BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

ABC (Aku dan Bidara Cinta)

1121315171821

Comments

  • Senja ini kuhabiskan dengan menikmati keindahan mahakarya tuhan di tempat biasa. Aku duduk di atas rumput ini sambil memandangi danau ini. Cerita berapi-api nan romantis yang dikisahkan a Nabil, tentang penembakannya disini, membuatku tersenyum-senyum sendiri membayangkan adegan yang terjadi saat ini. Kalau aku ada, mungkin waktu itu aku akan tertawa menyaksikan kekonyolan yang kakakku lakukan, yang orang-orang sebut romantis itu. Dansanya, lampu-lampunya, nyanyian dan gitarnya, sampagne a la Indonesia, ah, geli sekali aku membayangkannya. Tapi mengingat raut a Nabil saat mengisahkan itu, melihat senyum ketirnya, juga bagaimana a Isal saat kutanyakan tentang a Nabil, aku diliputi perasaan aneh. Entahlah, ingin sekali aku mempertemukan merka kembali.


    Tapi, kenapa tiba-tiba aku berharap kang Isal kembali ke a Nabil? Bodoh. Dia itu sekarang pacarnya kang Wildan. A Nabil itu Cuma masa lalu. Tapi tidak, kang Isal masih sayang sama a Nabil, begitupun a Nabil. Mungkin aku jahat kalau menyatukan mereka, tapi rasanya tak salah kalau aku mempertemukan mereka, sekali saja. Dan sepertinya tempat inilah tempat yang tepat untuk mereka mengenang masa lalu. Tempat dimana langit menyaksikan dua mahluk sejenis mengikat cinta.
  • tgl 14 juli br besok hr mnggu bkn hr sbtu neh.
    Cek lg dah.
  • gilang : kamu dengerin aku ngomong kan?
    w : hah? iya-iya.
    gilang : ish, gini nih abi surabi kalo udah ketemu makanan. perut kamu itu isinya apa sih? anakonda ya?
    w : he eh
    gilang : gimana gak segede gitu badannya.
    w : lo sambil makan juga. abis ini anterin w ke tempat isal
    gilang : mo ngapain?
    w : anak kecil gak usah tau ah.
    gilang : sanguan we lah

    ***

    setelah imsyak, w ikut Gilang ke kostannya Isal. sebelumnya juga w udah kabarin dia mau ke kostannya.

    w : ichal..apa kabarghgt. wildan kemenong cyin?
    isal : ish, gak mantes lo niruin Wildan. gak dapet feelnya. abis buka dia langsung balik ke Jawa. lagi kangen sama keluarga yang di Jawa katanya. baru balik ntar minggu. ada apaan sih tumben. kamu abis dari tempat dia De?
    w :iya. byasa, lagi kangen dia sama tuh mahluk..
    isal : hmh..
    gilang : aku balik dulu deh kang ichal. hari ini masih masuk
    isal : yaudin, ati-ati ya De..
    w : ati-ati, perasaan w gak enak nih
    gilang : gak enak kasih kucing
    w : kalo nyasar nanya polisi ya
    gilang : nih ngemeng sama pantat
    w : haha. motokopi kata-kata w tuh, bayar ah
    isal : udah si ah, berisik. masuk.

    isal : tadi dia ngomongin apa aja?
    w : ngomongin masalah waktu itu..yang abis makan di bebek kwek-kwek itu. kok diem?
    isal :...
    w : ah, jangan bilang kalo ini cerita melow? drama lagi?
    isal : ..
    w : huah..mesti nyiapin tisu buat lo nih

    ***
  • Aku menuju ke danau itu. Dibonceng Gilang lebih tepatnya. Entah kenapa tiba-tiba Gilang mengajakku kesana. Aku sebenarnya enggan untuk berangkat ke tempat itu, tempat yang begitu penuh kenangan itu. Tempat aku menggalau karena si Item, tempat dimana Wildan menunjukkan ukiran FACH itu, serta tempat diamana Nabil menembakku. Nabil, ah, dia kembali hadir dan memenuhi otakku sejak Gilang menanyakanku tentang dia. Dan sejak malam itu, semua kenangan itu muncul dan menyeruak di setiap apapun yang kukerjakan. Saat makan es krim, aku langsung teringat tingkah konyolnya tentang makan eskim. Saat aku hendak mandi, bayangan nakalnya dengan menari-nari dengan gondal-gandulnya membuatku tertawa perih. Ah, aku sudah gila karena dia.

