It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
HAH!!! (*Shock ) :-/ hukumannya ada-ada ajah..... -_-
abdi teh keur sibuk atuh, kang. teu bisa mani geuraeun sing apdetna.....-_- (basa sunda yang payah, ya???)
amiinnn....
akan saya coba....
fredi S siapa tuh??? novelnya apaan??
“AYO CEPAT-CEPAT!!! Masih tinggal 50 putaran lagi!!!” kata Pak Ridwan lewat megaphone dan menyuruh semua muridnya untuk berlari. Ia menghukum semua murid yang ada di koridor dan menjadi penonton dari perkelahian Alif cs vs Abim n the gank. Mereka dianggap bersalah akibat tindakan mereka yang tidak melerai perkelahian melainkan malah mendukung perkelahian itu untuk terjadi.
Nampak beberapa murid sudah terengah-engah berlari akibat kepanasan. Ditambah lagi mereka harus bertelanjang kaki ditengah lapangan yang terik dan membuat tapak kaki mereka melepuh. Beberapa murid yang tidak ikut campur dalam masalah melihat mereka dari lantai atas dengan pandangan prihatin meski ada juga yang menertawai. Memang, pak Ridwan adalah guru paling killer dan tidak tanggung-tanggung dalam memberikan hukuman kepada setiap muridnya yang bermasalah.
Lalu, bagaimana dengan para lakon utamanya? Tentu mereka dipisahkan dari puluhan murid yang hanya sekedar menonton. Para pelaku utama perkelahian mendapat hukuman yang lebih spesial; membersihkan toilet. Pastinya kebayang dengan toilet sekolah yang notabenenya secara umum selalu jauh dari kata `bersih` atau `harum`. Ya, disinilah keenam orang itu ditempatkan. Di toilet yang penuh dengan kotoran kelelawar, puntung rokok dan bau pesing.
“Jadi, kalian sudah lama menjadi anak buah si Manyun?” tanya Pratama kepada Si Ikal yang bernama Nday itu. Hidung Nday sudah diperban akibat tubrukan kepala Alif pada tulang hidungnya.
“`Manyun`? siapa yang lu bilang `Manyun`?” tanya Nday sambil tetap fokus kepada pekerjaan menyikat lantai toilet yang bau itu.
“Maksudku tuh si Abimanyu(n).” kata Pratama sambil ikut menyikat didekat Nday. Celananya sudah basah oleh air siraman.
“Oh, Abim. Dia sahabat gua dari kelas satu.” Kata Nday.
“Masak sih? Tapi koq kalian mau-mau aja di jadiin babu kayak gituh?” tanya Pratama santai. Nday mengerling.
“Babu? Berani bener mulut lu ngatain gua babu.” Kata Nday sedikit marah.
“Oh, kalian nggak sadar, ya?” Pratama masih nyantai.
“Kita bukan babu!!.” Nday keukeuh pada pendirian.
“Trus orang yang selalu mau disuruh itu namanya apa?”
“Pembokat kali.” Kata Nday tak peduli. Ia mencoba untuk tak mendengarkan ocehan remaja polos disebelahnya itu. Untuk sesaat mereka terdiam.
“Duh, capek.” Keluh Pratama sambil melempar sikatnya. Ia berdiri untuk menghilangkan rasa pegalnya yang sedari tadi berjongkok untuk menyikat. Ia mengusap peluh sambil bersandar di dinding.
“Baru segitu aja udah tepar. Cemen lu.” Kata Nday meremehkan.
“Ye, aku kan nggak biasa latihan fisik.” Kata Pratama dengan entengnya. Ia kemudian merogoh tasnya yang ia taruh didekat pintu toilet dan mengambil sekaleng coke. Perlahan, ia mereguknya untuk melepas lelah dan dahaga.
“Dasar manusia kaleng!” umpat Nday yang masih kesal dengan Pratama yang melemparnya dengan kaleng coke.
“Kuanggap itu pujian.” Kata Pratama nyantai. “kau mau sekaleng?” tawar Pratama pada Nday.
“Nggak.” Jawab Nday ketus.
“Boleh gua minta satu?” suara seseorang yang berasal dari atas bilik toilet sedang meminta minuman pada Pratama. Pratama mendongak untuk melihat siapa yang memanggilnya. Rangga, anteg Abim yang bermata sipit yang sedang membersihkan sarang laba-laba dan kotoran kelelawar meminta satu kaleng coke kepada Pratama. Dahinya di plester akibat lemparan kaleng dari Pratama saat pertarungan di koridor tadi.
