It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
turun minat kenapa??? gara2 Antoni masih anak sekolahan ya?.... wkwkwkwk. awalnya pas ane baca dua kali, ane juga kebayang kalo mukanya Antoni itu ketuaan (boros muka... :P)
okay bro dilanjut jangan sampai putus ditengah jalan mau ada yg mapir atau tidak tuangkan ide dan kreativitas sampai tuntas
makasih ya bro...
∂î tunggu Up ϞƴƋ !
Lam knal eaaa!
( Jadi maLuuuuuu nech )
lam knl jga.... malu knp nih???
Malu atuh ngajak kenalan, keganjenan ∂ķΰ jadinya ♓é²:D...♓é²:)...♓é²:p
Sok atuh ∂î Lanjuttin, jgn Lama2 eaaa @holicmerahputih Чάπƍ baek hati, suka menabung Α̇̇̇̊π∂ patuh pada ortu!
<< Ngrayu mode>>
sabar masbro.... ini lagi diperiksa lagi sebelum di post... hehehehe
teu nanaon atuh kang....... maneh teh urang sunda, nya???
Ditempat lain.
Disebuah ruang tamu yang minimalis namun nyaman itu, terduduk seorang wanita yang sudah cukup berumur namun masih tampak cantik. Ia memandang kosong kearah acara televisi yang sedang menayangkan program sinetron. Meski matanya terpaku kedepan, namun pikirannya sedang mengembara jauh entah kemana.
Rini, nama perempuan dewasa itu adalah ibunda dari Antoni. wajahnya yang tampak menua sudah membuktikan tentang betapa keras perjalanan hidupnya. Namun meski begitu, kerut wajahnya tidak dapat menutupi kecantikan masa mudanya. Hidupnya sebagai salah satu wanita yang menanggung biaya hidup dirinya dan anaknya telah menjadikannya sosok wanita yang tangguh meski hatinya pernah rapuh karena menelah asam manis percintaan.
Dahulu, ia pernah bercerai dengan Hendra, suami pertamanya yang berasal dari Sukabumi. Karena ia mengetahui perselingkuhan suaminya. Itu membuatnya harus pindah ke Jakarta karena sakit hati yang ia bawa. Dan ini juga membuatnya harus berpisah dengan salah satu anaknya; Aditya, karena pengadilan memutuskan untuk membagi dua saudara dan diberikan tanggung jawab kepada masing-masing orang tua.
Di Jakarta ia menikah dengan seorang duda beranak satu; Dharma. Pernikahan itu berlanjut hingga memasuki usia tujuh tahun. Dan Antoni, anaknya pun tampak menyukai dan akrab dengan Rifay, saudara angkatnya. Namun kebahagiaan keluarga barunya itu tidak berlangsung lama. Dharma dan Rifay harus `pergi` karena suatu kecelakaan pesawat saat hendak pergi ke Singapura.
Kini, Rini tak lagi melihat senyum diwajah anaknya. Antoni kini bersikap dingin dan tertutup karena sudah dua kali berpisah dengan saudaranya.
CKREKK!!!, terdengar suara pintu dibuka. Ah, itu pasti Antoni, pikir Rini yakin. Lagipula dirumah ini yang sering pulang-pergi hanyalah dirinya dan anaknya. Rini segera bangkit untuk menyambut anaknya. Benar saja, Antoni sedang menutup pintu disana. Saat Antoni berbalik, ia terkejut mendapati ibunya dihadapannya.
“Kau baru pulang?” kata Rini canggung. Antoni menunduk, ia memang tidak terlalu dekat dengan ibunya. Rini mendapati anaknya tampak bermandi keringat, kotor dan sembab.
“Kau tampak lelah, mau mama sediakan air panas?” tanya Rini lagi. Antoni menggeleng dan mencoba tersenyum meski masih menunduk.
“Aku bisa melakukannya sendiri.” Sahut Antoni. ia memang jarang meminta bantuan atau bermanja-manja dengan ibunya dan Rini memakluminya.
Antoni kemudian menenteng tasnya. Lalu ia berjalan menuju kamarnya. Saat Antoni melewati ibunya, Rini melihat ada sesuatu yang tak beres dengan anaknya; Antoni berjalan terpincang !. Rini memandang langkah Antoni dan ia terkejut mendapati darah berceceran di kaki Antoni yang sedari tadi tidak beralas.
“Antoni, kakimu berdarah !?” Kata Rini cemas. Antoni terkejut dan baru menyadari bahwa kakinya berdarah akibat ia harus berlari diatas kerikil dan jalanan tadi.
