It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
#sentuh hatinya )
"........................."
Aku terbangun saat samar aku mendengar seseorang menyibakkan tirai pintu dan membuat cahaya menerjang masuk menggelitik wajahku.
"Ah, kamu udah sadar...?"
Kupicingkan mataku menatap wajah yang masih tampak samar di hadapanku.
Samar aku mengenali jubah hijaunya, rambut hijaunya tampak sedikit kotor dan mengkilap.
"Ah, Axel...?"
Wajah orang di depanku segera berubah cerah, ia segera memelukku.
"Ahhh! Akhirnya kamu sadar juga!"
"Stop! Jangan teriak di telingaku!"
Axel segera menarik pelukannya dariku, dan mengeluarkan lidahnya.
"Maaff Maaf! Abisnya kamu udah tidur seharian! Kami hampir mau ninggalin kamu disini kalo kamu ga bangun juga!"
"Memangnya sekarang jam berapa?"
"Jam 10 pagi, 2 jam lagi kita advancing...."
"HAH?!"
Aku melirik ke arah jendela option karakterku.
Benar juga, sudah pukul 10.12.
Nyaris saja.
Aku segera berdiri, dan menyadari armorku sudah terlepas dari tubuhku.
"Mana pakaianku?"
"Ada di pojok ruangan, soalnya keliatan ga enak tidur pake baju begitu, jadi aku lepas..."
Ujar Axel dengan kalemnya, dia mengambil sebuah benda dari dalam lemari, kemudian berjalan ke arahku.
"Rex, mau permen cicak....?"
Aku memandanginya sejenak, dia tersenyum lebar sambil memamerkan serentengan permen berkemasan warna warni padaku.
"...........ga.............."
"..............."
=======================================
"Lord Rex, anda sudah siuman..."
Aku mengangguk pada Kanna yang tampaknya sedang sibuk memberikan aba aba pada pasukan persiapan, beberapa dari para bebek itu memasukkan perimeter gun yang sudah di bongkar ke dalam supply wagoon kami.
"Kami sudah kebingungan, takut kau tak akan bangun! Untungnya Cardinal sadar lebih cepat."
"Cardinal juga pingsan?"
"Yeah, Cardinal dan Kelima bishop juga kami temukan kehilangan kesadaran di lokasi dimana kami melihat The Beast Rune melesat ke udara dan menghilang..."
"Mereka tidak menyegelnya?"
"Mereka mengalahkannya..."
"................."
Mereka mengalahkan The Beast Rune?
Sekuat apa kekuatan mereka?
Sampai serigala raksasa yang empat tahun lalu kami segel karena tak bisa kami kalahkan bisa mereka habisi?
Serangan yang luarbiasa.
"Sekarang dimana Cardinal dan Kelima Bishop?"
"Kelima Bishop dan Cardinal ada di utara kemah bersama para kepala pasukan lainnya, mereka sedang menyiapkan pasukan sebelum maju ke Great Temple."
"Aku akan kesana sekarang...."
Kanna mengangguk padaku tepat sebelum aku membalik tubuhku dan berlari pergi ke arah mereka.
=Hei bocah, perasaanku tidak enak hari ini...=
+Maksudmu?+
=Entahlah, cuma tidak enak, mungkin berhubungan dengan perang ini, aku ada firasat buruk...=
Aku nyaris tertawa mendengar bisikan Life and Death Rune di kepalaku.
+Memangnya Rune sepertimu bisa punya firasat?+
=Kurang Ajar!=
+Perang ini harus selesai hari ini+
=Terserahmu!=
Aku bergegas berlari menembus pohon yang berada di utara kemah kami, dan tepat di utara kami, barisan besar pasukanku sudah berderet rapi, dan Yue terlihat berbicara pada mereka dengan nada nyaring.
"Rex!"
Viktor yang melihatku berteriak lantang, membuat Yuedan para Bishop menoleh ke arahku.
Yue segera menghentikan ceramahnya, dan berlari mendatangiku.
"Kamu sadar! Apa kamu ga kenapa kenapa?"
Aku menggeleng, tapi Yue segera menarik tubuhku ke arah pepohonan, membawaku sampai pada sebuah batu besar di dalam hutan.
"Apa tubuhmu sudah benar benar sehat? Kau bisa terus beristirahat kalau kau mau, aku akan memimpin perang ini, jangan paksakan dirimu..."
Aku menggeleng dan menatap padanya.
"Aku tidak apa apa, jangan kuatir, aku sudah sehat se-"
Suaraku teredam saat ia memelukku dengan kencang, membuat wajahku terbenam dalam pakaian merah tebalnya.
"Aku sungguh menguatirkanmu...."
Tubuhku yang jauh lebih kecil darinya nyaris hilang karena terbenam dalam pakaiannya. Ia terus memelukku, dan mengusap rambutku.
"Syukurlah kalau kamu sudah tidak apa apa! Ah!"
Yue mengeluarkan sebuah kain hijau dari dalam sakunya.
"Ini! Aku tadi mendapatkannya di kota dekat sini, Bandanamu kemarin terlepas saat Silver Wolf menyerangmu, aku sudah mencarinya tadi pagi, tapi ga bisa menemukannya..."
Aku mengambil bandana itu dan kembali memakainya di kepalaku.
"Ngomong ngomong terimakasih ya..."
Yue sekali lagi memeluk tubuhku.
"Kamu kemarin datang menolongku, padahal Rune mu masih belum reload. Terimakasih..."
Dia memelukku erat, aku mulai merasakan mukaku memerah karena perkataannya.
"Sudahlah! Jangan banyak bicara!"
Aku berceletuk ketus, melepaskan pelukannya dan pergi meninggalkannya, tetapi dia kembali menarikku, dan mendadak memaksakan ciumannya ke bibirku.
Otakku langsung bereaksi menolaknya, memerintahkan tubuhku untuk mendorongnya keras, tapi tubuhku seakan berkomplot dengan hatiku, menolak untuk melepaskannya dari tubuhku.
"Kau masih mencintaiku, aku tahu itu! Aku tak akan membiarkan siapapun mengambilmu dariku!"
Ia berkata sambil tersenyum, membuatku harus susah payah menyembunyikan wajahku yang memerah karena perkataannya barusan.
Otakku memerintahkanku untuk membangun pagar, kembali membatasinya dari hatiku, tapi tampaknya hatiku telah dengan lancang melompati pagar yang telah susah payah kubuat.
"I Won't Lose!"
Dia bergumam pelan.
"Apa?"
"Tidak... Ayo kita kembali, waktunya sempit..."
Aku mengangguk, berjalan beriringan dengannya menuju tempat berkumpulnya pasukan kami.
Saat aku mencapai ujung pasukanku, team Kanna tampaknya sudah selesai dengan persiapan mereka dan membawa semua Supply Wagoon mereka ke ujung belakang pasukan.
Aku mengangkat tanganku, diikuti dengan semua True Rune Bearer, dan segera, lambang semua True Rune yang bergabung dengan pasukanku menampilkan wujudnya di udara, dengan lambang Life and Death Rune berada di tengah semuanya.
"Semuanya! Yang ada disini! Hari ini kita akan mencetak sejarah baru bagi kita, perang besar yang melibatkan alliansi banyak negara di Suikoworld! Hari ini kita akan menentukan hasil akhir dari semua perang ini! Mengakhiri semua kisah tragis ini, menghapus airmata dari wajah mereka yang menjadi korban!"
Yue berseru dengan lantang, semua orang bersorak saat ia mengankat tangannya, mengacungkannya ke udara.
"Kita akan diingat sebagai orang yang berhasil menghapuskan kekejaman rezim Harmonia, semua nama kita akan dicatat di sejarah sebagai para pemberani yang menghancurkan penindas, dan semua yang gugur, aku berjanji mereka semua akan diingat pada saat negara baru berdiri, dan nama mereka semua akan tertulis sebagai pahlawan negara ini!"
Semua orang kembali berteriak, disambut dengan teriakan lainnya.