“Tentu saja boleh, tunggu sebentar…” Pratama kembali merogoh tasnya dan mengambil sekaleng coke untuk diberikan kepada Rangga. “ini…” kata Pratama bersiap melempar keatas, kearah Rangga.
“Tidak tidak tidak!!, jangan dilempar lagi !!” Sergah Rangga. Namun sayang, Pratama keburu melempar kaleng itu dan TUINGG!!, BLETAKK!!. Kaleng itu dengan sukses mendarat di dahi Rangga (lagi).
Rangga sesaat sempoyongan dan beberapa saat kemudian… BUKK!!, ia terjerembab jatuh dari atas bilik menuju ke lantai kamar mandi yang becek. Kepalanya pening dan berkunang-kunang akibat menerima lemparan kaleng dari Pratama yang tanpa sengaja mengenai dahinya. dan sesaat kemudian, Rangga tepar. Pingsan.
“Ooops…” Pratama tanpa berdosa memperhatikan Rangga yang sudah terjatuh. Sesaat, ia melirik kearah Nday yang tampaknya sudah geram dengan timpukan-timpukan kaleng dari Pratama. “Aku tidak sengaja, cuy…” kata Pratama tersenyum nyengir kuda sambil mengacungkan dua jarinya, peace.
“DASAR ANAK BAND KALENGAN!!!” teriak Nday yang kesal karena temannya lagi-lagi dibuat pingsan.
“Kabuuurrrr….” Pratama langsung lari begitu Nday mengejarnya.
*****
Di toilet lain.
Alif, Antoni dan Abim juga sedang membersihkan toilet yang berada di lantai dua. Abim membersihkan bagian dalam bilik sementara Alif dan Antoni membersihkan westafel dan bagian luar toilet. Untuk waktu yang lama, mereka hanya terdiam sambil terkadang menguras atau menyikat lantai toilet yang dipenuhi lumut. Hingga salah satu diantara mereka membuka suara.
“Jadi, kau si waketos yang sedang sibuk itu, ya?” sindir Alif membuka percakapan tanpa melihat Antoni. Untuk beberapa saat Antoni enggan menoleh pada Alif.
“Dan kau pemain orkestra putra pengusaha tajir itu, kan?” balas Antoni tanpa melihat. Alif mendengus. Ia menyikat lantai lebih keras dari sebelumnya.
“Setidaknya aku bukanlah orang yang berlari sambil menangis hingga meninggalkan sepatuku!!.” Cibir Alif semakin pedas dan meremehkan.
“Dan aku bukanlah orang yang dengan beraninya bilang suka kepada sesama jenis!!” Balas Antoni tak kalah tajam. Alif terpancing emosi. Ia membanting sikat lantainya dan berdiri untuk berbalik dan men`judge` Antoni.
“Hei, apa maksudmu mengatakan hal itu!? Kau mencoba menghinaku, hah!?” kata Alif kali ini sambil menendang ember dan mencengkeram bahu Antoni. Antoni juga terpancing emosinya. Ia membanting sikat lantainya dan menghadap Alif dengan tatapan tajam.
“Kau pikir apa yang barusan ku katakan!? Itu semua benar adanya, kan? Kau menyukaiku, dan itu membuktikan bahwa kau adalah seorang Maho!!!” kata Antoni geram mengeluarkan semua uneg-unegnya. Alif geram. Ia meremas kerah baju Antoni yang lebih pendek darinya.
“Setidaknya aku tidak akan menangis saat harus menyadari perasaan pahit yang harus kutelan!!.” Kata Alif yang membuat emosi Antoni memuncak.
“Tahu apa kau soal perasaan !?” kata Antoni sambil mendorong tubuh Alif dengan kasar. “Kau tidak tahu jika setiap hari aku menjadi gila karena kepikiran dengan kata-katamu waktu itu!! Sadarkah kau dengan ucapanmu yang telah mengubahku menjadi orang tidak waras!!.” Rutuk Antoni.
“Kaupikir aku menginginkan perasaan ini!?” Alif balas mendorong tubuh Antoni. “Selama ini, aku mencoba untuk menjauhimu karena aku takut akan benar-benar menyukaimu!!! Dan kini, kau hadir lagi seolah kau adalah seorang superhero dihadapanku di koridor tadi!!.” Kata Alif mendorong tubuh Antoni dengan kasar. Antoni tak terima, ia kembali mendorong tubuh Alif hingga terjadi acara dorong mendorong diantara mereka.
“Alif, kau brengsek…” kata Antoni mendorong bahu Alif.
“Persetan denganmu!!.” Balas Alif mendorong tubuh kekar Antoni.