    “Udah sampe Kang.”
    “Hhh”
    “Udah sampe, akang duluan aja ya. Aku mau parkirin motorku dulu. Ntar aku nyusul kesana.”

    Aku lantas turun dan diapun segera melajukan kembali motornya. Katanya mau diparkir di Citywalk Lippo. Kulangkahkan kakiku, dan baru beberapa detik saja, segarnya udara di danau ini langsung menyeruak masuk, membesarkan paru-paruku. Pohon itu, riak air itu..ah, aku tersenyum perih mengenang masa-masa itu. Masa dimana aku belajar tentang banyak hal. Belajar mencintai yang dewasa, belajar tentang menghargai cinta, belajar tentang hidup, segalanya.

    Setelah berjalan cukup jauh, aku akhirnya sampai juga di jembatan ini. Jembatan yang melintangi kolam dengan gnomeo kura-kuranya. Itulah satu titik dimana aku bertekad untuk mencari bahagiaku sendiri. Aku memegang pembatas jembatan ini lantas berdiri mengahadap danau. Dedaunan beterbangan ditiupkan angin, mendengungkan kembali filosopi daun. Daun yang tanpa pamrih. Daun yang terus berkorban. Ah, Nabil-lagi Nabil lagi. Riak airpun serasa memantulkan kembali tawanya saat ini.

    Aku bersenandung kecil, melagukan lagu yang dibawakan Nabil saat menembakku dulu. Lagu Bunga Citra Lestari, tentang usaha meyakinkan kekasihnya, bahwa dia teguh mencintainya, apapun yang terjadi.

    “Jika ada yang bilang kulupa kau jangan kau dengar..
    Jika ada yang bilang ku tak setia jangan kau dengar..”

    Aku tersenyum perih, lantas aku langsung menyanyikan reff-nya.

    “Saat kau ingat aku ku ingat kau
    Saat kau rindu aku juga rasa..
    Kutahu kaw slalu ingin denganku..
    Kau tahu ku juga ingin denganmu..”

    Ah, aku tak sanggup lagi lanjutkan lagu itu. Terasa sakit sekali ulu hatiku. Tidak, sekarang aku sudah punya Wildan, orang yang mencintaku dengan sangat. Tapi hati tak bisa bohong. Aku masih merindukan orang itu.

    “Maboy”

    DEGG.
    Panggilan itu? Tidak. Apakah rasa rinduku pada mahluk itu telingaku seolah menangkap orang yang memanggilku dengan sebutan itu? Tidak. Ini halusinasiku saja.

    “Maboy, itu kamu kan?”

    Aku merinding. Aku menutup mataku karena suara itu terdengar nyata. Tuhan, jangan katakan bahwa dia itu..Nabil. Satu sentuhan di pundakku semakin mengerutkan tubuhku. Dan tangan itu tiba-tiba membalikkan tubuhku. Mataku terbelalak melihat seseorang yang sedang berdiri di hadapanku. Mata itu..hidung itu..tangan itu..tuhan..apakah ini lagi-lagi halusinasi gilaku?

    “Maboy..kamu..” Aku masih berdiri mematung. “Sudah setaun kita gak ketemu, apa aku tak layak dapat pelukan kamu lagi?”

    Aku tersentak karena tubuh itu menarikku lantas memelukku dengan erat. Erat sekali. Kami berdua terdiam cukup lama dan kurasakan tubuh itu bergetar. Kulepaskan pelukan itu dan kulihat dia mengusap matanya.

    “Ini mimpi kan Myman?”

    Perasanku tak karuan sekarang. Otakku serasa berhenti berpikir. Dia masih mengusap matanya dengan punggung tangannya lantas mengacak-acak rambutku. Tidak, ini bukan mimpi. Ini nyata. Tapi, bagaimana ini bisa terjadi?

    “Aku kangen kamu Maboy..”
    “….”
    “….”
    “Ke-kenapa kamu bisa ada disini?”
    “Gilang yang menyuruhku kesini. Dan aku tak tahu, ternyata dia juga menyuruhmu datang kesini.”

    Gilang yang menyuruhku kesini. Apakah ini adalah karma atas apa yang kulakukan dulu saat aku mempertemukan si Item dan Novie? Jadi rasanya seperti ini? Sakit sekali rasanya.

    “Sialan. Dimana anak itu?” aku hendak pergi ke Citywalk untuk menyusulnya, tapi tarikan tangan itu menghentikanku.
    “Apa setelah setahun gak ketemu, kita gak bisa ngobrol sebentar?”

