It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Nightmare (Be a Good Boy)
Aku dengan terengah-engah terus berlari. Suhu yang dingin di kabutnya hutan membuat badanku sedikit gemetar. Aku tanpa mengenakan satu pun pakaian masih terus memacu lariku berlari keluar dari hutan itu. Hutan yang gelap dan dingin terus saja menyeruak ke dalam sanubariku. Aku melihat seberkas cahaya di ujung sana. Aku pun berlari ke arah cahaya itu dan.....
Hanya ada hamparan rumput yang berhiaskan langit malam. Sepi tanpa ada seorang pun yang ada di hamparan padang rumput yang gelap. Tiba-tiba ada seseorang yang mendorongku jatuh ke hamparan rumput. Aku membalikkan badan ternyata Meza si culun yang mendorongku jatuh. Dia juga sama denganku, tidak mengenakan pakaian alias telanjang. Aku bisa melihat siluet tubuhnya digelapnya malam rembulan. Begitu seksi dan menggairahkan.
Ada yang aneh dari tubuhku. Tubuhku tergeletak tak berdaya. Badanku berbaring dengan pasrahnya. Aku lihat ke bawah, adikku kecilku mulai bangun dan tegak seperti menara pisa. Aku berusaha terus menggerakkan badanku tapi tidak bisa. Meza yang telanjang itu mendekati aku dengan tatapan matanya yang nakal, matanya terus saja memutari seluruh tubuhku sampai dia menatap ke adik kecilku. Dia segera berjongkok dan meraih adik kecilku. Dia pegang dan aku malah semakin bergetar, belaian tangannya yang halus membuat buluku bergidik. Adik kecil semakin kuat memompa darahnya mengalir keras.
“Ka..ka..kamu mau apa Za?”, aku berkata denagn gugupnya saat Meza mulai memilin adik kecilku.
Meza diam tanpa mengeluarkan tanpa sepatah katapun. Dia mulai berjala ke arah atas perutku dan berlutus di atasnya. Matanya yang nakal terus menatapku. Aku terkesima saat dia sedikit mendekati wajahnya ke arahku. Tanpa menggunakan kacamata dan mode rambut kunonya. Dia terlihat lebih manis dan seksi. Bibirnya yang halus, hidungnya yang sedikit mancung, lekuk wajahnya gabungan antara sisi maskulin dan sensualitas seorang wanita.
“Be a good boy Andi”, ucap Meza. Perlahan dia mulai menurunkan pantatnya tepat di atas adik kecilku. Aku malah bergidik dan nafasku terus berpacu dengan adrenalin. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan ini. Pantatnya semakin menyentuh adik kecilku dan dia semakin mendudukan badannya di atas perut bagian bawahku.
“Meza..........”, desahku saat aku tahu adik kecilku menembus ke dalam lubang pantatnya. Muka Meza yang tadi berwarna kuning putih sekarang berubah menjadi merah. Suara desahan kecil dia keluarkan saat dia berhasil memasukkan adil kecilnya.
Perlahan-lahan dia mulai menarik turunkan pantatnya. Sensasi membakar menjalar di adik kecilku. Aku masih belum tahu apa yang dia lakukan, tapi kenapa rasanya semakin enak. Meza terlihat memejamkan matanya. Lengkuhan suara nikmat mulai menyeruak dari bibir manisnya yang tipis dan halus itu. Tapi tetap saja badanku masih saja belum bisa bergerak.
“Andi...”, nafasnya terasa sangat kencang saat dia mendekatkan wajahnya ke wajahku.
“Udah Meza...”, aku berusaha mengeluarkan kata-kata ditengah kenikmatan yang diberikan Meza. “Jangan dilanjutkan nanti...........”.
Tidak peduli dengan kata-kataku Meza semakin liar dan mempercepat pantatnya. Dinaikan turunkan pantatnya di adik kecilku. Kali ini wajahnya yang memerah berubah menjadi tatapan orang yang membenci.
