It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku duduk di pojokan kamar. Bingung harus melakukan apa. Aku memang bisa menjelaskan kronologis masalah mesin G5, meski agak gelagapan dan ditambali oleh keterangan dari Eza. Tapi sekarang aku dibuat pusing olehnya. Gimana enggak, syarat yang diajukannya bener-bener konyol. Antar jemput ke tempat kerja? Bukan. Jajanin dia di tempat makan favorit dia selama seminggu? Juga bukan. Arggght..masak aku harus nyariin dia pacar. Orang aku aja masih jomblo..lagian juga, temen cewekku di kota ini stocknya terbatas. Huft, dia ngasih waktu dua minggu lagi. Argghht...kemanaaa..kemanaaa..kemana...ku harusss...mencari....kemana...huwo..huwooo
:-O
Dan sudah seminggu ini aku dan dia kalo kerja dibarengin terus. Gatau kenapa. Tapi seminggu aku kerja bareng dia, aku jadi sedikit banyak tau, dia tuh orangnya kayak gimana. Apalagi karena perjanjian itu, aku sering makan dan keluar barenga sama dia. Jadi tahu makanan dan minuman apa yang dia suka dan gak suka. Dia suka sekali sama yang namanya minum susu, (aneh, hobi minum susu tapi kok kayak kurang gizi, hahaha). Paling suka makan cilok sama combro, tapi paling anti makan fast food. Intinya perutnya kurang bersahabat sama makanan-makanan yang sebagian besar orang Indonesia bergengsi.
Tapi satu hal yang kusalut dari dia. Dia tuh gak suka show up alias pamer. Kayak di mesin G5 itu. Bisa saja dia dengan tegas menjelaskan masalahnya apa tanpa menyeret-nyeret namaku. Sekarang kondisinya malah aku yang dipercaya rekan-rekan paham tentang mesin, sampai rangkaian-rangkaian kelistrikannya. Tapi entah kenapa dia selalu saja meminta agar dipartnerkan denganku.
Dia itu sebenarnya adaknya cerdas, bahkan dengan orang lama pun,aku masih berani megang dia kalo disuruh menganalisa kerusakan mesin. Tapi anaknya itu, malasnya minta ampun. Sering ketika kita sedang menganalisa kerusakan mesin, sebenarnya dia tahu akar masalahnya, tapi entah itu karena lagi bad mood, atau karena melihat kondisi mesin yang kotor, atau karena lagi malas (emang malas terus tuh orang), dia pura-pura gak tau. Tapi ketika kita lagi makan, dia menjelaskan dengan enteng akar masalahnya, lengkap dengan perbaikannya, seperti menjelaskan bahwa satu tambah satu itu dua.
Sepulang kerja jam 10 malem, aku ngajak dia nongkrong di angkringan Cikarang Baru dekat RS Harapan Keluarga. Aku lalu memesan dua gelas es susu jahe dingin (yaiyalah, es mah dingin).
“Bay, gua nyerah ah.”
“lho kok?”
“abis, lo tuh rese banget. gua udah capek-capek ajakin temen gua, ada yang mesti gua rayu-rayu mulu biar mau ketemu lo, kadang ada juga yang minta dibeliin ini itu dulu, tapi lo tuh gak pernah nemu yang cocok.” Kataku sambil menyeruput minumanku.
“ya..abis gimana lagi..katanya cuek.”
“sebenernya kriteria cewek lo tuh kayak gimana sih?” kataku penasaran.
Dia terlihat berpikir.
“ato jangan=jangan lo gak suka cewek ya..hahaha” kataaku iseng.
“apaan? Sialan lo. Kagak lah.”
“kagak suka?” kataku masih senang menggodanya.
“mm..mm ..maksud gua, gua masih suka cewek lah.” Katanya gelagapan.
“terus?”
“terus?”
“iya, cewek yang lo cari tuh yang kayak gimana sih?”
