It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Hmm...
Ts, mention gw plis kalo ceritanya udh lanjut!!!
thx buat @adam08 yang uda nginvite tmn2 k lapak ini.
@beepe, @adam08, @monic, @idhe_sama, @woonma, @yuzz, @venussalacca, @obay, @bayuaja01, @zhar12, @yuriz_rizky, @003xing
Bar 9, Listening Our Song.
“kukuruyukk.. kukkuruyukk..!!”
Suara ayak berkokok terdengar lantang dari speaker ponsel Gigi. Sudah cukup lama alarm itu menjerit-jerit seperti mau disembelih. Akhirnya Gigi mulai risih dengan suara yang menyebalkan itu. Dengan mata masih terpejam, tangannya meraba-raba permukaan kasurnya untuk menggapai ponselnya.
“kuk..!”
Gigi akhirnya bisa membungkam kokok ayam itu. Dengan mata setengah terbuka, ia melihat jam yang tertera di ponselnya.
“jam 7.00.. uugh..” gerutu Gigi.
Sebenarnya dia masih belum puas dengan tidurnya, mengangat semalam dia tidur terlalu larut, bahkan ia sampai lupa sholat subuh. Namun seketika dia membelalakkan matanya dan bangkit dari tidurnya.
Dia baru sadar, kalau saat ini dia sudah berada di kasur, padahal ia masih ingat betul kalau semalam dia tertidur di kursi belajar. Lalu siapa yang membawanya ke kasur?
Dilihatnya sekeliling, juga lantai di sekitar kasurnya. Ia pun melompat dari kursinya. Ia menuju jendela besar yang sudah tertutup. Dibukanya jendela itu dan ia melompat ke luar. Namun yang ia cari tidak juga ia temukan.
“kak Nue mana??” gumamnya pelan.
Dia meniup poninya lalu berbalik dan kembali menuju kasurnya. Ia menjatuhkan pantatnya di kasur yang empuk itu sambil termenung.
‘Apa kak Nue yang bawa aku ke kasur?’ tanya Gigi pada pikirannya sendiri. Setelah itu, pikiran-pikiran Gigi mulai melayang ke mana-mana.
Apakah mungkin Nue menggendongnya? Bagaimana cara dia menggendong Gigi tanpa membuat Gigi terbangun? Apakah diboyong layaknya pengantin? Lalu, setelah ia merebahkan tubuh Gigi di kasur, apa yang Nue lakukan? Apakah memberinya kecupan? Di dahi? Di pipi? Atau di.... (Gigi nyengir) lalu apa dia juga ikut tidur di samping Gigi, lalu memeluknya seperti guling yang manis?
Seketika wajah Gigi memerah dan nyengir kuda. Dia menggaruk-garuk kepalanya seperti orang bodoh (yes, he is). Namun, senyum di wajah Gigi perlahan memudar ketika muncul dengan heroik frasa ‘NGGAK MUNGKIN’ dari dalam otaknya.
frasa ‘NGGAK MUNGKIN’ itu makin membesar dan bertambah jumlahnya dengan berbagai macam style word art, hingga akhirnya frasa yang sama itu menimpa kepala Gigi dan membuatnya menunduk.
“ya.. nggak mungkin juga’..” bisiknya.
Gigi termenung di sana, duduk di tepi kasurnya, dengan berkas-berkas sinar mentari pagi menyinari wajahnya yang sedih.
Suara ‘tik-tik-tik’ jam dinding tak henti-hentinya memukul pelan gendang telinga Gigi. Seolah tengah menasihatinya tentang waktu. Gigi pun menoleh ke arah meja belajarnya, tepatnya ke arah laptopnya yang masih terbuka dengan layar gelap.
“jeng,jeng,jeng,jeengg......”
Bagai diiringi sebuah orkestra Ludwig Van Beethoven yang menderu-deru bagai badai di samudra, mata Gigi terbelalak dan wajahnya berubah pucat seperti zombie.
“tugasku~...”decitnya.
Langsung saja ia melompat dari kasurnya dan menjatuhkan dirinya di kursi belajar.
