It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Jadi ini yang di namakan hangover?
Rasanya sungguh tidak enak. Beberapa kali aku muntah di toilet. Kepalaku berat dan rasanya seluruh tempat berputar. Aku hanya tahu ini sudah sore.
Aku masih tidak yakin tempatku berada ini dimana. Bau cendana dan nutmeg menyeruak di kasur dan selimut yang aku tempati. Membuatku merasa sedikit nyaman tapi tidak meredakan pusingku karena mabuk.
Aku kembali dari toilet dengan susah payah.Aku memandang meja di samping kasur. Ada satu botol air dan satu strip sesuatu yang tampaknya adalah obat. Aku membaca kemasannya dengan mata berat. Pereda sakit kepala.
Kebetulan sekali, persis apa yang kubutuhkan.
Aku tidak tahu tablet itu untuk siapa tapi rasanya dapat meredakan sakit kepalaku. Aku mengatur nafas. Berbaring memandang langit-langit yang asing bagiku. Mencoba mengingat apapun yang terjadi tadi malam. Jalan-jalan dengan Sam, bertemu beberapa orang termasuk Damien, main truth or dare, lalu mabuk.
Sialan, ingatanku berhenti disitu. Aku tidak ingat kenapa aku bisa berada di sini. Ini kamar siapa?
“Hei teman kecil, kau sudah bangun?”
aku segera menoleh dan mendapati Ben dengan pakaian acak-acakan. Bau mawar, alkohol dan kosmetik menguar dari tubuhnya.
“Ben? Ini kamar siapa?”tanyaku.
“Kau lihat aku disini kan? Coba tebak kamar siapa? Jelas sekali kamarku!Tepatnya kamarku dan kamar Damien.”
“Oh, aku tak tahu.”
“Ya pantas saja, kau habis kehilangan kesadaran karena nenggak dua botol. Kukira aku baru saja membawamu ke jalan kedewasaan.” kekeh Ben lalu dia ambruk di kasur sebelahku.
“Lalu yang membawaku kesini? Kau?” tanyaku penasaran. Walau dia menyebalkan dia cukup baik hati juga.
“Bukan, ngapain aku bawa-bawa cowok ke kamarku. Apalagi dia gay—maaf teman kecil— tapi aku jauh memilih bermalam dirumah para gadis.” jawabnya saklek.
Oke, dia memang menyebalkan.
Aku tersadar sesuatu, yang membawaku Damien? Itu tidak mungkin
“Damien yang membawaku?” tanyaku kemudian.
“Yup. Benar sekali. Sudah aku mau istirahat, terlalu banyak bermain dengan gadis-gadis membuat semua kaloriku hilang. Nanti jika kamu masih disini bangunkan aku untuk mekan malam.”
Dan 30 detik setelah ia berkata demikian, Ben tertidur.
Benar-benar mengalami subuh yang hebat, eh? Aku memegangi kepalaku. Masih tidak percaya Damien membawaku kemari. Berarti hubungan kami semakin baik saja ya? Setelah pertengkaran di kantin dan bercanda bermain Truth or Dare, dia masih berbaik hati membawaku ke kamarnya. Mungkin saja dia merasa bersalah atas kejadian di kantin itu dan berusaha menebusnya. Yah kuanggap saja begitu.
Kau kumaafkan Damien. Kita impas.
Damien’s:
Kamar ini terlalu asing.
Memiliki flat sendiri memang terlihat menyenangkan bagi sebagian mahasiswa, tetapi aku lebih suka asramaku.
Sebagian besar anak-anak orang kaya –bahkan yang biasa saja— memilih menyewa apartemen dengan biaya sendiri maupun dana orangtua mereka. Tetapi beberapa lebih suka main di asrama. Contohnya saja Orlando. Dia memang sering main ke asrama tetapi dia pulang setiap malam ke flatnya yang mewah. Tujuannya ke asrama cuma untuk mabuk dan mengganggu para junior. Atau berlatih American Football. Walau kelakuannya tidak bisa diharapkan begitu dia jago main football juga.
