It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
tapi cerita bagus
q salut ama tio tanggung jawab banget ma ibu n adiknya
THANKS YA???
nih entah kebetulan pa gak. Kedua tokoh yang kamu ceritakan itu nama sahabatku dan dia juga pernah kerja di supermarket juga... Trus setting lokasi di SBY plus mallnya itu dkt rumahnya dia...
Kebetulan yang aneh. Hahaha
MY LOVELY SISTER
I
Pagi ini langit mendung. Padahal kami ada rencana pergi liburan. Daripada bengong mikirin cuaca mending masak aja dulu, siapa tahu gak jadi hujan.
"Pagi kak" sapa adikku Harum.
"Udah bangun Dek," sahutku sambil tersenyum melihatnya. Aku cuma tinggal berdua dg adikku yg baru kelas 2 SD 3 tahun terakhir. Abi dan Ummi pergi merantau entah kemana, tak pernah ada kabar dari mereka. "Bantu kakak masak gih! Moga aja ntar gak jadi ujan, jadi kita bisa pergi."
"Iya kak, Arum bantu. Tapi Arum belum mandi," aku tersenyum melihat keadaannya yang kumel baru bangun tidur.
"Coba kakak cium," aku memeluknya sambil mencium pipinya. "Iiih..., bau acem," candaku yg disahut dg tawa lepasnya. Aku sayang sekali dg adikku satu-satunya ini.
"San, gantiin aku bentar ya? Tolong layani tamu yg baru datang itu. Aku disuruh nganter pesanan," pinta Doni salah seorang temen kerjaku. Setelah lulus SMK aku kerja disebuah rumah makan deket rumahku. Alhamdulillah, walau gajinya gak besar, tapi cukup utk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah Harum (Kalau ada pekerjaan tambahan yang sekiranya tak berbenturan dengan jam kerja, juga aku ambil untuk tambahan pemasukan). Yang penting dekat rumah supaya aku bisa tetep mantau adikku. Makanya aku minta untuk selalu diberi shift malam, jadi waktu Harum tidur aku berangkat kerja.
"Selamat malam bapak, ada yg bisa saya bantu?" sapaku ramah pada seorang pria muda yang baru datang sendirian.
"Saya pesan soto ayam padang satu, teh hangat satu. Dan...." Dia diam sebentar sambil menatapku. "Untuk sementara itu saja."
"Baik. Saya ulang. Soto ayam padang dan teh hangat satu. Kalo ada yang mau dipesan lagi anda bisa memanggil saya," ucapku sambil tersenyum ramah dan segera berlalu.
"Permisi pak. Ini pesanan anda," kataku sambil membawa nampan dengan menu makanan yang telah dipesan. "Ada lagi yg bisa saya bantu?"
"Bisa ambilkan saya sebotol air mineral?"
"Akan saya bawakan," jawabku yg dibalas dg senyuman. Entah kenapa aku jadi deg-degan melihatnya. Seorang pria tampan yang tinggi tegap, rapi dan harum. Umurnya sekitar 27 tahunan. Penampilannya membawa kesan damai bagi yang melihat.
"Permisi pak," kataku sambil meletakkan sebotol air mineral pesanannya.
"Kalo kamu santai, bisa temani saya ngobrol sambil makan?" pinta pria tersebut yang sontan membuatku kaget.
"M-maaf?"
"Temani saya sebentar!" ulangnya. Aku jadi mematung ditempat. Tak percaya, takut dan salah tingkah bercampur jadi satu.
"Maaf Pak! Kami tidak diperkenankan ngobrol dan duduk dengan pelanggan," tolakku ramah.
"Oh, gak apa-apa," sahutnya sedikit kecewa.
"Sekali lagi maaf! Kalau begitu saya permisi dulu."
"Sandi," panggilnya yang lagi-lagi membuatku kaget dan berbalik menghadapnya. Bagaimana dia bisa tau namaku? "Kalau diluar kita diperkenankan ngobrol kan?" tanyanya bermaksud bercanda.
"Tentu. Dengan senang hati," jawabku masih dengan keterkejutan yang tak bisa kututupi. Diapun tersenyum menanggapinya, dan aku berlalu dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk diotakku. Tapi diluar itu aku senang juga bisa bertemu dengannya. Mimpi apa aku semalam bisa bertemu dengan pria tampan itu.
