It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
hehe.yang paling sulit itu mempertahankan gaya ceritanya. jadi suka kecampur-campur
pegangan atuh kalo bingung mah
oh..kaya kuwe? saiki aku tak cubo dilanjutke. aja kelalen keripikna, nya
hatur nunung buat sarannya. ntardipertimbangin. tapi buat sementara dinikmatin ja apa yang ada ya..
hahay. ntar lah part berikutnya.
Aku masih sibuk membereskan saung. Kumasukkan gelas-gelas, mangkok serta piring-piring kotor ke dalam baskom lalu kusemprot lantainya dengan pembersih lantai kemudian kulap dengan kanebo. Dan hapeku bergetar lagi, SMS. Aku terdiam sebentar. Kuambil hapeku, kubaca sudah 4 sms masuk, semuanya dari bayu. Ragil memang gak pernah sms kalau aku sedang kerja. Takut ganggu mungkin. lalu kubaca satu persatu.
“Bob, gimana, suka jam tangannya?”
“bob, lagi sibuk ya? Kok gak bales?”
“bob, aku kangen..”
“bob, kamu kenpa? Kok ga bls smsku?”
Aku terdiam. Aku-kamu? Maaf Bay, aku gak tahu harus gimana sekarang. Harusnya kamu tau kalau aku sedang kerja di resto. Lalu jam tangan dari kamu? Aku udah lama pengen punya jam tangan. Tapi pemberian dari kamu itu terlalu mahal buatku. Lalu kubalas
“maf rules. Tadi hape ketingglan. Jam tangannya aku suka. Tapi kamu jangan buang-buang duit kalo beli sswatu y. Tapi makasih ya.”
Langsung kukirim. Dan baru saja aku hendak masukkan, hapeku bergetar lagi. Panggilan masuk, bayu. Aku menimang sebentar, apa aku harus angkat? Kemudian dengan ragu kuangkat.
“halow?”
“bob, lagi sibuk gak?”
“hmm..iya. kenapa emangnya?”
“aku kangen..”
“bay...tumben aku kamu?”
“gak boleh ya?”
“hmm..boleh aja. cuman agak lucu ajah, biasa gua elo ke aku kamu”
“hehe. Biar lebih romantis gitu. kamu teh lagi apah?” suaranya sekarang terdengar lebih halus dan lembut.
“lagi beberes saung. Eh makasih yah jam tangannya. Aku suka. Tapi kok kamu rtepot-repot beliin aku jam tangn si. Itu kan gak murah.”
“anggep aja itu hadiah ulang taun dari aku”
“hahah. Ulang taunnya kapan..kadonya kapan. Kamu gak belajar?”
“nanya aku kok udah belajar apa belum..nanyanya kamu sayang aku ato enggak..gitu donk..” jawabnya sedikit manja. Dasar, orang kalo lagi jatuh cinta emang jadi aneh.
“idih..mulai deh..”
Lalu kudengar bel tanda tamu datang, berbunyi.
“bay, ada tamu. Ntar aku sambung lagi ya”
“hmm..aku masih kangen..” katanya makin manja.
“iya iya..aku sayang kamu”
“aku lebih-lebih...yadah..love you..”
“mee too” aku hanya bisa katakan itu.
Aku bingung harus gimana sekarang. Kondisinya semakin rumit. Bayu juga mulai gak bisa nguasain diri. Sebenarnya bel bunyi pun tak masalah buatku karena posisiku sebagai wiper sekarang, bukan greater. Tapi entah kenapa aku malas sekali bicara sama bayu. Oh god...aku kenapa?
Aku lantas dorong trolley berisi baskom-baskom yang isinya piring-gelas-mangkok kotor menuju tempat cuci. Setelah kutaruh ke cucian aku kembali duduk di saung. Untung hari ini gak terlalu ramai, jadi aku bisa sedikit santai. Kulihat Ucup masih beres-beres saung disebelahku. Lalu kudekati dia.
“cup, gua bantuin ya”
Dia menoleh lalu tersenyum. Aku masukan gelas-gelas kotornya dan sekarang dia melap karpet saung itu dengan kanebo.