    Aku membatu. Pikiranku langsung tertuju pada Wildan. Tidak, sekarang aku sudah jadi milik Wildan. Aku harus segera lari, tapi seperti ada paku yang menancapi kakiku sampai tembus ke tanah dan membuatku tak mampu melangkahkan kakiku.

    “Please? Sebentar aja. Aku pengen ngomong beberapa hal sama kamu…”

    Aku hendak menolak, tapi hati dan rasa rinduku mengalahkan logikaku. Dia menarik lenganku dan kita kembali duduk menghadap danau. Cukup lama kami terdiam.

    “Kamu makin kurus Bil…” komentar pertamaku membuatnya tertawa kecil lantas menatapku dari samping.
    “Dan kamu gak banyak berubah. Kamu tidur jam satu malam, menyetel lagu-lagu Michael Buble tiap malem, Tiap hari minggu kamu masih tetap suka sepedahan, makan eskim..”

    Dia tahu kebiasaanku? Apa selama ini dia menguntitku? Dan entah kenapa lagi-lagi dia mengusap matanya.

    “Makasih karena kamu masih pake gelang yang aku kasih”

    Aku memandang gelang di tanganku. Ya tuhan, gelang ini yang dia hadiahkan saat aku dirawat di rumah sakit setelah tragedi tabrakan itu. Aku ingin teriak dan berlari sekencang-kencangnya sekarang. Tapi rasa rindu ini semakin mengendalikanku.

    “Gimana kabar Nin, Arif, Nadia?” aku berusaha mengalihkan pembicaraan.
    “…”
    “…”
    “Wildan beruntung ya dapetin kamu? Si cerewet yang kepo, yang selalu malu-malu tapi mau, yang kalau digoda suka salting..hhhh..Tiap bedua pasti rambutnya dielus, dinyanyiin sama suara kamu yang sengau itu..”
    “…”
    “…”
    “Aku duluan ya Bil.” Aku berdiri karena tak kuat dengan sesak yang kurasakan saat ini.
    “Tunggu.”

    Aku tak mengindahkan panggilannya dan malah semakin mempercepat langkahku. Dan sepertinya dia tak mengejarku.

    “Aku Cuma mau bilang.. aku sayang kamu, dengan sangat, sampai detik ini.” Dia berteriak dan membuatku semakin mempercepat langkahku.

    Pertahananku ambrol dan pipiku kini basah. Dan sebelum aku sampai ke jalan, suaranya kini begitu berdengung di telingaku. Dia masih menyayangiku, sampai detik ini. Ya tuhan..
  • “Kang..”

    Aku mendengok demi mendengar suara itu. Gilang tampak kuyu memandangku. Aku segera menghampirinya lantas memegang kerah bajunya lantas mengguncang-guncangnya.

    “KENAPA KAMU BOHONGIN AKU DE? KENAPA? Kenapa kamu lakuin ini?”
    “Maaf..aku..”
    “Kenapa kamu gak bilang dari awal kalo kamu juga nyuruh dia kesana? Kenapa kamu lakuin ini hah? Kamu kan tahu sekarang aku udah pacaran sama Wildan, dan..ya tuhan..APA YANG KAMU PENGEN SEBENARNYA HAH?”

    Dia menunduk.

    “Akang masih sayang sama a Nabil?” wajahnya mendongak ke arahku, kulihat matanya memerah. Kulepas tanganku dan aku hanya bisa mendesah.
    “Kalaupun aku masih sayang sama dia, tapi ini sudah gak mungkin..dia ada Arif, dan sekarang aku sudah jadi pacar Wildan..” ujarku lirih.
    “Aku Cuma nanya sama akang, akang masih sayang sama A Nabil?”

    Ya, aku masih sayang sama dia, dengan sangat, sampai detik ini, teriakku dalam hati.

    “Maafin aku kang. Aku Cuma..pengen bikin a Nabil bisa senyum lagi”
    “Dan bikin aku nangis kayak gini?”
    “Enggak..maksud aku..waktu dia nyeritain semuanya ke aku, matanya, gerak bibirnya, dia masih sayang sama akang. Aku..aku cuma pengen ketemuin kalian berdua, itu aja”

    Aku terduduk lantas terisak. Sesak sekali dadaku saat ini. Aku tahu apa yang Gilang rasakan saat ini. Itupun yang aku lakukan dulu. Ada perasaan yang menggebu untuk mempertemukan si Item sama Novie, walaupun aku begitu sakit. Berat aku melakukannya. Dan itu pun yang Gilang rasakan. Walaupun kedekatannya dengan Wildan sudah selayaknya kakak kandung, tapi perasaan bersalahnya pada Nabil pasti lebih kuat mendorongnya untuk melakukan ini semua.