"Kak, Bu Nina memberi Arum surat dan beliau bilang supaya diberikan ke wali murid," aku yang sedang menyiapkan sarapan dimeja jadi tertegun mendengarnya.
"Kamu gak buat masalah kan Dek?" tanyaku sedikit takut.
"Enggak Kak. Bentar ya, Arum ambil suratnya," Tuhan..., ketakutanku sungguh tak beralasan. Aku kira adikku punya masalah dg teman-temannya. Ternyata suratnya berisi pemberitahuan tentang Ujian Semester minggu depan dan meminta agar peserta ujian segera melunasi administrasi yang ada. Aku yang menyadari kesalahanku telah berprasangka buruk langsung memeluknya. Arum yang heran dengan sikapku hanya diam dan membalas pelukanku.
"Maafkan kakak, Dek!" pintaku pelan. "Kakak kira kamu bermasalah dg teman dan sekolahmu."
"Arum gak nakal kok," jawabnya lugu. Aku semakin mempererat pelukanku.
"Kakak tau, dan kakak bangga." kataku sambil mencium pipinya. "Ya sudah, ayo sarapan!"
"San, ada yang mencarimu didepan," seru temen kerjaku. Aku yg tengah berganti pakaian dan hendak pulang jadi tergopoh karena penasaran siapa yg pagi-pagi datang mencariku.
"Hei," sapa orang tersebut dengan senyum terukir dibibirnya. Aku langsung shock melihatnya.
"H-hai," sahutku gugup.
"Sudah pulang kan?"
"I-iya," Aku benar-benar tak percaya dengan siapa yang kutemui saat ini. Pria yang kutemui diresto malam itu, kini ada dihadapanku dengan setelan baju olahraga. Dia terlihat keren dengan rambut lurus basahnya dan wajah yang putih bersih tanpa noda yang masih menyisakan sedikit keringat dikeningnya.
"Bisa temani jalan?" aku seakan terhipnotis olehnya dan tanpa pikir panjang mengikuti langkahnya.
"Kenapa diam?" tanyanya mengawali percakapan karena sepanjang jalan aku hanya diam. Jujur aku merasa canggung dan malu jalan dengannya.
"Ya Tuhan...!!!" seruku dan berhenti, begitu sadar aku sudah jauh dari rumah. Arum pasti sudah menungguku. "M-maaf! Aku harus pulang," pamitku sedikit gugup.
"Kenapa?" tanyanya heran.
"Adikku sendirian dirumah. Dia pasti sedang menungguku," jawabku sambil melangkah pergi. Tak lama kurasakan dia mengikutiku dan menjajari langkahku. "Apa yang kaulakukan?" tanyaku heran. Dia hanya tersenyum dan terus menjajariku. Aku yang tak tau harus berkata apa hanya bisa membiarkannya.
"Jadi disini rumahmu." katanya saat aku membuka pagar dan hendak membuka pintu. Aku terdiam sejenak didepan pintu sambil menatapnya yang tersenyum manis padaku, dia tampan sekali dan aku jadi sesak dibuatnya.
"Mau masuk?" tawarku ragu.
"Kalau kau tidak keberatan," sahutnya ringan dan mengikutiku. Aku agak malu dengan keadaan rumahku yang sederhana. Rumah kecil yang tidak ada apa-apanya. Aku bingung dan ragu melihatnya terus berdiri diruang tamu.
"Apa kau tak mempersilahkanku duduk?" Aku yang sadar akan ketololanku jadi tertunduk malu dan mempersilahkannya. Gila nih orang, bener-bener membuatku salah tingkah dan mati kutu dibuatnya.
"Kakak....!!!" panggil Arum dengan suara seraknya. "Kok baru pulang? Arum lama menunggu," ujarnya manja. Aku lantas menggendong dan mencium pipinya.
"Maaf! Kakak terlambat," jawabku sambil mengelus dan merapikan rambutnya. "Kenapa gak langsung mandi? Kan sekarang ada ujian?"
"Habis kakak belum pulang. Arum takut bangun sendirian," jawabnya sambil merebahkan kepalanya dipundakku.
