It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
jangan bilang lu gak akan update lagi,,
dan cerita ini,, berakhir sampai disini,,demi PSY,, si oppa gangnam style yang video nya banyak di tonton di youtube, aku gak rela jika anda tidak update lagi,,
Bar 7, Aldo.
Bunyi bel berdering lantang. Mata gigi yang sudah sayu melirik ke arah dosen yang segera menutup dan memasukkan laptopnya ke dalam tas.
“ok, sekian dulu kuliah kita pagi ini. See you next week.”
Para mahasiswa menjawab “see you”serentak sambil membereskan barang-barang bawaan mereka. Sementara gigi masih melamun di mejanya.
“hei, kuliah kelar woy.. bangun!” ujar seorang gadis berkerudung yang duduk di sebelah Gigi.
Gigi hanya meliriknya dengan malas lalu kembali melayangkan pandangannya ke jendela. Melihat sikap gigi yang tidak biasa, gadis itu mengeryitkan alis heran lalu melambai-lambaikan tangannya di depan mata Gigi.
“woi.. sadar..”
Akhirnya ia sukses juga mendapat perhatian Gigi. “apaan sih Ul?” tanya gigi kesal.
“habisnya ntar kalo ga digituin kamu bisa bengong sampe sore, lo!”
Gigi hanya mendengus kesal lalu memasukkan buku binder ke dalam tasnya. Ia akui hari ini tidak bisa fokus pada materi kuliah. Pikirannya cuma dipenuhi oleh perbuatan Grace yang tak henti-hentinya membuat Gigi panas. Mungkin rasa marahnya tidak akan terlampiaskan sebelum ia mengadukan hal itu pada Nue.
“oke lah, aku duluan ya gi..” ucap gadis itu, tapi tangan Gigi buru-buru menangkapnya.
“uly, bentar deh..” cegah Gigi.
Gadis bernama uly itu pun kembali duduk di samping Gigi.
“apa’an?”
“hmm.. aku tanya bentar boleh?” tanya gigi ragu-ragu.
“haaa.. kamu mau nembak aku? duh maaf gi.. tapi kamu bukan tipeku, jadi..”seru uly sambil menutupi mulutnya.
“hei koplak! Bukan!” ujar Gigi geregetan.
“ya terus apa’an? Capcus.. aku belum nyuci ini!”
“iya sebentar.. sabar donk..”
“oke oke.. ayo, mau tanya apa?”
“hmm.. gini Ul.. seandainya kamu naksir orang.. tapi orang tu suka ma orang lain. Anggap aja orang yang kamu suka itu X dan yang disukain X itu Y. Kamu akhirnya merelakan si X pacaran sama si Y. Nah suatu hari, kamu liat si Y itu ciuman sama orang lain, anggap aja Z. Nah, sebagai orang yang cinta mati sama X, apa yang kamu lakuin? Apa kamu mau ngaduin itu ke X?”
Mendengar kasus gigi, uly mendongakkan wajahnya sejenak untuk berpikir. sementara Gigi menanti dengan sabar. sebenarnya ia bingung, kenapa ia menanyakan hal itu pada Uly yang lebih suka bercanda daripada serius.
“hmm... ini aku jawab apa adanya ya, ga secara idealis ya.. kalo aku sih udah pasti laporin itu ke X.. sekarang siapa coba yang rela, kita dah ngikhlasin orang yang kita cinta, si X, untuk pacaran sama si Y, tapi si Y malah ciuman sama Z. Hati siapa juga yang ga marah?”
Gigi mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia 100% setuju dengan pendapat uly itu, karena itu juga yang ia pikirkan.
“tapi..”
“eh? Tapi apa?”
“coba kita pikir-pikir lagi. Kita ngaduin itu sebenarnya buat apa? Buat kebaikan dia? Atau untuk kepentingan kita aja? Apa kita yakin hal itu baik untuk si X? Atau justru hal itu cuma kita jadikan alat untuk merebut si x? Coba kita pikir lagi, apa yang si X rasakan kalau tahu hal itu. Kalau si X bener-bener suka sama si Y, dia pasti akan sedih banget. Nah, kita suka liat si X sedih? Kalo kita memang cinta sama si X, harusnya kita juga sakit kalo liat dia sedih.”
‘jleb..’
Gigi termenung mendengar jawaban uly. Dia tidak meyangka kalau kata-kata uly ada benarnya juga.
‘benar juga.. bagaimana Kak Nue nanti kalau tahu keyataannya? ‘
“emang napa sih GI, kok tumben nanya-nanya begituan. Hayoo... lagi naksir ya..??” selidik Uly dengan tampang usil.
“ha? Ng.. nggak kok! Udah, udah, mending kamu pulang sana, nyuci baju!” Gigi pun menggerak-gerakkan tangannya seperti mengusir kucing.
“huuu... dah dibantu, ngusir-ngusir..!” ujar Uly sewot.
Gigi hanya nyengir sambil memijat-mijat lengan uly. “hehe.. iya thank you uly yang cantiiikkk...”