“cup, abis naro piring kotor, kesini lagi ya. Kita ngobrol-ngobrol bentar.” Kataku.
Dia lantas bergegas ke tempat cucian. Tak lama dia kembali lagi. Kulihat dari kejauhan dia melap keringatnya dengan sapu tangannya lalu menghampiriku.
“napa bob?”
“enggak. Kita ngobrol aja atuh.”
“oh..kirain teh mau ngomongin apah gituh. sekolah lo masih lancar?”
“yagitu deh. Berantakan, hehe. Tapi ya namanya juga hidup. Hidup itu kan pilihan, dan pilihan itu ada sama resikonya.”
“diplomatis banget jawabnya. Lo udah punya pacar bob?”
“pacar? Ya gitu deh”
“hahah. Dari tadi jawabna teh, yagitudeh..meni enggak kreatip pisan.”
“kalo lo Cup?”
“hah?”
“kok hah? Lo udah punya pacar belum?”
Dia malah terdiam sambil menunduk seperti sedang memikirkan sesuatu. Tangannya menopang ke lantai dan kakinya ucang-ucangan karena tidak sampai menapak lantai bawah. Apa aku harus nanya ke dia soal kang Bara?
“cup, gua boleh nanya gak?”
“hhh?” katanya sambil menoleh ke arahku.
“kok lo bisa kerja disini?”’
“maksud lo?”
“kalo gua kan nyari-nyari ke beberapa resto, dan dapetnya disini. Kalo lo, sama juga?”
Kulihat dia hanya diam.
“apa..ada hubungannya sama..Kang..Bara?” tanyaku ragu-ragu.
Kulihat dia tersentak kaget lalu menoleh ke arahku kemudian membuang mukanya. Dia tampak gelagapan sekarang.
“eh, meja delapan udah ditinggal. Gua beresin dulu ya.” Kilahnya lalu berlalu meninggalkanku.
Aku terdiam. ya, semua itu pasti ada hubungannya sama Kang Bara. Aku harus cari tahu dan aku harus bantu dia keluar dari penderitaannya. Tapi gimana caranya? Udahlah, nanti aku pikirkan gimana caranya.
*******
Briefing malam ini temanya penurunan pelanggan. Karena seminggu ini resto cenderung sepi. Tetap saja yang jadi kambing hitam itu kami semua sebagai bawahan. Sikap kami yang kurang sopan lah, kami yang kurang gesit lah, teledor lah, dan kejelekan-kejelakan lain disebutkan satu persatu. Kami hanya bisa saling pandang. Padahal sekarang kan sudah tanggal tua, ya wajar aja kalau orang-orang Cuma makan di rumah. Aih, dasar nini-nini rempong. Hobi ngomel.
“okeh, intina mah, kalian teh jangan males-malesan kalo kerja teh. Kamu, itu beungeut meni goreng patutkitu. Cik atuh rada kasepan saeutik. Terus kamu, soleh, eta baju teh harus sering dicuci, caludih pisan. Okeh, besok mah jangan sampei pelanggan kumplen. Ngerti?”
(okeh, intinya kalian jangan malas-malasan selagi kerja. Kamu, muka kamu tuh je;ek banget si. Agak cakepin dikit lah. terus kamu, Sholeh, baju kamu tuh harus sering dicuci, dekil banget tau. Oke, besok jangan sampai ada pelanggan yang komplain)
“ngerti teh..” jawab kami serempak.
Lalu para dedengkot itu, mulai dari Teh Ninih, Kang Bara, dan para chief pun berlalu. Kami lantas bubar. Aku ambil jaketku lalu kupakai dan mataku menangkap Kang Bara menemui Ucup dan dan seperti membisikan sesuatu ke telinga Ucup. Mataku dan mata Ucup bertemu, dan dia langsung mengalihkan pandangan.
Aku lantas segera menuju si beng beng yang kuparkirkan diluar. Aku lantas naiki dan mataku menangkap sosok yang sangat ku kenal sedang berdiri diseberang jalan. Dia lalu menghampiriku.
“ka..kamu ngapain disini?” kataku gelagapan.
“aku nunggu kamu bob”
“tapi..ini udah jam setengah satu. Kamu nunggu dari kapan?”
