It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
okeehh.. lnjut kaaannnn....
apa karna namanya robert ya, kan cowo banget tuh, xixixi
suka deh sm cerita ini, kalo biasanya ngegambarin cerita seperti manga, or sinetron(?), nah kalo ini ngegambarinnya seperti melihat tv series amerika.. bule ganteng dimana2.. )
Patrick semoga kabutnya cepet ilang dan kembali bersinar ya semangat !!!
sama aja, trgantung sikon dan gak mesti mana yg muncul kadang2. gak merhatiin soalnya. hehehehe
nah itu maksudku, gra2 Arya itu kan feel bacanya jadi melenceng walaupun kata itu sbenernya umum.
udah g usah dibawa pusing, pokoknya kmren aku ngrasa ada sedikit 'kejutan' aja.
jgan salahin aku klo mata km perih gra2 baca cerita yg kebanyakan narasi itu ya. wkwkwkwk
untuk yg skrg aku gak bisa ngasih review banyak soalnya suka kejadian2nya, karakternya juga udah makin jelas. masih unik dan enak kata2nya.
tapi di update kali ini kamu bolak balik ganti POV sampe 4 kali. sebenernya fine2 aja. tapi mungkin km harus kasih porsi kali ya sprti sebelum2nya. gimana ya, agak bingung ngejelasinnya neh.
mgkn gini, km dari awal udah nentuin pake 2 POV kan ya? nah update kali ini walaupun tetep 2 POV tapi km ganti sampe 4 kali, mgkn yg model seperti ini lebih oke klo pake POV orang ketiga. di atas kan kmu jelasin hanya satu hal pake satu POV trus pindah POV lain dan balik lagi dan gitu seterusnya kan? Aku ngrasa kyak di ping-pong/dioper2, jadi kesan konsisten dikit ngilang waktu suasana dan POV nya ganti terlalu cepet. Tpi walaupun seperti itu, feelnya tetep dapet kok.
Mgkn klo menurutku (menurutku), km harus tata lagi aja biar rapi. sebenernya update kali ini bisa dibikin satu kali ganti POV asal saat mereka ketemu, km bisa ngakalin gmna ngejelasinnya. klo pikiran tokoh gak bisa dijelasin lewat narasi karena terhalang POV tokoh lain, km masih bisa bermain di dialog kok.
tetep ya, makin suka karakternya Damien, km ngasih dikit kejadian yg beda kali ini buat Damien dan aku suka. walaupun bukan lawakan, tapi tetep bisa bikin ketawa. semangat buat update lanjutannya.
Damien’s:
“Damien—“
Kenapa aku bisa sangat bodoh?
“Damien—“
Sialan!!! Aku tidak pernah merasa semarah sekaligus malu seperti ini.
“Damien…”
He’s innocent! I’m the dumb ass one! Mengetahui kenyataan itu membuatku ingin menceburkan diri ke Niagara. Ah tapi tidak separah itu sih.
“DAMIEN!”
“KLONTANG!”
“DUK”
“ADUH!”
Aku kaget mendengar teriakan seseorang sehingga tidak sengaja menjatuhkan kunci inggris dan sialnya –seperti kesialan domino—menimpa jari kakiku. Rasanya sangat sakit. Menjalar dari ujung kaki sampai perut.
“Sialan…” umpatku pelan.
“Maaf Damien, aku hanya mau meminjam olimu dulu. Oliku habis.Aku tidak bermaksud mengagetkanmu…”
Aku mendongak, Victoria memandangku dengan wajah bersalah. Menggigit bibirnya simpati.
“Oh, nope. Ambil saja sesukamu, Vicky.” aku mengurut kakiku, aku tidak menyalahkan Victoria. Ini semua salahku sendiri.
Victoria mengambil satu botol, masih sambil memandangku dia mengganti olinya “Kau benar-benar tidak apa-apa?”
“Aku oke. Sudahlah jangan merasa bersalah seperti itu.”
“Bukan… Aku yakin kakimu itu sakit. Tapi yang aku tanyakan, apa kau baik-baik saja? Kau tampak berada di galaksi lain sedari tadi. You outta space.”