“Mmm, mungkin karena… tidak sengaja aku menginjak batu saat bermain basket tadi sore.” Dusta Antoni.
“Biar mama mengobatimu.” Kata Rini. Ia segera mendekati Antoni untuk menuntunnya.
“Mmmm…aku bisa sendiri.” Tolak Antoni halus.
“Jangan begitu, kau bisa infeksi.” Kata Rini. Ia segera mengambil kotak P3K dan menuntun Antoni untuk duduk di sofa. Antoni tak bisa mengelak lagi. Ia hanya terdiam saat ibunya menuntunnya. Saat Rini mengobati telapak kaki Antoni, Antoni hanya meringis kecil menahan sakit.
“ssh…” gumam Antoni. setelah Rini selesai memerban kaki Antoni, ia kemudian membereskan peralatan P3K dan menaruhnya.
“Buka seragammu, biar mama ambilkan baju.” Kata Rini sambil bangkit untuk bergegas mengambil baju. Antoni menurut, ia membuka satu persatu kancing seragamnya yang kotor. Rini memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan anaknya. Saat Antoni melepas bajunya, Rini memperhatikan setiap guratan dan pahatan sempurna pada tubuh anaknya.
Rini tersenyum, Antoni telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah dan bertubuh indah. Kemudian ia bergegas untuk pergi kekamar mengambil pakaian untuk Antoni.
TOK TOK TOK
Terdengar suara ketukan pintu. Rini bergegas ke ruang depan setelah memberikan baju pada Antoni.
TOK TOK TOK
“Iya tunggu sebentar.” Sahut Rini dari dalam. Ia kemudian membuka pintu perlahan dan mendapati sosok jangkung berparas putih melayu. Ia memakai seragam sekolah dan keadaannya sama seperti Antoni tadi; kotor dan sembab. Remaja itu menunduk gugup dihadapan Rini.
“Ada yang bisa kubantu?” tanya Rini ramah. Pemuda itu masih menunduk.
“Mmm…apa benar ini…rumah Antoni?” tanya pemuda itu.
“Ya, benar. Ada apa?” tanya Rini.
“Mmm, maaf tante. Saya Alif, teman Antoni. maaf saya telah lancang karena saya membuntuti Antoni. tapi, saya hanya ingin mengembalikan ini…” Kata Alif sambil mengulurkan sepasang sepatu dan kaos milik Antoni. Rini menerimanya. Ia menatap pemuda dihadapannya yang selalu saja menundukkan wajahnya. ‘Tampan’ batin Rini menilai Alif. ‘Tapi, terlalu pemalu’. Lanjut batinnya.
“Apa perlu tante panggilkan Antoni.” tawar Rini ramah.
“Nggg… tidak perlu tante. Lagipula saya juga harus pergi.” Kata Alif menampakkan senyum ramahnya. Rini tersenyum, `anak ini tampak manis jika tersenyum`, batin Rini.
“Kau yakin tidak ingin mampir dulu?” tanya Rini.
“Tidak perlu tan, terimakasih.” Kata Alif.
“Baiklah kalau begitu. Ada pesan untuk Antoni? biar tante sampaikan.”
“Sampaikan saja salam saya. Dan juga permohonan maaf saya.” Kata Alif ramah.
“Mmm, baiklah, akan tante sampaikan.” Kata Rini. Setelah berpamitan, Alif pun berbalik dan sosoknya menghilang dibalik pintu pagar.
Rini menghela nafas dan menutup pintu pelan saat Alif sudah pergi. Ia kemudian berbalik dan menuju Antoni yang ternyata sudah terlelap di atas sofa. Memimpikan sebuah kejadian hari ini yang mungkin saja bisa dilupakannya meski ternyata sia-sia.
*****
Seminggu setelah kejadian.
“Sial !!” Pekik Alif sambil membanting pintu lokernya. Beberapa pandangan menuju kearahnya. Namun Alif tidak peduli. Ia bergegas ke koridor dan duduk dikursi koridor. Ia menunduk dan menopang wajahnya. Sudah seminggu semenjak kejadian di bangunan tua itu. Namun entah mengapa ia tak bisa melupakan setiap adegan dari kejadian itu. Perasaan itu, rindu itu, semakin kuat berakar meski ia sudah susah payah menjauhi Antoni.