“Sudah Za, aku bisa.....”, ada sensasi dari adik kecilku yang ingin menyeruak keluar. “Za!”.
Saat aku ingin mengeluarkan sesuatu dari adik kecilku. Mulut Meza terbuka dengan lebar, semakin lebar. Liurnya yang berwarna merah menetes dari mulutnya. Rahang bawahnya juga ikut terbuka lebar dan membesar. Aku yang melihat menjadi sangat ngeri. Wajah manis Meza berubah menjadi menyeramkan. Rahang bawahnya terus saja turun ke bawah sehingga mulutnya semakin lebih besar dari sebelumnya. Air liur merahnya terus saja menetes ke dadaku dengan derasnya.
Aku bergidik melihat Meza yang berubah menjadi monster tapi ada sesuatu yang ingin keluar dari adik kecilku sudah tak terbendung lagi. Sesuatu itu sudah ada dipuncak bertepatan dengan wajah Meza yang sudah terbuka dengan sangat lebarnya. Diangkatnya wajah Meza dan aku berteriak saat Meza menikamku dengan mulutnya yang besar saat itu juga ada sensasi yang keluar dari adik kecilku.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!”.
Aku terbangun dari mimpi burukku. Badanku berkeringat dengan derasnya. Mataku masih terbelalak seperti orang yang kaget. Nafasku pun tersengal-sengal. Aku segera mengangkat badanku dan mengusap keringat di wajahku. Ternyata itu mimpi buruk.
“Miauw”, kucingku yang ikut tertidur mengeong saat aku bergerak.
“Pussy, kok tidur sini”, aku mengelus kucingku yang berbaring di atas selimut yang aku gunakan. Kucingku hanya mengulet di atas selimut itu.
“Ternyata cuma mimpi, kok bisa mimpi buruk gitu?”, ucapku heran. Aku buka selimutku dan merasa ada yang basah dicelanaku. Aku raba dan aku terus buka selimutnya.
“Mimpi basah?”, aku menatap heran celana yang aku pakai sudah basah. Kok bisa mimpi basah di saat mimpi buruk. Lagian seingat aku tadi aku mimpi lagi ML sama Meza. Astaga? Aku emmukul dahiku dan cepat bangun dari ranjangku. Aku harus bersihkan semua ini, bakal malu kalau ada yang lihat.
..................................................................................................................................................................
Aku menuruni tangga sambil mengusap rambutku yang masih basah sehabis mandi. Kucingku, Pussy, juga ikut turun tangga. Kucingku dengan lincahnya menuruni anak tangga dengan cepatnya. Lalu handphone aku bergetar di saku celanaku.
Andi/Aku : “Halo Bil, kenapa?”.
Billy : “Ya, lagi apa kamu?”.
“Aku : “Baru aja bangun tidur, emang kenapa? Tumben sore-sore nelpon”.
“Billy :”Em, gini Di, kamu ada mimpi ngga?”.
Aku : “Mimpi apa?’.
Billy : “Itu, mimpi........”.
Aku : “Apa?”. Aku duduk di sofa masih sambil menerima telepon dari Billy.
Dennis : “Ah, lama banget, mimpi buruk tentang Meza”.
Aku : “Kok ada Dennis juga?”.
Fajri : “Conference call ini Ndi”.
Aku : “Ada Fajri juga”.
Fajri : “Jelasin aja Den”.
Dennis : “Gini lho Ndi, kita bertiga tadi sempat mimpi buruk tentang Meza, kamu juga ada mimpi buruk tentang si culun itu?”.
Fajri : “Hush! Jangan sebut culun lagi, serem ah....”.
Aku :”Em....”, aku berpikir yang tadi itu mimpi buruk apa mimpi basah. Apa perlu aku ceritakan kejadian seks di mimpi itu. Tapi aku takut ntar tanggapan teman-teman aku lain. Lebih baik kejadian seksnya aku tutupin saja.
Aku : “Ya, aku mimpi di makan Meza................................”.
Billy : “APA!!!!”, Billy malah memotong pembicaraanku.