“apeess..!! gimana bisa lupa??!! Oh iya, ini gara-gara ketiduran...” buru-buru ia menghidupkan laptopnya.
Ia menengok ke jam dinding, berharap waktu berjalan 1 jam lebih lambat. Akhirnya jam dinding mengejeknya dengan menunjukkan waktu 07.12, padahal jam kuliah Gigi hari ini dimulai pukul 8.40. Gigi masih belum mengerjakan tugasnya, mandi, berpakaian, bersepatu dan belum lagi berjalan kaki menuju kampus yang setidaknya butuh waktu 20-25 menit. Wooohhhhh.... Gigi seakan ingin histeris di kamar itu.
Laptop Gigi akhirnye selesai booting dan Gigi langsung membuka dokumennya. Jarinya terhenti.
“Sebentar.. Namanya apa? Kan belum aku simpen? Uurrgghhh...” gerutu Gigi.
Ia pun berharap pada auto recovery. Tidak tersimpapun bukan masalah sebenarnya, mengingat dia baru menulis identitas dan soal.
Saat Gigi mengarahkan kursornya di microsoft word, otomatis recent document muncul, dan di urutan paling atas list itu, mata Gigi menangkap nama file yang belum ia lihat sebelumnya.
Subjectnya ‘tukang molor’. Alis Gigi berkerut, sejak kapan ia membuat dokumen dengan nama sejelek itu? Ia pun membuka dokumen itu, dan seketika matanya berbinar.
Dokumen itu berisi tugas Gigi, dan semuanya sudah selesai dikerjakan dengan sempurna. Ia memandang takjub layar laptopnya.
“hoooooreee..!!!!! alhamdulillahh...!! ga perlu ngerjainn..!!”
teriak Gigi kegirangan sambil melompat dari kursinya dan mengangkat kedua tangannya. Sesekali ia menggoyangkan pinggulnya ala gangnam style dan mengelilingi kasurnya sambil berseru.“houuu... sexy oppaa...!”
(-_-)” <-- ekspresi narator saat ini. Bisa-bisanya author bikin karakter kayak Gigi.
Setelah asik dengan kegirangannya, Gigi menoleh ke arah jam dinding lagi. Dengan wajah masam, jam dinding menunjukkan waktu 7.16. Gigi pun segera menghentikan selebrasinya dan buru-buru mencari flashdisk utuk menyimpan tugasnya. Gigi tidak memiliki printer, jadi harus diprint di percetakan.
“Aduh lupa.. dah jam 7 lewat. Flash disk? Mana flashdisk..?”
***
Gigi berjalan dengan terburu-buru menuju kelasnya, sesekali ia berlari kecil. Dilihatnya jam di ponselnya, sudah tidak banyak waktu yang tersisa untuk dapat datang di kelas sebelum dosen. Akhirnya ia bisa bernapas lega saat ia tiba di ambang pintu kelas, dosennya belum datang. Dosennya memang galak. Nggak, hampir semua dosen Gigi memang galak sih..
Uly yang semula sedang menulis sesuatu di kertas folio tampak terkejut saat Gigi duduk di sebelahnya.
“Woey..! tau-tau nongol aja kayak jin!” ujarnya sambil menepuk pundak Gigi.
“Hehe.. biarin, pastinya jadi jin ganteng,juga..” ujar Gigi nyengir.
“Hedehh.. males deh. Ga usa dibahas dah.. eh, tugasmu kelar belom? Tanya Uly yang kembali menulisi folionya.
“Udah donk..” ujar Gigi bangga.
Uly menoleh dengan alis berkerut. “Hemm... Masak? Coba liat?”
Gigi langsung saja menjauhkan bungkus plastik berisi tugas yang baru ia print itu dari tangan uly. “eiits.. jangan! Entar contoh-contohnya kamu contek lagi.”
Bibir Uly seketika manyun, “Eh.. Enak aja..! Baru ngerjain tugas sekali belagu kamu Gi..!”
Gigi hanya tertawa puas melihat Uly kesal, hingga akhirnya ia langsung menutup mulutnya ketika dosennya memasuki kelas. Uly yang juga melihat kedatangan dosenpun segera ngebut menyelesaikan tugasnya.