"Ayo, Hari ini! Angkat bendera kalian, bendera negara kalian, agar semua orang tahu, siapa yang berada di sisi kebenaran, dan hari ini, seluruh bendera negara ini akan berkibar di atas Great Temple, sebagai lambang dari aliansi yang berhasil menaklukan Pontiff Harmonia!"
"Dia Hebat..."
Bisik Viktor padaku.
"Dia pasti calon presiden berikutnya di negaranya..."
Viktor kembali berbisik padaku.
Aku hanya diam menatap ke arah pasukanku.
Andaikan Viktor tahu bahwa orang yang saat ini sedang berorasi berapi api itu adalah seorang dokter magang, entah apa komentarnya.
"Sudah saatnya..."
Aku berbisik pada diriku sendiri, saat aku melihat jam di jendela option sudah menunjuk pada pukul 12 tepat.
Yue pun tampaknya menyadari hal yang sama, ia segera mengangkat tangannya.
"Kita berangkat! Ke Great Temple!"
"YAAAA!!!!!"
Pasukan kami segera berteriak menyambut perintah dari Yue, Perlahan pasukanku mulai berderap maju, membuat tanah sedikit bergetar karena hentakan kaki mereka.
"Kevin, kamu melamun terus daritadi? Ada apa...?"
aku menoleh, tepat saat Arsais melirik kepadaku dan dengan cepat menggelengkan kepalanya ke arah Axel.
"Ga, ga kenapa kenapa kok, Kamu cape?"
"Enggak!"
Axel menggeleng, Arsais kembali menatap ke arah depan.
"Tuh kan melamun lagi!"
Axel mendengus sebal dan mencubit Arsais.
Benar juga, sedari tadi Arsais tidak seperti biasanya.
Biasanya dia akan segera menyambutku dan menegurku saat dia melihatku, tapi tadi pagi, jangankan melihat, dia justru malah membuang pandang seakan tidak melihatku saat aku datang.
Dan bukan hanya Arsais, kelima bishop lain tampaknya juga bertingkah sama, mereka tampak sedikit murung.
Apa yang lolos dari pengamatanku?
Apa yang terjadi?
=======================================
Loraine Wall, Crystal Valley, 12.45
"Akhirnya setelah dua dinding kita lalui tanpa penjaga, mereka menampakkan wujud mereka juga..."
Lazlo yang berada disampingku memicingkan matanya sambil bergumam singkat, sinar matahari yang bersinar begitu terang tampaknya sedikit membuat pandangan menjadi sedikit terbatasi.
"Pasukanku akan sulit bertarung di keadaan seperti ini, bisa aku mengurangi terangnya sedikit...?"
Sierra bergumam rendah padaku.
Aku mengangguk padanya, memberikan izin.
Tanpa membuang waktu, Sierra segera menengadahkan kedua tangannya, aura kemerahan mengalir dari tangannya dan menguap di udara.
"Moon Rune, Rune of Devastatingly force of darkness, bring the darkness upon the earth, dim the sun within your shadow! Eclipse!"
Matahari yang tadinya bersinar segera ditutup oleh bayangan hitam yang tampaknya adalah bulan, membuatnya jadi sebuah benda bulat bersinar kebiruan, dan membuat seluruh wilayah tempat kami berdiri menjadi temaram dengan cahaya biru kelam.
"Definisi sedikit mereka mungkin perlu dikaji ulang..."
Viktor berbisik setengah jengah sambil melihat para Blue Moon Clan yang tampak menguat, taring panjang mencuat dari kedua sisi bibir mereka. Beberapa dari mereka bahkan menyeringai lebar, menampilkan taringnya dengan jelas.
"Kami menunggu perintahmu, Commander..."
Axel berseru padaku, membuatku tersadar dari lamunanku.
Aku segera menoleh ke Loraine Wall, tempat dimana pasukan Harmonia berkerumun.
Loraine Wall adalah gerbang terakhir dari 3 lapis gerbang yang melapisi Crystal Valley, Ibukota Harmonia, tempat Great Temple berdiri di tengahnya.
Tampaknya Marty menyadari kalau pertahanannya akan melemah dan mudah dihancurkan jika ia meletakkannya pada ketiga gerbang, sehingga akhirnya memutuskan untuk mengkonsentrasikan pasukannya di Loraine.
Dan itu mempermudah kerja pasukan kami.
Karena di dalam Loraine adalah Kota Crystal Valley, dan tidak mungkin dijadikan area pertempuran karena keadaan geologisnya, sehingga bila kami berhasil menjatuhkan Loraine, maka Great Temple dengan otomatis jatuh ke depan taring kami.
Aku melemparkan pandanganku, menatap ke seluruh pasukan mereka.
"Lord Marty memimpin pasukan ini, beberapa General dari negara lain juga menemaninya, tapi tak ada musuh yang berarti..."
Kanna menggunakan teropong kecilnya, ia mempelajari seluruh keadaan musuh.
"Pasukan mereka tidak lebih banyak dari kita, mungkin hanya itu yang tersisa...?"
Kanna kembali bergumam sendiri.
"Berarti perang ini akan dengan mudah kita menangkan? Mereka hanya punya satu true Rune, dan jelas bukan tandingan kumpulan true rune mereka.
"Itu pemikiran naif Sir Viktor, Circle Rune sendiri mungkin cukup untuk membuat seluruh Rune kita bungkam, dan dengan pemakai yang hebat, bukan tidak mungkin dia bisa menghancurkan pasukan yang lebih banyak dari mereka dengan mudah jika dibantu Circle Rune..."
Leknaat menjelaskan hal yang baru akan aku jelaskan pada Viktor.
Ya, Circle Rune, master of Support and Binding Magic.
Rune ini memang tidak memiliki daya serang yang berarti, tapi Rune itu jelas merupakan sihir yang merepotkan jika didukung oleh cukup banyak pasukan.
Rune ini bisa menaikkan kemampuan pasukan mereka menjadi berkali kali lipat, sekaligus melemahkan kami jika kami bergerak mendekati Circle Rune.
"Marty sudah menggunakan Circle Runenya..."
Lazlo bergumam rendah, saat sebuah lambang lingkaran berwarna kehijauan menyala di tanah dengan Marty menjadi pusatnya.
"Dia menaikkan status pasukannya, sebaiknya kita menghabisi pasukannya dengan cepat, sebelum ia menggunakan lebih banyak lagi jampi jampinya!"
Viktor meremas pedangnya dengan tidak sabar, ia terus melirik padaku.
"Arvyn, bisa kau Cast Purging Wind secara berkala pada pasukan Marty? Lucuti semua status yang dikeluarkan Marty."
"Tidak bisa...."
Aku mengerutkan keningku mendengar jawabannya.
"Purging wind hanya untuk skill yang diberikan secara langsung, sedangkan Circle Rune memiliki sihir yang bersifat Aura, bila kita harus menghentikannya, kita harus membungkam Marty, dan membuatnya kehilangan kemampuan sihirnya."
Aku mengangguk.
"Dan itu hanya bisa didapatkan dengan 3 pilihan, melakukan Casting Silent Lake dengan True Water Rune, tapi juga membuat kita tidak bisa menggunakan True Rune kita, kedua, membuatnya menghabiskan MP nya, atau ketiga, membunuhnya dengan cepat."
Aku tertegun mendengar perkataan Arvyn.
"Untuk sementara kita coba mendekati mereka, bila keadaan memungkinkan, Wyatt akan Cast Silent Lake, tapi usahakan dengan imbas terkecil ke pasukan kita, bila tidak memungkinkan, mungkin kita harus memaksanya me-replenish Auranya terus menerus, dengan menggunakan Purging Wind Arvyn. dan jika tidak mungkin juga, kita harus membunuhnya...."
Kelima bishop mengangguk mendengar perintahku, aku menoleh kembali ke pasukanku.
"MAIN TARGET ADALAH LORD MARTY! PARA MAGICIAN! BEGITU IA ADA DALAM WILAYAH SERANG KALIAN! GUNAKAN SERANGAN TERBAIKMU UNTUKNYA!"