Aku lupa kalau Victoria adalah wanita. Intuisinya pasti lebih tajam.
“Yah, I’m okay. Hanya sedikit memikirkan sesuatu.”
“Masalah?”
“Aku tidak tahu apa bisa disebut masalah.”
“Well, we aren’t close enough. Tapi kalau kau memang hanya ingin bicara, just speak. I’m here to listening. Jangan terlalu sungkan, aku sudah menganggap kalian di sini sahabat, termasuk Seb.”
Aku terdiam. Masih mencoba mengalihkan perhatianku dan perhatian Vicky padaku dengan membetulkan piston yang sebetulnya tidak apa-apa. Aku hanya tidak mau siapapun tahu bahwa perasaanku ini kacau balau. Dan astaga…. curhat? Itu sangat manis sekali. Aku tidak suka manis.
“Vic… Pernahkah kamu merasa amat bersalah kepada seseorang?”
Vicky mendongak, sudah hampir selesai mengganti oli lamanya. Ia terdiam. Astaga… Aku benar-benar baru saja melakukan curhat. Kepada wanita.
“Ya. kepada mantanku. Kenapa?” tanya Victoria balik.
“Bukan… Merasa bersalah kepada seseorang yang bahkan tidak begitu kau kenal.”
Victoria tampak mengingat-ingat “Aku ingat. Dulu saat aku sixth grade aku pernah menonjok seorang anak lelaki yang mengambil sepedaku.”
Aku terbelalak. Ternyata Victoria sudah ada bakat menjadi tomboy sejak kecil.
“Lalu aku sadar itu bukan sepedaku. Sekilas mirip, tetapi punyaku sudah aku beri lampu maknetik didepannya.” Victoria kembali mengeluarkan oli bekas dan segera mengganti oli baru.
“Lalu apa yang kau lakukan terhadap anak lelaki itu?”
“Simpel saja, minta maaf.” Victoria mengangkat bahu. “Dia memang berang dan ingin menghajarku balik jika bertemu denganku lagi. Tapi kemudian aku mencari tahu rumahnya. Aku datang bersama Ayahku untuk minta maaf sambil membawakannya quiche keju buatan Ibuku. Lalu yah, dia memaafkanku. Benar-benar memaafkanku.”
Aku terdiam. Berpikir. Masa aku membawakan si cebol itu makanan juga? Pai?
“Kenapa? Kau mengalami yang seperti itu?” tanya Victoria.
“Tidak sama persis. Yang jelas aku ingin menghajar seseorang yang sebenarnya tidak berbuat salah.” ujarku.
“Anak yang tadi kau seret dari kantin?”
“Hei dari mana kau tahu?”
“Bagaimana aku bisa tahu? Ya Tuhan Damien, aku juga ada di kantin. Melihatmu menyeret seorang anak itu pemandangan yang bisa membuat banyak orang melupakan makan siangnya.”
For God’s sake… ternyata kelakuanku tadi memang sudah kelewatan. Tenggelamkan saja aku di Niagara. Aku terdiam lagi. Semakin tenggelam dalam kubangan rasa malu yang konyol.
Victoria berdehem “mungkin ada baiknya kau minta maaf padanya jika kau memang merasa harus minta maaf.”
Masalahnya aku bukan tipe orang yang meminta maaf secara gamblang.
“Aku tahu kau tidak akan meminta maaf secara terang-terangan. Tetapi meminta maaf secara tersirat tidak masalah bukan? Buat saja anak itu melupakan kejadian tadi siang.”
Aku tersenyum simpul. Lagi-lagi Victoria menebak isi kepalaku “Kau tahu, kau ini lucu Vic. Bisa menyelami pikiran orang.”
“You don’t say, aku selalu mengamati orang yang menarik bagiku.” Victoria bergumam lalu kemudian dia terbelalak “Astaga… Aku mengatakannya…”
dan saat itulah olinya tumpah. Ia mengumpat berkali-kali. Membuatku ingin tertawa sekaligus merasa sedikit sombong disukai seseorang. Aku membantunya membersihkan oli yang tercecer dan mengelap tangannya.