‘kenapa? Kenapa perasaanku menjadi tidak normal seperti ini?’ tanyanya dalam hati. Senyuman itu, tatapan itu, bahkan tangisan itu, terekam kuat di memorinya. Seminggu ini ia tidak lagi bertemu dengan Antoni. dan seminggu ini pula ia sudah bersusah payah melupakan wajah kokoh Antoni. namun apadaya, semakin ia melupakan Antoni, semakin bertambah pula rindu yang terlarang itu kepada sang Romeo itu.
Baru kali ini ia merasakan rindu yang teramat sangat pada sesosok pria. Baru kali ini ia menderita karena rindu yang berkepanjangan. Semakin kuat ia menghapus Antoni dari pikirannya, Antoni seolah tertawa dengan akal sehatnya.
`tuhan, bantu aku melupakannya.’ Pekik Alif dalam hati.
“Hey darling” terdengar suara centil dan cempreng disebelah Alif. Alif sudah pasti tahu dengan suara cekikikan mengerikan melebihi kuntilanak itu, Riska. Perlahan ia mengangkat wajahnya, dan…penampakan itu terlihat jelas didepan wajahnya. `oh god, aku memintaMu untuk dapat melupakan Antoni, mengapa kau malah mengirim makhluk Jahanam ini sebagai ujianku berikutnya?’ rutuk Alif pasrah. Riska masih tersenyum-senyum ganjen dan duduk disamping Alif. Alif pasrah.
“Ngelamun aja nih, pasti lagi mikirin aku ya??” kata Riska narsis.
“Iya, lagi mikirin gimana caranya nyingkirin kamu!!” kata Alif galak.
“Iiihh…galak banget sih kamu, Ay.” Kata Riska yang malah semakin bertambah manja pada Alif.
“Ay? Sejak kapan gue jadi `ayah` lo?” kata Alif yang kini mengganti kata ganti orang dengan `gue` dan `lo`.
“Ih, Ay bisa aja deh.” Kata Riska sambil mencolek dagu Alif. Alif bergidik ngeri. “`Ay` itu maksudnya `ayang`.” Kata Riska sambil tersenyam-senyum mesam-mesem najong!!
“Ris, tolong jangan disini. Nanti banyak yang ngeliat.” Kata Alif risih karena Riska terus bergelendot manja di lengannya.
“iihhh, ternyata Ay suka sama tempat yang sepi-sepi, ya? Makanya nggak suka kalo melakukannya didepan umum.” Kata Riska semakin agresif. Semua mata sontak memandang kearah `tingkah mesum` mereka. Alif menjadi jengah karena sebagian beranggapan salah faham dengan ucapan Riska.
“Hah, Ris !! Apa-apaan sih, lo? Jijik gua !!.” Kata Alif kesal.
“Ah, ayang mah, pura-pura nggak mau. Sini biar aku yang puasin keinginan kamu…” kata Riska.
“RIS!! CUKUP !!!” teriak Alif kali ini benar-benar marah. Riska terdiam. “Tolong jangan permaluin gua didepan umum!!.” bentak Alif kasar. Riska masih terdiam, mungkin sedikit syok karena teriakan Alif yang sedang marah itu. Riska menunduk dalam yang membuat Alif salah tingkah.
“Ris, maaf, aku nggak bermaksud…” Alif mencoba menghibur Riska. Beberapa saat kemudian air mata menetes di pipi Riska. Ia menangis.
“Riska, koq kamu nangis?” pertanyaan bodoh itu keluar dari bibir Alif. Alif kikuk.
“Kamu jahat, Lif. Kamu Jahat !! tega ya kamu ngebentak aku kayak begitu!! Apa aku salah suka sama kamu? Apa aku salah kagum sama kamu? Kenapa sih kamu nolak aku terus? Apa sih kekuranganku di mata kamu!? Tega kamu ya, Lif!!” kata Riska dengan airmata berderai. Ia lalu berdiri dan berlari meninggalkan Alif dalam kebisuan. Alif menjadi semakin salah tingkah.
Semua mata menatapnya seolah menyalahkannya. Ya, sedari tadi amukan Riska menjadi bahan tontonan para siswa. Dan kini, sepertinya mereka menyalahkan Alif atas tangisan Riska. Alif menjadi semakin kikuk karena tatapan-tatapan yang menyalahkannya.
Alif bangkit dan ingin mengejar Riska. Tapi sebuah tangan menahan bahunya. Ia tersentak dan kaget oleh seseorang yang sudah berdiri dibelakangnya; Abim beserta anteg-antegnya!!
“Lu apain Riska ampe nangis begitu !? mentang-mentang gua suruh lu ngejauhin Riska, lu malah nyakitin dia!?” kata Abim geram. O-ow, Alif dalam bahaya dan semua murid sudah mengerubunginya untuk menyaksikan Alif yang akan dikeroyok sebentar lagi.