"Viktor, Lazlo, Sierra, target kalian adalah Zeravin yang berpakaian hitam! Pastikan dia tidak sempat menggunakan Stagnation Rune nya, karena itu akan merusak pertahanan kita!"
"Siap...."
Ketiga orang itu mengangguk bersamaan.
"Kanna, kau ambil alih komando, aku harus menghabisi sisa kepala negara lainnya, Cardinal, tolong support pasukan kita, supaya bisa sedikit mengimbangi kekuatan Circle Rune, bisa kau pasang Battle Oath dan memberikan status Fury pada pasukan depan?"
Yue mengangguk, dan membalik tubuhnya ke arah pasukan kami.
"Shield of Divine Protection, now give us the Vow of the divine Warrior! Battle Oath!"
Setetes cahaya kehijauan menetes ke tanah, dan membuat banyak lubang dengan cahaya kehijauan.
Sinar sinar itu perlahan membesar, melingkupi pasukanku dengan cahaya hijau.
Aku merasakan tubuhku perlahan diselimuti oleh aura kemerahan, dan aku merasakan seluruh tubuhku diisi oleh kekuatan entah darimana.
"Oke, selesai, kita siap."
"Skill pertahanan sudah selesai...?"
"Sudah..!"
Axel berteriak dari belakang pasukan, menjawab pertanyaanku.
"Mereka tampaknya akan bertahan, mereka menunggu kita maju..."
Kanna kembali berseru padaku sambil memandang ke seberang dari balik teropong kecilnya.
"Kalau begitu apa yang kita tunggu! Terobos!"
Aku mengangkat Sabitku, dan berlari maju, diikuti oleh pasukanku.
"Earth Rune! Turn the skin into steel, turn all the human weakness to pointless defense! Copper Flesh!"
Arsais berhenti dan melebarkan tangannya ke seluruh garis depan yang berjalan mendahuluinya, membuat kulit semua bagian pertahanan kami menjadi berwarna merah berkilap.
"Wind Rune! Cover us and Protect us! May you avenge all that may harm us! Storm Warning!"
Cincin angin bermunculan, dan berputar di sekitar Arvyn dan beberapa orang dalam sebuah area besar.
"Awas! Mereka mulai menggunakan sihir! Water Mage ke garis depan!"
Kanna berteriak lantang, beberapa orang berpakaian biru diikuti Wyatt segera berbaris.
"Flowing Rune! Ice Shell!"
"Water, freeze! "Water! Freze! Morph the kind water into impenetrable ice! Protect us with your barrier! Ice Wall!"
Ribuan tiang es berjatuhan, membentuk tameng es yang melindungi kami saat sihir mereka bergerak mencapai kami.
"Water Rune! Freeze all the water in the air, set the ultimate shield upon us! Frozen Dome!"
Wyatt membuka tangannya, dan segera sebuah tameng es raksasa muncul mengikuti arah tangannya, menutup arah serangan beberapa sihir yang melayang tinggi melebihi dinding es sebelumnya.
"Gate Rune! I Open the gate to the Netherworld! Release the fury of your dweller to human world! Empty World!"
Leknaat membuka kedua tangannya, dan mendadak tanah di depannya berubah menjadi sebuah lubang.
Monster mengerikan muncul dari dalam lubang itu, kemudian menyemburkan sinar ke arah pasukan musuh.
"Bishop Putih itu membelokkan arah serangan kita..."
"Sendirian?"
Lazlo berseru tak percaya.
"Tidak aneh, karena dia memegang pecahan dari Circle Rune..."
"Apa yang harus kita lakukan?"
"Bingungkan dia, serang secara berantai. Axel! Mulai serangan pasukan sihir! Garis depan maju! Viktor pimpin garis depan! Rover! Pasukan berada di bawah komandomu!"
"Siap!"
Pasukan garis depan kami segera bergerak maju.
"Water Wizard! Ikuti garis depan! Lindungi mereka dari Rune! Wind Wizard! Pergi ke belakang! Lindungi bagian Ranger!"
Kanna memberikan perintah dengan tegas, dan para pasukan segera membagi diri mereka menjadi dua.
"Controller of Live and Death! steal their Soul, and Grant me Immortallity! Stealer Soul!"
Lantai tempat Marty dan para anak buahnya berdiri segera bersinar, ribuan roh melayang dari bawahnya, beberapa dari mereka menarik aura putih dari dalam tubuh mereka.
"Kena kau..."
Gumamku.
Begitu cahaya putih itu meredup, yang kulihat adalah Marty yang tetap berdiri dengan tegap, tampak tak terkena serangan sama sekali, dan disampingnya Edmund tampak merapalkan mantranya.
"Sialan! Bishop putih itu benar benar sigap!"
Aku mengumpat sejadi jadinya.
"Judge of Death! Ring the Bell of death! Bring them to the gate of the death! Death Bell!"
Aku mengarahkan seranganku tepat pada pasukan depan mereka, dan sesuai dugaanku, Edmund segera merapalkan mantranya pada pasukannya.
"Lazlo! Serang Marty Sekarang!"
Aku berteriak, Lazlo dengan sigap segera mengangkat tangannya.
"The true Punisher! Arch! Summon the ARGH!"
Aku melongo saat mendadak kilatan ledakan dari sebuah bola berbentuk matahari muncul dan meledak tepat di belakang Lazlo.
"Mustahil! Sun Rune?!"
Aku menoleh kembali ke arah Marty, dan melebarkan kedua mataku.
"A...Arshtat?"
Sebuah sosok wanita dengan wajah pucat dan pakaian khas Falenas berdiri di samping Edmund.
"M...Mustahil! Dia sudah mati! Dan Sun Rune bukankah sudah lenyap?"
"Itu bukan Arshtat, tampaknya Edmund menggunakan Runenya untuk membangkitkan mayat dan menggunakannya sebagai wadah untuk Sun Rune, mungkin Sun Rune itu berhasil ditangkap oleh Marty menggunakan Circle Rune, dan diletakkan di boneka itu..."
Windy yang mendadak sudah berada disisiku berbicara sambil memandang garis depan kami yang sudah mulai bertemu dengan pasukan mereka, membuat Marty dan kedua Bishopnya mundur sampai ke lapisan kedua.
"Awas..."
Aku segera memicingkan mataku, saat Arshtat palsu itu membuka tangan kanannya di udara.
Matahari yang meredup mendadak kembali bercahaya, dan sebuah sinar besar segera muncul, membungkus garis depan kami dalam kobaran api.
Aku hendak berteriak memperingatkan, tapi tampaknya terlambat.
Kobaran api itu mendadak terkumpul, dan banyak cincin angin mengelilinginya, kemudian menyerap semua api yang muncul.
Cincin itu terbang ke langit, dan berjatuhan ke atas Arshtat palsu.
Tubuh Arshtat segera melebur menjadi pasir, dan sesosok tubuh lain tampak muncul dari pasir itu.
Arvyn mendengus dengan sebal.
"ITU AKIBATNYA KALAU KAU MEREMEHKAN TRUE WIND RUNE!"
Sierra mengangkat tangannya ke udara dan menggenggamkannya, membuat langit yang tadinya terang kembali menggelap.
"Moon Rune! May your light turn to a razor sharp blade and cut all of the mortal flesh for me! Moon Blade!"
Ratusan sinar berbentuk bulan sabit muncul, menghujani pasukan musuh dengan sabit sabit dari sinar kebiruan.
"Lightning Rune! Lend me the power of the Thunder God! Thor Shoot!"
Enam bola dengan kilatan petir di sekitarnya muncul di sekeliling Marty, kemudian menghantamnya dengan serangan telak.
"Tepat! Edmund sedang tidak melindunginya! Itu pasti cukup untuk menyakitinya!"
Aku meraung keras saat melihat Marty membungkuk menahan sambaran petir yang begitu keras muncul.
"Apa....?"
Aku menatap seakan tak percaya, saat Marty kembali menegakkan tubuhnya dan hanya menepuk pakaiannya dengan santai.