Dennis : “Masih untung dimakan, aku dimutilasi, haaaaaaaaaaaaaaaa”, pekik Dennis yang ketakutan di ujung telepon.
Billy : “Kalo aku dilempar ke lubang buaya, terus badanku dicanik-cabik sama buaya berwajahkan si cu..eh Meza”, tambah Billy yang malah semakin membuat suasana semakin histeris.
Aku : (menyimak)
Fajri :”Udah ah, kok malah jadi nyeremin gini, untung aku mimpi selamat dari kejaran zombie si Meza”.
Aku : “Terus apa hubungan antara mimpi kita berempat?”.
Billy : “Itu......... Fajri aja yang jelasin”.
Fajri : “Haaaaa”, Fajri terdengar menghela nafasnya, “Tahukan Ndi waktu aku ngomong tentang si Meza? Yang pake ilmu dukun-dukun?”,
Aku : “Ya aku ingat sekali, baru kemaren kamu ngomongnya, emang kenapa?”.
Fajri : “Nah, salah satu ilmu dukun sekarang ini, banyak pake ilmu-ilmu gaib lewat mimpi, salah satunya yang kita alami ini”.
Aku : (merasa Billy dan Dennis diam saja) “Aku rasa ngga ada hubungannya itu bro!”.
Dennis : “Hush! Ngga boleh ngomong gitu, bisa kena ilmunya kamu ntar bro!”.
Billy : “Iya, lagian yang punya ide jahilin Meza kan kamu, ampe dia ketabrak”.
Andi : “Kok jadi aku yang disalahin?”, protesku yang tidak terima.
Fajri : “Eh! Aku belum selese cerita, bisa diam dulu ngga sih?”.
Billy dan Dennis : “Iya iya”.
Fajri : “Tahu ngga Ndi, yang paling parah dari itu semua itu adalah kalo kamu mimpi berhubungan seks sama orangnya”.
Aku : (terdiam, teringat dengan mimpiku yang tadi) E..emang kenapa?”.
Fajri : “Itu namanya ilmu pelet lewat mimpi, makanya kami mau mastiin kamu ada ngga mimpi ampe...... gitu”.
Aku : (mencoba berbohong) “Terus kalian kira aku ada mimpi ML sama Meza?”.
Billy : “Bukan gitu Ndi maksud Fajri. Kami cuma nanya aja”.
Aku : “Kalian semua kan tahu aku sudha punya cewek, lagian aku kan bukan gay ato sejenisnya”, au agak sewot, karena sedikit panik takut mimpi aku ketahuan.
Fajri : “Hemmm, yaa maaf Ndi, berarti kita berempat ngga ada mimpi gitu”.
Dennis : “Ya jelas dong, masa aku mimpi ML sama cowok, najis!”.
Billy : “Ah yang benar Den?”, sindir Billy.
Aku : “Udah ya? Aku ada urusan sama cewek aku”.
Fajri : “Ok lah bro! kita udahan aja dulu conference call nya”.
Dennis : “Yah, kenapa selesai?”.
Billy : “Dasar mas-mas tukang gosip, aku udahan dulu ya bye”, Billy menutup teleponnya.
Fajri : “Aku juga, see u my friend”, Fajri juga menutup teleponnya.
Dennis : “Halo Andi?’.
Aku :”Ya?”, jawabku.
Dennis : “Gosipan yuk”.
Aku : “Ogah, udah ya, aku mau pergi, bye”, aku langsung menutup telepon.
Aku termenung sejenak di sofa. Aku pandangi sekitar rumahku yang lagi sepi. Hari libur seperti ini biasanya keluarga pergi ke rumah nenek dan selalu aku yang ditinggal. Tapi aku pikir-pikir, apa omongan Fajri itu benar? Itukan hanya sebuah kepercayaan takhyul saja, mana bisa dibuktikan?kalau pun benar ya mudah-mudahan tidak kejadian.
“Miauw”, Pussy aku mengeong di bawah kakiku.
