It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kata Alvian lirih, Indra menatap kesal sang adik dihadapannya.
"Sudah kakak bilang berapa kali. Kakak menyayanginya, kakak juga sayang kamu Ian. Tapi sebatas seorang kakak yang sayang pada adiknya. Tidak lebih"
"Tapi aku tidak mau jika kakak sayang pada ku hanya sebatas adik saja, aku ingin lebih dari itu kak!"
Alvian menyentak lengan Indra dengan kasar tak lupa ia merebut kado tersebut dari tangan sang kakak dan membantingnya ke dinding. Terdengar suara seperti pecahan yang nyaring dari dalam isi kado tersebut, sudah jelas benda itu sepertinya hancur.
Indra menatap ngeri pada bungkusan kado yang sudah robek dimana mana.
"Alvian! Ini sudah keterlaluan!"
Teriak Indra keras, ia mencengkram lengan adiknya dengan kuat. Alvian meringis sakit saat tangannya di genggam dengan kuat sehingga membuatnya memerah pada lengannya.
"Sakit kak.."
"Harusnya kamu mengerti Ian, seorang adik tidak boleh mencintai kakaknya. Kita ini bersaudara. Kamu mengerti kan"
Ucap Indra pelan, ia mencoba meredam emosinya.
Alvian menggelengkan kepalanya kuat, satu tangannya yang bebas ia pakai untuk menutupi telinga. Tidak ingin mendengar ucapan sang kakak yang begitu menyiksanya.
"Tidak! Aku tidak mau mengerti. Harusnya kakak yang mengerti aku kak"
tubuh Alvian bergetar dengan hebat, suara tangisannya pecah saat itu juga. Ia tidak bisa lagi menahan rasa sesak yang menghimpit dadanya.
Perlahan cengkramannya pada lengan adiknya pun melonggar, ia menatap sendu sosok rapuh di depannya tersebut. Ia merasa iba melihat adik kecilnya merasakan perih seperti ini apalagi rasa sakit itu di peroleh karna dirinya.
Tubuh kecil yang berguncang karna tangisannya pun tertarik ke dalam sebuah pelukan hangat sang kakak. Indra memeluk erat tubuh Alvian mencoba menyalurkan kehangatan pada tubuh kecil dalam pelukannya.
"Maaf"
bisik Indra pelan.
Deka yang memandang adegan mengharukan sepasang adik dan kakak itu dengan mimik wajah lelah. Ia meremas kain pelapis pada dada kirinya. Ada denyutan perih disana. Tidak, ia tidak merasa memiliki penyakit jantung tetapi hanya saja disana terasa menyakitkan, seolah ada ribuan pedang yang menancap disana.
Ia menyandarkan dirinya pada sisi pintu dapur.
"Bukan kau saja yang merasakan luka disini, aku pun sama. Tapi, kau selalu saja tak pernah peduli"
ia berbisik lirih melangkahkan kakinya keluar dari dalam rumah, pergi sejauh mungkin dari kenyataan pahitnya tentang cinta yang tak terbalas. Mungkin ini memang saatnya untuk mengalah ia terlalu lelah menanggung rasa cinta sepihak seperti ini.
*
aku menikmati duka diantara kepingan perih yang terbawa angin.
Aku menikmati kekecewaan terdalam saat hentakan jurang menepikan ku dalam kekosongan.
Aku menikmati goresan luka yang indah diantara ribuan pengharapan yang pupus terbawa air hujan.
Aku menikmati kesendirian tanpa henti, meresapi sakit yang menyapa diantara kehangatan matahari pagi.
***
Q paling benci klo da hal yg berhub dengan segi3 apalagi cinta. sesak
Setelah memastikan diri bahwa aku benar benar sudah jauh dari tempat itu aku mengasingkan diri pada sebuah taman kecil yang hanya berjarak beberap blok saja dari rumah. Ku tengadahkan kepala ke atas menatap langit biru yang di penuhi dengan gumpalan kapas putih. Silaunya terpaan sinar matahari pada wajah ku membuatku terpaksa mengangkat sebelah lengan ku untuk menghalangi terangnya cahaya matahari yang menyorot ku dengan tajam.
Kaki ku melangkah kecil pada sebuah bangku taman yang memang tersedia disana, ku istirahatkan tubuh ku sejenak melepas rasa penat yang mengganjal. Aku menutup kedua mata ku merasakan semilir angin sejuk menghembus diantara dedaunan yang mengalun terbawa oleh angin. Rasanya damai dan tenang, entah sudah berapa lama aku tak merasakan perasaan seperti ini. Ternyata yang di katakan orang orang di luar sana itu memang benar ya.
Jika kita sedang bersedih karana suatu masalah menyendiri di tempat yang tidak begitu ramai adalah obat manjur. Yah seperti yang ku lakukan sekarang.