*****
Di tempat lain, tepatnya di kantin.
“Hei Pratama, menurutmu, konsep penutupan Classmeet itu harusnya seperti apa?” tanya Antoni pada Pratama.
“Mmm…entahlah.” Kata Pratama santai sambil menyuap sesendok nasi ke mulutnya.
“Kalo ditutup dengan pertunjukkan musik gimana?” tanya Antoni lagi.
“Terserah.” Kata Pratama lagi.
“Bisakah kau memberikan saran yang lebih baik !?” Antoni mulai jengkel dengan jawaban-jawaban Pratama.
“Tidak.” Lagi-lagi Pratama sangat irit memberikan jawaban. Antoni menimpuk Pratama dengan bola-bola kertas bekas yang terbuat darikonsep gagalnya yang ia tulis di note. Pratama hanya cengengesan. Lalu dengan santainya ia kembali menyuap nasi kemulutnya.
“Lagian, salahmu menanyakan hal seperti itu kepadaku. Kau tahu sendiri aku tidak terlalu peduli pada OSIS.” Kata Pratama.
“Ya, aku hanya meminta pendapatmu saja. Akhir-akhir ini pikiranku sedang tidak terfokus di OSIS.” Kata Antoni sambil meremas kepalanya. Pratama jadi prihatin melihat kesibukan yang mencekik sahabatnya itu. Ia kemudian berinisiatif untuk berbagi pikiran dengan sahabatnya itu.
“Kenapa kau tidak mencoba penutupan dengan konsep prome night saja?” kata Pratama memberikan usulan. Antoni mendongak menatap Pratama. Pratama melanjutkan kata-katanya.
“Iya, prome night. Acara akhir tahun sekaligus akhir semester ganjil untuk menyambut keberhasilan UAS kita. Bisa diisi dengan acara-acara atau bakat-bakat seni yang dimiliki oleh setiap siswa. Yah, misalnya diisi dengan acara band, teater, orkestra atau semacamnya.” Kata Pratama santai. Antoni diam sejenak dan beberapa saat kemudian tersenyum.
“Jenius.” Puji Antoni.
“Sudah sejak lahir aku jenius.” Kata Pratama menyombongkan diri yang membuat Antoni harus melempar bola-bola kertas lagi. Pratama terkekeh.
“Oke, jika seandainya acara prome night benar-benar dilaksanakan, kau tahu siapa saja orang yang bisa mengisi acaranya?” tanya Antoni lagi. Ia kemudian mengambil note dan siap untuk mencatat.
“Entahlah. Untuk masalah kepanitiaan dan pengisi acara, hanya kau yang bisa mencarinya.” Kata Pratama sambil menyuap nasinya lagi. Antoni berpikir sejenak.
“Kau saja yang menjadi pengisi acaranya.” Kata Antoni antusias, Pratama mengenryitkan dahi.
“Kenapa harus aku?” tanyanya.
“Kau kan pintar bermain band. Suaramu juga nggak jelek-jelek amat.” Kata Antoni. Pratama diam sejenak.
“well, jika itu maumu, baiklah, akan kuusahakan.” Kata Pratama santai.
“Tapi jangan bernyanyi rock.” Sergah Antoni.
“Lau kau ingin aku bernyanyi apa? K-POP?” tanya Pratama kesal. Karena genre musik Pratama adalah lagu rock dan lagu-lagu keras lainnya. Antoni mengetahui hal itu.
“Tidak, maksudku, jangan musik yang terlalu keras seperti suicide silence. Cobalah untuk bernyanyi seperti lagu rock evanescence. Atau mungkin nyanyikan beberapa lagu dari milik avenged sevenfold yang tidak terlalu keras seperti dear god, seize the day, atau… so far away!! Ya, kuingin kau membawakan lagu `so far away` milik Avanged Sevenfold!!.” Kata Antoni girang.
“Mmm…akan kuusahakan.” Kata Pratama. Antoni tersenyum. Sahabat satunya ini memang bisa diandalkan. Antoni kemudian menulis di note-nya.
“Menurutmu siapakah orang yang pandai bermain orkestra dan bersuara merdu?” tanya Antoni meminta saran. Pratama berpikir sejenak.
"Aku." kata Pratama sedikit narsis.
"Maksudku selain kamu." Antoni rada jengkel. Pratama berpikir lagi.