“Hoi!! Kalo ribut jangan disini!!!” BYURRR!!!. Terdengar suara Abim yang kesal karena mendengar keributan. Ia menyiram keduanya dengan air kotor bekas cucian karena kesal mendengar keributan. Alhasil, itu membuat Alif dan Antoni berhenti dari acara dorong-dorongan mereka.
“MANYUNN!!!” pekik Antoni kepada Abim karena tak terima dirinya dibuat basah kuyup.
“ABIMM!!! Dasar Manyun Lo!!.” Kata Alif menambahi. Entah mengapa, ia kini menjadi berani pada preman sekolah yang sering melabraknya itu.
“Ribut aja lo berdua. Berisik banget!!. Kalo mau berantem jangan didepan gua, noh, kantin sekolah lagi kosong.” Kata Abim kesal. Seketika Antoni dan Alif tersigap. Kemudian mereka saling pandang. “nape jadi pada diem??” Abim terheran. Namun baik Alif maupun Antoni, tidak ada yang menjawab pertanyaannya. Karena kesal pertanyaannya tidak dijawab, ia kemudian kembali kedalam bilik. Alif dan Antoni hanya tertunduk dalam.
Tingallah Alif dan Antoni dalam keheningan. Untuk beberapa saat mereka tak mengeluarkan sepatah kapanpun.
“Kutunggu kamu… di kantin sekolah. Ada yang ingin kubicarakan denganmu.” Kata Antoni dingin dan pelan. Sesaat ia berbalik dan meninggalkan toilet. Sesaat Antoni telah pergi, Alif menyusulnya. Pikirannya was-was menduga apa yang akan terjadi. Apakah Antoni ingin melanjutkan perdebatan mereka?
*****
Saat itu, kantin sedang kosong karena para penghuninya pergi. Letak kantin berada dibelakang sekolah, jadi terisolasi dari lapangan dan koridor. Sebagian murid sedang dihukum dilapangan sekolah, sementara yang lainnya pastinya sudah pulang karena jam pelajaran sudah lama usai. Sementara para pedagang dan penjual sudah berbenah sedari tadi.
Antoni berdiri mengahadap dinding membelekangi Alif yang sedang menunggu pembicaraan dari mulutnya. Untuk beberapa saat tak ada yang berbicara. Mereka terdiam, dan menunggu.
“Apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Alif. Antoni tak bergeming. Alif menatap lekat punggung Antoni. dibalik punggung sekokoh itu, tersimpan wajah yang menyimpan sejuta ekspresi dingin.
“Tentang kejadian malam itu…” Antoni mulai membuka suaranya. Alif mendengarkan dengan seksama. “Aku masih belum percaya dengan semuanya.” Kata Antoni.
“Tentang apa?” Alif meminta kejelasan. Untuk sesaat Antoni terdiam.
“Jangan pura-pura bodoh. Kau tahu, ucapanmu yang menyatakan tentang perasaanmu kepadaku, masih terngiang-ngiang di telingaku. Mungkin aku bisa saja melupakanmu dan menganggapnya sebagai angin lalu. Namun, semakin aku mencoba menjauh, ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku.” Kata Antoni. Alif terdiam.
“Tapi, rasa yang mengganjal itu, aku tak ingin mengakuinya sebagai rasa cinta. Aku masih meyakinkan diriku bahwa aku masih normal. Aku tak ingin tersesat lebih jauh dalam pembelotan perasaan.” Suara Antoni mulai merendah dan bergetar. Alif tertunduk. “Kumohon padamu, ajari aku…untuk melupakanmu.” Tiba-tiba saja Antoni tersungkur berlutut. Dari situ Alif tahu bahwa Antoni mulai menangis. Alif terdiam ketika melihat sosok gagah itu tampak lemah dihadapannya. “Kumohon padamu, aku ingin melupakanmu. Aku takut aku telah benar-benar menyukaimu. Aku takut mengakui jika aku benar-benar…telah mencintaimu.”
Kata-kata itu keluar dari bibir Antoni yang tersungkur membelakangi Alif. Alif menghela nafas panjang untuk menguatkan hatinya agar ia tak ikut larut dalam kesedihan Antoni. Seiring dengan berhembusnya angin sore yang menyejukkan dan terasa menusuk sukma. Untuk beberapa saat, kebisuan menyeruak.
“Antoni, maafkan aku…” Alif membuka suaranya perlahan. “Aku tak bisa mengembalikanmu ke saat ketika kau belum bertemu denganku. Aku tak bisa mengembalikan perasaanmu…”. Alif menunduk sambil memejamkan matanya.