Uly hanya mendengus kecut. “hmm.. dasar..! ga usah pasang tampang play boy.. dah aku pulang dulu, bye..”
“hah? Tampang play boy? Maksudnya??” baru saja gigi akan menangkap uly, uly sudah kabur duluan, meniggalkan gigi sendiri di sana, duduk dengan kesal.
‘tampang play boy apaan? Wajah polos gini kok..’ puji gigi pada dirinya sediri.
“drrtt..drrt..drrrt...” Tiba-tiba ponsel gigi bergetar, tanda ada pesan masuk.
Gigi segera mengambil ponselnya yang bergetar, ternyata sms dari Nue.
‘Gi, aku dah kelar kuliah nih. Sekarang lagi di gazebo. Katanya mau ngomongin sesuatu?’
Gigi langsung memasukkan lagi ponselnya setelah ia membaca sms Nue. Pandangannya menatap kosong papan tulis yang masih berisi coretan-coretan dosen, tapi coretan itu seakan berubah menjadi bayangan uly dan kata-katanya.
Sejenak gigi berpikir, apakah tindakannya ini benar? Sebenarnya untuk kebaikan siapa? Untuk kebaikan Nue, atau untuk kebaikan Gigi sendiri?
Gigi pun berdiri dan meninggalkan ruang itu. Ia berharap dapat menemukan jawabannya seiring langkahnya yang menuju tempat Nue berada saat ini.
Nue sendiri tampak asik memandangi layar ponselnya ketika Gigi sudah sampai di sana. Wajah muram Gigi sudah menunjukkan kalau dia masih bisa menemukan jawaban atas kebingungannya.
‘beritahu apa nggak?’
Nue sedikit heran ketika melihat ekspresi muram Gigi. “kenapa gi? Kok mukamu burem gitu, kayak kertas karbon.” Tanya Nue setengah bercanda.
Gigi tidak meladeni gurauan Nue dan duduk di depannya. Sekilas, matanya melihat layar ponsel Nue.
“itu..” gumam Gigi dengan mata tertuju pada layar ponsel Nue.
Nue mengikuti arah pandangan Gigi lalu tersenyum.
“ooh.. ini? Hehe.. iya aku belum bilang ya? ini lo, gambar BB yang mau kukasih ke Grace. Aku baru bayaran nih Gi, jadi tinggal pesen aja.. hehe.. “
‘deg..’
Jantung gigi,lagi-lagi, terasa berat. Berat sekali. Dengan melihat wajah Nue yang ceria seperti itu, apa Gigi tega memberi tahu kecurangan Grace?
“tapi aku masih bingung nih, bagus yang ini apa yang ini ya? gimana menurutmu Gi” tanya Nue sambil menyodorkan ponselnya pada Gigi, matanya terus melihat poselnya, sehingga ia tidak melihat wajah Gigi yang benar-benar beku sekarang.
Agak lama Gigi diam, Nue pun menoleh ke arahnya dan barulah ia melihat ekspresi Gigi. “lo, gi.. kamu kenapa?”
Gigi menggerakkan matanya. Ia arahkan tepat pada bola mata Nue. Nue sebenarnya heran dengan sikap Gigi, tapi dia hanya diam. sampai akhirnya Gigi mengalihkan pandangannya ke arah ponsel Nue dan menunjuk dengan jarinya.
“yang ini aja kak.. yang ini sudah agak lama, desainnya juga kurang enak diliat. Mending yang ini aja.” Terang Gigi.
Nue masih menatap gigi dengan tatapan bingung. Sikap Gigi terlihat begitu aneh baginya. “Gi, kamu kenapa?”
“ha? Aku nggak apa-apa kok.” Ujar Gigi yang sekarang enggan menatap wajah Nue.
“Masa’ sih? Tadi kamu mau bilang sesuatu kan sama aku? bilang aja..”
Gigi menggeleng pelan sambil tersenyum. “nggak kok, bukan apa-apa sih sebenarnya.”
Wajah Nue tampak tidak puas dengan jawaban gigi. “hmm.. jangan-jangan..” ucap Nue sambil memicingkan matanya pada gigi.
Sementara Gigi menjadi risih karena dilihat seperti itu. “jangan-jangan apaan? Pasti aneh-aneh deh!”
Nue masih memicingka matanya sambil melengkungkan senyum misterius, dan dengan setengah berbisik ia berkata, “jangan-jangan kamu mau nembak aku ya?”
‘daasshh..!’
Gigi spontan menjitak kepala Nue cukup keras. Wajahnya merah padam.
“apaan coba?! Emang aku maho??!” ujar gigi kesal.
Sudah dua orang yang berkata seperti itu padanya hari ini. Tadi masih mending Uly, sohibnya sendiri, nah ini Nue..!! orang yang memang ia taksir. Otomatis kata-kata Nue itu begitu mengena di hatinya.
Selama Nue megusap-usap kepalanya yang terasa panas, Gigi mencoba untuk menormalkan kembali rona wajahnya.
“aww... sakit Gi..!” keluh Nue yang masih meringis kesakitan. Tampaknya jitakan gigi memang keras. “emang mau ngomong apa sih, bikin penasaran aja!”