    “Aku ngerti perasaan kamu De. Tapi ini salah, aku sudah jadi pacarnya Wildan. Dan Nabil pun sudah mengambil jalan bahagianya sendiri. Aku tak mau lagi ikut dalam kehidupan dia.” Aku mengimbuhinya dengan desah. Kuhapus pipiku yang masih basah, lantas merangkul pundaknya. “Kita pulang De. Jangan sampai Wildan tahu aku ketemu Nabil disini. Anggap ini gak pernah terjadi. Selepas semua yang udah Wildan lakuin ke aku, aku gak mau khianatin dia”
    *****
  • edited July 2013
    Sepulang dari danau, Gilang masih menemaniku di kostan. Kami berdua lebih banyak diam. Dan satu lagi berita tak baik kuterima. Apap sakit dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Gilang tak banyak berkomentar, dia hanya membuatkanku teh manis hangat dan kembali duduk di pojok.

    “Orang ganteng pulang..Belum pada makan kan? Aku bawain roti bakar nih..”

    Aku segera menghapus mataku karena Wildan baru pulang. Dan melihatku mengusap mata, dia langsung menaruh kantong kresek itu lantas mengahambur ke arahku dan memberondongku dengan banyak pertanyaan.

    “Jangan bilang kamu udah bikin Dudu nangis De”

    Gilang hanya diam. Tapi rautnya penuh dengan penyesalan dan rasa bersalah.

    “Gak kok Ta, bukan dia yang bikin aku nangis. Tadi amam nelpon, nyuruh aku pulang. Katanya apap sakit. Aku minta dia nganter aku pulang sekarang, tapi dia nyuruh aku nunggu kamu pulang dulu, biar aku dianter ama kamu.” Aku memang tak niat berbohong. Toh pada kenyataannya memang apap lagi sakit, walaupun sebenarnya pemicu pipiku basah bukan hal itu.
    “Kamu ini gimana sih De? Kalau urusan urgent kayak gini, langsung aja kamu anter.”

    Gilang masih membisu, dan dia juga tak mungkin memberitahukan bahwa dia mempertemukan aku dengan nabil tadi sore.

    “Yaudah, sekarang aku langsung anter kamu pulang ya Du”
    “Kita makan dulu aja Ta. Di rumah sakit ada amam sama kakak kok” aku mengcoba mengurangi kekhawatirannya yang kadang suka berlebihan, meski aku tahu itu adalah ungkapan rasa sayangnya padaku

    Setelah selesai makan, Gilang pamit pulang dan Wildan mengantarku ke rumah sakit tempat apap di rawat. Sesampainya di kamar rawat, kulihat amam sedang berbincang dengan dokter. Dan tak lama dokter itu pergi untuk mengecek pasien lain. Apap masih tampak lemah dengan selang infuse yang menjulur-julur. Amam tersenyum melihat kedatangku, dan langsung kucium tangan amam.

    “Apa kata dokter Mam?”
    “Katanya apap Cuma kecapean aja Sal. Akhir-akhir ini memang apap lagi disibukkin sama audit, ya mungkin apap sampai lupa makan dan istirahatnya kurang, dan sekarang memang jarang banget apap olah raga. Gak ada kamu sih yang maksa apap jogging sama sepedahan kalo lagi libur…”

    Aku mendesah. Setahun ini aku memang jarang sekali pulang. Selain disibukkan oleh kebersamaanku dengan Wildan dan kegiatan kemanusiaannya, ternyata aku lupa bahwa aku masih punya keluarga. Keluarga yang begitu menyayangiku. Dulu aku memang sering memaksa apap sama amam untuk jogging saat liburan, atau mengajak apap dan amam sambil menyibukkan diri sebelum pacaran dengan Wildan.

    “Oiya, kenalin mam, ini temannya Isal.”

    Wildan menyalami amam dan Wildan pun mulai berbasa-basi mengakrabkan diri dengan amam. Pembawaan Wildan yang periang memang mampu mencairkan suasana yang awalnya sendu. Terlebih saat kakak perempuanku datang. Kakakku memang dekat sekali dengan apap, sedang aku lebih dekat dengan amam. Baru saja datang, kakak langsung menghambur ke arah apap sambil menangis. Kami berdua memang agk shock, karena apap itu jarang sekali sakit. Dan sekalinya sakit langsung dirawat seperti ini. Membuat kami berpikir terlalu jauh, berpikir yang bukan-bukan.