"Tidak ada damage sama sekali...?"
Greg menatap tak percaya pada Marty yang barusaja diserangnya.
"Itu, yang ada di tongkatnya..."
Lazlo menunjuk pada Tongkat keemasan Marty.
Aku segera memicingkan mataku, menangkap sebuah bola kehijauan dengan ukiran Rune.
"Souvereign Rune....."
Aku berseru tak percaya pada penglihatanku sendiri.
Pikiran pintar!
Manusia memang tidak bisa menggunakan lebih dari satu true rune, tapi lain cerita kalau true rune itu di embedd pada weaponnya.
Dan sekarang dengan Souvereign Rune di tongkatnya, itu berarti dia sekarang tidak bisa dipengaruhi Rune apapun.
"Hentikan serangan pada Marty..."
Aku bergumam tak percaya.
"Dia memegang Souvereign Rune. Sia sia kita menyerangnya..."
"Jadi Maksudmu...?"
Sierra berbicara dengan nada seakan tidak ingin aku menjawab pertanyaannya.
"Kita harus membunuhnya dengan serangan fisik, yang artinya, kita harus menerobos sampai tempatnya berdiri."
"Apa kau bercanda? Kau tahu dengan Circle Rune itu dia membuat pasukannya jadi alot bagaikan boss monster? Garis depan kita sudah kewalahan menghabisi mereka....!"
Viktor berseru dengan panik.
"Tidak ada cara lain! Ubah mode serangan kita. Semua! Habisi Garis depan mereka!"
Aku berteriak memberikan perintah.
Semua orang tampaknya mulai panik, kebingungan.
Aku sendiri pun kebingungan dengan keadaan yang sedang terjadi.
Apa yang harus aku lakukan?
Otakku berputar keras, berusaha mencari cara untuk mencari celah di balik pertahanan sempurna yang sekarang ada di depanku.
"Circle Rune! May you bring the devastation upon my enemy! Weaken their Power! Magnus Inferioritatem!"
"Shield Of Beginning! Clean up our soul! Lift all the pain and impurity that foul our heart! Great Blessing!"
Aku mendegar pertempuran sihir antara Circle Rune dan Beginning Rune di garis depan pasukanku, samar aku mendengar para captain memberikan perintah mereka pada setiap pasukan.
Aku terus memutar otakku
Apa yang harus aku lakukan?
Bila keadaan ini terus berlangsung, kami pasti akan segera dipukul mundur.
Pasti ada cara, tapi apa?
=======================================
@Just_PJ @adhiyasa
@princeofblacksoshi @littlebro
@danielsastrawidjaya
@hwankyung69
@ularuskasurius @rulli arto
@congcong @Dhika_smg
@seventama @prince17cm
@rarasipau @catalysto1 @fian_pkl
@marvinglory @chachan
@idhe_sama @totalfreak
@rarasipau @bb3117
@sigantengbeud
@adywijaya @adinu @dewaa91
@nero_dante1 @003xing
@reyputra @masdabudd
@FeRry_siX
DIAPDETT
Jauh banget ketinggalannya,. X_X
@silverrain?? update donk brendy!! #ikut2an tenty @yuzz
"Grr... Menyusahkan! Bisa bisanya dia memasangkan Souvereign ke tongkatnya!"
"SEMUANYA! HINDARI BERTARUNG DI DALAM AURA CIRCLE RUNE MARTY!"
Yue berteriak lantang, berusaha mengarahkan pasukannya menjauh dari Marty yang hanya berdiam diri membirarkan kami mengubah formasi kami.
Aku hanya mengikuti perkataan Yue, karena menurutku sekarang hanya itulah cara terbaik untuk menghadapi pasukan ini, walaupun cepat atau lambat mereka semua akan masuk dalam radius efek Circle Rune dan membuat mereka jauh lebih kuat dan nyaris mustahil untuk dilawan.
Walaupun prajuritku yang berasal dari Harmonia memanh jauh lebih berkualitas dari pasukan Marty, tapi jelas saja dengan didukung Circle Rune, jangankan serangan fisik, serangan sihir yang biasanya akan memberikan kerusakan besar pun mungkin hanya akan meninggalkan goresan di baju besi mereka.
"Circle Rune ya, memang menyusahkan! Semua prajurit Harmonia jadi menguat karena efeknya!"
Axel mendengus dengan sebal, kemudian membuka mulutnya lebar.
"Sonic Boom!"
Kilatan sinar muncul dari mulutnya dan bagaikan sebuah meriam proton raksasa, mulutnya menyemburkan sinar panjang dan menyapu pasukan Harmonia.
"Ahh! Ga ada efeknya! Selama ada Circle Rune semua pasukan yang membuat perjanjian dengannya jadi sekuat badak!"
Axel mengeluh dan mengusap keringat yang membulir di dahinya.
"Kenapa? Sudahlah, lagipula kalau sudah diikat dengan Circle Rune mereka ga akan bisa lagi terlepas dari perjanjian itu kan! Dan banyak kekurangannya juga! Ingat pasukan Yuber dulu? Mereka dengan mudah tunduk karena berada di bawah efek Circle Rune!"
Arsais bertutur membesarkan hati Axel.
Tampaknya itu tidak memberikan efek apapun pada Axel karena orang yang diajaknya bicara hanya menanggapinya dengan gumaman sebal. tapi selintas perkataannya itu menyalakan ide yang tadinya menghilang dari rongga kepalaku.
Ya! Benar juga!
"BISHOPS! BAWA SEMUA PASUKAN KALIAN DAN SERANG GARIS DEPAN DI DALAM AURA!"
Kelima Bishop mengerutkan keningnya mendengar perkataanku.
"Kau gila, Rex?"
"Lakukan!"
Kelima bishop tampaknya menatapku seakan aku adalah seorang pengkhianat, tapi akhirnya mereka mengangkat bahu bersamaan, dan membawa pasukan mereka maju.
"Hei...."
Pixel bergumam bingung saat pukulan tongkatnya menjatuhkan salah satu prajurit dengan mudah.
"Ada apa ini...?"
Wyatt menebaskan tongkatnya, menghabisi dua orang dalam sekali jalan.
"Ini terlalu mudah! Earth! Spread! Scorch! and Lay down your Anger! Sandstorm!"
Badai pasir yang diciptakan Arsais tampak menguat, dan memporak porandakan pasukan garis depan mereka dengan mudah.
"Kenapa ini?"
Arsais bertanya dengan wajah bodohnya.
"Ini.. Efek Circle Rune...."
Greg bergumam datar.
"Lightning! Pour down and shower the land with your power! Shower of Lightning!"
Kilatan petir segera berjatuhan, membuat banyak pasukan musuh harus bertekuk lutut karena sambaran itu membuat kerusakan cukup besar di tubuh mereka.
"MAGICIAN LAINNYA! KALIAN BERIKAN STATUS AILMENT PADA SELURUH PASUKAN GARIS DEPAN MEREKA! DUCK CLAN! LEMPARKAN WYATT KE GARIS MAGICIAN MEREKA! WYATT! KAU TAHU YANG HARUS KAU LAKUKAN!"
Wyatt mengangguk dan dengan segera menaikkan tubuhnya ke atas ketapel Duck Clan dan terlempar ke garis belakang mereka.
"Water of tranquil stillness! Bring their lips to the endless silence! Silent Lake!"
Sebuah bola kebiruan dengan berbagai tulisan mantra di sekelilingnya muncul di tengah tengah udara dan terus melebar dalam sebuah skala raksasa. Bola itu kemudian terus membesar dan memudar sampai akhirnya menghilang dalam udara bebas.
Wyatt mengacungkan jempolnya padaku, sementara para magician dari negara aliansiku terus melancarkan berbagai mantra kutukan yang membuat garis depan mereka kacau oleh berbagai status yang disebabkan oleh mantra itu.
Aku menjilat bibirku dan menyeringai senang.
Semua sesuai perhitunganku.