Gigi terdiam dan menghembuskan nafas kesal. “sebenernya aku mau ngajakin ke PH..! tapi ga jadi dah..”
‘pintar kamu Gi..’ sindir gigi pada dirinya sendiri. Hanya alasan itu yang muncul di kepalanya. Setidaknya ia bisa menjawab rasa penasaran Nue.
“PH? Wah ayok! Kok ga jadi?” ujar Nue dengan semangat.
“soalnya... ya soalnya aku ga ada duit!” jawab gigi sebisanya.
Mata Nue kembali memicing. “kalo ga ada duit, kenapa ajak-ajak? “
‘aduh.. kak Nue tanya muluu... jawab gimana nih..?’ batin gigi.
Matanya bergerak-gerak bingung. Tapi tiba-tiba sebuah lampu 8 watt menyala di atas kepalanya.
“ehm.. ya maksudnya kakak yang bayarin. Ternyata kakak mau beli BB, ya udah deh,ga jadi. Sungkan jadinya mau minta traktir.”
Mendengar alasan gigi, Nue tertawa kecil. “jiah haha.. pantes perasaanku ga enak, ternyata mau dipalak! Haha...”
Gigi hanya tersenyum. ia tersenyum lega karena Nue mempercayai alasan yang ia buat. Meskipun sebenarnya hatinya masih gelisah.
“hehe.. tenang, ntar aku traktir dah, tapi tunggu gajian keduaku ya. Saat ini buat pacar pertama dulu. Kamu -pacar kedua- antre dulu.. hehe” Sambung Nue dengan wajah tengil.
“hah? Pacar kedua apaan??! Ogah! Najis!” Gigi segera menyembunyikan wajahnya yang memerah lagi, sementara Nue tertawa terpingkal-pingkal.
Yup, Nue berhasil membuat Gigi menjadi orang paling munafik hari ini. Membuat Gigi berbohong pada dirinya sendiri. Bagaimanapun Gigi sangat menyayangi Nue. Bahkan cukup menyenangkan bagi Gigi walau hanya menjadi pacar kedua.... meski itu cuma mimpi.
‘kriiiing,,,’
Bel berbunyi lagi dengan berisik. Gigipun bergegas berdiri dan membenarkan posisi tasnya. “kak, aku ada kuliah lagi nih. Udah ya..”
Nue yang baru saja berhenti tertawa menatap Gigi dengan heran, meski masih tersisi segurat senyum di bibirnya. “buru-buru amat Gi? Paling juga dosennya belum dateng. Udah duduk di sini aja dulu..”
Gigi meggeleng dan ia melambaikan tangannya pada Nue sambil berjalan meninggalkannya. “gak ah.. dosennya galak! See you kak..”
Tanpa perlu melihat respon Nue, Gigi segera berbalik dan melangkahkan kakinya dengan cepat. Dari kejauhan ia bisa mendengar suara ‘see you’ dari Nue.
Saat Gigi sudah sampai di ambang pintu kelasnya, ia menoleh ke arah gazebo. Ia masih bisa melihat Nue dengan jelas darisana. Nue tampak berdiri dari kursi dan berjalan menuju tempat parkir sambil memutar-mutar kunci kontaknya. Ia mungkin akan memesan kejutan untuk Grace itu.
Gigi menggigit pelan bibir bawahnya. Jujur, saat ini hati Gigi benar-benar tidak rela. Entah ia harus menyesal atau justru lega karena tidak memberitahukan sikap Grace yang sebenarnya.
Sikap Grace memang membuat Gigi benar-benar kesal, tapi jika ia melihat ekspresi Nue, entah kenapa perasaan itu mereda. Ia merasa kasihan pada Nue, Ia sudah berbuat banyak untuk Grace, tapi Grace seakan tidak tahu berterima kasih. Gigi bahkan ragu apakah Grace masih punya hati! (sekarang malah perasaan marah itu kembali menyeruak)
“mas, nunggu siapa?”
'deg..!'
Gigi refleks berbalik ke arah suara yang mengagetkannya itu. Ternyata itu dosennya!
“o..oo.. bukan siapa-siapa.. hehe..” jawab Gigi dengan nyengir kuda.
Melihat raut wajah dosennya yang makin tidak bersahabat, Gigi pun segera mencari tempat duduk.
“pagi-pagi dah disapa pak Gatot.” Celetuk Dody, teman Gigi yang kebetulan saat ini duduk di sebelahnya.
“diem! Aku ga mau disapa lagi gara-gara kita rame sendiri.” Ujar Gigi sedikit ketus, sementara Dody kembali pada posisi duduknya semula sambil tertawa kecil.
Kuliah pun dimulai. Gigi menghirup napas dalam dan memperhatikan Pak Gatot yang mulai berbicara. Jujur, saat ini Gigi tidak bisa mendengar kata-kata dosennya itu. Bukan karena Gigi tuli, tapi karena pikirannya kini masih terpaut pada Nue.