Dia hanya tersenyum.
“bay..kamu kenapa bay?” aku masih belum percaya dengan pandanganku. Seorang gadis malam-malam begini berdiri di seberang jalan nunggu pacarnya dan itu entah dari jam berapa.
“aku sayang kamu bob..aku..”
“sstt..udah, kamu tuh ya..ini teh udah jam berapa ai kamu? yaudah sekarang kamu naik dulu. Aku anter kamu pulang.” kataku.
Dia lantas naik ke jok belakangku dan kulajukan si beng beng. Kurasakan pelukannya semakin erat. Dia menyenderkan kepalanya ke punggungku.
“bob..”
“Apa bay?”
“aku bingung bob, kedepannya mesti gimana?”
Aku hanya diam. Kamu bingung, aku juga bingung bay. Sekarang aku sudah mulai sayang sama ragil. Dan mungkin porsi sayangku ke dia jauh lebih besar.
“sebentar lagi dia lulus, dan...”
“dia mau nerusin ke mana? ITB? DU?”
“katanya ke ITB. Semoga dia bisa nemu pengganti kamu disana.”
Deg. Aku terlonjat, mendengarnya berkata begitu dadaku serasa dipukul. Aku merasa sakit kalau ternyata ragil akan melupakanku nanti. Jangan gil, aku sayang kamu.
“bob..”
“hmm..”
“bentar lagi ragil ujian. Dia pasti makin sibuk.dan setelah dia kuliah, kamu bisa jelasin ke dia kondisi sebenarnya”
Aku hanya diam. Kondisi sebenarnya? Kondisi sebenarnya aku sayang sama dia, aku cinta dia. Kenapa aku harus ninggalin dia?
“bob?”
“ya?”
“....”
“....”
Aku masih melajukan vespa bututku dan kami sama-sama diam. Aku bingung harus ngobrol apa. Pikiranku tertuju ke dia yang sebentar lagi lulus. Tapi kenapa hati kecilku ingin dia kuliah aja di Garut. Biar aku bisa terus sama dia. Tapi aku gak boleh egois. cita-citanya untuk bisa kuliah di almamater terbaik negeri ini itu telah dia pupuk dari kecil. Itu buat masa depan dia dan aku gak boleh egois.
Aku baru sadar bahwa aku sudah ada di sepan rumahnya. Kuhentikan motorku, kami saling diam, dan dia tak mau turun dari motorku.
“bay?”
“iya, aku tau. Tapi aku masih pengen sama kamu...”
“bay, kalau ragil liat gimana?”
“aku gak peduli.”
“bay”
“iya iya. Ragil gak ada di rumah.”
“dia kemana?” tanyaku kaget.
Dia bukan tipe orang yang senang keluar malam-malam, selain ke kostan no.5. lalu bayu turun dari motorku.
“ga tau. Dia gak ngomong.”
“dia gak ngomong? Terus kira-kira dia kemana bay? Apa dia gak tau malem-malem gini bahaya keliaran di luar. Kalau dia dibegal gimana?”
“bob, kayaknya lo khawatir banget ya sama dia?” katanya lirih.
Aku langsung diam. Aku baru sadar mungkin barusan aku terlalu berlebihan. Aku jadi gak bisa ngontrol diri. tapi perginya ragil membuatku bingung. Apa aku harus tanya didit. Tapi aku pamitan dulu sama bayu.
“bay, aku pulang dulu ya.”
Dia hanya diam.
“aku sayang kamu bob” katanya dengan mata mulai berkaca-kaca.
Lalu tangannya memegang pipiku. Dia menatap mataku.
“aku tau aku salah. Aku tahu posisi kamu sekarang sulit. Karena kamu mulai sayang sama dia. Tapi cinta kalian itu absurd. Gak ada agama samawi yang ngebolehin. Bahkan ada kisahnya kaum kalian itu diazab sangat pedih”
Aku tersentak. Dia berkata seperti itu. Rasanya aku ingin marah. Dia yang menjerumuskan aku ke dunia ini. Kenapa dia semena-mena menghakimi?