“Pakai oli ku lagi.” ujarku tenang. Victoria gelagapan salah tingkah. Wajahnya merah.
“Hei tenanglah, Vic. Aku sudah tahu itu.”
Vistoria kembali berusaha mengumpulkan image nya yang roboh itu. Lalu berdehem “Terimakasih, Damien.”
“Sama-sama.”
“Lalu…” Victoria masih sibuk mengelap oli di tangannya walau aku yakin tangannya sudah bersih “kau mau keluar? Maksudku tidak malam ini… Kalau kau sempat dan mau saja.”
Aku mengangkat alis. Aku sering diajak kencan para gadis. Mulai dari anggota cheers, cewek shopaholic, golongan jet set atau cewek biasa saja. Tapi Victoria berbeda. Berbeda dalam artian dia berbeda dengan cewek kebanyakan tetapi sama denganku.
“Boleh juga. Nanti kalau aku sudah menyelesaikan masalah yang ini.”
Victoria meleberkan senyum bibir tebalnya yang sexy itu. Lalu kembali mengisi olinya. Aku memutuskan kembali ke asrama.
Memikirkan bagaimana caranya meminta maaf secara tersirat.
Jun’s:
Crackers beras tidak pernah seenak ini.
“Maaf Jun, hanya ini yang aku temukan di tasku. Biasanya aku membawa banyak cemilan.” Sam membagi lagi crackersnya. Aku mengambil dua lagi.
“Tidak apa-apa Sam, ini bisa mengganjal perut. Rasanya tidak jauh beda dengan nanbe.”
“Nanbe?”
“Crackers beras dari Jepang. Dulu saat aku kecil kakek suka sekali membelikanku nanbe saat musim dingin.”
“Kau pernah tinggal di Jepang?” tanya Sam tertarik.
“Iya.” aku mengunyah pelan “sampai umurku empat tahun. Aku diasuh oleh kakekku yang setengah Jepang-Austria. Lalu aku pindah ke Amerika. Ayah yang menjemputku dari rumah kakek saat kakek meninggal karena sakit dan usia.”
“I’m sorry about your granddad. Pastinya dia sangat sayang padamu, kan?” tanya Sam.
“Iya. Tipikal kakek kebanyakan, ya?”
Benar, kakek Eichi George Fukuyama adalah orang yang penyabar dan selalu menebar tawa. Dia sangat menyayangiku. Bahkan ia pernah akan mengancam bunuh diri saat Ayah ingin mengambilku jauh sebelum kakek meninggal.
*****
“Kau ini gila apa, James?! Kau tidak ingat apa Hielda pernah ingin membunuh cucuku saat ia masih dalam kandungan—bahkan saat Jun masih bayi?! Kau tidak ingat putriku satu-satunya itu kehilangan pikirannya dan berusaha membuang Jun dari lantai dua kalau saja tidak kucegah?”
“Ayah, Hielda sudah sembuh. Ia sudah diobati. Ahli kejiwaannya mengatakan dia tidak akan melakukan hal-hal yang dapat menyakiti Jun…”
“Tidak! Aku tidak percaya! Hielda masih ingin mencelakai Jun.”
“Aku akan melindunginya ayah! Jun itu anakku!”
“Dan dia adalah cucuku! Aku akan menenggak banyak obat jika sampai kau berani membawa Jun!”
“Ayah…”
******
Lalu James Goldstein, ayahku, menyerah. Dan kakekku benar, ibuku tidak pernah sembuh dari keinginannya menyakitiku. Dia memang tidak berusaha membunuhku lagi. Tapi menganiyaya diriku sudah seperti kegiatannya jika berada di dekatku. Aku mati-matian menyembunyikan kelakuan ibuku dari dinas sosial dan pemerhati anak. Aku berpura “aku baik-baik saja. Ibuku normal” hanya karena aku yakin ibuku dapat disembuhkan.
Iya. Aku sangat menyayangi Ibu, bagaimapun dia memperlakukanku.