Kekuatan itu memang mempengaruhi semua orang yang sudah membuat perjanjian dengannya, dan mengakui dirinya terikat di bawah Circle Rune selamanya, sebagaimana dulu kami pada hari pengangkatan kami menjadi prajurit Harmonia melakukan sumpah setia di altar Circle Rune dengan Marty sebagai saksinya.
Dan sekarang?
Walaupun kami memang berkhianat, tapi sumpah yang sudah dibuat jelas tidak mungkin bisa diingkari oleh kedua belah pihak, sebagaimana Circle Rune dengan bodohnya tetap menganggap kami sebagai prajurit Harmonia.
Aku yakin Marty bisa saja memberikan kutukan dan mengikat semua prajurit Harmonia kami, tapi tentu saja, setelah dia juga membuat semua pasukannya mengalami hal yang sama.
Pedang bermata dua.
Aku menyesali bahwa kali ini aku lagi lagi tidak bisa ikut bersenang senang dengan mereka, karena karakter baruku notabene tidak diakui oleh Circle Rune, dan memasuki Auranya akan membuatku melemah secara signifikan.
"Gahh! Merepotkan! Wizard! Serang mereka!"
Aku nyaris tertawa saat Zeravin dengan kesal memberikan perintahnya, dan tentu saja disambut dengan gelengan bisu dari para penyihir mereka.
"Hah! Kamu memang sudah bodoh, atau kau harus kuberitahu kalau para wanita cantik ini..."
Wyatt mengalungkan bahunya pada seorang penyihir wanita bertubuh indah dan mengecup keningnya.
"Sudah tidak bisa lagi menggunakan lidah mereka, selama... Yah, sekitar 1 jam...."
Wyatt kemudian memutar tombaknya di udara, dan mengusungnya ke arah Marty dan kedua bishop itu.
"Siapa yang mau bertarung denganku?"
Serunya sambil tertawa terbahak, kemudian mengayunkan tombaknya dengan liar, menebas ke segala arah.
"Aku tak menyangka Rune ku jadi begitu tidak berguna dihadapan pasukanku sendiri...."
Marty masih saja tersenyum, tak sedikitpun ketakutan atau kegugupan tersirat di wajahnya.
"Sekarang aku tidak bisa melakukan apapun! Pasukanku! Serang mereka sebaik yang kalian bisa!"
Marty berseru pada pasukannya yang sekarang mulai kebingungan dan panik.
Ya, mereka hanya perlu menunggu waktu sampai pasukan kami habis menyerang mereka, karena hampir separuh dari pasukan mereka terbagi ke tiga distrik samping akibat kesalahan informasi yang diberikan Anabelle, dan untuk mencapai tempat ini mereka akan memerlukan waktu lebih dari 2 hari.
Dan itu artinya, begitu mereka esok mencapai tempat ini, mereka hanya akan melihat Great Temple dengan bendera kami bekibar di atasnya.
"Terus habisi mereka!"
Kanna memberikan aba abanya dari balik pasukan Harmonia, sedangkan pasukan alliansi lainnya hanya bisa menatap dan memandangi mereka dari kejauhan untuk menghindari efek Circle Rune yang terus melemahkan kami jika kami berdiri dalam wilayahnya.
"Tampaknya kami harus mundur..."
Marty menatap sekeliling, dimana para pasukannya sudah mulai habis terkikis karena perbedaan kekuatan, belum lagi kelima True Rune Elemental juga mendapatkan kekuatan dari Circle Rune, membuat pasukannya terkikis nyaris separuh dalam waktu 30 menit.
"Lord Marty dan perwiranya kabur ke dalam kota! Kejar!"
Yue yang tampak begitu berapi api segera melesat masuk dan mengejar Marty ke dalam kota.
"Gawat! Cardinal sendirian tidak akan mampu mengalahkan mereka semua! Kalian, pergilah! Bantu dia!"
Kanna berteriak memberitahukan kami, aku sejenak menatapnya dengan pandangan tidak setuju.
"Aku akan menggantikanmu memimpin pasukan, Lord Rex. Kau tidak sedang meragukan gurumu, bukan?"
Ujarnya mendelik menatapku.
Aku hanya mengangguk, dan dia segere tersenyum senang.
"Lindungi Pontiff! Tutup gerbang kota!"
Beberapa penjaga segera berbaris membentuk barisan yang menutupi jalan masuk di depan gerbang kota.
"ARCHER! PANAH MEREKA!"
Rover mengangguk mendengar perintah Kanna, ia mengangkat tangannya memberikan aba aba, dan dalam sekejap ratusan panah berlompatan, menghujani barisan mereka.
"Ukh..."
Para pasukan yang berbaris itu tumbang dalam sekejap, dan Rover dengan sigap mengarahkan para Guardian untuk memblokir jalan menuju gerbang.
"Para Leader, pergilah! Kami akan mengurus mereka!"
Rover mengacungkan jempolnya pada kami, kemudian kembali berteriak.
"SAMPAI MEREKA KEMBALI! TIDAK ADA SEORANGPUN YANG BISA MASUK KE TEMPAT INI!"
Pasukanku mengambil alih gerbang dan dengan segera menendang semua pasukan Harmonia, membuat keadaan seakan berbalik, seakan kami sedang bertahan dari serangan Harmonia.
"Tunggu apa lagi? Cepatlah pergi! Pasukan kecil yang kuat jelas lebih efisien daripada pasukan besar di kota. Kami akan menahan mereka sampai kalian merebut Great Temple!"
Dengan ragu kami mengangguk, kemudian segera berlari masuk ke dalam gerbang.
"TIDAK ADA YANG BOLEH MASUK!"
Aku bisa mendengar Kanna berteriak lantang, diikuti oleh sorakan pasukan kami.
"Mereka pasti bisa bertahan tanpa kita!"
Lazlo menyunggingkan senyumannya, membuat wajah manisnya terlihat lucu dengan senyumannya.
"Yeah, semoga. Kemana para Bishop?"
Aku mengedarkan pandanganku, mereka tampak tak ada di sekelilingku.
"Mereka lebih dahulu memasuki kota, mungkin mau bersih bersih? Soalnya pasti ada banyak tentara musuh mengincar kita di kota!"
Axel berbicara padaku.
Aku menatap wajahnya, dia membalas tatapanku.
"Apa yang menyembul keluar dari mulutmu...?"
"Permen cicak, Rex mau...?"
Lagi lagi Axel memamerkan rentengan kemasan plastik berwarna warni itu padaku.
"Ga...."
baru kami berjalan menyusuri seperempat kota menuju ke Great Temple, sekawanan penjaga segera mengejar kami dari belakang.
"Astaga! Katanya para Bishop sudah bersih bersih...?"
Viktor mencabut pedangnya, diikuti Lazlo yang segera menarik keluar pistolnya.
"Rex, pergilah, kami akan menangani mereka, jangan membuang waktumu!"
Sierra dengan segera mengacungkan kedua jari tangannya.
"Moon Rune! Show me your Power!"
Aura kemerahan segera menyelubunginya, membuat matanya jadi berkilat kemerahan.
"Pergilah!"
Tanpa tunggu lebih lama lagi kami segera berlari, menyusuri jalan besar menuju Great Temple.
"Aku merasa ada yang mengikuti...."
Axel melirik ke belakang, tepat pada saat sekelebat bayangan hitam menghilang dari pandangan kami.
Aku mengangguk mengiyakan pernyataan Axel.
"Mereka sudah nyaris mendahului kita, Kwekk..."
Sergeant Joe berbicara dengan nada rendah, ia membetulkan posisi kacamatanya, dan menatap ke belakang.
"Om Bebek juga memperhatikan? Om Kadal...?"
Lord Zepon mengangguk sambil terus merayap mengikuti kami.
"MEREKA MUNCUL! KWEEEKKK!"
Bebek gemuk itu mendadak histeris saat serombongan Collosus dari berbagai spesies muncul dan mengejar kami dari kejauhan.
"Wahh, special Forces eh?"
Lord Ridley menatap ke belakang, kemudian kembali menatap ke arahku.
"Jumlah mereka sangat banyak! Dan mereka juga sangat cepat! Mereka hampir mengejar kita...!"