Gigi pun memejamkan matanya, mencoba untuk melepas sejenak bayangan Nue dan Grace dari pikirannya. Untuk saat ini Gigi ingin merelakan kecurangan Grace demi Nue. Ditambah lagi, Gigi masih belum punya bukti konkrit yang bisa menguatkan tuduhannya pada Grace. Gigi tidak ingin perasaan Nue hancur atau justru berpaling menjauhi gigi karena hal itu.
‘ya, untuk saat ini lebih baik aku diam dan aku saja yang sakit, tapi ingat Grace.. lebih baik kamu pintar-pintar menyembunyikan belangmu itu! Jangan sampai kak Nue bersedih karena tahu sifat aslimu itu.’
***
Sepeda motor Nue melaju dengan kecepatan sedang menembus padatnya jalan kota Jember. Perasaan Nue sangat baik hari ini. Ia sudah tidak sabar untuk memberikan kejutan untuk kekasihnya, Grace. Saat ini ia hanya perlu pergi ke ATM terdekat untuk mengirim uangnya.
Saat bibirnya sedang asik bersiul, untuk beberapa saat ia teringat pada gigi. Ekspresi dan sikap Gigi tadi cukup mengganggu pikirannya.
‘Gigi tadi kenapa ya? aneh banget. Sebenernya apa yang ingin ia omongkan ke aku?’
Nue tahu, kalau alasan Gigi tentang pizza itu hanya pengalihan belaka, tapi Nue masih penasaran untuk mengalihkan apa.
Bilik ATM sudah terlihat, Nue pun menghapus pikiran itu sejenak dan kembali pada kejutannya.
‘kapan-kapan aja kamu tanyain lagi. Sekarang ada gadis yang harus kamu bahagiakan Nu..’ batin Nue.
Nue pun menghetikan motornya di depan pintu mesin ATM. Kebetulan saat itu masih ada orang di dalamnya. Nue pun menunggu di depan pintu sambil iseng-iseng ia melayangkan pandangannya ke arah Campus Resto yang letaknya berada tak jauh dari bilik-bilik ATM.
Campus Resto tampak riuh. Wajar saja, karena memang tempat itu adalah tempat tongkrongan favorit remaja Jember. Tiba-tiba saja dari keramaian itu, ada sesuatu yang membuat mata Nue memicing.
Seorang gadis keluar dari pintu CR ditemani dengan seorang cowok di sampingnya.
‘i..itu.. Grace?’ batin Nue setengah tidak percaya.
Kakinya seolah terpaku dan dia tidak mampu bergerak selain berdiri mematung di sana sambil memandangi Grace yang kini duduk di boncengan motor cowok itu. Ternyata mata Grace juga menangkap wajah Nue, ia pun menepuk bahu cowok di depannya dan membisikkan sesuatu. Cowok itu menoleh lalu mengarahkan matanya pada Nue. Ia lalu membelokkan laju motor gedenya ke arah Nue.
“hai honey..” sapa Grace yang baru saja turun dari motor. Wajahnya sama sekali tidak menampakkan rasa bersalah apapun pada Nue.
Sementara Nue hanya tersenyum tipis, itu pun sudah ia paksakan sekuatnya. Ia menoleh ke arah cowok yang juga turun dari motornya dan melepas helm teropongnya. Itu wajah yang juga Nue kenal.
“hey.. Nu.. Nunu ngapain di sini?”tanya Grace lagi .
Nue kembali menatap Grace dan menjawab pertanyaannya dengan nada agak berat. “ini.. mau ngambil uang.”
Grace meng’ooh’ pelan dan saat ia membuka mulutnya untuk bertanya lagi, suara Nue menndahuluinya.
“kamu sendiri.. ngapain di sini?”
Mendengar pertanyaan Nue yang terkesan dingin, Grace tersenyum polos lalu menarik tangan cowok di belakangnya. Tangan Nue sedikit gemetar saat ia melihat Grace memegang tangan cowok itu. Sampai akhirnya Grace melepas tangan cowok itu dan berganti memegang kedua tangan Nue.
“ini lo honey.. Kak Aldo baru dateng dari Jakarta. Jadi ceritanya kita nih, sama anak-anak PSM Pusat juga, habis reuni sambil makan-makan gitu deh.. tadinya aku juga mau ngajak Nunu.. tapi aku inget kalo Nunu ada kuliah, jadi ya ga jadi deh... Nunu nggak papa kan?” tanya Grace dengan polosnya, tangannya menggenggam kedua tangan Nue.
Nue hanya mengangguk pelan. Cowok yang bernama Aldo pun mendekati Nue dan menepuk pundak Nue.
“hoi.. lama ga ketemu, gimana kabarmu Nu? Kamu kok tambah kurus sih?” tanyanya dengan suara yang hangat.
Nue paksakan lagi senyumnya pada Aldo. Bagaimanapun Aldo adalah seniornya. Dia dulu adalah mahasiswa Sastra juga, 2 tahun di atas Nue, dan dia juga anggota UKM PSM Sastra dan Pusat. Dia dulu juga yang menggembleng Nue selain Grace. Hubungan Aldo dengan anggota psm memang sangat dekat, salah satunya pada Grace. Nue memang sedikit tidak suka pada Aldo sejak lama karena kedekatannya dengan Grace. Ia pikir begitu ia lulus dan pergi ke Jakarta untuk bekerja, semuanya akan menjadi baik-baik saja, ternyata sekarang.. dia kembali, dan membonceng Grace di depan matanya.