“Alif Rahman.” Kata Pratama. Sontak nama tersebut membuat Antoni terdiam sesaat. Nama yang sudah berusaha dilupakannya kini muncul lagi kepermukaan. Antoni mendongak dan menatap Pratama lekat-lekat.
“Kenapa…harus dia?” tanya Antoni ragu.
“Ya, aku pernah mendengarnya bermain piano dan mendengarnya bernyanyi saat pelajaran kesenian. Sepertinya dia adalah sosok pianis muda berbakat meski orang tuanya tidak mengakuinya.” Kata Pratama seolah tak melihat perubahan mimik wajah Antoni.
“Ada yang salah?” tanya Pratama mendapati tatapan Antoni.
“Tidak.” Kata Antoni berkilah. “Aku tidak terlalu yakin dengan …mmm… si Alif Rahman ini. Sepertinya aku akan mencoba untuk mengetesnya terlebih dahulu.” Kata Antoni sambil menyembunyikan kegugupannya saat nama `Alif` disebut.
“Terserah kau saja. Kau ahlinya.” Kata Pratama santai.
Kemudian ia kembali melanjutkan acara makannya. Cukup lama Pratama melakukan suap-menyuapnya hingga tanpa sadar Antoni memperhatikannya.
“Apa?” tanya Pratama menyadari tatapan Antoni.
“Sedari tadi kau nikmat sekali makan sendiri. Kau tidak menawariku?” Sindir Antoni jail.
“Oh, maaf-maaf. Kau mau juga, ya? Ini…” kata Pratama sambil menyendok sesendok nasi dan menyodorkannya didepan mulut Antoni.
“Ayo buka mulutnya, keretanya mau lewat. Tut..tut..” Pratama memperlakukan Antoni seperti anak kecil. Kini Antoni hanya bisa menyesal karena telah menyindir Pratama.
“Pratama, hentikan!. Banyak yang memandangi kita.” Kata antoni memperhatikan sekitar yang sepertinya sedang memandang `kemesraan` mereka. Dan…,HAP !!, Pratama dengan paksa memasukan sesuap nasi itu pada mulut Antoni yang sedang bicara. Antoni sempat tersedak dengan pemaksaan yang dilakukan Pratama.
“Cuek aja.” Kata Pratama yang tak peduli dengan tatapan sekitar dan tak peduli dengan Antoni yang sedang tersedak. Dengan santai ia kembali mengambil sesendok nasi dan menyodorkannya lagi kedepan bibir Antoni.
“Ayo buka terowongannya, Aaa…!!” kata Pratama. Dengan sangat terpaksa Antoni membuka mulutnya lagi daripada ia harus nyaris mati tersedak akibat `pemaksaan` Pratama. Iapun dengan pasrah membiarkan Pratama memasukan sesendok nasi itu kemulutnya.
“Pinterr…” kata Pratama.
PROK PROK. Tak disangka, rombongan adik kelas bertepuk tangan atas keberhasilan Pratama menyuapi Antoni. bahkan beberapa diantaranya ada yang mengabadikannya dengan kamera.
“Ciee, sekarang wakil ketua OSIS selingkuh sama anak band, nih?” goda salah seorang kakak kelas. Wajah Antoni memerah.
“Cemburu euy.” Kata salah seorang wanita dari barisan cewek-cewek di kursi pojokan yang sedari tadi cekikikan menertawai tingkah laku Pratama dan Antoni. Wajah Antoni semakin memerah.
Seluruh isi kantin melirik mesam-mesem kearah mereka. Antoni terus-menerus memerah. (merah terus dah tuh muka...)
“Ton, nih, lagi. Buka terowongannya, keretanya mau lewat, tut tut…” kata Pratama cuek sambil menyodorkan sesendok nasi kedepan mulut Antoni lagi. Antoni ceming. Dasar Pratama Kamprett!!!.
Akhirnya acara suap menyuap itu berakhir dengan kedongkolan Antoni dan Pratama yang cengegesan. Antoni terus menerus menekuk wajahnya sehingga Pratama terus menerus menggodanya (menghibur maksudnya).
“Bikin malu aja.” Kata Antoni kesal.
“Iya sori-sori. Lagian salahmu sendiri minta disuapin.” Kata Pratama dengan wajah polos tak berdosa. Mereka sedang berjalan di koridor menuju pintu utama.
“Siapa juga yang mau disuapin sama kamu!?. Orang cuman mau minta doang.” Kata Antoni berkilah.
“Iya-iya dah maaf. Et dah ya, marahnya lama amat sih. Udah dong, tadi kan cuma bercanda.” Kata Pratama membela diri.