“Aku mau mandi di kamar mandi kapel. Proyek ini membuat kita berkeringat. Para pekerja sudah pulang, sebaiknya kau juga kembali. Atau kau mau mandi sama-sama?” Sam berdiri sambil membereskan barang-barangnya.
Atau kau mau mandi sama-sama?
Aduh kalimat itu mengandung dua arti dan mau tidak mau aku memikirkan arti yang berbahaya.
“Maksudku sama-sama di kapel, bergantian. Kau tahu, kamar mandi kapel ada shower air hangat dan bathtubnya. Itu menyenangkan. Aku biasa mandi disana jika harus memberi kuliah sampai malam dan menginap di sana juga. Flat ku cukup jauh dari sini.” ujar Sam.
Oh, kalimat barusan cukup melegakan dan sedikit mengecewakan.
“Baiklah. Kalau di asrama biasanya jam segini penuh anak.” dan aku biasanya memilih mandi agak malam supaya tidak perlu mendapat tatapan menohok anak-anak lain yang sedikit antipati karena stigma aku tertarik dengan ‘punya cowok’.
Kamar mandi kapel tidak begitu luas. Tempat itu sepi. Letak kamar mandinya tepat di belakang,di dekat menara lonceng. Aku menunggu Sam sambil mengamati kaca patri warna-warni usang dan menara lonceng yang mirip film Frankestein. Tempat ini mistis, dalam dua kajian yang berbeda; mistis secara religius dan mistis secara supernatural.
Bau harum sabun musk dan vanilla menyeruak. Sam membawa sabunnya sendiri. Hmm… bau seperti ini memang enak. Ini bau kesukaan Robert.
“Giliranmu, Jun.”
aku berbalik dan terhenti.
Oh Tuhan, aku baru saja melihat malaikat jatuh.
Sam mengenakan kemeja biru lautnya tadi, tetapi tidak terkancing seluruhnya. Jika tadi dia bergaya konvesional layaknya akademisi, maka sekarang dia seperti baru saja keluar dari majalah mode untuk iklan parfum. Celana kainnya tampak kusut denga sabuk yang belum terkait sempurna. Kemejanya tidak terkancing keseluruhan dan memperlihatkan dadanya –sayangnya tidak sampai perut— dan rambut kecoklatannya awut-awutan karena basah.
Dan aku semakin yakin, Sam lebih tampan daripada memakai kacamatanya. Tatapannya menenangkan.
Seperti tatapan Robert.
“Kau nggak mandi?” tanyanya sambil mengusap lehernya dengan handuk.
“Ah eh iya… Aku lupa bawa sabun” aku berusaha mengontrol suaraku. Tidak… Aduh, kenapa aku menyukai orang yang salah?
Aku menyukai Sam?
Kuharap itu omong kosong.
“Nih.” Dia menyerahkan sabun cairnya “pakai saja.” Lalu dia menuju kearah tasnya “Oh dimana kacamata ku? Aku selalu lupa meletakkannya.”
Aku buru-buru masuk ke kamar mandi. Mengambil nafas sejenak sebelum akhirnya menanggalkan baju dan menenggelamkan diri dalam bathtub.
Menenggelamkan diri sambil mencuci pikiranku yang sudah lari ke arah yang sangat amat liar.
Procyon says: tumben saya sudah posting hahahahahaha.....
gara-gara minum kopi jadi kabutnya agak hilang.
Sementara ini dulu ye... aduh gara2 @yuzz aku jadi ngeliat videonya Move Like Jagger nih. Adam Levine~ *maybe gara2 Levine juga ya ceritanya ngebut?nyahahahaha*
@wessel @mr_Kim @Gabriel_Valiant @pyolipops @yuzz @Tsu_no_YanYan @chibipmahu
@leo90 @masdabudd @obay @YuuReichi @Duna @Adhi48 @yubdi @Silverrain @arieat @andhi90 @4ndh0 @Venussalacca @Ricky_stepen @ackbar204 @androfox @Ryuzhaki @brownice @Adam08
@greenbubles @apple_love @AjiSeta
@Bintang96 @Ardhy_4left @Ryuzhaki @sasadara @gue3 @Zhar12