“hey, kamu sendiri yang minta aku ngelakuin ini. Sekarang kamu ngehakimin kami? Aku bingung sama kamu. kamu berubah sekarang.” kataku menatapnya dengan tatapan tak percaya.
Dia gelagapan.
“bu..bukan gitu maksud aku bob, aku..”
“udah bay. Aku mau pulang dulu. Udah malem” jawabku dingin.
Dia lantas memelukku dengan erat sambil menangis.
“aku sayang kamu bob. Aku gak mau kehilangan kamu. aku tau aku jadi egois sekarang. aku gak niat ngehakimin kok, bener. Aku Cuma..”
“ssttt..udah udah. Aku ngerti. Kita berdua sama-sama bingung sekarang. kita sama-sama cari jalan terbaik ya. “kataku lalu kulepas pelukannya.
Dia mengusap pipinya lalu mencoba tersenyum.
“maafin aku ya bob. Aku sayang kamu” katanya lalu mencium pipiku dan berlalu meninggalkanku.
Aku memandangnya kuyu. Ya, semuanya jadi tampak rumit sekarang. Aku tak tahu kedepannya harus gimana. Biarlah tuhan yang atur momennya. Biarlah tuhan yang tentukan kapan dan bagaimana semuanya berakhir. Mungkin takkan berakhir indah, tapi pasti ada hikmah dibalik ini semua.
“nyon, ragil ke kostan gak?”
Tak berselang lama, dia membalas.
“hah? Bukany dia jemput lo ke resto?”
Apa? Dia jemput aku ke resto. Tapi tadi..apa jangan-jangan tadi dia liat aku bonceng bayu? Pikiranku kalut sekarang. Kucari nomernya dan kutelpon, tapi sial, nomernya gak aktif. Dia kemana sekarang? Ragil, kamu kemana gil?
Kutengok jam tanganku, sekarang menunjukkan jam satu pagi. Aku bingung harus nyari ragil kemana? Cumi Girlz. Kucoba telpon satu persatu. Kata Cepi gak tau. Hilceu apalagi. TC? Kucoba telpon dia, tapi hapenya gak aktif. Aku harus ke rumahnya sekarang. Akses ke rumahnya emang gampang. Angkot kesana 24 jam nonstop. Pasti dia kesana, aku yakin itu.
Langsung kulajukan si beng beng ke rumah TC. Kulajukan dengan kecepatan maksimal yang mampu dicapai vespa bututku. Tak kuhiraukan dinginnya kota Garut di malam hari. Pikiran kalutku terus saja mengkhawatirkan dia dan sialnya pikiran-pikiran jelekku dengan kemungkinan-kemungkinan buruk semakin membuatku tak tenang.
Kulewati jalan pembangunan lalu kulanjutkan ke jalan yang menuju Pemandian Air Panas Cipanas lalu belok kanan dan di depan Swalayan Aladin, aku belok kanan memasuki gang. Tak jauh dari situ aku parkirkan motorku. Aku lantas turun dan segera menuju ke rumah TC. Langsung kugedor pintunya. Agak lama, baru TC keluar sambil mengucek matanya.
Dia menatapku setengah merem. Kulihat dia hanya menggunakan very hot pants dan keatasnya piyama gombrang, dengan lengan kemeja yang melewati jarinya, mirip pemain cewek di pilm hollywood yang menggunakan kemeja teman kencannya setelah ehm ehm.
“ada apa se bobywati... Gueh toh lagi pules buanged tao gak?”
“ragil nginep disini gak?”
“ragilwati? Napa mangnya?”
“dia nginep disini gak?”
“enggak..”
“haduh..dia kemana yah?”
“dirumahnyah ga ada?”
“makanya gua nyari kesini dodol.”
“di kostan lo?”
“Gua bahkan udah nyari ke Cumi Girlz yang lain.”
“hoam..palingan ge ke kerkof cyu”
“hey, ngapain malem-malem ke kerkof? Emangnya elo?”
“mangkal kali Cyu.”
“heh, serius gua. Gua perkosa juga nih” kataku
Dia langsung membuka matanya lebar-lebar dan sumringah.
“ayo atuh, lo buruan masuk”
“sial. Gua serius..”