“Terserah deh.” Kata Antoni enteng. Pratama cengengesan dan merangkul pundak sobat karibnya.
“Pulang bareng, kan?” tawar Pratama mencairkan suasana.
“Iya, iya.” Kata Antoni sedikit mencair.
“Nah, gitu dong. Tapi kamu tunggu aku diparkiran, ya. Aku mau beli coke dulu.” Kata Pratama.
“Yaudah cepetan.” Gumam Antoni. Pratama langsung berbalik dan kembali ke kantin. Antoni kemudian berjalan sendiri menuju parkiran menelusuri koridor.
Ia melewati sebuah kerumunan didepan loker A. Ah, loker A, kenapa ia harus melewati loker yang membuatnya teringat pada seseorang?. Tapi, tunggu dulu. Kerumunan?. Antoni mengernyitkan dahi dan memperhatikan kerumunan orang yang membelakanginya seolah ada pertunjukkan disana. Ia kemudian jadi penasaran dan ikutan nimbrung kesana.
`Siapa tahu ada tontonan massal Miyabi` pikirnya jahil. Ia kemudian mendekati kerumunan itu dan menyeruak untuk dapat dibagian depan.
*****
“Hey, gua sama sekali nggak deketin `pacar` lo !!.” kata Alif kerasan yang sudah tersudut oleh rombongan Abim.
“Udeh nggak usah berkilah. Hajar aja Bim!!” kata salah satu antegnya yang bermata sipit mengompori.
“Lu udah ketauan basah, masih aja tetep keras kepala!!” kata Abim dengan tinju terkepal.
“Lho, emang itu kenyataannya!! Si Riska yang tiba-tiba negdeketin gua!! Emang dasar ajah tuh anak kecentilan!” Kata Alif yang tak mau kalah. Abim langsung meremas kerah baju Alif.
“Oh, jadi sekarang lu udah berani ngatain `pacar`gua!?” cibir Abim menatap tajam Alif. Alif pun juga membalas tatapan tajam Abim.
“Udah kak Abim, mulai aja berantemnya. Saya udah siap kamera nih buat di upload ke youtube.” Suara adik kelas berkacamata yang membawa HP kamera sontak membuat semua orang menoleh kearahnya. Termasuk Alif dan Abim. Sunyi. Adik kelas itupun menjadi kikuk.
“Ooops…” katanya salah tingkah. Kemudian ia beringsut kebelakang.
Saat tak ada gangguan lagi Abim kembali menatap Alif tajam. Begitupun Alif.
“Gua peringatin sekali lagi sama lu. Jangan coba-coba lu deketin `pacar` gua, Riska.” Kata Abim tajam mengancam. Alif tersenyum sinis.
“Pacar? Gua aja nggak yakin kalo Riska mau sama lo.” Kata Alif sinis yang membuat amarah Abim semakin memuncak. Abim mengepalkan tinju, tak mau harga dirinya diinjak oleh Alif. Dan dengan emosi, ia mengangkat tinjunya dan mengarahkannya ke Alif. Siap untuk meninju wajah Alif.
“Apa tadi lu bilang?” tantang Abim. Alif tersenyum meremehkan. Entah mengapa, ia menjadi berani kepada preman sekolah yang satu ini.
“Riska, nggak suka sama lo, Brengsek !!” umpat Alif. Sontak tinju itu langsung mengarah kewajah Alif dan…
BUKK!!! Alif menutup mata pasrah akan tinju yang akan mengenai wajahnya. Tapi sedetik kemudian, ia tidak merasakan tinju itu. Ia mengintip dan membuka matanya perlahan. Sebuah tangan menghalangi tinju Abim sehingga tinju Abim terhalang. Alif memperhatikan tangan itu, tangan itu milik…ANTONI!?
Whatss!? Semua mata memandangnya heran. `Sedang apa waketos itu disini !!`. Saat Antoni menangkap tinju Abim dengan tangan kirinya, kaki kirinya tiba-tiba menendang perut Abim dengan sekali hentakan. BUKK!!. Abim mundur dan oleng seketika. Ia menahan sakit diperutnya akibat menerima tendangan Antoni. kedua anteg-antegnya langsung membantu Abim. Sementara murid lainnya bertepuk tangan akan tindakan heroik Antoni.
Alif tercengang. Tak dia sangka ia akan bertemu dengan Antoni dalam keadaan seperti ini. Antoni menoleh padanya sekilas dan menatapnya dingin. Alif tak berkata-kata. Ia masih tak percaya akan kehadiran Antoni disini.