Aku mendecak malas, mengumpat dalam hati.
Monster?
Bisa bisanya mereka menyerang di saat seperti ini?
Aku menoleh ke kiri dan kananku.
Tak ada tanda tanda Yue berada di sekitar sini.
Sial!
Menghabisi monster sebanyak itu bukan pekerjaan yang mudah! Bahkan bagi kami para Leader!
"Lihat ituu! Greater Collosusnya banyak sekali!"
Madam Susu yang terbang di atas kami memicingkan matanya, ia menatap ke belakang kami.
"APA?! GREATER COLLOSUS? DIMANA?"
Axel mendadak berhenti, membuat kami semua yang dibelakangnya segera terhenti.
Axel mendecak geram, kemudian segera menarik tongkatnya.
"Fire! Explode and destroy all that you can reach! Burn all the life to ashes! Explosion!"
Ratusan naga dari api beterbangan dari tubuh Axel, naga itu segera menghantam para Collosus dengan ledakan besar.
"SERAAAAAAAAAAANG!"
Axel berteriak dengan geram, dan entah darimana sekawanan tupai terbang raksasa berwarna cokelat segera bermunculan, menubruk para Collosus kemudian kembali terbang, menubruk lagi, dan begitu seterusnya.
"Apa apaan itu...?"
Ridley menatap dengan ngeri saat Axel menembakan panah petir bertubi tubi pada kawanan Collosus itu, membuat pandangan kami tertutupi oleh kepulan debu yang muncul dari hasil serangannya.
"Itu para tupai terbang yang dulu datang bersama kalian..."
“Aku tahu! Tapi maksudku apa apaan dia mengamuk seperti itu?
Aku mengangkat bahuku. Aku juga tidak menutupi kekagetanku, entah bagaimana Axel berhasil menjinakkan kawanan tupai yang tidak pernah menuruti perintahku.
"Kalian Pergilah! Aku ada urusan dengan mereka! FLOWING RUNE! ICE WALL!"
Axel dengan berapi api segera menyerang barisan Collosus itu.
"Zepon, Joe, bantu dia, sisanya ikuti aku!"
Semua orang tampak mengikutiku dengan ragu.
"Apa tidak apa apa meninggalkannya sendirian?"
"Biarkan saja, dia bisa menjaga dirinya."
Ujarku santai menjawab pertanyaan Leknaat.
"Ngomong ngomong, kenapa dia bisa begitu berang?"
Windy menoleh ke arahku sambil menatap serius.
"Dia ada urusan pribadi dengan Collosus..."
Ujarku santai.
"KARENA KALIAN AKU BERANTEM SAMA KEVIIIIINNN!!!!"
Teriakan marah Axel berkumandang hingga ke tempat kami, membuat semua orang menatapku dengan penuh tanya.
"Begitulah..."
Ujarku sambil mengangkat bahu.
"Ngomong ngomong, tampaknya kota ini sudah dianggap hancur oleh game, dan secara otomatis game mengisinya dengan monster, aku dan Leknaat akan tinggal disini, kami akan menutup pintu monster itu, semoga beruntung..."
Ujar Windy, yang segera membentuk sebuah goresan mantra di lantai, dan kemudian membacakan mantra di atasnya.
"GATE RUNE, KEEPER OF THE GATE BETWEEN WORLD! I ORDER YOU TO LOCK ALL THE GATE BETWEEN THE DOOR AND LOCK ALL THE DWELLER IN THEIR WORLD!"
Kedua wanita itu membacakan mantranya dengan lantang, membuat tulisan di tanah menyala terang, dan menyebar ke seluruh penjuru kota.
"Pergilah, kami harus tetap disini! Menjaga gerbangnya agar tetap tertutup..."
Jubah Leknaat tampak berkibar kibar, kini kedua wanita itu berdiri berhadapan di antara sebuah tiang yang menyala kekuningan, keduanya mendekatkan tangannya, seakan menjaga tiang itu agar tetap di tempatnya.
Aku mengangguk paham, dan segera berjalan menapaki jalan menuju Great Temple yang sudah di depan wajahku.
"Kita hampir sampai..."
Ridley berteriak girang, senapan tuanya tampak bergoyang goyang karena gerakan tubuhnya.
"Ya, sudah dekat..."
Madam Susu terus terbang di atas kami, Aku berjalan menapaki jembatan yang terbuka, memberikan akses bagi kami melewati parit lebar yang mengelilingi Great Temple.
"Sayangnya aku tidak akan membiarkan kalian lewat..."
Jantungku seakan meleleh, saat aku mendengar suara yang sangat aku kenal.
Entah darimana, mendadak udara di belakangku menebal, dan menghitam, perlahan membentuk sosok tubuh seorang lelaki berkemeja hitam, dan dia membungkuk ke arahku.
"Kita bertemu lagi, Lord Rex..."
"Yuber..."
"Yeah, sebenarnya aku tidak memiliki urusan apapun pada negara ini, dan sedikitpun aku tidak memiliki kewajiban untuk membelanya. Tapi tampaknya kedua wanita penyihir itu menutup jalan keluar untukku..."
Yuber mengangkat topinya, mengebaskannya kemudian kembali memakainya.
"Jadi, mungkin sambil menunggu, aku bisa bermain main sedikit disini..."
Dia menyeringai padaku, kemudian mengangkat pedang tipisnya.
"On Guard!"
Ia menegakkan salah satu pedangnya di depan wajahnya sambil berdiri dengan sikap sempurna.
Keringat menetes dari keningku.
Aku jelas tidak mungkin bisa menanganinya sendirian disini.
"Setelah kau dengan begitu mudah bisa menghabisi Hachifusa Rune ku, sekarang rasakan kekuatan yang diberikan Hachifusa Rune, pada tubuhku..."
Aku menarik sabitku, walaupun aku tahu pasti kemungkinan menangku disini adalah Nol.
Aku melirik ke arah gerbang di belakangku.
Mempertimbangkan kemungkinan aku untuk bisa kabur darinya.
Tidak, tidak mungkin, aku tidak akan bisa melarikan diri dengan selamat darinya, dan kalau aku bisa melarikan diri, kemana?
Tidak ada cara lain selain menghadapinya!
Yuber memberikan anggukan padaku, kemudian segera melesat ke arahku.
Dengan cepat aku segera mengangkat sabitku.
TRANG!
Kedua pedang Yuber bertemu, tapi tidak dengan sabitku.
"Yuber...."
Lelaki tinggi bermantel cokelat itu menahan pedang Yuber dengan tongkat sihirnya.
Yuber menatap pada laki laki itu.
"Cyrdan..."
Kedua mata itu bertemu, saling bertukar pandangan dan nafsu membunuh.
"Aku ada urusan denganmu, Dark Knight Yuber..."
"Heh...."
Yuber menaikkan bahunya kemudian segera menebaskan pedangnya berkali kali.
Cyrdan dengan lihai menggunakan tongkat sihirnya untuk mengimbangi serangan Yuber.
Aku terpana sesaat melihat pertarungan yang tampak begitu lihai di depan kami, sesekali kilatan Rune menyertai pertarungan mereka, menampilkan keahlian mereka dalam bertarung fisik maupun sihir.
"Lord Rex, ide bagus untuk kita pergi selagi Yuber lengah, sebelum kita dapat masalah..."
Aku mengangguk, membalik tubuhku, dan setelah sekali aku melirik ke belakang, aku segera pergi berlari memasuki Great Temple.
Lama sekali rasanya aku tidak memasuki tempat ini.
Ukiran dan berbagai lukisan yang tampak pucat seakan menatap kami kemanapun kami melangkah.
Ratusan pillar kebiruan terus menyambung jalan yang aku tapaki.
Aku tahu pasti dimana Marty sekarang.
The Tower of Wisdom.
Aku harus secepatnya menuju tempat itu, mungkin dengan menemui Marty, aku bisa paling tidak menghentikan Yue sebelum ia bertindak bodoh.