“yang kayak ibu gua.” Katanya sambil makan gorengan.
“hah? Nyokap lo?”
“ibu, bukan nyokap.” Katanya sewot.
“idih..ibu sama nyokap kan sama aja dodol” kataku balas sengit
“heh, kalo ibu tuh kesannya anggun. Kalo nyokap tuh kedengerannya tuh..gimana gitu. Kesannya tuh seorang ibu yang rock n roll.” Belanya.
“apaan? Teori dari mana itu? Sama aja” kataku lalu mencapluk sate usus di tanganku.
“pokoknya beda. Ibu gua tuh anggun banget. gak kayak ibu-ibu lain yang kerjaannya kalo gak arisan, senam, ya...kegiatannya aneh-aneh gitu lah” katanya lagi.
“idih, sensi amat ma ibu-ibu arisan...terus sekarang gua musti nyari orang yng kayak ibu lo, gitu?” kataku penasaran.
“iya” jawabnya singkat.
“lha, gua aja gak tau ibu lo kayak gimana”
“Yaudah, kapan-kapan gua kenalin lo ma ibu gua, ibu paling yahud sebekasi dan sekitarnya.”katanya bangga.
Idih, dasar geje. Tapi penasaran juga sih, apa ibunya si mahluk keriting ini juga sama kayak dia? Apa rambutnya keriting juga? apa ini apa itu apaan tuh.hahaha.
asal gak kelamaan updatenya n gak putus d tengah jalan ntar banyak yg ngamuk2 pasti
Tunggu ja dh klanjutany..mdh"an crita w ga garing,n ga mudah dtbak..heuheu.
okeh. nih aku kasih...a..a..#nyuapin sendok..lho kok? >-
Aku setengah berlari ke arah parkiran depan. Dari kejauhan kulihat Eza sedang bercakap-cakap dengan seseorang. Siapa yah? Aku gak bisa melihat mukanya karena dia membelakangiku. Aku menghampiri mereka. ups, Azam ternyata.
Azam menoleh ke arahku sekilas. Lalu kembali mengalihkan pandangan ke arah Eza.
“oh..jadi lo ada janji sama Bayu?” kata Azam.
“hmm..gak juga...kita Cuma mau keluar bentar.” Kata Eza.
“Mang kalian mo kemana Bay?” tanya Azam beralih menanyaiku.
“kita..”
“gak kemana-mana kok. Gua Cuma minta dicariin sesuatu aja” kata Eza langsung memotong.
Kuperhatikan Azam seperti sedang menilik sesuatu. Lalu dia tersenyum.
“yadah, have fun ya” katanya lalu beranjak ke arah mobilnya.
Keren juga pikirku. dia salahsatu karyawan dibawah level foreman yang pergi ke pabrik pake mobil. Secara fisik, orangnya menarik, terlihat sporty. Tingginya sekitar 175-an lah, lebih tinggi lima sentian dariku, berarti sepuluh senti dari Eza. hidungnya mancung, matanya bulet lucu gitu deh. Mitos orang cakep mesti berkulit putih atau kuning itu hilang kalo liat dia. Kulitnya cokelat. Katanya sih dia orang Padang sono, mungkin turunan Arab ato Pakistan kali. Yah..aku gak suka sih kalo disama-samain ma artis, yang pasti keren sih.
“eh, malah ngelamun. Ayo, jadi gak?” kata Eza membuyarkan lamunanku.
“i iya. “ kataku lalu naik ke jok belakang Ninjanya.
Dia lalu melajukan motornya ke arah pertokoan di Cikarang Baru.
“nyari paan?” kataku.
“gua mau bungkusin pecel lele. Ibu suka banget tuh pecel lele.” Kata Eza lagi.
“oh..Pecel lele Lela aja yang didepan optik wahyu” kataku menawarkan.
“hah? Yang dimana?”