“Oh, jadi lu bawa pacar lu buat ngelawan kita disini !?” kata salah satu anteg Abim yang berambut ikal.
“Dia bukan pacar Gua!!!” kata Alif kesal pada anteg Abim. Karena tersulut emosi, Alif kemudian maju bersebelahan dengan Antoni untuk menantang Abim and the gank. Abim kemudian bangkit dan langsung berdiri untuk berhadapan dengan duo Alif-Antoni. sontak semua murid riuh rendah menyaksikan pertandingan ala `street fighter` yang sebentar lagi akan dimulai. Semuanya bersorak sorai seakan mengompori mereka untuk segera berkelahi.
“Maju lo semua!!.” Gumam Antoni menantang dengan sombong. Abim terbakar amarah dan kemudian langsung menghantam Antoni dengan tinjunya. Antoni mengelak dan mendapati posisi empuk untuk menghajar Abim; bahunya !!. ia kemudian menyikut bahu Abim hingga Abim tersentak dan tersungkur jatuh memegangi bahunya.
“Kurang ajar!!” Si Sipit tak mau kalah. Ia kemudian dengan beringas ingin menyerang Antoni. Antoni terbelalak karena mendapat serangan tiba-tiba. Ia nyaris mendapat hantaman si Sipit sebelum akhirnya serangan tersebut dipatahkan oleh Alif lewat tendangannya. Si Sipit terpental dan tersungkur jatuh. Antoni menatap kearah Alif yang telah melindunginya.
“Lain kali harus lebih waspada!” tegur Alif. Antoni mengguratkan sedikit senyum. Hanya sedikit.
Tanpa disadari, Abim yang tersungkur di kaki Antoni memegangi kaki Antoni dan menariknya hingga Antoni terjerembab kelantai. Abim menindihnya dan melayangkan sebuah pukulan kewajah Antoni. BUK!! BUK!!. Antoni mengelak dan menggulingkan Abim hingga terjadi pergulatan guling-gulingan diantara mereka.
“Antoni…” panggil Alif. Ia ingin menyelamatkan Alif namun tiba-tiba tubuhnya dipegang kuat oleh Si Ikal yang tiba-tiba sudah berdiri dibelakangnya. Alif hanya bisa melihat Antoni yang sedang dipukuli. Sementara itu, Alif juga sedang dikeroyok oleh Si Ikal dan Si Sipit yang sudah bangkit berdiri. Si Ikal memeganginya sementara Si Sipit memukuli perut Alif hingga membuat Alif merasa mual kesakitan. BUK!!.
“Haha!! Hajar terus Men!!” kata Si Ikal bangga karena mengeroyoki Alif. Sementara itu para murid semakin antusias menyaksikan `penyiksaan` itu. `Sedeng!! Nggak ada apa yang mencoba untuk menghentikannya !!?`, kata Antoni dalam hati. Bahkan beberapa diantaranya ada yang mengabadikannya lewat kamera. (?)
Lalu tiba-tiba, sebuah kaleng coke melayang diudara dan mendarat tepat dikepala si Sipit, dan… BLETAK!!! “ADUH!!” gumam Si sipit meringis kesakitan karena kaleng coke itu lumayan keras. Si Ikal menatap temannya yang meringis kesakitan. Kesempatan ini digunakan Alif untuk merusak konsentrasi si Ikal yang sedang memiting lengannya. Ia kemudian menginjak kaki si Ikal hingga ia mengaduh kesakitan dan menubruk hidung si Ikal hingga berdarah dengan kepala belakangnya hingga membuat cengkraman si Ikal terlepas. JDUGG!!
Alif mundur beberapa langkah sambil memegang kepala bagian belakangnya yang ngilu karena tubrukan nekadnya dengan wajah si ikal. Karena Alif menghadap kebelakang, tanpa sadar Si sipit sudah bangkit kembali dan siap mencengkeram Alif dari belakang. Dan…
TUINGG…BLETAK!!. Kaleng coke itu muncul lagi dan mengenai kepala si sipit sebelum ia sempat menghajar Alif dari belakang yang membuatnya terjatuh pingsan. Alif berbalik dan melihat siapa yang melempar kaleng coke itu. Dan pria itu tak lain dan tak bukan adalah Pratama yang dengan sangat santai sedang minum sekaleng coke yang baru dibelinya tadi. `The Coke-Man ?` gumam Alif dengan nada aneh dalam hati.
“PRATAMA!!” kata Alif senang. Pratama mengangkat sebelah alisnya sok keren. Semua orang menjerit histeris melihat kedatangan pahlawan yang baru datang itu.