“sssttt..it have been tonight (rancu lagi kan?). orang-orang dah pada tedor”
“iya, terus ragil kemana?” kataku sedikit mengecilkan volume suaraku.
“guweh toh odah bwilang sama elloh, kalo ragilwati kalo lagi sedih toh ke kerkof”
“ngapain?”
“ga tao. Ke taman kota kalee..”
Aku tersentak. Ya, dia pasti ke taman kota. Dia pasti mengunjunginya. Ya, aku harus segera kesana. Udara malem gak bagus buat paru-parunya. Bisa lebih parah sakitnya entar.
“yadah. Gua balik dulu ya Cum. Thank ya”
“eh, bobywati, gak jadi merkosa guweh?”
“sialan lo. Yuk ah”
“hahah”
Aku langsung menuju ke si beng beng dan segera kulajukan ke hutan kota kerkof. Ya, dia pasti sedang disitu.
*****
Hutan Kota Kerkof, 01.40 wib
Aku masih memadanginya. Ya, dia semakin besar sekarang. Pohon yang kutanam sama Boby sekarang sudah tumbuh dan terlihat pucuk-pucuk baru tumbuh disana-sini. Kupegang daun-daunya terasa basah karena gutasi (embun). Kurapatkan jaketku karena udara malam terasa sangat dingin sekali.
Aku lalu jongkok dan menyabuti rumput-rumput liar disekitarnya. Gak boleh ada satupun rumput liar yang menggangu kamu, karena kamu adalah representasi cintaku sama boby. Tapi sampai kapan kamu akan tumbuh? Kenapa kamu tak kunjung berbunga? Aku ragu, apakah umurmu akan panjang? Ataukah mungkin besok ada yang menumbangkan kamu?
“gil..”
Kudengar suara yang sangat kukenal itu. Suara yang sangat kurindukan. Tapi aku tak menoleh. Aku masih ingin meraba daunnya yang basah.
“gil..pulang gil. Ini udah malem..”katanya lagi lalu dia memegang pundakku.
Aku menoleh ke arahnya lalu tersenyum.
“kamu udah nganterin bayunya?”
Dia hanya diam tak menjawab.
“gil..ayo pulang..”
“bob, menurut kamu, pohon ini akan hidup sampai kapan?”
“gil..?”
“apa dia hanya bertahan sebentar?”
“gil..ayo pulang”
“tapi aku senang Bob, seenggaknya pohon ini sempat tumbuh pucuk, meski sampai sekarang belum juga berbunga. Aku tau, mengharap pohon ini berbunga itu terlalu naif. Cukup dengan tumbuh daun-daun baru yang akan menyegarkan tempat inipun aku sudah senang, senang sekali.” Kataku sambil memegangi daun-daunnya yang basah.
Dia terdiam sejenak, lalu memegang pundakku.
“Pohon ini akan tumbuh selamanya gil. Dia akan tumbuh sampai tingginya melebihi menara Eiffel. Dia akan menjadi sarang bagi burung-burung dan hewan lain. Dia akan melindungi tumbuahan-tumbuhan kecil di bawahnya. Dia akan menyebarkan benih ke tempat yang tak terhitung luasnya. Dia akan meneduhkan, dia akan menyegarkan, dia akan...” katanya dengan intonasi semakin cepat dan meninggi.
“..dan dia akan..mengisahkan sebuah kisah absurd yang indah, yang ditentang. Ya, kisah yang akan dikisahkan oleh burung-burung, disebarkan oleh angin dan daun-daun, disaksikan oleh langit dan bintang-bintang, dan diuapkan oleh embun-embun..” lanjutnya semakin lirih sambil memelukku dari belakang.
Untuk alasan yang tak jelas aku menangis. Aku sesenggukan dan kurasa pundakku basah. Apa embunnya menetes dari dari atas? Bukan, itu bukan tetesan embun. Tapi itu air matanya. Tapi kenapa dia menangis? Apa yang dia sedihkan? Apa yang menjatuhkan air matanya?
“bob..”
“aku sayang kamu gil..aku sayang kamu..” katanya bergetar.
