It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
astaga.. Aku lupa janjiq kak @zalanonymouz..
aku sbenernya mau uplod foto yang menurutku sesuai sm tokoh esa n rama, tapi sungkan sama empunya foto.
@awan siwon: wah maaf..!! aku ngantuk banget semalem, hehehe..
part 13, 'third step'
Esok lusanya, esa sedang sibuk membolak-balik jaket jeans milik esa. Setelah menunggu sekian lama akhirnya jaket rama kering juga. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.37. sialnya bi ida sedang pergi menjenguk nenek, bi surti berbelanja sedangkan mbak ina sudah 3 bulan ini tinggal di rumah nenek untuk merawatnya. Otomatis kini esa sendirian di rumah.
Esa merasa tidak enak pada rama karena jaketnya sudah menginap selama 2 hari dirumahhya. Tapi tetap saja esa yang sial. Dia tidak terbiasa menyetrika, sehingga saat ini dia benar-benar bingung mau diapakan jaket itu. Kalau dia nekat, bisa-bisa jaket itu malah bolong, ‘oh tidak!!’ teriak esa dalam hati.
Tadinya esa berencana mengembalikan jaket itu siang ini, ternyata jaket itu belum benar-benar kering. Maklum saja, bahan jeans memang lama keringnya. Butuh perjuangan untuk membuatnya kering. Esa sudah menungguinya dan sesekali memindahkan jaket itu ke tempat yang terkena matahari. Esa bahkan membawa kipas angin ke tempat ia menjemur jaket itu. Dengan bantuan roll kabel, jadilah si jaket mendapat angin tambahan dari kipas angin. Dasar esa konyol.
Sekarang, setelah jaket rama kering malah timbul masalah baru.
‘Gimana nyetrikanyaaa??’
Esa seakan mau gila memikirkannya, terlebih lagi waktunya semakin mepet. Rama pasti berangkat kerja jika sudah jam 12.45.
Saat esa sedang bingung-bingungnya, tiba-tiba lampu Philip 10 watt menyala di atas kepalanya. Ia segera menyambar hapenya lalu menghubungi sebuah nomor.
“halo Om.. bisa kesini nggak? Esa butuh bantuan nih..”pinta esa sambil cengengesan.
***
“aduh boss… mau kemana sih? Tadi kan sudah Om le setrika jaketnya”ujar Om le yang sedang menyetir dengan malas.
“yah tolong lah Om lee… aku mau kerumah temennya esa yang dulu pernah Om le ikutin itu..”
“heh??? Mending jangan deh boss!!”
Esa sedikit heran dengan kata-kata Om le. “emang napa Om?”
Setetes peluh membasahi kening Om le, “disana… disana ada kucing jadi-jadian boss!”
Esa terdiam seribu kata dengan wajah tanpa ekspresi. Dia heran, apakah dunia sudah terbalik?
“Om.. itu kan Cuma kucing… se-jadi-jadiannya kucing juga tetep kucing kan..”
“yah… boss ga percaya nih..gang itu banyak penunggunya!!”
Esa hanya menghembuskan nafas panjang.“hmm.. iya deh.. anter esa sampek gang aja”
Om le tampak melongo. “hah?? Yakin boss?”
Esa mengangguk. Sementara Om le menelan ludah.
Alhasil esa sudah memasuki gang tempat rama diduga tinggal. Sementara Om le dibelakangnya dengan wajah celingukan dan gelisah. Sebenarnya dia masih takut, namun dia sendiri tidak tega jika membiarkan boss mudanya berjalan sendirian di tempat yang menurutnya ‘angker’ itu.
“kucenggg!!!!”Om le melompat dan berlindung dibalik bahu esa ketika seekor kucing berlari menyebrangi jalan yang akan mereka lewati.
“aduuh..!! apaan sih Om! Ga malu apa, ama badannya?!”protes esa yang merasa salting ketika mata orang-orang mengawasinya.
“aduh.. udah yuk boss, kita pulang aja..”pinta Om le.
“nggak, pokoknya harus balikin jaket ini dulu”ujar esa bersikeras.
Esa pun bertanya pada warga gang itu mengenai rumah rama. baru mencari tahu sebentar, rumah rama sudah esa temukan. Esa agak prihatin melihat rumah sederhana itu, bahkan terlalu sederhana. Di terasnya ada meja dan bangku panjang, tampak seperti warung, tapi tutup. Esa pun mengetuk pintu rumah rama, berharap rama belum berangkat.