“Hai Pussy, aku keluar dulu ya, jaga rumah”, aku menunduk sembar mengelus bulunya. Aku beranjak dari sofa untuk kembali ke kamarku. Hari ini aku ingat, kalau harus mengantar pacarku, Jenny, buat membeli buku. Kalau kalian boleh tahu, pacarku itu penampilannya tomboy tapi hatinya tidak setomboy penampilannya. Jago masak lagi, makanya aku bisa lama pacaran sama dia, walaupun baru jalan 5 bulan.
..................................................................................................................................................................
Aku keluarkan motorku dari garasi. Kemudian kuncinya aku starter dan segera berangkat menuju rumah Jenny. Rumahnya lumayan jauh juga dari rumahku, dia ada diseberang kota, kalau mau ke rumahnya harus melewati jembatan yang besar dan ramai. Tapi untuk Jenny, sang pacar, apa pun akan aku tempuh demi ketemu dia.
Jenny, lebih tua tiga tahun dari aku, tapi tetap lebih dewasa aku. banyak yang menyindir hubungan aku dengan Jenny karena ceweknya umurnya di atasku, toh aku tidak peduli dengan anggapan seperti itu, yang penting itu tentang perasaan, mana ada orang yang bisa memaksakan perasaannya buat yang lain?
Aku terus mengendarai motorku melewati beberapa jalan yang begitu padat. Maklum kotaku sekarang sudah menjadi kota besar. Saking besarnya, orang-orangnya juga ikut besar (apa hubungannya). Tapi barusan saja aku melewati komplek rumah Meza. Jadi teringat dia lagi? Ada sedikit rasa penyesalan setelah melakukan hal itu kemaren. Tapi..... baru kali ini aku menyesal setelah melakukan kejahilan? Ahhh....... kok jadi kepikiran Meza, aku hanya bisa berharap dia baik-baik saja dan tidak mau menanyakan gimana keadaannya, sudah cukup dipikirkan saja.
Aku akhirnya melewati jembatan besar yang melintasi sungai besar di kotaku. Jembatannya memang terkenal sebagai tempat wisata di kotaku, padahal cuma jembatan kecil saja, menurutku sih. Aku pun terus memacu motorku melewati ujung jembatan itu dan terus berjalan sampai akhirnya tiba di sebuah deretan rumah di pinggir jalan besar tadi. Aku pun masuk ke dalam jalan kecil di sampingnya sampai akhirnya aku berhenti di rumah yang terbuat dari kayu.
Aku pun menghentikan motorku dan segera memarkirkan motorku di depan pagar kayu rumahnya. Rumah pacarku ini memang unik, apa lagi di sekelilingnya banyak sekali pohon yang lebat, hanya ada empat atau enam rumah yang jadi tetangganya. Aku berlalu masuk ke teras rumahnya. Kebetulan Ayah Jenny keluar.
“Maaf, Pak, Jenny nya ada?”, tanyaku ke Ayah Jenny.
“Oh ada, masuk aja”, jawab Ayahnya Jenny. “Jen! Ada Andi!”.
“Makasi Pak”, balasku.
“Ya tunggu aja di ruang tamu, Bapak mau ke tetangga”.
“Iya Pak, saya masuk ya”.
Aku kemudian masuk dan duduk di kursi kayu dan memilih kursi yang menghadap ke jendela. Aku memandangi sejenak ruangannya, terasa sejuk. Namun tba-tiba ada sekelebat bayangan di jendela. Aku kaget dan sedikit takut saat melihatnya. Lalu bayangan itu berhenti tepat di pintu rumah. Jantungku berdebar-debar saat bayangan itu bergerak masuk ke dalam rumah. Entah kenapa kakiku terasa kaku sulit bergerak. Kemudian bayangan itu masuk dan.....
“Meza!”.