    “Yaudah, saya pamit dulu ya Bu, Teh. Mudah-mudahan papanya Isal cepet pulih, biar ntar ada yang nemenin Isal ke panti..”

    Aku mengantarkan Wildan sampai parkiran dan langsung kembali ke kamar. Sesampainya di kamar, amam memintaku duduk disampingnya. Entahlah, aku merasa ada sesuatu yang membuatku tak nyaman. Amam tak seperti biasanya. Beliau lebih banyak diam. Mungkin ini memang karena rasa sedihnya karena apap dirawat.

    “Sal, sini sayang. Amam mau ngobrol sama kamu”

    Aku lantas duduk disebelahnya, memijat betisnya dan amam mulai mengelus rambutku.

    “Umur kamu sudah 22, tapi kok sampai sekarang kamu belum pernah ngajak pacar kamu ke rumah?”

    Degg.
    Akhirnya pertanyaan ini muncul juga. Aku yakin lama-lama amam pasti akan bertanya hal ini, karena memang sampai saat ini aku belum pernah mengajak satupun teman perempuanku ke rumah. Amam memang tahu dulu aku sempat pacaran dengan Tania, yang sekarang masih di Singapura. Tapi aku sudah bilang bahwa aku tak bisa menjalani hubungan jarak jauh.

    “Emangnya kenapa mam? Mungkin aku sedikit terpengaruh teman-temanku, kalau pacaran itu lebih banyak mudharatnya. Dan tentu saja amam gak mau kan tiba-tiba ada seorang gadis dateng ke rumah sambil menangis dan mengandung anak Isal?” aku mencari dalih, tapi raut tak percaya amam masih kentara sekali. Apa amam curiga bahwa aku ini gay?
  • nabil - isal CLBK, bagus lah biar bs nyatu lg.
  • Lanjut terus bi,,
    Makasih buat semua update'an nya,,
  • i love this story !!!!
  • damn damn damn
    dejavu ini mah
    gw masih sakit hati sama nabil, tapi kangen juga.
    seandainya dia gak sama arif mungkin udh gw maafin sih.
    segitu hebatkah ml sama kacrut satu itu?
    belum ketemu gw sih, pasti ketagihan. *apaan coba =))
    hey arif kacrut, I curse the day u were born *petir menggelegar
    *ini kenapa gw yg emosi =))
  • Hufft.. Koreksi...

    Pertama, kenapa situ gak mention gue?

    Kedua, kenapa gue gak dimention?

    Ketiga, kenapa orang lain dimention sementara gue gak?

    Keempat, ken.... #ahsudahlah
  • Zhar12 wrote: »
    Hufft.. Koreksi...

    Pertama, kenapa situ gak mention gue?

    Kedua, kenapa gue gak dimention?

    Ketiga, kenapa orang lain dimention sementara gue gak?

    Keempat, ken.... #ahsudahlah

    Ngikut protes ahhh,,
    Turunkan harga BBM,,..!! *ehh
    Mention gw jg,, :p
  • Mewek lgi ni saat ingat kbersamaan Nabil dan Isal dulu, mna lagi puasa juga. Huhuhuhu,,,,
    Knapa sih harus ada Arif, knapa gx Isal sama Nabil aja? ( maaf, bukan berarti aku gx suka klo sekarang Isal sama Wildan )
    Kang @alabatan tega bnget sih, harus tanggung jawab ni
    Hemmm,,,,
  • @zhar12, @zaenalardana. hoho. sorydumory....w can byasana copas dr page1... hoo.
    @adzar. siap mewek d part selanjutna? #pdahal ga janji part selanjutnya bs bkin mewek oho
  • @kimleonard. lope2 sama abil kyknya bkan sama ceritanya
    @skyboreillo. pernah liat muka komedi, yg bru lat ja bikin etawa? ato seseoran yg sex appealy bner2? nah org macam wildan itu, yg bru liat ja bikin w sange, haha. ah, percaya ga percaya, kl ama dy pikiran kita lngsng ngeres deh #asatjim...inget puasa bi... nah, w tahu banget tuh gmana arif di atas ranjang. greatttttt. haha
    @piocaprio. ntar liat deh gmna klanjutannya. tp gak skrg y. hoho
Sign In or Register to comment.