It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
kok jadinya agak agak kaya ceritanya beda fakultas ya???
eh kak @farkas aku mo nanya kemaren itu beli uglydolls nya dimana sih? bukannnya itu harganya sekitar $20 ya?
temen ku ada beli setahun yg lalu dia bisa dapet murah bgt, jadi envy gue sama dia.,, huftt
Gw beli di Plaza Indonesia itu, itupun yg jual uglydolls nya cuma stand doang, bukan toko kok... Gw gtau harga aslinya brp-an waktu itu sih gw beli kalo ga salah sekitar 300rb-an jatuhnya... hehe...
oh mahal juga ya...
di GI pernah ada harga nya 200an... klo ga salah beli online juga segitu
Iya emg agak mahal sih, waktu itu gw ga sempet browsing online dulu, ya udh jd beli di sananya langsung... haha...
ada beberapa scene yang rada sama kayak kehidupan nyata gue pas coming out sama temen dekat, dan akhirnya dia masih nerima gue apa adanya sebagai temen.
btw, punya akun soundcloud atau hasil rekaman suaranya gitu jadi pas ngebaca cerbungnya kedenger asik pas dinyanyiin lagu yang sama. Ibaratnya berasa jadi soundtracknya gitu..
sekedar saran aja sih
pas baca yang terakhir, kok kayaknya berasa cerbungnya terhenti disini yah, atau emang udah ending? masih berlanjut kan?
Nggak ada soundcloud sih, tp boleh juga tuh sarannya... hehe...
Berakhir? Belom sih, masih ad sedikit lagi kelanjutannya... hehe... Liat aja nanti ya :P
colek si ndut @farkas
Terbangun
Sebelum melanjutkan cerita ini, aku ingin mengingat sebuah kejadian yang cukup berkesan beberapa hari yang lalu. Pada hari itu aku sedang berulang tahun. Aku merayakannya bersama keluargaku, papa, mama, dan adikku. Setelah selesai makan malam, mamaku mengeluarkan kue coklat dengan tulisan “Happy Birthday” untukku. Malam itu aku sungguh senang. Dan adikku berkata kepadaku: “Make a wish dong! Hehehe…”
Maka kupejamkan mataku dan aku berkata dalam hati: “Semoga semuanya bisa berjalan dengan lancar untuk setahun ke depan dan semoga aku bisa bersama dengan dia terus.” Dan aku meniup lilin-lilin di atas kue itu. Tentunya acara ulang tahun itu pasti ada yang kurang jika tidak dirayakan bersama teman-teman, jadi aku mengabari teman-temanku, mengajak mereka semua merayakan ulang tahunku. Dan orang pertama yang kuberi kabar adalah… You know it! Dia. Bukan hanya karena dia itu orang yang spesial saja, tapi karena dia selalu saja “diperebutkan” oleh teman-temannya.
“Eh sabtu nanti kosongin ya, gw mau ajakin semuanya makan nih… Hehehe…”
“Oalah! Asik! Hehehe… Iya nanti gw ikut deh!”
“Sip deh! Sampe nanti yaa!”
Aku senang ternyata semua teman-temanku bisa hadir dalam acara itu. Tapi sayangnya temanku yang “spesial” ini harus pulang duluan karena dia ada janji dengan temannya. (Tuh kan…) Tapi akhirnya aku tetap merasa senang karena bisa menghabiskan waktu bersama semua teman temanku yang lain.
Nah setelah itu baru kita kembali pada malam itu. Malam di mana aku mengirimkan sebuah cerita untuknya. Aku sudah menunggu-nunggu saat ini dari semenjak lama. Bisa dibilang dari sejak aku tahu dia yang sesungguhnya. Mungkin sudah sekitar enam bulan aku memulai cerita baru dengannya ini. Tentu saja aku gugup menunggu balasan darinya.
Keesokan paginya saat aku sedang kuliah, ada pesan masuk ke hp-ku. Dengan antusias aku membukanya. Ternyata itu pesan darinya! Tanpa menunggu lebih lama lagi aku membacanya:
“Eh gw udah baca cerpen lu. Gini ya sebelumnya sori ya, tapi gw ga pernah nganggep lu lebih dari sekedar temen. Bukan gara-gara lu nya, tapi emang gw ngeliat lu seperti itu. Kalo soal sms-an suka pake emoticon2 gituan, itu emang style gw aja. Sori ya kalo gw udah buat lu bingung.”