“baik mas, mas sendiri gimana? Ada angin apa nih, balik ke Jember?” tanya Nue, masih dengan senyum yang dipaksa.
“baik. Ga ada angin apa-apa sih.. hahaha.. kebetulan aja lagi ga ada job di sana, berhubung aku juga kangen ma anak-anak PSM ya aku balik aja..” jawab Aldo yang dengan santainya mengacak-acak rambut Grace. Langsung saja pupil Nue menyempit melihat pemandangan itu.
“mas, dia sudah punya pacar lo.”
Wajah Aldo dan Grace segera berubah sedikit pucat saat mendengar kata-kata Nue. Wajah Nue memang tersenyum, tapi tekanan pada suaranya sangat jelas terasa. Aldo pun segera melepaskan tangannya dari kepala Grace dan memasukkannya ke dalam saku celananya.
“uups.. yeah.. my bad.” Ujarnya pelan.
Grace menatap Nue dengan wajah canggung, ia pun menggoyang-goyangkan tangan Nue dan tersenyum manis pada Nue.
“ehm... kita mau latihan di pusat. Nunu ikut yuk..”
Nue terdiam. Dari wajahnya tampak dia sedang berpikir. Aldo pun ikut membujuknya.
“ikut aja Nu.. kita kan udah lama ga latian bareng.” Ajaknya.
Nue pun mengangkat wajahnya dan memandang kedua wajah di depannya bergantian. “aku ga ikut. aku anterin Grace aja..”
“loh, kenapa? ayo dong honey.. kamu kan udah lama ga latian di pusat..” tanya Grace setengah merengek.
Nue tersenyum tipis sambil menggeleng pelan. “nggak honey.. aku ada kerjaan. Udah yuk, aku anter sekarang.. ayok mas.”
Ujarnya pada Grace, ia juga mengangguk pada Aldo.
Grace pun menurut dan mengikuti langkah Nue menuju motornya. “Nu.. katanya mau ambil uang?” tanya Grace yang tengah mengikuti langkah Nue.
“nanti aja..” jawab Nue singkat.
Di perjalanan, keduanya lebih banyak diam. Dalam diam itu, Nue melirik Grace dari kaca spion. Dilihatnya Grace sedang asik memainkan ponselnya.
Tunggu.. mata Nue memicing saat melihat benda yang dipegang Grace saat ini. Benda itu tidak tampak seperti ponsel yang biasa Grace gunakan.
“honey.. sejak kapan kamu punya BB?”
Grace yang semula hanya mengarahkan pandangannya ke arah layar BB, seketika mendongak menatap belakang kepala Nue.
“oh.. ini.. aku habis gajian nih honey.. udah lama aku nabung buat beli ini..”jawab Grace agak lantang utuk melawan arus angin yang cukup kencang.
Nue hanya diam mendengar jawaban Grace. Dilihatnya lagi sosok Grace di spion. Perhatian Grace kini kembali pada layar BB-nya. Nue pun menghela napas dalam.
Beberapa menit kemudian, motor Nue sudah membawa mereka sampai di gedung S, tempat latihan PSM Pusat. Saat motor Nue berhenti dan Grace turun dari boncengannya, Aldo datang dari arah belakang dan masuk ke dalam tempat parkir. Aldo juga membunyikan klakson sesaat ketika berpapasan dengan Nue dan Grace.
Setelah Nue membalas membunyikan klakson sebagai tanda membalas sapaan, ia kembali menatap Grace.
“kamu beneran ga mau ikut?” tanya Grace. Matanya yang bulat hitam tampak memelas pada Nue.
Nue tersenyum sekilas lalu menghidupkan lagi motornya.
“nggak honey.. lain kali aja. Udah ya, kamu hati-hati di sana..”
Saat Nue hendak melajukan motornya, Grace menahan lengannya. Dan saat Nue menoleh, sebuah kecupan hangat mendarat di pipinya.
Beberapa detik kemudian Grace melepas kecupannya sambil tersenyum. lalu ia melambaikan tangan ke arah Nue dan setengah berlari meninggalkannya.
“hehe.. da-dah.. honey...”
Sementara sosok Grace makin jauh dan meghilang, Nue termenung dengan tatapan kosong. Ia buang pandangannya dan ia lajukan motornya kembali ke jalanan kota Jember yang ramai. Bersikap seolah tidak ada hal spesial yang terjadi, dan rintik hujan mulai berjatuhan dari langit yang mendung. Sekelabu rongga dada Nue saat ini.
***
aku... butiran debu
umm..yadah Nue, transfer duit nya buat ane aja deh..haha
lanjutannye manee......??? haha
Cewek? Haha howek
Bar 8a. Again.
Nue melajukan motornya dengan kencang di tengah derasnya hujan. Dengan keras ia mengerem motornya begitu tiba di kos-kosan.