“Whatss up.” Kata Pratama sok cool yang membuat Alif jadi ingin muntah melihat gaya teman sekelasnya itu.
“Ngapain kamu disini?” tanya Alif.
“Nonton.” Kata Pratama santai.
“Terus ngapain kamu pake lempar kaleng minuman segala?” kata Alif lagi.
“Karena nggak ada tong sampah jadinya aku lempar aja kalengnya sembarangan.” Kata Pratama tanpa berdosa.
“…” Alif ceming.
“Hei, maaf mengganggu acara kalian…tapi… BISA BANTU AKU!!” Antoni yang sedari tadi bergelut dan berguling-gulingan dengan Abim mirip kayak adegan `smackdown` meminta bantuan pada kedua sohibnya. Ia menangkis dan memukul setiap serangan Abim. “Akh, Manyun lu…!!” Rutuk Antoni pada Abim yang jadi lawan tandingnya.
“Oh maaf-maaf…” kata Pratama santai. Ia kemudian menenggak habis coke nya dan untuk sesaat melempar vertikal kaleng kosong itu (bergaya seperti hendak melempar sasaran dengan pisau). Dan setelah menentukan sasaran yang pas, ia kemudian melempar `peluru meriam` itu dan…BLETAKK!!. Tepat mengenai kepala Abim. Abim tampak pusing dan tersungkur jatuh. Antoni menendang tubuh Abim yang menindihnya untuk menyingkir dari tindihannya. Ia kemudian bergegas berdiri dan memberesi pakaiannya.
“Jangan main-main denganku.” Kata Pratama santai, ia kemudian merogoh tasnya dan mengambil kaleng coke lagi. `Astaga, dia beli berapa kaleng, sih?` batin Alif. Kemudian tatapan Alif tertuju pada Antoni. Antoni juga menatap Alif. Untuk sesaat pandangan mereka bertemu. Bukan tatapan berbinar yang didapat, melainkan tatapan sedih dan suram yang dirasakan. Mereka tak peduli lagi pada sorakah kemenangan yang dilontarkan oleh para penonton yang meneriakkan nama mereka. Memuji akan kemenangan pertarungan ketiga pahlawan sekolah itu. Seolah waktu berjalan lambat, sunyi, dan berhenti ketika mereka saling membaca tatapan.
“Tunggu dulu, ini masih belum selesai…” kata Abim memecah bahasa tatapan Alif dan Antoni. Ia masih mencoba berdiri meski sempoyongan. Antoni menatapnya enteng.
“Antoni Hendrawan, Alif Rahman…dan…Pratama Raditya.” Gumam Abim dengan langkah oleng, menyebutkan satu persatu nama lawannya.
“Hei, aku tidak termasuk dalam keributan ini.” Kata Pratama ta mau ikutan karena mendengar namanya disebut.
“Kalian…kalian…kalian telah membuatku marah!!.” Kata Abim sempoyongan. “Takkan kubiarkan kalian lari… HYATT!!” Abim hendak menyorongkan tinju.
“HENTIKAN!!”
WINGG…. BLEDUK!! Abim terjerembab karena terlalu pusing untuk berjalan. Semua murid hening. Tapi bukan hening karena Abim terjatuh. Melainkan sebuah suara yang menghentikan sorak sorai dikoridor itu. Semua murid menatap takut kearah sumber suara. Pak Ridwan; Guru BP yang paling killer diantara para guru. Tatapan dinginnya dapat menghentikan suara bahana kemenangan di koridor saat itu. Alif, Antoni dan Pratama saling bertatapan.
“Kalian semua yang ada di ruangan ini, DIHUKUM!!!. Cepat ke lapangan!! lari 50 putaran. SEKARANG!!!” kata suara Pak Ridwan dengan nada killernya. Sontak semua murid langsung berlari berebutan keluar koridor menuju lapangan sebelum pak Ridwan menjadi lebih marah lagi.
Saat koridor telah sepi dari para murid, kemudian tatapannya beralih pada Alif, Antoni, Pratama, Abim and the gank yang menjadi bintang utama di pertunjukkan tersebut. Keenam orang itu diam terpaku, tak berkutik dengan tatapan guru killer sejagat itu.
“Dan untuk kalian. Ada `hadiah spesial` untuk kalian.” Kata Pak ridwan dingin dengan wajah mengerikan. Alif harap-harap cemas. Antoni tak berekspresi. Pratama…nyantai.
*****
:P :P :P
wwkkkkkwkwkkkk