“assalamualaikum…”
Tak ada jawaban, esa pun mengetuk lagi pintu itu dan mengucapkan salam lagi.
‘tok tok tok..’
“assalamualaikum…”
Masih belum ada jawaban, untuk ketiga kalinya esa pun mengucapkan salam dan mengetuk pintu. Hingga akhirnya esa mendengar sebuah jawaban dari dalam rumah, meskipun terdengar lirih.
“waalaikum salam… sebentar..”ujar suara dari dalam rumah. Suara seorang wanita, pasti ibunya rama.
Tak lama kemudian terdengar suara gemeretak kunci, dan pintu itupun terbuka. Seorang ibu-ibu muncul dari balik pintu. Parasnya cantik, rambutnya panjang diikat dan mengenakan daster sederhana berwarna cokelat. wajahnya pucat, tampak seperti sedang sakit.
“mencari siapa ya nak?”tanyanya kalem pada esa.
“saya esa bu, temannya rama.”aku esa sambil tersenyum lebar, mencoba mencari muka di depan calon mertua (loh? Hehehe..)
Tampak wajah sang ibu berbinar,”oh, temannya rama… ayo masuk
dulu.. rama baru saja berangkat kerja..” ujar ibu rama sambil mempersilahkan esa dan pak le masuk.
“ayo duduk dulu.. sebentar saya buatkan minuman.”
“wah, ga perlu repot-repot bu, saya Cuma mau mengembalikan jaket rama..” cegah esa.
“oh.. sama sekali nggak repot kok.. tunggu sebentar ya..”ujar ibu rama sambil tersenyum ramah lalu menghilang dibalik kelambu.
“sudah boss.. duduk aja dulu..”ujar Om le yang sudah duduk.
‘huump…. Bener-bener deh, ga pak, ga pak ujang, pada ga punya muka’batin esa.
Ia pun duduk di kursi tua itu. Selama menunggu, esa memperhatikan sekelilingnya. Rumah rama terlihat sudah tua sekali. Catnya banyak yang mengelupas dan atapnya beberapa sudah berlubang. Lantainya hanya berupa hamparan semen dingin dan pecah-pecah. Perabotannya sederhana dan kuno. Melihat itu semua, dada esa terasa sesak. Ia tidak bisa membayangkan kehidupan rama di rumah ini.
Tak lama kemudian ibu rama muncul sambil membawa nampan berisi 2 gelas teh dan 2 toples kecil kue kering. “ayo pak, dek esa, dimakan dulu”tawar ibu rama.
“iya terima kasih bu.. saya Cuma mau ngembalikan jaket rama yang saya pinjam”ujar esa sambil menyodorkan jaket rama yang ia bungkus dengan kertas Koran.
Sementara pak le mengambil beberapa kue kering. Esa langsung melotot pada pak le.
“wah.. iya terima kasih ya nak..”ujar ibu rama sambil menyambut jaket itu.
“iya bu, sama-sama..”
“ayo silakan diminum tehnya..”
Esa pun mengambil tehnya dan menghirupnya.
“gimana rama kalo disekolah nak?”Tanya ibu rama.
Esa tersenyum sambil menelan teh di mulutnya, “rama baik kok bu, anaknya pinter juga..”
Ibu rama tampak tersenyum bangga mendengarnya,”masak sih..? rama kan anaknya pendiam ya?”
“hehehe… iya juga sih, awalnya memang pendiam, tapi setelah saya kenal, ternyata anaknya baik kok bu, perhatian sama teman.”puji esa. Bener-bener deh, esa kalo masalah mencari muka dia jagonya :P ‘diem lu narrator! Gue tulus tau ngomongnya!’
Ibu rama tampak trenyuh mendengar keterangan esa, dia tersenyum tipis dan ditatapnya esa dalam-dalam. Esa dapat menangkap kesedihan yang dalam dari mata ibu rama.
“dari dulu rama sifatnya pendiam dan tertutup sekali. Dia selalu takut untuk dekat dengan orang lain dan memilih untuk menghindar. Itu sebabnya dia hampir ndak pernah punya teman.”
Ibu rama menghentikan kisahnya sejenak untuk mengambil nafas panjang. Sementara esa diam tak bergerak, dia seakan larut dalam pengakuan ibu rama.
“makanya ibu seneng sekali, saat rama bilang dia sudah punya teman yang baik.” Ujar ibu rama.