Begitu ia masuk ke dalam kamar, ia lepas bajunya yang sama sekali basah oleh air hujan. Ia lempar baju itu begitu saja di lantai, sementara ia menjatuhkan dirinya dengan lesu di lantai dekat jendela.
Gemuruh jatuhnya air hujan terdengar begitu khidmatnya. Dari cahaya temaram yang menerawang dari tirai jendela, tampak siluet tubuh Nue yang menggigil. Tangannya mendekap lututnya dan ia benamkan sedikit wajahnya di antara lututnya. Tetes air jatuh dari ujung rambutnya yang hitam kelam. Matanya yang dalam menerawang kosong dan dipenuhi dengan bayangan Grace dan Aldo.
Entah kenapa hatinya terasa begitu sesak saat Grace bersama dengan Aldo. Kenapa harus dia? Kenapa Grace tidak bilang padanya jika ada acara reuni bersama Aldo? Kenapa ia harus duduk di boncengan Aldo, bukan teman yang lain? Dan yang terakhir, darimana ia mendapatkan BB itu? Nue tahu betul kebiasaan Grace. Grace bukan orang yang tahan menyimpan uang. Minggu lalu saja Nue menemaninya saat membeli sebuah tas bermerek, dan harganya sagat tidak memungkinkan bagi Grace untuk memiliki cukup uang untuk membeli BB saat ini. Apakah mungkin Aldo yang memberikan BB itu padanya?
Mata Nue terpejam sesaat. Begitu ia buka matanya, dengan tangan gemetar ia merogoh saku celananya yang basah. Dikeluarkannya ponselnya yang selamat dari kejamnya terjangan air hujan. Ditekannya beberapa nomor di keypadnya dan menempelkan ponsel itu di daun telinganya. Untuk beberapa saat Nue diam menunggu panggilannya terhubung, hingga akhirnya ia mendengar suara ‘halo’ dari seberang ponselnya.
“halo mas, maaf, aku ga jadi pesen BB-nya..”
***
Gigi menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dengan malas. Ia sudah beberapa menit menunggu Nue, dan Nue tidak datang-datang juga. Padahal ia sudah buru-buru datang karena takut membuat Nue menunggu. Ia sampai lupa membawa laptopnya, padahal ada tugas yang harus ia selesaikan malam ini. Gigi pun mendengus dan meniup poninya yang terangkat pelan.
Matanya melirik ke arah jalan sesaat ketika mendengar bunyi mesin sepeda motor yang familiar di telinganya. Benar saja, itu Nue. Tapi penampilan Nue saat ini tampak berbeda. Biasanya ia tidak pernah menggunakan helm saat mengendarai motor, tapi saat ini dia menggunakan helm berwarna putih, membuat Gigi sedikit pangling padanya.
“lama banget sih kak?” tanya Gigi dengan nada bosan.
Nue hanye tersenyum lalu menyodorkan helm lain ke arah Gigi.
“nih pake!”
Gigi mengeryit heran.
“udah.. kita ga usah latihan malem ini. Ayok ikut aku!” ujar Nue lagi.
“kemana?” tanya Gigi heran sambil berdiri dari kursi gazebo.
“katanya mau pizza.. nih pake helmnya! Di sana banyak polisi soalnya!” ujar Nue lagi sambil menggoncangkan pelan helm di tangannya supaya Gigi cepat-cepat meraihnya.
Wajah Gigi tampak makin bingung, tapi ia tetap mengambil helm itu dan duduk di boncengan Nue.
“aku tadi ga serius lo ngomongnya kak.. gapapa nih?” tanya Gigi ragu.
Nue hanya membalas pertanyaan Gigi itu dengan senyum kecil, lalu ia mengegas motornya.
PH tampak ramai, padahal malam itu bukan weekend. Nue dan Gigi duduk di sebuah meja ukuran kecil karena memang mereka cuma berdua. Berdua?? Yup, Gigi tengah dag-dig-dug saat ini, karena ini adalah pengalaman pertamanya makan berdua dengan Nue. Meskipun sebelumnya Gigi pernah berada dalam kondisi yang lebih ekstrem (tidur sekamar dengan Nue) tapi tetap saja, makan malam berdua dengan Nue memberikan kesan yang lebih bagi Gigi. Kesannya kan kayak lagi nge-date gitu.. hehe.
“kamu aja Gi yang pilih menunya..” tawar Nue sambil melihat-lihat buku menu bagian minuman.
Mata Gigi terbelalak dari balik buku menu. Matanya yang bulat tampak seperti dua matahari mungil yang terbit dari tepi atas buku. “loh, kok aku? yang punya duit kan situ?”
“tapi yang pengen kan kamu.. aku kan udah janji mau nraktir kamu, pacar kedua..” kata Nue santai masih dengan mata menelusuri menu minuman.
Sontak mata Gigi melotot. Langsung disembunyikannya wajahnya yang merona di balik buku menu. Ia pun menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada pengunjung lain yang mendengar kata-kata Nue tadi. Setelah itu barulah ia menyembulkan wajahnya dari balik buku.