“itu, yang ada di deket angkringan tempat biasa kita nongkrong. Di lantai dua. Noh keliatan” kataku sambil menunjuk ke arah Rumah Makan bertuliskan Pecel Lele Lela.
Eza memesan satu karena aku memang masih kenyang. Pembelinya lumayan banyak, jadi kita ngantri cukup lama juga. setelah sekantong pecel lele yang terkenal itu sudah ditangan, Eza langsung melajukan lagi motornya ke rumahnya.
******
Sesampainya di halaman rumah, aku turun dan memerhatikan rumah sederhana ini. Minimalis sekali. Tapi terlihat sekali si penghuni rumah tahu betul meletakkan properti maupun tanaman sesuai dengan tempatnya. Terasa sekali ademnya. Eza lalu turun dan segera membuka pintu.
“bu...ibu...” katanya memanggil ibunya.
Dari kejauhan terdengar suara seorang perempuan menyahut.
“eh..baru dateng bukannya salam malah teriak-teriak. Ibu lagi di halaman belakang...” kata ibunya.
“Bay, sini masuk. Gak bayar kok” kata Eza.
aku ragu-ragu masuk. Kami masuk lewat pintu samping. Jadi rumahnya memiliki dua pintu, pintu untuk tamu dan pintu untuk penghuni rumah. Aku lalu mengikuti Eza menghampiri ibunya yang katanya lagi di taman belakang.
Ketika sampai di ruangan yang sepertinya ruang tamu, aku dibuat kagum oleh interior desainnya yang manis sekali. Bergaya jepang. Tak ada sofa, yang ada hanya bantal-bantal sofa untuk duduk pengganti kursi, juga meja yang tingginya tak lebih dari 40 sentian. Dindingnya ditempeli foto seorang ibu yang sedang tersenyum di bawah pohon sakura. Back grounsnya gunung Fuji. Ada juga foto-foto yang entah diambil dimana, yang pasti ruangan ini kental sekali Jepananya.
Dari ruang tamu ini, langsung menghadap ke taman kecil yang di desain sedemikian rupa, dengan bonsai, kolam ikan kecil, ahh..asri banget. baru sebentar saja aku sudah merasa betah tinggal disini.
“Mbu..ni Eza bawain pecel lele” kata Eza sambil menyerahkan bungkusan berisi pecel lele sambil tersenyum
“terus, Eza juga bawa temen bu...”katanya.
Aku menghampiri ibunya dan ketika pandangan kami bertemu, ibunya terlihat seperti kaget. Aku lantas menyalami dan mencium tangn ibunya Eza. beliau hanya diam saja. aku tersenyum lagi ke arahnya. Ibunya kembali memandang wajah Eza.
“dare desu ka?” tanya beliau setengah berbisik.
“dokkara kitano?” lanjutnya
• Dare desuka = siapa dia?
• dokkara kitano? = doko kara kimashitaka= asalnya dari mana?
Aku yang tak mengerti bahasa apa itu hanya cengo. Eza malah senyum penuh arti.
“Dia Bayu Bu, temen Eza” katanya.
“anatano tomodachi? Ee to..” kata ibunya masih dengan raut tak percaya.
• anatano tomodachi = teman kamu?
Ibunya hanya diam saja lalu memandang wajah Eza seperti berkomunikasi lewat pandangan mata. Eza hanya tersenyum dan mengedipkan matanya.
“oh..eh..i iya. Silahkan duduk.” Kata beliau gelagapan
Aku lalu duduk di lubang pintu (???) ruang tamu yang menghadap ke taman kecil. Ya kira-kira ruang tamu itu lebih tinggi 30 sentian dari taman.
ibunya lalu berjalan ke dapur dan kembali lagi dengan tangan kosong. Lho kok? Kirain mau bawa minuman dingin, pikirku.
“ eu..kamu..mau minum apa..” tanya ibunya Eza.
“ju...”
“coba ibu tebak?” Eza memotong apa yang akan kujawab lagi. Mungkin inilah keluarga Eza, terasa sangat hangat dengan komunikasi seperti ini.