Esa tersenyum malu-malu mendengar pujian ibu rama.
‘tenang aja bu.. aku ga Cuma jadi temennya yang baik, tapi bakal jadi mantu ibu,hehehehee…’ batin esa sambil senyum-senyum sendiri.
“ah ibu bisa saja.”
Ibu rama tertawa kecil, namun tiba-tiba ekspresinya berubah.
“aduh..!”rintih ibu rama sambil memegangi perutnya.
Esa dan om le sontak kaget dan beranjak dari tempat duduknya.
“bu.. ibu kenapa?”Tanya esa sambil mendekati ibu rama.
“oh, nggak apa-apa kok nak, cumaa..”
Belum selesai ibu rama menyelesaikan bicaranya, ibu rama kembali meringis menahan sakit hinggan akhirnya jatuh ke lantai.
“loh.. ibu! Ibu kenapa? Om, bantuin angkat dong!” ujar esa yang mencoba mengangkat tubuh ibu rama yang terkulai lemah.
“waduh,, oh .. iya..iya boss!” om le pun membopong ibu rama dan membawanya menuju mobil, sedangkan esa mengunci pintu, kebetulan kucinya menggantung di pintu. Tak lupa esa memberitahu tentang keadaan ibu rama terlebih dulu pada tetangga barangkali rama sudah datang ke rumah.
“ayo, om! Ke rumah sakit!”ujar esa saat berada di dalam mobil. Ibu rama ia tidurkan dalam pangkuannya.
“i..iya boss”
Mobil om le pun segera meluncur menuju rumah sakit terdekat. Selama perjalanan esa tak henti hentinya merasa gelisah. Bagaimana jika terjadi apa-apa pada ibu rama?
Esa pun berinisiatif untuk menelfon rama. dipencetnya nomor kontak rama. setelah menunggu beberapa saat, ternyata hape rama tidak aktif.
“ya ampun… kok mati sih..?? rama… ibumu sakiitt…”bisik esa.
Ditempat lain di waktu yang sama, rama sedang sibuk melayani pelanggan. Hapenya sengaja ia matikan supaya tidak mengganggu saat ia bekerja. Dengan ramah ia tersenyum, menyambut para pelanggan yang datang. Dia tidak menyadari kemalangan yang dialami ibunya dan kepanikan esa saat ini.
Pukul 11.11, akhirnya kafe tutup juga. Rama duduk melepas lelah di kursi ruang pegawai. Diraihnya hape di dalam tas pingganggnya. Setelah ia mengaktifkan hapenya, rama kaget melihat 13 panggilan dan 2 sms dari esa.
“buset, ini esa kenapa nih?”bisik rama sambil cengengesan, tapi ekspresinya langsung berubah ketika membaca sms dari esa yang berisi;
‘ram, ibumu sakit. Ku bawa ke rumah sakit ‘xxx’. Cepet kesini!”
Setelah membaca sms itu, bagai orang kesetanan rama segera menenteng tas pinggangnya dan berlari meninggalkan kafe.
‘ya Allah.. apa yang terjadi?!! Kenapa ibu sampai begini?!!’ hati rama bergejolak dan jantungnya berdegup sekencang kaki rama berlari. Dia seolah tak lagi memikirkan betapa jauhnya rumah sakit itu, yang rama pikirkan saat ini adalah ibunya dan berlari sekencang mungkin.
‘dimm…dim..’
Suara klakson terdengar menggertak dari belakang rama. saat rama menoleh, seorang bapak berkepala botak menyembul dari jendela mobil.
‘rama, kan? Ayo masuk! Esa sudah menunggu di rumah sakit!” ujar bapak itu.
Rama masih terus berlari sambil sesekali melihat bapak itu yang mengikuti di sampingnya.
‘bagaimana ia tahu tentang aku dan esa? Apakah dia supirnya? Tapi kenapa berbeda dari supir yang biasanya?
“ayo! Rumah sakitnya jauh..!” himbau bapak itu lagi.
Ramapun tak punya pilihan lain selain mempercayai bapak itu dan membuka pintu mobil lalu memasukinya. Setelah pintu mobil ditutup, bapak itu segera menaikkan kecepatannya dan mobil itu melesat menembus keramaian jalan kota.
Setelah rama mampu menormalkan nafasnya, ia pun berani untuk bertanya pada bapak botak itu.
“bapak siapa?”