“Aku kumpulin duluan ya Ul..” goda Gigi.
Sudah lama dia ingin mengalahkan Uly dalam urusan mengumpulkan tugas.
Uly hanya menggeram seperti kucing lalu sibuk lagi menulisi folionya. Sementara Gigi dengan bangganya mengumpulkan tugas bersama teman-temannya yang lain.
Setelah ia kembali di tempat duduknya, ia mengambil ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan.
Ia tahu, orang yang mengerjakan tugas Gigi pastilah Nue, meskipun ia tidak tahu kenapa Nue pulang begitu saja tanpa pamit.
‘Kak, kakak yang ngerjain tugasku ya? Hehehe.. Thanks a lot ya kak..! Berkat kakak, aku ga jadi di makan dosen!’
Ia tersenyum sebentar saat membaca isi pesannya, lalu ia pun mengirim itu pada Nue.
Setelah agak lama ponsel Gigi bergetar. Setelah ia lihat, ia tersenyum. pesan balasan dari Nue.
‘Sorry baru bls, baru bgun tidr. Oke, don’t mention it.. Aku juga mau minta maaf semalem aku tahu-tahu pulg tanpa pamit. Oh iya aku lupa blg Gi, semalem aku iseng ganti namamu jadi ‘Tukang Molor’ n aku lupa balikin ke nama yang bener, hehe... edit dulu ya.. good luck!’
‘jeng-jeng-jeng-jengg.....’
Suara orkhestra itu terdengar lagi. Spontan saja wajah Gigi mendongak ke arah Pak Dosen yang tengah memeriksa tugas satu persatu, hingga ia sampai pada sebuah berkas, alisnya berkerut dan matanya memicing.
Wajah Gigi berubah putih seperti hantu. Ia sama sekali tidak memerhatikan identitas yang sebelumnya ia rasa sudah ditulis dengan benar, dan ia sama sekali tidak menyangka Nue bisa begitu iseng.
“Kak Nue... Tega..”
Sang Dosen mengacungkan berkas tugas itu sambil mengguncangnya dengan tatapan mata menyala.
“SIAPA INI YANG NAMANYA ‘TUKANG MOLOR’!!”
***
Malam harinya di kampus, tepatnya di gazebo, tampak Nue sedang duduk sendiri. Ia meletakkan ponselnya di atas meja gazebo. Cahaya dari LCD ponsel tampak berpendar temaram. Dengan cahaya yang temaram itu, tampak tulisan di sana.
‘honey.. mlem ini g usa jemput, aq sama temen ntar bljr klompok lagi. Baik2 ya honey.. mumumu... *kiss’
Mata Nue menatap kosong ponsel di depannya itu, hingga layar LCD-nya mati dan tulisan itu hilang dari pandangannya.
Untuk beberapa lama dia termenung. Sibuk dengan pikirannya sendiri. Tangannya yang semula bergelantung malas kini mulai bergerak merogoh isi tas pinggangnya. Saat ia menarik tangannya, tampak sebuah wireless backphone berwara putih.
Dilihatnya dalam-dalam backphone itu, seolah tersimpan kenangan di dalamnya yang ingin ia lihat. Setelah itu ia pautkan backphone itu di telinganya dan mulai mengaktifkan bluetoothnya. Begitu backphone dan ponselnya terhubung, ia memilih lagu yang ia rindukan. Lagu yang sudah lama tidak ia dengarkan lagi.
Lagu itu mulai mengalun lirih. Lagu yang terdengar begitu dalam dan berat. Perlahan mata Nue terpejam. ia larut dalam emosi yang dibawa oleh lagu itu. Seakan ia mengalami apa yang terjadi dalam lagu itu. Perlahan pula, kepala Nue menunduk, dan ia membenamkan wajahnya, hingga..
“Aarrggh..!!!”
Nue spontan memegangi kepalanya yang saat ini tengah digerus dengan penuh emosi. backphone di telinganya sampai tergelincir lepas.
“Rasain,, ini akibatnya kalo suka ngisengin orang!” ujar Gigi gusar sambil menggerus kepala Nue dengan ujung siku jarinya seperti Misae yang sedang menghukum Shinchan.