@asik69 : si kitty nya udh tuh ditambah heehee btw spa tuh emon inchan dan hatori kyk nm sesuatu getol
lanjut lanjut
@Rez1 : kentang enaknya digoreng trus dimakan
@Monic : sipp mudah2an besok pagi sudah kelar
@giripeni : kok nunggu adegan diperkosa? Mn ada top diperkosa wkwkwkwkwkwk
@AwanSiwon : ya begitulah kiraikira, hihihi pkokxnya ntr dipertengahan crita bakal jd crita cinta
Lanjuttttttttt setev
@Rez1 : ohhh kentangnya tanggung, emang knp bs? Enk digoreng lho
artinya kentang tuh nanggung bgt...
Skali lg di goreng... Ku gigit.. (_ _#)
Chapter 3
The Secret of a Curse Part I
Meza muncul dari balik pintu itu. Wajahnya terlihat sangat lusuh. Pakaiannya pun kumal dan kotor. Ditangan kanannya sambil memegang badik. Dia jalan sedikit terseret ke arahku. Perlahan-lahan wajahnya berubah jadi beringas. Matanya semakin memerah, rahang bawah mulutnya terbuka lebar dan kembali meneteskan cairan merah.
“Be a good boy Andi”, suara seraknya keluar mendekati aku.
Aku jadi ketakutan melihat dia datang dengan pelan ke arahku. Badanku tiba-tiba membaku tidak bisa bergerak. Aku berusaha untuk lari tapi kakiku selalu tertahan. Ingin rasanya teriak namun suaraku hanya bisa mengerang kecil. Di mana Jenny? Siapa yang bisa bantu aku? Tolong aku.
“Be a good boy Andi”, Meza terus saja mengeluarkan kata-kata itu hingga berdiri dihadapanku.
“Ma..ma..maaf Meza....”, aku ketakutan dan tidak bisa meneruskan perkataanku. Meza mengangkat tinggi tangan kanannya yang mmebawa badik. Dihempaskannya badik itu ke arahku.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”, teriakku.
“Yank, yank”, suara seorang wanita memanggilku. “Yank yank.....”.
Aku langsung membuka mataku dan melihat ada Jenny di sampingku. Badanku masih gemetaran karena kejadian tadi. Nafasku tidak beraturan dan tersengal-sengal.
“Kok bisa-bisanya tertidur pagi-pagi gini”, tegur Jenny.
“Aku ngga kenapa-napa kan?”, tanyaku panik. Aku raba-raba badanku tidak ada luka gores sedikit pun.
“Kamu ini tidurnya ngigau, ngga baik tidur masih pagi gini”.
“Tidur?”, aku heran kenapa aku bisa tertidur. Yang penting ternyata ini hanya mimpi buruk. Tapi kenapa mimpinya selalu tentang Meza.
“Jadi ngga ngaterinnya?”.
“Jadi kok Yang”, jawabku. “Tapi aku izin bersihin muka dulu ya”.
“Iya sana, cepat ya”.
Aku pun buru-buru ke belakang untuk sekedar mencuci mukaku. Aku masuk ke dalam rumah Jenny dan menuju bagian belakangnya. Lebih tepatnya dekat kamar mandi belakang rumahnya. Di sana ada satu wastafel. Rumah Jenny yang dibangung dengan menggunakan kayu khas Kalimantan membuat suasana sangat adem. Hanya saja derit langkah kaki terasa sangat keras kalau kita melangkah cepat di rumahnya. Kemudian aku langsung berhenti di sdepan wastafel yang menempel di tembok kayu dan memutar krannya. Aku mulai membasuh mukaku dengan air kran yang dingin. Aku usap sampai tiga kali hingga semua wajahku terasa sangat basah.
Kemudian aku mengambil beberapa tisu di dekat wastafel itu dan membersihkan mukaku di depan kaca wastafel. Rasanya sudah lebih segar dari yang tadi. Rasa kantukku mulai hilang dan kendali nafasku sudah mulai teratur. Aku tatap sebentar cermin di wastafel itu dan tiba-tiba wajahku berganti dengan wajah Meza. Aku menatap takut dan mundur beberapa langkah. Kali ini kakiku bisa digerakkan dan berlari ke depan rumah. Gila! Kok bisa-bisanya dia muncul dicermin, apa yang aku alami dimimpi itu nyata?.