“sekali lagi kakak bilang gitu, aku bogem beneran muka kakak!” bisiknya dengan nada emosi tertahan.
Sementara Nue tersenyum geli sambil mengusap-usap hidung mancungnya dengan punggung jari telunjuknya.
Gigi pun mendengus lalu kembali melihat isi buku menu. Matanya tampak bergerak ke kanan dan ke kiri menelusuri gambar yang menurutnya paling menggiurkan. Ia juga melihat menu-menu baru yang di sediakan PH.
Saat tengah berpikir, diam-diam mata Gigi mengintip Nue dari tepi atas buku menunya. Dilihatnya Nue yang tengah melihat-lihat isi buku menu. Meski daritadi Nue bertahan dengan senyum tipis di bibirnya, wajahnya jelas terlihat tidak begitu senang dan agak pucat. Dalam hati, Gigi mulai resah.
‘ada apa dengan kak Nue? Kok tahu-tahu ngajak aku ke PH? Padahal tadi dia bilang bakal ngajak aku kalau dia sudah dapet gaji kedua. Apa terjadi sesuatu diantara Kak Nue dengan Grace? Tapi dari raut wajah kak Nue, seperti tidak terjadi apa-apa. Tidak sedih juga tidak terlalu senang. Dia bahkan tidak menceritakan lagi mengenai kejutannya pada Grace..’
“permisi.. apakah sudah menentukan pilihan?”
Lamunan Gigi langsung saja buyar berantakan. Ia pun menoleh ke arah waitress yang tersenyum padanya.
“oo.. iya.. ehm.. Chicarbonara aja deh, pinngirannya crown crust. terus minumnya..” Gigi menoleh ke arah Nue untuk menanyakan minuman yang ia pesan.
“chocolate milkshake aja.” Gumam Nue sambil menutup buku menunya.
“oke, sama chocolate milkshake-nya dua.” Ujar Gigi yang juga menutup buku menunya.
Setelah waitress pergi, Gigi dan Nue pun kembali dalam keheningan. Nue tampak sibuk dengan ponselnya, sedangkan Gigi hanya memangku pipinya sambil melamun menatap Nue.
“kak, ngapain sih? Serius amat?” tanya Gigi yang tidak tahan dikacangin.
Akhirnya mata Nue bisa lepas dari layar ponselnya dan memandang Gigi sambil nyengir.
“maen, angry bird, hehe..”
“hadeh..” dengus Gigi. “kiraian sibuk apa’an.. eh ternyata kakak nih tampangnya doang macho, maennya angry bird.”
“sialan kamu Gi.. ya gimana lagi, cuma ini game di hapeku. Ini aja Grace yang download-in.”
Tiba-tiba air muka Nue berubah saat menyebut nama Grace, Gigi menangkap perubahan itu dengan jelas, meskipun dengan cepat Nue menyembunyikan kegetiran itu dengan memainkan lagi ponsel androidnya.
“kak..” panggil Gigi.
“hmm?” jawab Nue seadanya dengan jemari dan matanya yang sibuk pada layar ponsel.
“gimana kabarnya ‘kejutan buat Kak Grace’?”
Jari Nue berhenti sejenak, Gigi melihat itu. Lalu seolah itu adalah pertanyaan biasa, ia kembali memainkan ponnselnya.
“dia sudah punya.” Jawab Nue singkat, terlihat juga segurat senyum tipis yang dipaksakan dari bibirnya.
Gigi sedikit terkejut mendengar jawaban Nue, “hah? Udah beli sendiri?”
Nue mengangguk. Gigi kembali terdiam. Kini dia paham kenapa tiba-tiba Nue mengajaknya kemari.
“terus kakak ga jadi beli BB dong?”
“nggak lah.. buat apa? Masih bagus juga android-ku..”jawab Nue bangga sambil mengangkat sedikit ponsel androidnya.
Gigi tersenyum kecil. Ternyata benar yang ia duga sebelumnya. Telah terjadi sesuatu di antara Nue dan Grace.
Tak terasa waktu berjalan, pesanan mereka sudah datang. Mata Gigi tampak berbinar saat melihat senampan pizza hangat tergolek di depannya.
Tanpa sungkan lagi, Gigi mencomot satu potong pizza itu, ‘’Aku makan ya kak..!” ujar Gigi yang tanpa menunggu jawaban Nue sudah menggigit ujung pizzanya. Sudah lama dia tidak makan pizza lagi setelah ia jadi mahasiswa dan hidup nge-kos.
Nue mengangguk sambil nyegir, ia pun memasukkan ponselnya dan mengambil bagiannya. “jangan lupa napas Gi, makannya..”
“Santai.. aku sih bernapas lewat kulit juga bisa.” Jawab Gigi dengan mulut setengah penuh.
Nue yang baru saja mengGigit pizzanya seketika tersenyum menahan geli. “haha.. emang dasarnya kamu kodok, GI..!”
Gigi diam dan tersenyum sambil mengunyah makanannya. Ia nikmati benar momen itu, saat bisa melihat Nue tertawa lepas. Meski masih tampak kesan wajahnya yang letih dan menyimpan getir.