Tampak Nue yang memejamkan matanya meringis kesakitan tapi sesekali juga tertawa. Ia raih tangan Gigi dan melepaskannya dari kepalanya.
“Haha.. kamu kenapa sih, GI? Dateng-dateng nganiaya orang?” tanya Nue dengan wajah tanpa dosa sambil memegangi bekas gerusan Gigi.
“Ya kakak tuh kebangetan! Kalo iseng kira-kira dong! Aku tadi di marahin Pak Robert sampe setengah jam cuma karena nama! Masa’ di sana namaku ‘Tukang Molor’??” protes Gigi sambil duduk di kursi depan Nue.
“Haha.. makanya dikoreksi dulu.. Tau-tau di print aja..” ujar Nue sambil meringis santai.
“Ya kan aku percaya sama kakak.. Eh taunya..... Kakak tau? Tadi aku sampek ditanyain Pak Robert macem-macem, yang tanya apa aku ngerjain sendiri lah.. Apa copas lah.. “
Gigi masih terus melanjutkan omelannya dengan menggebu-gebu. Sementara Nue hanya menyandarkan kepalanya di sandaran kursi sambil tersenyum melihat sikap Gigi. Nue bahkan tidak mendengarkan omelan Gigi, entah kenapa ia hanya bisa menikmati bagaimana Gigi dengan menggebu-gebunya bercerita, sesekali ia juga terkekeh pelan saat Gigi menirukan cara bicara Pak Robert, dosen Sastra Inggris yang memang galak.
Sadar dia sedang diperhatikan oleh Nue, membuat Gigi beralih gugup. “Ke...kenapa? kok liatnya gitu?”
Nue nyengir kuda saat mendengar pertanyaan Gigi. Lalu ia menutup bibirnya, masih dengan senyum melengkung, ia menatap wajah Gigi. Spontan wajah Gigi memerah.
“ kamu lucu..”
Seketika pupil Gigi menyempit dan wajahnya makin memerah seperti tomat. Ia cepat-cepat palingkan wajahnya untuk menghindari tatapan Nue. “Apaan? Emangnya aku dakochan?!” ujarnya sewot.
Nue terkekeh lalu ia berdiri dan mengacak-acak rambut Gigi dengan gemas. “Haha.. Oke dakochan, ayok latian!”
Gigi meronta saat tangan Nue mengacak-acak rambutnya, lalu ia pun bangkit dari kursinya. “Woahh!! Jangan diberantakin lah..!! Jangan panggil aku dakochan juga! Lagian aku lagi ga mood latian, aku mau pulang!”
Nue mengeryit heran lalu melepas tangannya dari kepala Gigi. “Loh, kok gitu? Terus ngapain kamu ke sini?”
“ya aku cuma mau bales kakak aja.. sekarang aku mau ngerjakan tugas yang lain, udah ya.. bye..”
Namun baru Gigi berjalan, tangan Nue sudah memegangi kepalanya lagi dan memutarnya ke belakang, tubuh Gigi pun otomatis berputar kembali ke arah Nue.
“Eits.. Enak aja.. Kita harus latihan malem ini. Minggu depan kamu sudah harus tampil di depan Mbak Nurul, biar kamu bisa tetep masuk dalam tim.”
Wajah Gigi tampak memelas. “Yah.. Aku kan sudah bisa kak..”
“Apanya?? Kamu masih harus banyak latian! Nadamu di ujung-ujung kalimat banyak yang false dan suaramu masi kasar. Ayo latian lagi!”
Kata-kata Nue langsung meluncur dan menusuk di dada Gigi. ‘Uugh.. Kakak jujur bener sih..’
Ia pun menurut, untuk sementara ia hanya bisa merelakan tugasnya untuk di nomor duakan.
“Ayok, pemanasan dulu..” perintah Nue. Ia sendiri duduk kembali di kursi gazebo sambil memakai lagi backphonenya.
“loh.. kok kakak duduk lagi?”
“iya lah, aku kan sudah pro.. udah kamu pemanasan sendiri..!” jawab Nue yang dengan santainya mengusap-usap layar ponselnya.