Bapak itu menoleh sebentar lalu kembali mengarahkan pandangannya pada jalan.
“oh iya, saya Suleman. Saya.. eeer.. supirnya bo.. eh, den esa..”terang bapak itu sedikit tergagap.
Rama mengeryit curiga mendengar perkataan bapak itu yang meragukan.
“oh.. kok beda dari supir biasanya?”
“hmm.. oh iya, saya supirnya tuan Jaya, ayahnya den esa. Pak ujang lagi pergi mengantar bi surti, jadi saya yang mengantar den esa tadi ke rumahnya den rama.”
Rama manggut-manggut. Rama sedikit heran, untuk apa esa datang kerumahnya. Tapi untung saja esa datang, jika tidak mungkin… rama memejamkan matanya rapat-rapat. Ia tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika esa tidak datang menolong ibunya. Rama sangat menyesal karena menonaktifkan hapenya. Harusnya ia selalu siap jika sewaktu-waktu ibunya membutuhkannya. Harusnya ia ingat bahwa ibunya sedang sakit dan dia sendirian. Semua sesal itu berputar dengan hebat dalam kepala rama. rama pun membenamkan wajahnya dalam kedua telapak tangannya. Om le yang melihat gelagat rama, iba juga melihatnya.
“sudah den.. tenang.. ibu aden pasti bakal baik-baik saja”
Rama pun mengangkat sedikit wajahnya hingga kedua matanya yang lelah menyembul dari kedua telapak tangannya. Ia mencoba mencerna kata-kata om le dan berharap itu benar.
Tak lama kemudian, mobil om le sudah sampai di rumah sakit xxx. Rama pun berlari diikuti om le.
“pelan-pelan dong den… jangan terburu-buru” protes om le yang terengah-engah.
Seakan tak menghiraukan kata om le, rama bergegas menanyakan kamar tempat ibunya dirawat, setelah ia mendapat arahan dari suster, ia pun segera melesat menuju kamar yang dimaksud suster tadi.
Lantai satu, lantai dua, lantai tiga, rama menginjakkan kakinya di anak tangga terakhirnya dan berlari menuju kamar nomor 14A.
‘itu dia’gumam rama dalam hati ketika melihat nomor 14a menggantung di atas pintu sebuah kamar. Dibukanya pintu itu dengan sedikit tergesa dan dilihatnya esa sedang duduk disamping ranjang, dan di atas ranjang itu tergolek tubuh ibunya yang terkulai lemas.
“rama….” esa beranjak dari kursinya, sementara rama menghampiri ibunya yang sedang terlelap.
“sa.. ibuku kenapa sa?”Tanya rama, matanya tampak bergerak-gerak memperhatikan kondisi ibunya.
Esa menunduk dan terdiam sejenak. “ram… ibumu.. ibumu mengidap batu ginjal”
***
Bagai ditimpa sebuah gunung, tubuh rama menjadi berat. Ia menjatuhkan dirinya di kursi. Matanya menerawang jauh dan hampa. Dada esa menjadi terasa sesak. Esa tahu apa yang rama rasakan saat ini. Esa pun duduk di sampingnya. Sementara rama membenamkan wajahnya dalam kedua tangannya. Membiarkan penat dan gelisah terbenam dalam kegelapan. Entah kenapa pikiran rama saat ini menjadi blank, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan.
Melihat kondisi rama, esa jadi tak tega. Ia pun memegang pundak rama.
“kamu ga papa ram?”
Agak lama rama memilih diam, lalu wajahnya keluar dari persembunyian kedua tangannya. “seberapa parah sa?”
Esa terdiam sesaat, dia tidak tahu harus menjawab bagaimana. “hmm.. aku kurang tahu ram, mending kamu tanya sama dokternya nanti, biar lebih jelas.”
Rama manggut-manggut sejenak lalu berdiri dari tempat duduknya. Esa yang bingung segera menangkap tangan rama.
“ram, mau kemana?”
“ke dokternya lah..”
“hah? Malam2 gini? Mending besok aja ram... sekarang kamu istirahat aja dulu..dokternya juga malam gini belum tentu masih ada”terang esa meyakinkan.
Rama terdiam sesaat lalu duduk lagi ditempat duduknya tadi.
“makasih sa..”
Esa menoleh, dia heran kenapa rama tiba-tiba berterima kasih padanya. “makasih buat apa?”