Kutapaki tangga putar dari batu di ujung ruangan besar berpillar yang dulunya menjadi wadah untuk Grand Ceremony saat Harmonia berada dalam masa damainya.
Tangga yang sekarang kutapaki akan membawaku langsung pada Hall of Order, satu satunya jalan untuk bisa mencapai Tower of Wisdom.
"Inikah tempatnya...?"
Susu mendarat dengan kedua kaki kelelawarnya, kemudian melipat sayap hitamnya di belakang punggungnya.
"Yeah, ini adalah jalan menuju ruangan Pontiff Marty..."
Aku menarik nafasku panjang, dan segera menyentuh ukiran bulat di tengah pintu.
Kugeser ukiran itu satu persatu, aku masih mengingat dengan jelas kode yang digunakan untuk membuka ruangan ini.
Dan, benar saja, begitu lempengan terakhir aku geser pada tempatnya, ukiran bundar itu segera berputar, mengeluarkan suara seperti kunci terbuka dengan nyaring, dan dengan segera membuka.
"Rex, akhirnya kau sampai disini..."
Sebuah sosok muncul dari kegelapan, seorang lelaki berjubah hitam dengan rambut hitam yang berdiri teracak muncul, sebuah golok bertongkat panjang mengkilap terusung di tangan kirinya.
"Bishop Zeravin...?"
"Templar untuk lebih tepatnya, karena Dark Bishop adalah seorang Templar..."
Ujarnya kemudian menatapku tajam dari mata hitam kelamnya.
"Aku tak menyangka menyingkirkan kalian bisa begitu sulit..."
Lelaki itu bergerak maju, goloknya berdenting kencang saat ia berjalan mendekat.
"Menyingkirkan kami...?"
"Yeah, Marty terlalu bodoh, padahal aku sudah mempermudah semua pekerjaannya, tapi tampaknya dia terus menggagalkan rencanaku..."
Aku mengernyit, menatapnya.
"Kau tahu, Stagnation Rune di tanganku bisa mempengaruhi berbagai hal, termasuk pikiran manusia, dan begitu ada sedikit saja kegelapan di dalam hati mereka, aku diizinkan untuk masuk dan menguasai pikiran mereka..."
Zeravin mengangkat tangan kanannya, menampilkan lambang separuh lingkaran yang tampak menghitam.
"Kau mempengaruhi Lord Marty selama ini?!"
Zeravin tertawa pelan.
"Tidak bisa dibilang mempengaruhi, karena "bibit" itu sudah ada di dalam dirinya, dan aku hanya memberikan pupuk pada bibit itu. Edmund bisa saja mencegahku, tapi tampaknya dia terlalu bodoh untuk melakukannya..."
"KAU YANG MENGAKIBATKAN SEMUA PERANG INI!"
Teriakku dengan marah, tapi ia hanya menggeleng.
"Bukan aku, aku hanya memperkuat perasaan jahat di hatinya, tapi, jelas sekali, semua keributan ini adalah keinginan Marty sendiri..."
Zeravin menjilat bibirnya.
"Aku sudah membantunya, andaikan saja ia tidak menggagalkan serangan malam itu, tidak perlu ada banyak korban, kan..."
"K..Kau..."
Aku menggertakan gigiku, lelaki berwajah tampan dengan kesan jahat itu hanya tersenyum datar.
"Ya, aku yang mengatur penyerangan di malam itu, dan Anabelle memang tidak berguna! Aku sudah mengabulkan permintaannya untuk menyingkirkan para Kobold dan Winger, tapi lihat, karena kebodohannya, semua jadi runyam seperti ini..."
Anting emas di telinganya berguncang saat ia tiba tiba menyibakkan rambutnya.
"Dan sekarang aku harus turun tangan untuk mengurusmu, bersiaplah..."
DUAR!
"AGH!"
Sebuah peluru mendadak bersarang di bahu Zeravin, membuatnya tertunduk.
"KAU YANG MENYEBABKAN KEMATIAN TEMAN TEMANKU! WUFF!"
Ridley menatap dengan berang pada sosok bishop hitam di depanku, Susu tampak sama berangnya, ia menghunuskan tombaknya pada Zeravin.
"Rex, pergilah terus, kami akan mengurus Bajingan ini!"
Susu dengan geram berbicara padaku.
"Kalian mau melawanku? Dua prajurit rendahan? AGH!"
Zeravin kembali tersungkur saat peluru kedua bersarang di kakinya.
"Kau tidak pantas hidup! Kau harus mati sekarang! Wuff!"
Ridley mengarahkan senapannya pada Zeravin.
Zeravin berdiri, luka lukanya mendadak sembuh secara misterius.
"Kalian naif berpikir bisa menang dariku! Baiklah, aku akan melayani kalian...!"
Zeravin akhirnya tampak sama berangnya, dan segera menghunuskan golok panjangnya.
"Bersiaplah untuk mati..."
Ucapnya, matanya tampak berkilat jahat.
"Aku tak akan membiarkanmu pergi!"
"Cepat pergi!"
Susu mendadak mendorongku melewati pintu di belakang Zeravin, dan menendangnya sampai tertutup.
BLARR!
Sebuah ledakan besar di pintu mendorongku tepat pada saat pintu itu terkunci.
Zeravin terdengar mengumpat dengan sebal dari balik pintu.
"KAU MERUSAK KUNCINYA!"
"Aku takkan membiarkanmu mengejar Lord Rex! Wuff!"
"BAIKLAH KALAU ITU MAU KALIAN BERDUA! STAGNATION RUNE! SHOW ME YOUR POWER!"
Aku mendengar suara lengkingan tinggi, aku terus menggedor pintu itu, berharap secara ajaib pintu itu akan terbuka.
Hening
Tak ada suara sedikitpun.
Apa yang terjadi?
Aku membalik tubuhku, dan tampaklah sebuah ruangan putih, dengan sinar matahari terang menembus kaca yang menjadi atapnya.
Dinding ruangan itu tampak dilapisi dengan kain putih yang berkibar, karena angin yang masuk dari jendela.
"Lord Rex, aku sudah menunggumu..."
Sebuah sosok lelaki berpakaian putih yang tadinya duduk di meja di pojok ruangan segera berdiri, dan berjalan mendekatiku.
"Bishop Edmund...?"
"Ya, aku Bishop Edmund..."
Ia tersenyum ramah, dan berdiri sekitar sepuluh meter dari tempatku berdiri.
"Temanmu, mereka tidak akan bertahan melawan Zeravin… Ngomong ngomogn, Ini pertama kalinya kau memasuki ruanganku kalau kutebak? Aku Light Bishop Edmund...."
Wajah ramahnya kembali menyambutku. Rambutnya yang tersisir rapi ke belakang tampak berkilap saat sinar menyapunya, ia tampak sangat rapi dan berwibawa.
"Andaikan aku bisa lebih sigap, tentu semua ini tak terjadi..."
Ia menggaruk rambut pirang keemasaannya, mata emasnya menatapku teduh, mengingatkanku pada mata Keith sebelum ia meninggal.
"Kau bisa menyalahkanku. Tidak seperti yang dikatakan Zeravin, sebenarnya aku tahu kalau Zeravin mempengaruhi Lord Marty, dan aku sudah mencoba menahan pengaruh itu, tapi tampaknya kegelapan di dalam hati Lord Marty sudah terlalu besar, dan sulit bagiku untuk bisa menahannya..."
Edmund membuang wajahnya dan menatap ke lantai, tampak begitu bersalah.
"Dan karena kelemahankulah, sekarang Harmonia hancur, karena akulah, kalian harus memperjuangkan keadilan sampai seperti ini, karena aku juga, banyak nyawa tak bersalah hilang diluar sana..."
Edmund menatapku kembali.
"Bisakah kau memaafkanku karena semua ini, Lord Rex...?"
Edmund tersenyum dan memelukku.
"Sebenarnya ia bercerita banyak hal tentangmu, walau ia menutupi beberapa, tapi aku tahu pasti kaulah yang sedang dipujanya..."
Edmund menghela nafasnya panjang.