“jus... jambu? “ tanya ibunya ragu-ragu.
Aku hanya mengangguk. Ibunya kembali terlihat kaget.
“anata?” tanya ibunya ke Eza. (kamu?)
“kocha” jawab Eza. (teh aja )
Aku baru paham. Memang di beberapa keluarga, mereka menggunakan bahasa sendiri, misalnya bahasa yang setiap katanya dibalik, bibaca dari belakang. Misal, mana duitnya, dilafalkan, anam anytiud? Jadi percakapan itu hanya dimengerti oleh keluarga itu saja. mereka bisa membincangkan kalimat-kalimat yang sebenarnya kurang enak dibahas didepan tamu, tapi karena si tamu gak ngerti, mereka lebih leluasa tanpa perlu berbincang dulu di kamar.
Akhirnya ibunya datang sambil membawa jus jambu dan teh manis juga toples-toples berisi penganan kecil.
“diminum..” kata ibunya.
Aku hanya mengangguk, lalu meminum jusku, maklum, Cikarang panasnya gak ketulungan.
“Bayu-san wa seikaku ga yasashi desu..” kata Eza lagi.
(Bayu itu kepribadiannya lembut loh bu)
“nani? Hmm, anata ga kita toki, watashi wa gochisou o tsukutta..” kata ibu.
(apa?/benarkah? Hmm, waktu kamu mau pulang, ibu siapin makan besar/ menu spesial)
“sugee...onigirizushi?”
(ahsek..onigirizushi? *salah satu jenis sushi, makanan khas jepang)
“hai..”
(ya)
“ummm...oishiii...”
(hmm..pasti enakkk..)
Aku garuk-garuk kepala. Mereka ngomong apaan sih.
“aku lagi di negeri mana ini ya?” kataku melihat keduanya.
Mereka berdua tertawa. Eza terus saja menggodaku.
“koko ni watashino uchi desu. Koko ni nihon o hanashimasu...” katanya makin membuat aku bingung, sementara ibunya masih saja tertawa.
“aahhh..ngomongnya biasa aja donk...aku jadi kayak orang bego nih...” rengekku.
“udah Za, kasian diledekin terus sama kamu. Jadi kalo di rumah, kami selalu ngomong pake bahasa Jepang, biar terbiasa aja gitu..” kata ibunya menjelaskan.
Aku hanya misuh-misuh.
“yaudah, Za ,lo ntar ajarin gua ya..” kataku ke Eza.
“mangnya kenapa?”
“ya biar ntar gua gak cengo doang, gigit jempol gua denger kalian ngobrol..”
“gigit jari aja kali. Lebay lo ah, hahaha” timpal Eza.
“tapi kan yang pake jepang disini Cuma keluarga gua..”
“oh..jadi gua gak boleh jadi bagian keluarga lo?” kataku sengit.
“Tanya aja sama ibu..” katanya sambil melirik ibunya.
“bu..boleh yah..” kataku merajuk.
Ibunya tampak sumringah sekali. Lalu mengangguk pelan.
Aku lalu memeluk ibunya, dia balas memelukku, lama sekali. Kurasakan badannya bergetar, dia mengelus kepalaku. Aku lalu melepaskan pelukanku. Kulihat ibunya mengusap pipinya.
“ibu nangis?” tanyaku ke Eza.
“gak, waktu kamu peluk mungkin badan kamu bau, ibu jadi gak tahan. Paling sekarang mau muntah.hehehe..” katamya.
“sialan” kataku sambil melempar bantal ke arahnya.
Lebih seru lagi klo dilanjutin
hmmm..
makin penasaran yeuh.. ayo d lanjut lagi.
hatur nungging kang. mudah"an gak bosenin ceritanya.
hwa..aku gak punya pulsa..maksud w, w belum punya modem, so gak bisa sering-sering apdet.
okelah, ditunggu aja yah kang