Aku terus berlari ketakutan. Nafasku kembali tidak menjadi beraturan. Hanya saja aku merasa ada mengikutiku hingga aku sampai kembali di ruang tamu. Di situ ada Jenny yang menatap aku dengan herannya.
“Kamu kenapa lari gitu Yank?”, tanya Jenny.
“Ngga...ngga apa-apa kok, berangkat sekarang”, aku menarik tangan Jenny.
“Tunggu Yank, aku tutup pintu dulu.
“Iya cepat!”, aku malah lari ke arah motorku. Ingin rasanya aku cepat kabur dari rumah ini. Bukan, aku ingin lari dari bayangan Meza. Ya Tuhan kenapa aku merasa bersalah, aku bukan penyebab dia kecelakaan, itu salah dia bukan salah aku. kalau pun aku salah, kenapa hanya aku yang dikejar.
“Aku harus tanya banyak hal ke Fajri”, gumamku dalam hati.
..................................................................................................................................................................
Rasanya benar-benar sumpek karena kejadian tadi. Aku sudah kehilangan mood aku buat mengantar pacarku, Jenny berbelanja. Pikiranku selalu dihantui oleh Meza, apa dia mati karena kecelakaan kemaren? Ah tidak mungkin? Aku yakin dia tidak kenapa-napa, tapi aku tidak mau tahu tentang dia setelah kejadian kemarin.
“Kamu itu kenapa sih Yank? Kok ngelamun terus”, tegur Jenny, pacarku yang masih membawa barang belanjaannya.
“Ngga apa-apa kok”, jawabku ragu.
“Tapi kayak ada masalh gitu dari raut wajahnya”, Jenny memperhatikan wajahku.
“Bener kok, ngga ada apa-apa”, jawabku. “Kita makan aja yuk, udah siang”.
“Boleh, aku mau french spicy”, kata Jenny dengan wajahnya yang sumringah.
Kami pun berjalan melewati tangga Mall. Food court letaknya ada di lantai atas. Lumayan jauh juga, untungnya kami menaiki ekskalator jadinya tidak terlalu capek. Hanya saja bawaan barang pacarku sangat banyak. Niatnya ingin beli buku, kenapa malah jadi beli pakaian dan kosmetik. Sudahlah, namanya juga wanita, banyak maunya.
Dengan santainya kami sudah menaiki ekskalator terakhir. Bau masakan di Food Court sudah mulai mengguncang hidungku. Harum semerbak dengan beraneka ragam makanan yang disajikan. Suasana pun sangat ramai mungkin karena ini hari liburan jadi banyak orang-orang berwisata belanja di sini. Aku menarik tangan Jenny untuk memilih kursi yang letaknya di pinggir pagar pembatas. Dari situ kita bisa melihat lantai bawah langsung.
“Kita di sini saja”, ucapku yang mengambilkan tempat duduk buat Jenny.
“Makasi Yank”, balas Jenny.
“Minumnya apa?”, tanyaku.
“Jus alpukat saja”.
“Ok, tunggu ya Yank, aku pesan bentar”.
“Iya”.
Selang 5 menit, aku datang membawa dua bungkus french spicy. French spicy sebenarnya hanya kentang goreng yang tanggung ditambah dengan bumbu balado rasa kentang pedas. Lalu beberapa saat kemudian wraiter membawa kami dua buah jus, jus alpukat buat pacarku Jenny dan jus mangga untukku.
“Oiya Yank, tahu ngga katanya kemaren ada orang yang ketabrak di depan kampusmu”, sela Jenny tiba-tiba.
Aku yang tengah asyik meminum langsung kesedak, “Uhuk...uhuk”.
“Kamu ngga apa-apa Yank”, tanya Jenny panik melihat aku kesedak.
“Eng....uhuk.... ngga apa-apa”, aku meminum sedikit jusku buat menenangkan tenggorokanku. “Terus gimana kejadiannya?”, tanyaku. Aku yakin itu pasti bukan Meza.