”makasih dah bawa ibuku ke rumah sakit, aku ga tau apa jadinya ibuku kalo kamu ga datang.” Ujar rama yang masih dengan pandangan kosongnya.
”hmm... ga perlu berterimakasih ram.. aku juga kebetulan kesana mau ngembalikin jaketnya kamu.”jawab esa sambil menunjuk bungkusan koran berisi jaket yang ikut terbawa ketika menuju rumah sakit. Ibu rama masih memegangnya saat dia pingsan.
Mendengar itu, rama mengangguk-anggukkan wajahnya lalu merogoh sakunya. Dilihatnya jam pada hapenya itu. “sa, udah malem, mending kamu pulang aja, nanti bu ida khawatir..”
Esa terdiam, esa merasa enggan untuk meninggalkan rama sendirian seperti ini. Bagaimana esa bisa tidur di ranjangnya yang empuk sementara rama sedang susah di rumah sakit ini?
Esa pun menyambut hapenya lalu menghubungi nomor kediamamnnya. “halo? Bi ida. Esa ga pulang malam ini bi, esa mau nemenin rama di rumah sakit..”
Mendengar percakapan itu, rama sontak menoleh esa dengan tatapan protes. Esa memilih untuk tak menghiraukannya dan tetap melanjutkan usahanya meyakinkan bi ida.
“iya bi.. pliiss... toh besok minggu kan.. “
Akhirnya bi ida mengizinkan esa menginap di rumah sakit. Dengan menghembuskan nafas lega, esa pun memutuskan sambungannya dan memasukkan hapenya ke dalama saku.
“sa.. kamu ngapain ikut nginep segala?” semprot rama yang dari tadi diam menunggu saat dia bisa bicara dengan esa.
Esa tersenyum nakal kearah rama. “iya dong.. kasian kamu ga ada yang nemenin. Lagian besok kan minggu.”
Mendengar alasan esa, rama hanya diam lalu sekilas tersenyum tipis.
“oh ya.. kamu belum makan kan? Nih, tadi aku beli nasi goreng di depan RS. Makan dulu sana!” esa menyodorkan sebuah bungkusan pada rama.
Rama menyambutnya sambil tersenyum getir.
“makasih sa, maaf aku lagi-lagi banyak ngerepotin kamu”
Esa hanya terkekeh pelan. “hehe... udah kubilang jangan bilang makasih terus, aku bosen sendiri dengernya.”
Rama tersenyum lagi. Ia pun membuka bungkusan nasi goreng yang diberikan esa.”kamu sudah makan belum sa?” tanya rama saat ia akan menyendok nasinya.
Esa mengangguk, “sudah kok, kamu makan aja..”
“oh.. ya aku makan dulu ya sa..” tawar rama.
“monggo..”
Rama yang sudah memasukkan nasi kedalam mulutnya seketika tersenyum menahan tawa.”bahasa jawamu maksa banget tau nggak!” celetuk rama dengan mulut penuh.
Esa hanya cengengesan dan akhirnya larut dalam pemandangan rama yang sedang melahap nasgornya. Tak terasa mata esa sudah sangat berat. Sudah daritadi ia menahan kantuknya demi menunggu rama datang. Kini rama sudah didepannya dan sedang makan. Esa sedikit lega sekarang.
“alhamdulillah..”ucap rama begitu nasgornya habis. Ia pun berdiri untuk membuang bungkusan itu ke tempat sampah. Saat ia kembali ketempat dudukmya, ia mendapati esa sudah tergeletak, eh? Terkapar, eh.. terbujur..??!! yang pasti esa sudah tertidur saat ini di kursi. Tampak wajahnya yang polos seakan tanpa dosa. Rama menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum. Ia pun membuka bungkusan koran berisi jaketnya itu.
“esa..esa.. katanya mau nemenin, akhirnya molor juga”
***
n dr awal smpe akhir dah bgus kog.. ^.^
tpi kpan nih Rama suka nya?
ga lama lg kok, sakitnya ibu rama ini bakal jd penentuan hub rama-esa. makanya jadi third step, hehehe...
@diyo_d_y: wah ga janji ya.. ada tugas n acara... :-(
@alvalian_danoe: makasih bang ;-)
@adam08: iya bneran.. katanya rama 'ah kelamaan!' hehehe
@fends: haha tau tuh... slm kenal jg ya
@yuriz_rizky n @elninos: hehe.. oke.. sabar ya... ;-)