“lo... ga bisa gitu.. ma..masa’...” belum sempat Gigi menyelesaikan kata protesnya, Nue sudah memejamkan mata sambil menganggukanggukkan kepalanya seirama dengan ritme musik.
“ck.. seenaknya sendiri.. huf..!” ujar Gigi kesal sambil meniup
poninya.
Ia pun mulai melakukan pemanasan seorang diri, sementara Nue duduk dengan nyaman di kursinya, memperhatikan Gigi yang melakukan pemanasan dengan asal-asalan.
Nue memutar lagi lagu yang tadi ia dengar. Setelah beberapa lama, ia menghentikan lagu itu dan memilih memperhatikan Gigi. Entah kenapa dia sudah tidak lagi larut dalam lagu itu. Mungkin suasana hati Nue telah berubah. Ya.. entah kenapa suasana hati Nue cepat berubah, apa karena Gigi kah?
Nue tersenyum dalam diamnya. Sejenak dia juga heran, apakah Gigi memiliki semacam kekuatan untuk membuat orang disekitarnya merasa nyaman dan senang? Apakah orang lain juga merasakan yang Nue rasakan, atau hanya dia sendiri yang merasakannya?
Nue pun melepaskan backphonenya dan ia letakkan di meja. “udah cukup Gi.. coba nyanyiin hymne deh..! awas kalo salah..”
Gigi-pun menghentikan ‘humming’nya dan menoleh ke arah Nue. “masih belum panas nih..”
“o ya? mau aku bakar?” canda Nue.
Gigi memicingkan matanya sambil meniup poninya dengan kesal.“yah.. ya nggak segitunya kali kak..”
“Ting..” tanpa merespon protes Gigi, Nue sudah membunyikan nada dasar dengan aplikasi piano di ponselnya.
“Doo... nah segitu ya, nada dasarnya. ‘sol’nya raba sendiri..”
Alis Gigi mengeryit sedikit lalu tersenyum tengil. “Raba? Ah, nggak mau ah kalo ngeraba sendiri.. maunya dirabain..” ujarnya sambil menjulurkan lidah mungilnya.
Wajah Nue seketika berubah kecut, “Apaan sih kamu gi? Wah error nih otakmu..!”
Gigi hanya meng-hehehe saat melihat reaksi Nue. “Hehe.. muka kakak merah tuh!”
Nue sedikit terkejut, dengan gugup ia palingkan wajahnya. “Sapa bilang! Mukaku emang gini kalo hawanya dingin.”
Tawa Gigi makin menjadi dan sesekali ia mencari wajah Nue yang melihat fokus lain. “Ha? Mana ada kayak gitu.. Ayo lah, liat sini.. Kok malu si? Hehe..”
Nue jadi makin kesal melihat Gigi yang tidak berhenti nyengir-nyengir ngejek itu. Ia pun berdiri dari kursinya dan menghampiri Gigi dengan wajah mengancam. “Berhenti nggak? Ayo latian!”
Melihat wajah sangar Nue, Gigipun menghentikan tawa kecilnya dan menyisakan sedikit senyum di bibirnya“ Iya.. Sabar!”
***
Sudah sejam lebih mereka berlatih, itupun lebih dari separo waktunya habis untuk bercanda. Keduanya pun menjatuhkan tubuh mereka di kursi gazebo.
“Kak.. Bawa minum nggak? Minta dikit gih..” pinta Gigi sambil mengipasi wajahnya dengan kertas partitur.
Nue pun merogoh isi tas pinggangnya dan mengeluarkan sebotol air. “Modal dikit dong.. “
Gigi meraih botol minuman dari tangan Nue dengan merengut. “Ya aku tadi kan awalnya ga niat latian. Mau ijin bikin tugas doang..”
Nue tersenyum kecil. Saat Gigi menenggak air dalam botol itu, matanya melirik ke arah backphone yang tergeletak di meja gazebo.
“Hmm.. Ini pake bluetooth ya?”tanya Gigi sambil menutup
botol.
“Yup.”jawab Nue singkat dengan pandangan fokus ke layar ponselnya.