“Ya, katanya orang yang ditabrak itu habis lari-lari dari gerbang”, timpal Jenny.
Aku kembali tersedak lagi, “Uhuk..uhuk...”, kenapa aku jadi takut jangan-jangan yang diceritakan Jenny adalah Meza.
“Kamu beneran ngga apa-apa?”.
“Ngga kok”, suaraku sedikit serak menahan tenggorokanku yang kesedak. “Terus orangnya gimana?’.
“Parah, denger-denger sih meninggal......”, belum selesai Jenny berbicara aku sudah berteriak..
“MENINGGAL!!!!”, aku kaget mendengarnya.
“Kenapa Yank?”, Jenny kelihatan takut dan menatap aku yang kaget bukan kepalang.
“Se....se.....serius?”, tanyaku takut-takut.
“Ya kan kata orang, tapi tadi pagi Papa bilang orangnya baik-baik aja”.
“Oh.............”, aku menghela nafas panjang.
Jenny berdiri dan kemudian memegang keningku. Dirasakannya dengan tangan kanannya. “Ngga demam”.
“Hah?”, aku bingung melihat Jenny. Memangnya aku lagi sakit?
“Masih waraskan Yank?”.
“Masihlah, aneh-aneh aja kamu ini”, gerutu kesal.
“Soalnya hari ini keliatan aneh aja”.
“Masa sih?”.
“Iya, kayak orang yang ketakutan gitu”.
“Ngga lah”, bantahku. Sepertinya aku harus cepat-cepat mengantar Jenny pulang. Aku khawatir tingkah aku jadi semakin aneh dihadapannya. Ini semua gara-gara Meza, andai saja dia tidak culun tidak ada kejadian jahil menjahil seperti ini. Aku juga harus cepat-cepat ke rumah Fajri sekarang.
“Yank”, panggilku.
“Iya sayang”, jawab Jenny yang sudah menghabiskan jusnya.
“Masih ada yang mau dicari?”.
“Ngga, kenapa?”.
“Aku mau ke rumah Fajri soalnya”.
“Gitu ya”, jawab Jenny memanyunkan bibirnya. “Ya sudah, kita pulang aja, lagian aku belum siap-siap buat kerja ntar malam”.
Akhirnya aku pulang dan mengantar kembali Jenny ke rumahnya. Rasanya berbelanja dengan wanita ini ibarat membawa karung beras 35 kg dua karung. Banyak sekali barang belanjaannya. Sampai motor aku sudah tidak muat untuk menaruh lagi barang belanjaan pacarku.
..................................................................................................................................................................
Aku pun memacu motorku menuju rumah Fajri yang sebenarnya tidak jauh dari rumahku. hanya berjarak mungkin satu kilometer. Aku terus menelusuri bangunan rumah dan deretan toko. Sebenarnya rumah Fajri ini merupakan kumpulan rumah toko. Rumah yang dijadikan toko di depan rumahnya. Soalnya keluarganya banyak yang berbisnis toko. Mulai dari toko kelontongan, material bangunan sampai toko binatang peliharaan.
Sampai aku tiba di sebuah rumah di mana pekarangannya dijadikan deretan ruko yang berisikan 4 ruko. Aku masuk ke belakang ruko itu karena letak rumah Fajri ada di belakangnya. Aku pun memarkirkan motorku di bawah pohon mangga dan berjalan menuju rumah Fajri. Aku ketuk pintunya, mungkin ada sampai 6 kali ketukan baru pintu rumah terbuka. Lagian salah aku juga tida menghubungi Fajri, keburu buat ketemu.
Klekk....................... bunyi pintu rumah terbuka. Seseorang yang hanya menggunakan kaos oblong keluar. Tatapannya sangat tajam dan melihat aku bagaikan seorang musuh. Sontak saja nafasku kembali menderu, kakiku terasa kaku kembali. Badanku gemetar melihat orang itu. Suara kecilku keluar.
“Me...Meza!”.