tidak ingin kalian ikut khawatir. apalagi kamu juga sakit parah waktu itu."
" itu sudah berlalu," jawab Fingga.
" Ya.. dan masih banyak lagi ikatan yang mungkin tidak kamu ketahui diantara kita. aku tidak tahu kebencian apa yang membuatmu jauh denganku. asal kamu tahu Fingga, aku sangat menyayangi kalian. setiap malam aku selalu berharap untuk bisa bertemu denganmu dan Mama di Indonesia. dan inilah saatnya.."
" selamat..."
" terserah kamu lah. kamu memang keras kepala seperti papa" kata Lingga setelah menghisap rokoknya dalam-dalam.
Fingga hanya terdiam tanpa tanggapan mendengar cerita Lingga. Matanya kosong melihat kesibukan kendaraan yang berlalu lalang di malam hari. sebenarnya dia sedang memikirkan kebencian apa yang telah meracuni dirinya sampai hati untuk ketus terhadap Lingga. Abstrak jika dia harus mencari alasannya yang nyata dan realistis. namun yang jelas keadaan keluarga yang berpisah sejak kecil yang mungkin menjadi pemicu permasalahan ini.
berbeda dengan Fingga, Lingga hanya menikmati malamnya ditemani oleh sebatang rokok dan alunan musik the smiths yang ia putar berulang-ulang di earphone nya. tidak ingin terlalu merajuk dalam kegelisahannya terhadap sifat dingin Fingga. suatu hari nanti pasti dia akan akrab kembali bersama Fingga. hanya waktu yang akan memberi jawabannya.
dan tanpa disadari tiba - tiba seseorang memeluk Lingga dari belakang..
" Fingga..! ngapain malam-malam disini"
Lingga kaget, dia menoleh dan ternyata seorang perempuan remaja dengan rambut ikal tergerai sedang menyapanya dengan pelukan.
ya, pelukan.,..
sontak Lingga berdiri dan menatapnya tajam