Aku terdiam membaca pesan itu. Awalnya aku tidak dapat mencernanya. Sampai harus kubaca dua-tiga kali akhirnya aku membalasnya begini:
“Ya lu gak perlu minta maaf kok, lu kan ga salah… Sebenernya ya ini semacem diary aja sih, gw pengen nyeritain ke lu. Dan gw seneng aja bisa jujur ke lu dan gw terima kasih banget lu udah mau jujur ke gw.”
Aku berusaha sekuat mungkin menahan air mataku pada saat mengirimkan pesan itu melihat situasinya bahwa aku sedang berada di dalam kelas. Aku tidak tahu harus berbuat apa kepadanya sekarang. Aku sayang sekali padanya sehingga aku tidak ingin dia pergi dari hidupku, tapi di saat yang sama, ketika aku mengetahui dia tidak merasakan apa yang kurasakan aku malah ingin menjauh darinya. Aku dilemma hebat sekali. Aku juga bingung harus bagaimana terhadapnya. Aku tidak ingin gara-gara hal ini kita berdua menjadi berjauhan, tapi di saat yang sama aku takut jika aku tetap bersikap sama terhadapnya ia malah akan menjauhiku. Sepertinya aku terperangkap dalam sebuah paradoks yang tiada akhir, yang tidak ada jawaban jelasnya.
Pada sore itu aku terbaring di atas ranjangku, masih memikirkan hal itu tiada henti. Hampa rasanya. Seperti sesuatu yang sangat penting untukku telah hilang dan dirampas dariku. Akhir-akhir ini dialah yang banyak memenuhi pikiranku dan hatiku, wajar saja jika sekarang aku merasa hampa. Akhirnya di tengah kesedihanku itu aku mencoba untuk tetap fokus menjalani kuliah dan mencoba sebisa mungkin untuk tidak memikirkannya.
Keesokan harinya hal yang aneh terjadi padaku. Biasanya aku bermalas-malasan di kelas, anehnya hari ini aku sedang bersemangat untuk mencatat. Hmm… kenapa ya? Pikirku. Mungkin sebagian dari diriku ingin mengalihkan perhatianku darinya. Juga mungkin sebagian lain dari diriku hanya ingin menjadi yang lebih baik di matanya. Mungkin secara tidak sadar aku ingin membuktikan kepadanya bahwa aku telah berubah karenanya. Dan lagi-lagi aku jadi memikirkannya. Argh, susah sekali rasanya untuk bisa melupakan hal ini.
Lagi-lagi pada malam itu aku terbaring di atas ranjangku. Malas rasanya ingin bangun. Kudengar jam dinding berdetak di dekatku. Waktu saat itu menunjukkan pukul dua belas malam. Aku merasa lelah, tapi entah mengapa aku tidak bisa tertidur. Aku tidak tahu bagaimana harus menaggapi realita baru dalam hidupku ini. Yang membuatku lebih frustasi lagi adalah sekarang aku seolah-olah seperti orang yang mati segan hidup tak mau. Aku terbaring menatap langit-langit kamarku. Biasanya, sesibuk apapun diriku di sela-sela kesibukanku aku selalu memainkan gitarku terutama ketika semua sedang sulit dan membuat stress, aku pasti meluangkan waktu untuk bermain gitar. Kali ini bahkan untuk mengambil gitarku saja rasanya malas dan enggan. Motivasi besarku untuk bermain telah hilang sepertinya. Atau mungkin juga aku tidak mau teringat akan lagu-lagu itu, akan semuanya yang telah kulakukan untuknya. Mungkin semua lagu-lagu itu akan menambah rasa sakit ini saja. Mungkin sebagian kecil dari diriku berharap untuk melupakan semua itu.