"Maaf, Dek!" sahutku merasa bersalah. "Sekarang mandi gih! Kakak buatin sarapan dan kita makan bareng."
"Temen kakak ya?" tanya Arum saat melihat pria yang tengah duduk diruang tamu. Aku baru sadar kalo ada tamu yang sedang kuacuhkan. Waktu melihatnya, dia tengah tersenyum manis, bahkan saaaaangat manis kepadaku.
"Eerrhhmmmm..." aku berdehem untuk menjernihkan suaraku yang pasti akan serak karena gugup. "Iya dek. Kakak ngajak temen, makanya sedikit telat tadi."
"Temen kakak cakep ya," ujar Arum berbisik sambil tersenyum malu.
"Arum, kok udah ngerti cowok cakep sih? tanyaku bercanda sambil berbisik ditelingnya. melihat kami bisik-bisik, pria tersebut lantas menghampiri kami.
"Hallo adek cantik. Siapa namanya?" tanya pria itu sambil mengelus rambut adikku.
"Harum," jawab Arum dengan malu-malu.
"Perkenalkan. Nama kakak Rino," ujarnya sambil mengulurkan tangan. Sejenak dia nampak kaget dengan reaksi Arum yang sungkem mencium punggung tangannya, tapi dia cepat menguasai diri dan tersenyum lagi.
"Kakak temennya kak Sandi ya?" tanya Arum ramah.
"Iya Arum," dia lantas mencium pipi Arum. Arum jadi malu dan menyembunyikan wajahnya keleherku. Akupun tersenyum geli melihat tingkahnya. "Ayo mandi gih. !" kata Rino lembut. "Masak namanya Harum tapi baunya acem," candanya sambil tersenyum yang membuat Arum makin malu. Kalo dia tak memperkenalkan diri pada Arum, mungkin Aku takkan tau namanya. Bodoh juga aku yang gak responsif dan tanya siapa namanya. Bener-bener memalukan.
"Silahkan duduk, No!" Rino tersenyum mendengarku memanggil namanya yang sukses membuatku ikutan malu. "Aku buatkan minum dan sarapan dulu. Nanti kita bisa sarapan bareng," aku langsung kebelakang tanpa menunggu jawabannya.
Sejak saat itu, Rino jadi sering menungguku pulang hanya sekedar mampir sebentar dan bertemu Arum. Terkadang aku heran dan bingung dengannya. Untuk apa dia mau menungguku dan main kerumahku yang kecil itu? Tapi dari situ kami jadi banyak tau tentang kehidupan masing-masing. Ternyata dia bukan orang asli sini, dan baru dipindah kerjakan disini. Dia juga dua bersaudara dan masih lajang. Tempat tinggalnya juga tak terlalu jauh dari rumahku. Dia tinggal beberapa blok dari tempat kerjaku, karena itu dia lumayan sering makan ke tempatku. Waktu kutanya darimana dia tau namaku, jawabnya mudah, dia tau dari teman-teman yang memanggilku setiap kali dia datang untuk makan, hanya saja aku tak pernah bertemu langsung dengannya. Dia ramah, baik dan sopan, dan aku tahu dia orang yang lumayan berada. Itu bisa dilihat dari handphone yang dia punya dan mobil yang dikendarainya. Pernah sekali kami diajak jalan-jalan dan ternyata itu dengan mobil. Aku yang menyadari semua itu hanya semakin canggung dan takut untuk semakin dekat dengannya. Bergaul dengan orang kaya bukan hal yang menyenangkan bagiku. Karena aku sadar akan keadaanku dan tak mau terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan untukku dan terutama adikku. Rino yang menyadari kediamanku saat pergi jalan-jalan dengan mobil bersama Arum, pernah sekali menegurku.
"Kok diem saja?" tanya Rino sedikit ragu.
"Gak papa," jawabku singkat dan kembali sibuk mengelus rambut adikku yang kelihatannya senang sekali diajak naik mobil dan melihat gedung-gedung tinggi diluar. Kurasa dia mengerti akan ketidak nyamananku dengen semua itu. Jadi untuk selanjutnya dia tak pernah lagi membawa mobil saat kerumah atau liburan bersama kami. Dia manut saja pergi berlibur walau dengan naik angkot atau bis kota.