Tetapi akupun termasuk salah satu dari mereka. John membelikanku flat mewah yang minimalis agar aku bisa dekat dengan Ibu yang sekarat. Tetapi aku bahkan tidak merasa senang maupun nyaman atas pemberiannya ini. Siapa sih yang merasa nyaman dengan pemeberian orang asing? Nah rasanya seperti itu.
Makanya aku lebih menyukai tidur di asrama kampus yang sesak dan ramai. Flat ini hanya kukunjungi jika memang aku ingin berkunjung, tetapi lebih banyak tidak ingin berkunjungnya.
Dan keinginan yang jarang itu terjadi hari ini.
Gara-gara bocah Goldstein Keparat itu.
Siapa suruh dia menciumku, hah? Aku tidak mau bersamanya saat ia terbangun dan sadar nanti. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana karena dia berani sekali menciumku.
Tapi aku tidak berani mengakui ada sensasi aneh saat bibirnya menyentuh bibirku.
“KEPARAAAAT!”
Aku membasuh dan menggosok wajahku dengan air, lalu mengguyur sebagian besar air sampai rambutku. Air menetes di dari rambut sebahuku, menciptakan genangan kecil di lantai. Aku tidak peduli dan langsung membaringkan diri tempat tidur.
Rasanya sungguh aneh.
Aku mungkin menghindari sensasi ciuman sekilas itu tapi aku tidak merasa jijik. Justru aku ingin… lebih.
Aku ingin Jun brengsek itu menciumku. Menyentuhku jika perlu.
Buru-buru aku terduduk, mengerang kesal sambil menutup wajahku. Sialan! Apa ini? Apa aku sudah terkena virus bernama ‘gayness syndrome’?
Aku tidak ingin menjadi gay. Tidak, bahkan aku tidak mau memikirkannya.
Tapi bagaimana caranya menghilangkan sensasi aneh ini?
Aku memandang telepon genggamku yang tergeletak di meja bersama kunci Kawaii. Terbesit sesuatu yang agak gila. Tetapi aku ingin membuktikan diri bahwa aku tidak seperti apa yang aku rasakan saat ini; kuraih benda warna hitam itu dan kugeser jari-jariku.
Campbell, Victoria.
“Hai Vic. Kau ada waktu nanti malam?”
klo menurutku, ini gak bsa jga dibilang sepenuhnya keliru. siapa sih tokoh yg blg? Damien ya? nah klo si damien ini enggak tahu apa2 soal sugarglider n tupai, gak bakal ada yang salah klo dia bilang "hewan sejenis tupai itu" tpi lagi2 dgn ctatan klo dia emang enggak ngerti soal taksonomi dari tupai dan sugarglider. aku sendiri yg awam ttg begituan ttep aja blg sugarglider itu sejenis tupai, walaupun enggak mirip. bagi org lain emang bakal kedengeran salah, tpi bagi POV Damien yang nyampein, ini bukan masalah.
“Bukankah tadi terlalu terburu-buru?”
Victoria bertanya sambil mengikat rambutnya ke atas. Aku memandangnya sambil minum soda. Lalu dia kembali dalam pelukanku “maksudku kau hebat, tetapi tidak kusangka kau secepat ini mengajakku tidur”
Aku nyengir “Maaf sudah membuatmu merasa berlari, bukannya berhubungan intim.”
Ia tergelak “kita bahkan belum sampai kesana, Damien.”
Aku tertegun. Perasaanku campur aduk saat ini.
Beberapa jam lalu kuajak Victoria makan malam di sebuah restoran. Mengobrol sambil melewati malam. Lalu sama-sama mengendarai motor masing-masing melihat sungai. Lalu dia mengajakku ke apartemennya yang tidak jauh dari kampus. Melihat film di televisi dan aku menciumnya.
Lalu kami berciuman, dan entah apa yang kuperbuat, aku memaksakan diriku bercinta.
Sudah separuh jalan, tetapi Victoria menyadarinya. Dia benar, aku terlalu terburu-buru. Seperti dikejar deadline. Bukan seperti menikmati.