“Wuih.. Asik.. Aku pinjem ya.”
Nue hanya melirik Gigi yang mengambil backphone itu. Untuk beberapa saat ia merenung sambil menatap layar ponselnya. Tampak track list disana, dan Nue menggeser layarnya ke bawah hingga dia menemukan sebuah lagu.
Ia meletakkan ponselnya di meja dan ia merogoh lagi isi tasnya. Cukup lama tangannya mencari-cari sesuatu di dalam tas itu. Akhirnya jari Nue menyentuh benda yang ia cari. Dengan perlahan ia mengulur keluar sebuah kabel. Ternyata itu sebuah earphone berwarna putih, sama seperti wireless backphonenya.
Nue menoleh ke arah Gigi yang daritadi masih sibuk mencari cara mengaktifkan backphone itu. Tampak wajahnya yang bigung memutar-mutar backphone Nue yang memang asing buatnya. Akhirnya Nue menarik backphone itu dari tangan Gigi.
“loh?” ucap Gigi heran.
“bilang aja kalo ga bisa make’nya..” ucap Nue. Ia lalu meletakkan wireless backphone itu dan mengulurkan salah satu kepala earphone pada Gigi. “nih, pake ini aja.”
Mata Gigi melebar heran melihat Nue.” Eh?”
“Ayo.. Tempo lagu hymne-mu masih ga karu-karuan. Makanya ayo dengerin lagunya bareng-bareng” ujar Nue lagi sambil mendekatkan kepala earphone itu pada Gigi.
Akhirnya Gigipun meraih salah satu earphone itu dan menyematkannya di telinganya. Nue pun menyematkan kepala earphone yang satunya di telinganya lalu mulai memutar lagu hymne yang tadi ia pilih.
Gigi sedikit menundukkan wajahnya. Ia diam sekali. Jantungnya berdegap cukup kencang saat dia dan Nue saling berbagi earphone dan mendengarkan lagu yang sama. Perlahan, musik lagu sudah terdengar dan Gigi mengenal betul lagu itu. Lagu yang sebenarnya tidak ia suka (pake banget).
“Perhatiin tempo ama dinamikanya, Gi..” ujar Nue sambil menyandarkan kepalanya di sandaran kursi.
Sementara Gigi tersenyum tipis, ia pangkukan dagunya di punggung tangannya yang menyilang di atas meja. “Ya.. I'm tryin” gumamnya pelan.
Keduanya pun terdiam, membiarkan lagu itu membawa mereka ke dalam dunia pikirannya masing-masing. Sekilas Gigi melirik kearah Nue yang saat ini memejamkan matanya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya pelan, mengikuti irama lagu yang mengalun khidmat. Gigi pun tersenyum dan memejamkan matanya.
Ingatan tentang tugas yang daritadi membebaninya sedikit demi sedikit ia singkirkan. Saat ini dia hanya ingin mengisi penuh seisi benaknya dengan memori momen itu. Bagaimana bahagia dan nyamannya ia saat duduk berdua dan saling berbagi earphone dengan orang yang ia suka, diirigi dengan lagu yang akhirnya terdengar begitu indah meskipun awalnya Gigi tidak suka dengan lagu hymne itu. Juga saat jantungnya tak kunjung memperlambat laju degupnya yang memburu. Semua itu, ingin Gigi simpan baik-baik dalam benaknya. Sehingga mugkin suatu saat Gigi bisa memimpikan momen itu ketika ia tertidur, dan menjadi mimpi terindah yang pernah ia mimpikan.
***
btw, critax menarik. kapan nih si nue atix bakal brubah...?
So sweet!!!!!!!!
Selamat berjuang gigi kamu pasti bisa!
mkasih dah mampir
@idhe_sama: nue berubah? wah.. kdepanx bkal sulit. :P
tp aku sdh nyiapin ending yg terbaik buat Nue-Gigi. moga tmn2 bisa liat sampe akhir
@danze: hehe tq dah baca. mngkin critaku ini ga se-cukup bagus- critaku yang pertma itu, tapi aku brusaha menuliskn yang terbaik.
Knapa aku gk pernah di mention ??