Sudah berkali-kali aku berkata pada diriku: “Bagian dari jadi dewasa itu adalah nerima apa yang ga bisa lu dapetin dan apa yang ga bisa lu ubah.” Tapi tetap saja jika aku bilang bahwa aku tidak sedih atau kecewa dalam menerima realita ini, aku pasti telah berbohong. Bahkan aku sempat berpikir: “Jika seperti inilah caranya menjadi dewasa, selamanya saja aku ingin menjadi anak kecil!” Seorang anak kecil yang polos, bodoh, dan naif. Yang tidak harus dibebani oleh semua hal seperti ini.
Aku meringkuk di atas ranjangku. Dan pada saat itu aku teringat akan seorang temanku yang lain: Alex. Dia adalah orang lain yang mengetahui aku yang sebenarnya. Mengingat bahwa dia juga pernah mendapat pengalaman yang kurang enak soal cinta, akhirnya aku memutuskan untuk bercerita kepadanya.
“Eh lagi nganggur gak? Mau cerita nih? Hehe…”
“Kenapa emang?”
“Yah kemaren gw pernah cerita ke lu kan ada temen gw yang gw suka. Terus udah lama gw deketin akhirnya gw kemaren coba nembak dia. Dan dia jawab katanya dia ga pernah nganggep gw lebih dari temen.”
“Hmmm… Ya gimana yah. Jalanin aja dulu kalo kata gw sih. Ga usah terlalu dipikirin yang begituan, bisa dampaknya parah loh nanti…”
“Ya itu dia gw sayang sama dia dan ga pengen dia pergi begitu aja, tapi gw juga sedih kan kalo seandainya dia ga ngerasain seperti gw. Dan gw juga takut kalo gw deketin dia terus dia jadi risih dan ngejauhin gw. Gw ga pengen jauh-jauh dari dia karena gw sayang dia, tapi gw ga pengen deketin dia lagi karena dia ga ngerasain apa yang gw rasain dari dia. Kayak yang serba salah tau jadinya...”
“Ya kalo lu bener sayang, harusnya lu bisa lepasin dia dong…”
Aku termenung membaca kalimatnya yang terakhir. Jadi selama ini aku itu benar sayang kepadanya? Atau hanya cinta sesaat saja? Menurutku ada perbedaan besar antara cinta dan sayang. Jika kau mencintai seseorang, kau menginginkan apa yang terbaik untukmu dan untuknya. Tapi jika kau menyayangi seseorang, kau hanya ingin yang terbaik untuknya saja. Walaupun artinya kau harus meninggalkan dan merelakan dia. Itu dia masalahnya, aku belum siap untuk merelakannya. Aku belum ingin berpisah dengannya.
Aku termenung lama sekali memikirkan hal ini. Sayang atau cinta? Teman atau bukan? Terbangun atau mati? Banyak sekali kontradiksi yang muncul dalam pikiranku sekarang. Bagaimanakah aku harus melanjutkan hubunganku dengannya? Aku takut jika aku bersikap seperti biasa lagi, seperti dulu waktu aku masih pdkt dengannya, dia akan menjadi risih dan menjauhi aku. Lantas jika aku diam saja, aku juga takut akhirnya sedikit demi sedikit kami menjauh juga. Aku semakin bingung. Dua sisi di dalam diriku bergumul tak henti, mencoba mencari sesuatu yang logis dan rasional, tapi sepertinya mereka sudah lama pergi. Sudah lama diusir oleh perasaan cintaku yang berlebih kepadanya.
Aku merasa seperti telah mati. Aku ingin pergi dari kenyataan dan membuang sebuah kebenaran yang menyakitkan. Ibarat orang yang ingin mati karena tidak bisa menerima sebuah kenyataan pahit. Seseorang yang tidak kuat untuk menghadapi kenyataan. Tapi apakah aku malah terbangun? Terbangun dari sebuah mimpi, mimpi yang dapat menyakitiku, yang efeknya sama seperti obat-obatan terlarang. Yang jika digunakan terlalu lama akan mendatangkan penyakit bagiku. Jika aku telah mati, adakah kehidupan setelah kematian ini? Dan jika aku telah terbangun, apakah aku benar-benar sudah bisa menghadapi kenyataan dan menjadi seorang yang realis lagi? Sekarang aku semakin bingung apakah aku sebenarnya telah mati? Atau justru terbangun?
ayo @czeslaw kita acak2 kostan nya si @farkas hahahaha
anyway, nice work bro. proud of you.