“Kau butuh rileks. Kapan terakhir kali kau menyentuh cewek?” Victoria bertanya, melepas pelukannya sambil mencari kausnya di lemari. Aku mendang tubuh telanjangnya dan menyadari aku juga setengah telanjang. Aku harus mencari kemejaku.
“AKu tidak ingat. empat bulan yang lalu mungkin.” jawabku. Aku ingat pernah tidur dengan gadis yang bernama Yvone. Cewek dari angkatan atas.
Aku berhasil menemukan pakaianku. Victoria yang sudah berbusana menawariku anggur. Aku menerimanya seperempat gelas.
“Kau tertarik untuk berhubungan saat ini?” tanya Victoria.
“Entahlah Vic.” jawabku. Aku memang tidak yakin apa aku tertarik memulai hubungan.
“Kurasa jawabannya tidak.” Victoria menghela nafas “Oke, kurasa saat ini kau memang belum mau dan jangan dipaksakan. Itu akan menyakitiku dan menyakitimu juga.”
Aku menelan ludah. Bodoh sekali aku ini memanfaatkan Victoria untuk suatu pembuktian konyol “Maaf Vic, aku tidak bermaksud begitu.”
“Aku kesal sih. Itu tadi nanggung sekali.” Vic menggerutu. Aku menghela nafas. Tapi lantas dia tertawa kecil “Aduh lihatlah wajah garangmu jika merasa bersalah! Menggemaskan.Hei, sudahlah Damien. Jika saat ini kau tidak tertarik, cobalah lain waktu. Aku memang bukan cewek gampangan tapi jika kau butuh bantuanku, aku siap membantu.” dia mengedipkan matanya dengan nakal.
“Baiklah,” aku nyengir lagi lantas mencium bibirnya sekilas, lalu aku memandang jam dan menghabiskan anggurku “aku harus kembali. Sudah hampir pagi.”
“Oke, jaga dirimu.”
Aku pergi dari apartemen Victoria. Mengendarai Kawaii ke tempat seharusnya aku berada.
Kamarku sendiri.
Jun’s:
Sudah lima hari ini aku tidak bertemu Damien. Aku hanya ingin mengucapkan terimakasih sambil mengembalikan kausnya –yang sudah kuduga sangat kebesaran— yang kupinjam karena bajuku penuh keringat.
Tapi cowok aneh itu bahkan tidak menampakan batang hidungnya.
Aku menatap resah bungkusan berisi kausnya dan menatap lebih resah lagi ke arah para pekerja bangunan dan beberapa mahasiswa yang membantu pengerjaan green house. AKu tidak resah akan keberadaan mereka, tetapi aku resah karena ketidak beradaan seseorang.
Samuel Anderson.
Empat hari terhitung sejak hari Senin Sam tidak menampakan diri juga. Padahal seharusnya dia disini, mengawasi pembuatan green house.
Astaga… apakah ia menghindariku karena tahu aku gay dan tiba-tiba merasa jengah karena berada di dekatku? Apa dia lantas berpikir ‘Ah…aku mengajaknya mandi di kapel! Itu perbuatan nista!!” lalu memutuskan tidak menampakan sosoknya?
Jika itu benar, Sam pasti termasuk orang yang berpikiran sempit.
Lalu, sudah saatnya kah aku melupakannya? Hebat, rasa kagumku harus selesai lebih cepat dari yang aku pikirkan.
“Kau tidak tahu dimana Sam?” tanya salah seorang mahasiswa.
“No.” jawabku singkat. Aku berusaha menyibukkan diriku dengan menghaluskan kayu panjang bersama beberapa mahasiswa.
“Dia seperti hilang begitu saja, tidak ada kabar. Kau mau kopi, Goldstein? Kau tampak tidak bersemangat.”
“Tidak, aku tidak suka kopi. Terimakasih.” aku memaksakan diri menghaluskan kayu yang rencananya akan menjadi tempat pembibitan.
Aku tersenyum geli, aku ini memang terlalu berharap. Aku memang murahan.