"Dan karena kaulah, secercah cahaya muncul di dalam hatinya, dan memberiku kekuatan untuk menarik kembali terang di dalam dirinya..."
Edmund tersenyum padaku, dan kembali berjalan mendekatiku.
"Aku berterimakasih, karena kaulah, walau tidak sepenuhnya, tapi aku berhasil mengembalikan Lord Marty seperti dahulu..."
Ia kembali memelukku, kemudian berlutut di hadapanku.
"Atas nama seluruh Harmonia, aku Bishop Edmund, memohon maaf darimu, atas semua yang sudah terjadi, terutama karena kelemahanku..."
Aku menarik tangannya ke atas, dan senyuman teduhnya kembali menyambutku.
"Bishop Edmund, cukup, kau tak bersalah apapun."
"Kami pantas meminta maaf."
"Aku tidak menyalahkan siapapun, jadi tolong berdirilah, karena aku harus menemui Lord Marty sekarang."
"Maaf, tapi aku tidak akan membiarkanmu..."
Aku mengernyitkan dahiku, saat Bishop Edmund menarik sebilah pedang perak berukir keemasan dari sabuknya.
"Aku adalah Bishop dari Harmonia, dan membela Harmonia dengan nyawaku adalah kewajibanku...."
Ia mengangkat pedangnya ke depan wajahnya.
"Tolong, Bishop Edmund, jangan memaksaku, bisakah kau membiarkanku lewat?"
Ia menggeleng.
"Ruangan yang kulindungi adalah Ruangan Lord Marty, dan selama Lord Marty bertahan, maka Harmonia akan terus ada. Demi itu, aku akan terus bertarung, walau dengan nyawaku..."
"Bishop Edmund..."
"Mengertilah Lord Rex..."
Aku membuang mukaku, Edmund menutup matanya, menarik nafas, kemudian kembali menatapku.
"On Guard, Lord Rex...."
Ia menarik pedangnya ke belakang kepalanya, memasang kuda kudanya.
"Siap atau tidak, aku datang..."
Aku menarik sabitku, menangkis tebasan pedangnya, membuat Edmund mundur.
"Kenapa hanya bertahan? Majulah. Bila tidak aku akan menyerangmu lagi..."
Ia kembali maju dan menerjangku.
Aku menghempaskan sabitku, membuatnya terpelanting ke tanah.
"Lord Rex..."
Aku menatap orang di hadapanku dengan miris.
Ia tergopoh berdiri, mengambil pedangnya, dan kembali memasang kuda kudanya.
"Aku maju..."
Kali ini Edmund jadi lebih sengit.
Aku menahan serangannya, dan menghentakkan sabitku.
Ia tersungkur jatuh, kemudian kembali berdiri.
"Izinkan aku bertarung sebagai prajurit Harmonia, bisakah? Aku tidak akan membiarkanmu lewat...."
Ia berbicara seakan memohon padaku.
"Aku tidak bisa...."
Ujarku lirih.
"Kumohon Lord Rex, pintu itu hanya akan terbuka setelah aku mati..."
Aku terpana mendengar perkataannya.
"Aku tidak bisa..."
"Kumohon, hargailah aku sebagai seorang prajurit! Maju dan bertarunglah secara serius!"
Aku memejamkan mataku, menarik nafas, kemudian memasang kuda kudaku.
Edmund segera tersenyum, dan mengangguk, kemudian kembali memasang kuda kudanya.
"Lord Rex, aku datang...."
Edmund maju, menebaskan pedangnya padaku.
Kali ini aku menepisnya dengan tanganku, kemudian menghujamkan pangkal sabitku padanya, membuatnya terbatuk dan terlempar ke belakang.
Edmund berdiri dan tersenyum.
"Benar, begitu! Ayo kita lanjutkan..."
Edmund kembali maju, ia menebaskan pedangnya ke bahuku.
Aku mengerang, tapi kembali menepisnya, dan menebaskan sabitku ke tubuhnya.
"Uhh..."
Edmund tampak kesakitan, tapi ia terus maju dan mencoba menyarangkan serangannya ke tubuhku.
Aku menepis serangannya, kemudian memutar sabitku berusaha menyarangkan serangan di tubuhnya.
Edmund berkelit, dan dengan gesit menghunus pedangnya ke arahku.
Aku menangkisnya dengan tanganku, membiarkan tanganku menjadi sarang bagi pedangnya.
Aku menghentak tanganku, dan pedang yang tadinya menancap di tanganku itu segera terhempas dari tangannya.
Edmund terkejut, ia menatap pedangnya yang terlempar ke belakang.
"Aku tak akan sempat mengambilnya. Akhirilah, Lord Rex..."
Edmund menurunkan kedua tangannya, kemudian menutup matanya.
Aku menghela nafasku.
"Maaf..."
Dengan cepat aku menusukkan sabitku ke tubuhnya, dan segera mencabutnya.
"Ugh..."
Darah segar segera mengalir dari mulutnya, dan ia segera roboh.
"Jangan sangga aku, biarkan aku mati sebagai prajurit."
Edmund terbaring lemah di atas karpet putih yang sudah basah oleh darahnya.
"Lord Rex..."
Aku mendekatinya, ia tersungkur dengan wajah menunduk menghadap lantai, tanpa kekuatan untuk membalik tubuhnya.
"Terimakasih, aku bangga, aku mati disini, sebagai prajurit Harmonia, Maafkan semua kelemahanku..... pergilah, temuilah Lord Marty."
Aku terdiam menatap ke arahnya.
Tubuhnya tampak bergetar pelan.
"Akhirnya setelah semua ini, aku bisa istirahat..."
Tubuhnya berhenti bergerak, dan samar menghilang dari pandanganku.
Pintu di hadapanku menyala, saat tubuhnya menghilang dari pandanganku.
Aku berjalan ke arah pintu, dan memutar kunci berbentuk lingkaran di pintu itu.
Suara berderit kencang terdengar, dan segera pintu itu membuka perlahan.
"Arvyn, Arsais, Pixel, Wyatt, Greg? Kalian sudah disini? Bagaimana bisa?"
Aku berseru dengan heran, saat kelima sahabatku sedang berdiri masing masing di atas lingkaran lima warna, dan mereka tampak merapalkan sesuatu.
"Hei, kalian tak mendengarku? Apa yang kalian lakukan? Aku akan masuk dan menemui Lord Marty...."
Aku berseru dengan tidak sabar pada mereka.
ZRAAZZZ!
Mendadak dinding tinggi dari es, tanah, api, petir, dan angin muncul dalam formasi pentagram, menutup jalan masuk menuju Tower of Wisdom.
Aku ternganga menatapnya.
Kelima bishop itu akhirnya membuka matanya, dan menoleh padaku.
"Apa yang kalian lakukan...?"
"Pontiff Marty ada di dalam begitu juga dengan Cardinal Yue...."
Ujar Arvyn singkat tanpa membalas perkataanku.
Yue ada di dalam?
Apa maksud mereka?
Aku harus masuk!
"Maksudku, apa yang barusaja kalian lakukan!"
Seruku dengan gusar.
"Kami? Tentu saja menyegel Tower of Wisdom dari serangan..."
Wyatt mengangkat bahunya sambil meringis geli.
"A...Apa?! Apa maksud kalian?"
Pixel menghela nafasnya.
"Kami adalah Ellemental Bishop dari Harmonia, dan tugas utama kami adalah melindungi Pontiff..."
Pixel menatapku tajam.
"Jangan bercanda! Kalian harus melepas segel itu sekarang!"
Arsais bergerak maju, kemudian menarik kedua belatinya, diikuti dengan kelima bishop lain. Ia berbicara padaku dengan tenang.
"Segel ini adalah segel perlindungan terakhir yang harus dilakukan oleh kelima bishop, dan bisa kau lenyapkan dengan mengalahkan kami, kelima bishop."
"Kevin! Jangan bercanda!"
Arsais menggeleng.
"Aku tidak bercanda. Lord Rex, hadapilah ujian terakhirmu..."
=======================================