“masih mending aku kodok.. timbang kakak tuh.. makan kayak ulet..!”
“ulet? Gatel dong?!”
“iya lah, haha..”
Keduanya pun tertawa dan terus mengejek satu sama lain. Berisiknya mereka membuat beberapa mata pengunjung mengarah pada mereka. Bahkan ada beberapa pengunjung di dekat meja mereka yang pindah ke meja lain. Wew.. parah.. tapi hebatnya, mereka berdua tidak peduli. Nue hanya ingin melepas kesedihannya dengan tertawa selepas-lepasnya, sedangkan Gigi ingin membuat Nue terus tersenyum dengan memeberikan gurauan-gurauan segar.
Kebisingan mereka terus berlanjut ketika pintu masuk dibuka dan dua orang muda-mudi masuk. Mata Nue tidak sengaja menangkap sosok dua orang yang baru datang itu. Dan perlahan, senyum Nue memudar.
Gigi masih terus cekikikan, sampai ia menyadari jika ia sendiri yang tertawa. ia pun tertegun saat melihat wajah Nue berubah muram. Mata Nue tampak memandang suatu fokus di belakang Gigi dengan getir. Senyum Gigi-pun berganti menjadi heran. Ia menoleh ke arah yang mata Nue tuju. Mata Gigi memicing-micing beberapa saat untuk mencari apa yang membuat Nue risau, dan akhirnya ia menemukannya.
Kemarahan yang sempat mereda kini mulai menjalar lagi di dada Gigi. Seperti api yang semula bersembunyi di balik abu, kini berkobar lagi saat tersentuh tetes minyak.
‘Grace..!’ gumam Gigi dalam hati dengan gigi bergemertak.\
Tampak di kejauhan, Grace dengan wajah cerah duduk di sebuah meja yang sangat jauh dari tempat Gigi dan Nue duduk saat ini. Namun masih tampak jelas ciri yang menonjol dari seorang Grace meski sosoknya terlihat begitu kecil dari tempat Gigi duduk. Dan Grace di sana tidak sendiri, melainkan bersama seorang cowok. Cowok yang Gigi yakini sebagai cowok yang dicium Grace saat itu.
Tampaknya Grace tidak menyadari kehadiran Gigi dan Nue di sana. Ia asyik bercengkrama dengan cowok itu sambil melihat-lihat isi buku menu. Gigi pun menoleh ke arah Nue. Nue masih memandangi Grace di kejauhan. Matanya tampak sendu sekali. Untuk sesaat hati Gigi sangat berdebar. Ia penasaran dengan apa yang akan Nue lakukan. Apakah Nue akan melabraknya? Atau..
Nue akhirnya membuang pandangannya ke arah lain. Diletakkannya dengan lemah potongan pizza di tangannya. Saat ini dia menoleh ke arah samping sedikit ke bawah, seolah ingin menghidari tatapan mata Gigi. Gigi hanya diam melihatnya. Ia tidak mau berkometar apa-apa selain menunggu reaksi Nue.
akhirnya Nue menarik napas dalam lalu dengan mengejutkan ia berdiri. “Gi, ayo kita pulang.” Ujarnya dengan nada datar.
Gigi spontan bingung dengan sikap Nue. “ha? Kok pulang.. te..terus pizzanya gimana dong? Masih banyak ini..” ucap Gigi setengah gelagapan. Dia juga sedikit tidak rela karena belum puas menghabiskan pizzanya.
Namun, Nue masih diam saja dan memalingkan wajahnya. Gigi pun menghela napas dan berdiri dari kursinya. “oke.. ayok pulang..”
Mendengar jawaban Gigi, Nue segera berjalan menuju kasir, sedangkan Gigi –dengan wajah sedikit kecewa- mengikuti Nue dari belakang.
“loh.. sudah selesai?” tanya waitress yang tadi mencatat pesanan mereka.
Nue hanya memasang wajah dingin dan mengeluarkan dompetnya di meja kasir. “berapa?”
Gigi hanya bisa menatap sendu sikap Nue itu. Dilihatnya juga wajah waitress yang berubah kecut ketika diacuhkan oleh Nue dan kini pergi untuk melayani pelanggan.
Begitu Nue menerima kembalian, langsung saja ia meninggalkan tempat itu, sementara Gigi dengan kewalahan mengikuti langkah kaki Nue yang panjang. Namun, saat Gigi baru saja di ambang pintu, Gigi berbalik sejenak. Ia melihat ke arah Grace yang masih tidak menyadari kehadiran mereka, sedang asiknya bergurau dengan cowok itu.
Tangan Gigi gemetar. Emosinya sudah hampir tidak tertahan lagi. “ga punya malu kamu Grace..” bisik Gigi.
“ngapain kamu Gi? Ayo pulang!” dari kejauhan Nue memanggil Gigi. Ternyata Nue sudah menghidupkan motornya. Gigi-pun segera berbalik dan berlari menuju motor Nue.
Saat Gigi berbalik, mata Grace tanpa sengaja terarah padanya. Alisnya mengerut sedikit.
“itu.. Anggian?”
***