Antoni tersenyum getir dan berat.
“Sudah kuduga.” Gumam Antoni dalam isakan dan tersenyum meremehkan dirinya sendiri yang hina. Ia kemudian berdiri dari sungkurannya dan berbalik menatap Alif melalui mata sembabnya. Alif sedang tertunduk tak mau melihat wajah Antoni seolah melihat Antoni adalah sebuah pantangan baginya. “Sudah kuduga, aku tak bisa berharap banyak padamu. Mungkin aku harus menerima `kutukan` ini. Jika memang rasa ini adalah rasa cinta, biarlah cinta ini kututup rapat-rapat tanpa harus mendustai takdir yang telah ditentukanNya.” Antoni menghela nafas sambil memaksakan sebuah senyum pahit sebelum melanjutkan kata-katanya.
“Aku…marah padamu Alif, sangat. Kau telah membuatku menghianati Tuhan. Pesonamu telah merebut hatiku. Bahkan, aku sendiripun mencoba untuk menipu perasaanku sendiri dengan meyakinkan diriku bahwa perasaan ini hanyalah rasa rinduku terhadap saudara-saudaraku. Tapi… kau hadir dan memperjelaskan semuanya.” Antoni mengepalkan tinjunya dan memejamkan matanya sesaat. “ Jika aku bisa berharap, kuharap kau tidak hadir untuk memperjelas semuanya. Tentang rasa ini, dan tentang cinta ini. Kuharap selamanya aku tak tahu arti perasaan ini.” Kata Antoni. Tangan Antoni bergetar menahan semua gejolak emosi yang bercampur aduk, yang datang dari hati terdalamnya.
“Maaf Antoni. Tapi, jika kau mau..., aku bisa menjadi pelampiasan segala kekesalanmu.” Kata Alif. Ia tahu perubahan sikap Antoni saat ia sedang menahan emosi. Dan Alif pun tahu jika Antoni sangat membencinya, sekaligus sangat mengagumi pesonanya.
“Hhh…Kau bergurau.” Kata Antoni memaksakan senyum. Namun Alif menatapnya dingin.
“Aku tahu, kau pasti marah dan kesal tentang perasaanmu. Itu semua salahku. Aku yang telah memperjelasmu tentang perasaan itu. Kau boleh melampiaskan segalanya padaku.” Kata Alif dengan wajah sendu. Seolah ia juga bisa merasakan duka yang ada didalam hati Antoni.
“Omong kosong!!” Antoni mengumpat mencoba berkilah. Ia memalingkan wajahnya dari Alif.
“Pukul aku…” perintah Alif berbisik. Antoni tak menghiraukannya.
“Pukul saja aku, keluarkan semua kekesalanmu padaku. Jangan biarkan semuanya mengganjal di hatimu.” Alif mulai memasrahkan dirinya.
“Jangan gila Alif !!.” Kata Antoni, ia menahan segala kekesalannya dengan mengepalkan tinjunya kuat-kuat. Ia kesal pada Alif yang telah membuatnya menjadi `tidak normal`. Namun ia tidak mungkin meluapkan segalanya pada Alif. “Tidak semuanya salahmu. Akupun marah pada diriku sendiri yang tak bisa menahan rasa ini padamu.” Kata Antoni.
“Maka dari itu, pukullah aku. Aku tak bisa melihatmu menyalahkan dirimu sendiri.” Kata Alif. Antoni terdiam. `Alif, sebenarnya rasa apa yang ada dihatimu hingga kau rela menjadi pelampiasanku seperti ini?` pikir Antoni.
“Antoni, pukul aku!” Alif menegaskan perintahnya. Antoni hanya tertunduk dalam.
“PUKUL AKU!!! BAJINGAN!!!”
BUK!!. Perintah Alif yang terakhir membuat Antoni melaksanakan titahnya. Alif terjerembab menerima pukulan keras dari Antoni. Nafas Antoni tersengal-sengal dan ujung kukunya berdarah karena memukul terlalu keras. Hidung Alifpun mengucurkan darah. Namun sekilas ia tampak tersenyum puas dan bangkit berdiri.
“Jika kau masih belum puas, pukul saja aku lagi.” Kata Alif kembali memasrahkan diri setelah menghapus darah yang merembes dari hidungnya. Untuk beberapa saat Antoni tak bereaksi.
