It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
#plakkk
huaaaaaa... antara sedih sama terharu yeuh.
°//(ㄒoㄒ)//°
okeh, ditunggu,,,hehe
part yang ini penyampaiannya PAS...ga berlebihan dan PAS aja...
ngana bangettt,,,hahahaha
"bahagia itu emang sederhana banget ya,,,"
heheeheheee....
seru sih,tapi apa g takut tu lewt jam 12 mlm di tngah utan....
hiiii,mistik amat bawaannya...
tapi menariknya si boby yg manggil,coba lok gendruwo,kan kerennn.....
heheheee
yang terakhir bikin galau....
blm dapet jawabannya...
monyetna lagi nyiaran kutu katanya teh
hahaha. no komen ah
tanya om gugel gera
hutan kota kerkof ada di tengah kota. jadi lumayan rame walaupun udah malem. angkot juga 24 jam kok.
yang mana yang bikin galaw?
emang. sederhana itu bukan nominal, bukan branded. tapi hangatnya senyum dan teduhnya jiwa. hadeh..
hehe. diantos we nya kanjutanana.
okeh, ni w kasih dikit aja lanjutannya. yang ini mah ringan kok. gak bikin galaw. yang penting mah kiripiknya...
“udah bangun?” tanya dia.
“hhh? Jam berapa ini? Astagfirulloh. Shubuh.” Kataku terlonjak kaget.
Dia hanya tertawa kecil melihatku.
“kok aku gak dibangunin..?”
“aku gak tega bangunin kamu. habis kamu tidurnya sambil senyum..” katanya lagi.
Aku merengut. Selalu aja gitu. Tapi apa iya aku kalo lagi tidur itu sambil senyum? Atau itu Cuma buat bikin aku senyum aja?
“yadah, buruan. Shubuh dulu”
“tapi mataharinya udah terbit” jawabku sambil melihat ke arah timur laut.
“tadi kan kamu ketiduran. Udah, gak usah mikir sholat kita diterima atau enggak, yang penting sekarang kamu sholat dulu. Yang nentuin itu diterima ato enggak kan Cuma Alloh”
Benar juga, pikirku. Aku lantas bergegas turun ke kamar mandi dan kembali keatas dengan sebuah sajadah telah tergelar. Aku lantas sholat dan setelah selesai langsung kuambil nampan berisi gelas dan toples kecil itu kemudian berjalan ke arahnya yang sedang duduk dengan kaki terjuntai ke bawah sambil melihat pesawahan. Dari atas loteng sini memang jelas pesawahan dengan latar pegunungan yang masih diselimuti kabut. Cahaya matahari pagi yang kekuningan mulai mencuri-curi masuk lewat celah-celah awan. Rasa hangat mulai menerpa wajahku. Dia tersenyum lagi, tanpa melihat ke arahku.
“ini yang aku suka. Aku lebih suka sunrise daripada sunset” katanya.
“kenapa? Bukankah sunset itu lebih indah?”
“sunrise itu menyempurnakan syukur kita setelah shubuh. Udaranya masih segar. Gunung-gunungnya masih diselimuti halimun, daunnya masih basah oleh embun. Ya embun. Embun dan sunrise adalah kontinyuitas keindahan tuhan yang unik, dengan keindahan masing-masing dan saling melengkapi. Embun itu muncul tak hanya di musim hujan, tapi juga di musim kemarau. Menurut para pakar, embun itu adalah minuman paling sehat. Sederhananya, oksigen yang dihembuskan daun-daun itu sehat, tak pelak embun juga sehat. Embun memberi warna kehidupan dan lambat laun hilang beberapa lama setelah sunrise. Dan matahari, melanjutkan keindahan embun. Matahari memang menguapkan embun, tapi itu untuk memberi kehidupan pada bumi dan isinya, memberikan harapan bagi semua mahluk.” Katanya berfilosofis.
Aku terdiam. lalu kucoba lanjutkan filosofisnya.