Aku sudah berjanji hanya akan ada Robert saja tetapi malah tertarik kepada pria lain. Sungguh murahan bukan?
“Aku mau istirahat mencari makan. “ aku beranjak meninggalkan green house. Menyusuri jalan dan bermaksud ke kantin membeli sandwich.
Aku jadi teringat sesuatu, beberapa hari lalu aku merasakan bibirku sakit sekali saat aku makan dan aku mendapati sedikit luka mongering di sudut bibir. Apa yang terjadi denganku ya? Apa aku jatuh atau terbentur saat tidur.
Sudahlah sekarang kan tidak apa-apa.
Aku berbelok dulu ke toilet, kemihku minta dikeluarkan isinya.
Hmmm memang ada sensasi tersendiri ketika melepaskan sesuatu yang ingin dilepas seperti ini. Astaga, aku ingin tertawa.
Dan saat itulah aku merasa aku harus berhenti tertawa karena masuk tiga orang.
Orlando. Dan lagi-lagi antek-anteknya.
“Looh lihat kita bertemu siapa? Punyamu normal ya? Kukira punya orang-orang sepertimu lain” dia terkekeh sambil berbisik di belakangku. Aku segera menyelesaikan ‘misi’ ku.
“Mana bodyguardmu? Si Bajingan Damien itu?” dia terus berkelakar kejam.
Kampus ini luas. Sial sekali aku selalu bertemu dia.
“Lalu kau mau apa jika bertemu dengannya? Kau sendiri kalah dengannya kan?” ujarku sambil cuci tangan, bermaksud segera keluar, tetapi Orlando mencengkeram lenganku dan membenturkanku di tembok.
“Jangan sok berani hanya karena di belakangmu ada Damien, Sialan!”
“Aku tidak pernah bersembunyi di balik punggung Damien! Dia yang terlalu baik atau mungkin terlalu muak melihat kalian.” aku mulai berusaha berlari menerobos. Yang penting keluar dari toilet yang sialnya lagi kenapa harus sepi disaat begini.
Tapi Orlando dan ketiga temannya yang lebih mirip pemain hanya lewat itu menyudutkanku.
“Kau mau apakan Si Cantik ini?” tanya teman Orlando
“Apa lagi? Membalasnya untuk beberapa malam yang lalu.”
“Kau salah alamat! Harusnya kau cari Damien!” bentakku.
“Jatah Damien untukmu, Tolol!”
BUK!
Aku merasa pening. Dia meninju perutku. Lalu aku tidak tahu bagaimana harus melawan balik, mereka memukul dan menendangku.
“Rasakan itu!”
Orlando dan teman-temannya lantas pergi meninggalkan aku terkapar. Setengah sadar.
Dan setengah jam setelahnya aku ditemukan seorang anak, dan dia langsung membawaku ke paramedic.
Sungguh aku ingin menangis. Menangis karena kenapa aku dilahirkan lemah dan sial seperti ini.
procyon said: yang bagian ehem2 sama Vic itu membuatku sedikit resah sebenernya hahahaha
looh dapet pencerahan lagi hahahahaa...ternyata kebodohanku membawa kebetulan yang benar *apaan sih* hahahaha
reviewnya yang kayak gini masih ditunggu
@totalfreak @wessel @mr_Kim @Gabriel_Valiant @pyolipops @yuzz @Tsu_no_YanYan @chibipmahu
@leo90 @masdabudd @obay @YuuReichi @Duna @Adhi48 @yubdi @Silverrain @arieat @andhi90 @4ndh0 @Venussalacca @Ricky_stepen @ackbar204 @androfox @Ryuzhaki @brownice @Adam08
@greenbubles @apple_love @AjiSeta
@Bintang96 @Ardhy_4left @Ryuzhaki @sasadara @gue3 @Zhar12 @ardi_cukup
ato jangan2 terinspirasi dr mereka?
lagi bingung mau komen apaan,wkwk
aku yg gigit.. Wkwkwk
@Procyon semngaaat