“Untuk apa kau ragu. PUKUL AKU!!” pekik Alif. Antoni tanpa ragu langsung menerjang Alif dan kembali memukul wajahnya. Namun kali ini Antoni memukul Alif berkali-kali. BUK!! BUK!! BUK!! BUK!!!. Antoni mengeluarkan semua emosi laranya pada Alif. Alif pun memasrahkan dirinya menjadi pelampiasan. `pukul aku sepuasmu!!` pikir Alif. Hingga pukulan itu berakhir dan Antoni tersungkur jatuh dalam dada Alif. Lemas, dan terisak pelan. Alif menunduk masih menunggu pukulan itu. Tak peduli pada wajahnya yang sudah bonyok karena pukulan Antoni. bahkan, Alif masih bisa sempat tersenyum.
Antoni tak lagi kuasa untuk memukul. Kekuatannya telah hilang seiring dengan menetesnya peluh dan airmata yang membanjir. Ia lemas dan tak berdaya. Ia menenggelamkan wajahnya ke dada bidang Alif. Alif tercenung, ia dapat merasakan apa yang dirasakan Antoni saat itu. Sebuah rasa bersalah pada dirinya sendiri. Ia membiarkan Antoni menangis sepuasnya didadanya.
“Inikah yang kau mau??, kenapa aku tak bisa jauh darimu?? Kenapa aku tak bisa melupakanmu??. Hadirmu telah menyiksaku!!” Rutuk Antoni dalam dada Alif. Alif tak bisa berkata-kata. Ia membiarkan Antoni mengeluarkan semuanya. Ia mengeratkan pelukannya untuk menghibur Antoni dalam rengkuhannya. Antoni meremas seragam Alif. Sesekali ia memukul-mukul kecil dada Alif.
“Maaf Antoni, maafkan aku. Aku terlalu naif, dan terlalu khilaf dengan perasaan ini. Aku terjebak dalam rasa ini, dan parahnya lagi, aku menarikmu dalam duniaku.” Kata Alif, nadanya pun juga bergetar. “Tapi, jika kau memang menginginkan aku untuk pergi, maka aku akan ikhlas untuk menyingkir dari hidupmu meskipun itu akan menjadi siksaan berat untukku. Namun, aku akan meninggalkanmu dengan tersenyum karena kau akan bahagia dengan kepergianku…” Kata Alif getir.
“TIDAK!” Pekik Antoni parau. “Tidakkah kau sadar, kau jauh dariku saja sudah membuatku tersiksa. Apalagi jika kau benar-benar meninggalkanku. Kumohon selamatkan aku. Aku tak ingin dalam perasaan bersalah akan diriku sendiri. Bantu aku menghadapi semuanya. Iringi langkahku, Alif.” Mohon Antoni. Alif mengeratkan pelukannya lebih dalam lagi. “Aku telah jatuh cinta padamu, Alif. Meskipun awalnya aku menepis rasa itu, tapi kusadari, bahwa aku telah jatuh hati denganmu.
“Jangan pergi, kumohon. Temani aku dalam dosa ini. Aku tak ingin sendiri menghadapi segalanya. Kumohon, AKU INGIN JADI KEKASIHMU.” Kata Antoni pasrah. Ia akhirnya harus mengakui tentang perasaan terlarangnya. Membenarkan tentang rasa cintanya yang kini sudah bersemi menjadi buah Khuldi yang terlarang untuk dipetik. Alif menangis mendengarkannya. Antoni yang rapuh dan lemah dibalik bahtera yang sempurna itu, kini tengah mengemis meminta cintanya. Memintanya untuk menemaninya menghadapi dunia kaum Luth yang terkutuk itu. Meski mereka tahu, langit dan bumi selamanya takkan merestui cinta mereka.
“Akan kucoba, Antoni. JADILAH KEKASIHKU. Dan aku janji, hanya kita yang akan mengetahui perasaan ini. Hanya kau dan aku, yang mengetahui tentang rasa terlarang ini. Aku berjanji, takkan meninggalkanmu. Meski kutahu, selamanya Tuhan akan mengutuk rasa yang telah tumbuh dalam hati kita…” kata Alif. Beberapa detik kemudian, ia mengeratkan pelukannya pada Romeonya itu. Mengekspresikan segalanya dengan tetesan airmata penyesalan, sekaligus untuk awal yang baru.
*****
~Mereka yang telah berjalan kedalam kegelapan, takkan bisa kembali ke cahaya dengan mudahnya.
Takkan ada tujuan dan takkan ada panutan.
Hanya dengan beriringan dan saling mengisi langkahlah yang dapat menuntun mereka berjalan dalam bayangan.~
*****
Itu d KANTIN SEKOLAH lho
Gilak
'gila' npa?,kn kantin skolah'a lg sepi...
•$єЄ♏ªªªªñÑ•ñ9ªªªª†† •;) @holicmerahputih