Aku balikan tubuhku dan dia terlihat kuyu sekali. Kutatap matanya, merah sekali. Dia lantas memelukku, erat sekali. Tak pernah kurasakan pelukan seerat dan sehangat ini. Aku memejamkan mataku dan tiba-tiba aku merasa hangat. Ya, rasa hangat dan nyaman ini menjalar sampai memenuhi hatiku bahkan meluap membanjiri dadaku.
Dia lantas melepas pelukannya dan memegang pundakku.
“aku emang gak bisa janjiin apa-apa sama kamu gil. Tapi aku selalu mintakan yang terbaik buat kita semua. Aku sayang kamu, tapi tuhan yang punya mau. Aku cinta kamu tapi tuhan yang punya kehendak. Aku mau kamu tapi tuhan maha segalanya...” katanya dengan tatapan syahdu kearahku.
Aku tersenyum mendengarnya. Benar, cinta kami absurd. Tapi aku bahagia. Aku juga tahu bahwa ada tuhan yang telah menggariskan segala hal. Ya, aku hanya bisa serahkan segalanya sama tuhan.
“sekarang kita pulang gil...”
“pulang kemana, ke rumahku atau ke kostan kamu?”
Dia diam sejenak. Lalu tersenyum.
“kita pulang ke rumah kita” katanya pasti.
Aku memandangnya lama masih mencerna kata-katanya. Rumah kita? Terdengar konyol, tapi hatiku berbunga-bunga. Rumah kita? Dimana itu? Apakah rumah yang penuh bunga? Ataukan hanya sebuah gubuk tua yang reyot? Aku tak peduli. Bahkan imajinasiku tentang rumah kita jauh lebih indah dari istana sekalipun. Aku sayang kamu Bob, aku sayang kamu.
****
“untung aja aku lupa ngangkat jemuranku. Dan untungnya selimutnyapun aku cuci.” Katanya sambil mengambil selimutnya.
“ayo, ini rumah kita. Kita tidur sekarang”
Aku masih bengong. Rumah kita? Ya kami berdua akan tidur diatas loteng kamar kost no.5. tempat kami babakaran. Sederhana sekali. Tak ada bunga-bunga, tak ada ranjang queen size, tak ada tirai berumbai-rumbai, tak ada alunan musik, tak ada cahaya temaram dari lampion. Hanya selembar tikar yang dialasi jemuran-jemuran biar terasa lebih empuk, diatapi bintang-bintang yang serasa ditaburkan saja oleh malaikat-malaikat di langit, awan-awan tipis, desau angin dan sesekali deru mobil. Bukankah ini lebih indah dari istana? Bukankah ini lebih romantis dari pantai kuta? Ya, inilah rumah kita, rumah cintaku dan boby.
“ayo..” katanya sambil tersenyum.
Dia mengulurkan tangannya dan segera kusambut. Aku tersenyum dan mataku kembali berkaca-kaca. Aku ingin sekali memeluknya, tapi masih kutahan. Kami berdua lalu berbaring. Dia menaikkan selimutnya dan menutupi dada kami lalu menopangkan kepalanya ke telapak tangannya.
“aku suka bintang..”
“aku juga..”
“tapi ada yang lebih kusuka, jauh melebihi bintang.”
“hhh? Apa itu?”
“senyum kamu”
Aku kembali tersipu. Lalu kupeluk dia. Kusandarkan kepalaku ke dadanya, kubaui tubuhnya. Lalu aku merasakan tangan kanannya mengelus rambutku. Aku sayang kamu bob.
Aku tak peduli udara malam. Aku tak peduli sakit paru-paru yang sedang kuderita. Aku Cuma sayang kamu. Aku Cuma mau kamu, itu aja. Kalaupun aku tiba-tiba tak bangun ketika matahari terbit, tak apa-apa, aku akan tetap bahagia, karena aku tetap sama kamu. Karena aku meninggalkan dunia ini dengan senyum, dan karena nafas terakhirku ada di pelukan kamu.
ditunggu kripiknya..yang gak ke mensyen, maaf ya..
Ragil jgn ko it donk, plisssss
Hatur nuhun yah kang @alabatan, udh di mensen