Aku menghela nafas pelan mencoba mengatur kembali irama detak jantung ku bersamaan dengan nafas hangat yang menguar dari bibir ku.
Angin lembut membelai wajah ku membisikkan sebuah nyanyian penghantar tidur, kedua mata ku terasa berat. Perlahan rasa kantuk pun menyerang ku dan detik iu juga mata ku tertutup dan pandangan ku pun menggelap. Ya aku tertidur dengan nyamannya disini.
**
Author Pov.
Evan menelusuri jalanan pagi ini dengan semangat, tubuhnya yang ramping menyalip dengan gesit diantara barisan orang orang yang sedang berjalan. Senandung kecil terus bermain di bibir merahnya, senyumnya terkembang seiring dengan senandung riang yang ia dendangkan.
Ia merogoh saku celananya mengambil ponsel flip hitam dengan gantungan kecil berbentuk seperti tokoh kartun jepang.
Ia mengetik sebuah pesan singkat dan menekan tombol kirim pada sebuah nomor yang tersimpan pada kontak ponselnya. Memasukkan kembali ponselnya dengan cepat sebelum melanjutkan langkah kakinya membelah jalanan pagi ini.
Aku berjalan dengan tenang menuju ke kediaman kekasih ku, di setiap jalan segaris lengkungan tipis tak pernah hilang dari bibir ku.
Aku benar-benar tak sabar ingin melihat bagaimana reaksi Indra saat melihat kado pemberian ku, jujur sebenarnya aku sedikit gugup dan yah takut. Aku sangat takut dia tidak suka hadiah yang kupilihkan untuknya.
Hmm aku nekat mendatangi langsung ke rumahnya, habis dia tidak memberi kabar apapun dari semalaman, bibir ku sedikit mengerucut mengingat hal menyebalkan itu huh.
Ah hampir sampai kerumahnya, mata ku menyipit dari kejauhan aku seperti melihat seorang pria dewasa dengan balutan jas formal dan tak lupa celana hitam yang membungkus kaki jenjangnya sedang berdiri didepan jendela rumah Indra. Siapa dia?
Aku pun mempercepat langkah kaki ku mendekati sosok tinggi tersebut, jarak ku kini hanya beberapa langkah dari sosok pria misterius itu. Jika dilihat-lihat dia memiliki postur tubuh yang tinggi tegap, ditambah bahunya yang lebar dan well jangan lupa garis rahang yang tegas.
"Maaf, anda siapa?"
setelah berdiam diri beberapa detik dibelakang pria tersebut, aku sedikit memberanikan diri bertanya.
Pria tegap itu membalikkan tubuhnya, kedua mata ku membulat ketika melihat wajahnya yang sangat mirip sekali dengan seseorang yang ku sayangi.
Wajah yang minim ekpresi tapi terlihat ada guratan amarah disana.
"Kau sendiri siapa?"
tanyanya tegas, aku sedikit gemetar mendengar nada suara beratnya.
Aku berjalan dengan tenang menuju ke kediaman kekasih ku, di setiap jalan segaris lengkungan tipis tak pernah hilang dari bibir ku.
Aku benar-benar tak sabar ingin melihat bagaimana reaksi Indra saat melihat kado pemberian ku, jujur sebenarnya aku sedikit gugup dan yah takut. Aku sangat takut dia tidak suka hadiah yang kupilihkan untuknya.
Hmm aku nekat mendatangi langsung ke rumahnya, habis dia tidak memberi kabar apapun dari semalaman, bibir ku sedikit mengerucut mengingat hal menyebalkan itu huh.
Ah hampir sampai kerumahnya, mata ku menyipit dari kejauhan aku seperti melihat seorang pria dewasa dengan balutan jas formal dan tak lupa celana hitam yang membungkus kaki jenjangnya sedang berdiri didepan jendela rumah Indra. Siapa dia?
Aku pun mempercepat langkah kaki ku mendekati sosok tinggi tersebut, jarak ku kini hanya beberapa langkah dari sosok pria misterius itu. Jika dilihat-lihat dia memiliki postur tubuh yang tinggi tegap, ditambah bahunya yang lebar dan well jangan lupa garis rahang yang tegas.
"Maaf, anda siapa?"
setelah berdiam diri beberapa detik dibelakang pria tersebut, aku sedikit memberanikan diri bertanya.
Pria tegap itu membalikkan tubuhnya, kedua mata ku membulat ketika melihat wajahnya yang sangat mirip sekali dengan seseorang yang ku sayangi.
Wajah yang minim ekpresi tapi terlihat ada guratan amarah disana.
"Kau sendiri siapa?"
tanyanya tegas, aku sedikit gemetar mendengar nada suara beratnya.