“aku tahu, sunset cenderung membuat kita lupa akan maghrib. Dia melenakan kita dengan keindahan awan jingganya, suara cicit burung yang kembali ke sarang, desau angin yang berima. Tapi aku tak ingin akhir hidupku seperti sunset. Akhir hidupku dinanti banyak orang, dan orang-orang tersenyum ketika aku pergi. Dan aku akan menghadapi malam yang sunyi..”
Dia tersenyum sebentar ke arahku. Lalu berpilosofi lagi.
“gil..coba kamu sedikit geser cara pandang kamu. Matahari itu adalah contoh nyata kehidupan. Terbit, tenggelam. Orang bilang, ketika kita lahir dengan menangis, orang di sekitar kita tertawa. Dan ketika kita meninggal dengan senyum, orang-orang akan menangis. Sepicik itukah? Tidak gil. Aku juga suka sunset. Kenapa? Karena kita meninggalkan siang dengan membuat orang lain tersenyum. Kita meninggalkan kenangan indah. Kita akan dikenang bahkan sampai matahari yang baru terbit lagi. Orang-orang akan tersenyum ketika mengingat kita. Kita menginspirasi banyak orang untuk mengungkapkan keindahan yang orang lain rasakan. Kita juga mengingatkan kepada semua mahluk bahwa kemanapaun kita pergi, barat adalah tempat kembali kita.”
Aku tertegun. Benar kata Boby, bahkan ketika kita meninggalkan dunia ini, orang-orang disekitar kita harus tetap tersenyum. Jangan sampai orang lain menangis dengan kepergian kita. Buat mereka tersenyum. Dan seberapa hebat kita, seberapa jauh perjalanan kita, kita semua akan kembali ke hadapan tuhan.
Aku mamandangnya lagi lalu tersenyum. Dia menoleh ke arahku dan ikut tersenyum.
Dia lalu mengambil gelasnya dan menyeruputnya.
“dicoba kopi susu buatan seorang barista berbakat, dengan sedikit campuran oli dan minyak rem, dengan paduan dan kekentalan yang pas.”
“hahah. Dasar..apa-apa teh pasti ada olinya” kataku lalu ikut mengambil gelas itu dan menyeruputnya.
“iya atuh. Kalau anak ibu eo-nya seret, minumkan oli, dijamin lancar. Hahaha” candanya lagi.
“aaahhh..boby..pagi-pagi dan ngomongin eo...geuleh lah demina (jorok)”
Kami masih saja asyik bercanda. Ya, pagi ini terasa hangat sekali. Sinar matahari pagi menghangatkan wajahku, kopi susunya menghangatkan perutku dan kata-katanya menghangatkan dadaku. Inilah pagi yang indah, dimana alam menyaksikan senyum bahagia ini, burung mendengarkan filosofis dua anak remaja tentang hidup, dan embun menyimpan kisah ini, menguapkannya ke langit, lalu menyebarkan keseluruh bumi lewat hujan.
“eh gil, liat, kambojanya udah ada bunganya.” Kata boby sambil bergeser ke samping kirinya melihat pot berisi bunga kamboja itu.
Aku penasaran lalu terbangun dan segera ikut melihatnya dari dekat.
“iya bob, tapi baru kuncup.”
Ya, kulihat bunga kamboja itu mulai tumbuh bunganya meski masih berupa kuncup. Melihatnya aku merasa senang sekali. Apakah ini berarti cinta kami mulai tumbuh kuncup? Aku tak mau terlalu muluk-muluk. Tapi melihat sikapnya belakangan ini membuatku merasa sangat bahagia.
“tenang aja gil, aku pasti rawat bunga kuburan ini, dengan sepenuh hati”
“aaahhh..kok bunga kuburan sih.”
“yang penting kan bunganya cantik. Anggun dan penuh keberanian”
Aku tatap lagi wajahnya, senyum bersahabatnya. Ya, dia selalu bahagia, bahagia dengan segala getir hidupnya. Bahagia dengan kesederhanaannya. Dan aku mencintai dia. Aku menyukai cara pandangnya tentang bahagia. Bukankah bahagia itu sederhana? Bahagia itu tak mesti branded. Bahagia itu bukan nominal. Bahagia itu adalah hangatnya hati dan teduhnya senyum. Tapi sampai kapan aku mengecap bahagia ini sama kamu, bob?
******