It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ku pernah mengantar anak kucing ke akhirat, gak mau makan ampe nafas tersengal2... Pamit di genggaman tangan ku...
sabar yah, hari ini baru dapet 4 hal a4 setelah duduk ampe poo zinc seharian tadi pagi.
gw udah rawat 4 tahun dari kecil , kmaren ga mau makan sampe 4 hari
iyah, seperti pertanda dia mau berpulang... hix hix hix
====
Chapter 3
Ponsel Setiadi berbunyi kira- kira 30 menit setelah mereka masuk rumah dan sedang menikmati tayangan tv.
“Halo” jawab Setiadi ingat- ingat lupa akan nomor ponsel yang menghubunginya
“Halo Diiii, lu balik lageeeeee... Besok harus ketemuan... harus yah hacker kita ini...” sahut suara renyah memekakkan telinga Setiadi, secara instinktif menjauhkan ponselnya dari telinganya sambil wajah merungkut
Ternyata Cindy yang menghubunginya
“Yadi, kata Randy lu sekarang tampan bukan main...! Gua harus lihat jij yah... Awas besok kalo gak bisa, gua marah abis ama lu my darling”
“Iyah... iyah, paling cancel kalo mencret”
“Gak boleh mencret! Hari nan besejarah malah mencret lu dasar, hahahaha”
“Hahahaha... lu tuh ye dari dulu... selalu jadi hostes kita...” Setiadi tertawa lepas
“Di... gua pengen liat lu... Randy ampe gemeter barusan ceritain lu jadi absolutely gorgeous. Itu bener loh Randy yang bilang sendiri. Sekarang lagi makan kelaparan, tadi ternyata di PS ampe gak makan yah... hihihihi... bewitched by your new look loh...”
“Hahahahahahaha... Ah Randy Cuma lebih- lebihin doang, aku masih seperti yang dulu sayang...oh ratuku” canda Setiadi sambil mengecup genit.
Jimmy sempat melirik tersenyum lebar. Jimmy pun takjub, tawa Setiadi dulu tidak seperti ini, bercanda lepas tanpa beban.
“Yadi, gua ancem lu... besok harus ketemu!!! Di Plaza Indonesia yah, lebih tenang di sana”
“Iyah madam... gua gak akan cancel... paling...”
“Yadiiii... no cancellation..”
“Iyah iyah hahahahaha... dasar lu”
“Iyah dong kalo cakep lu jadi selingkuhan gua aja deh”
“jadi anak lu aja, gua tambah muda loh... Hahahah... oke sampe besok yah”
“Oke, ampe besok...”
“Gua udah tahu... Cindy yang mo ketemuan kan...” Jimmy tersenyum nakal.
“Iyah, besok di Plaza Indonesia” jawab Setiadi sambil tersenyum
“Bareng yuk, suntuk juga kalo di rumah, window shopping aja rame- rame”
“Iyah, Randy pasti ikut. Gentar juga yah jadinya” Setiadi tesenyum
“Relax Di, masih ada gua, gua temenin lu lah”
“Thanx Jim...” Setiadi sambil menggenggam tangan Jimmy tanda persahabatan.
“Di, liat koleksi lu aja yuk, gua udah lama nih gak keluar” Jimmy melirik manja ke arah Setiadi
Setiadi tersenyum nyaris tertawa, lalu dia berjalan ke arah kamarnya. Tak lama berselang dia berjalan keluar sambil memegang kira- kira satu tumpukan tangan vcd koleksinya. Mata Jimmy pun berbinar melihat apa yang Setiadi genggam.
“Pinjem aja sepuas lu, mo gua copy in buat lu?”
“Hehehehe... gak usah lah, kan bisa pinjem dari lu juga”
Malam itu mereka menikmati tayangan itu sambil memastikan semua pintu dan jendela tertutup.
Hari Sabtu Cindy bangun sekitar jam 7an. Tak terbiasa bangun siang membuatnya mudah bangun sepagi apapun itu. Menguap sebentar, lalu turun ke bawah ke arah dapur, mengambil roti tawar, membuka lemari es mengambil mentega, beberapa jenis selai, dan coklat bubuk, jenis sarapan yang ia bisasakan sejak serumah dengan Randy. Ia menaruh 2 helai toast ke dalam toaster, sambil sesudahnya mengambil 2 gelas, menyiapkan kopi dan susu segar. Randy lebih suka kopi tanpa susu dengan sedikit gula sementara Cindy sendiri lebih suka jenis kopi ‘caffee o’lait’ sejenis kopi yang di campur susu dengan komposisi berbanding rata.
Cindy membuka pintu rumahnya, mengambil Koran edisi hari itu, membawanya ke dapur. Sambil mengaduk- aduk kopinya ia membuka halaman Koran itu, mencari berita ekonomi. Suara toast lompat terdengar. Lalu Cindy menaruhnya masing- masing pada piring untuk dia dan Randy. Ia mengambil mentega, mengoleskannya pada toast dan langsung menaruh bubuk coklat diatasnya. Cindy pun larut dalam bacaannya, sesaat lupa akan waktu yang berjalan. Setelah puas membaca Koran, ia pun berjalan ke arah kamar kerjanya, mengambil 4 buah map dan membawanya ke dapur, mengerjakan beberapa tugas yang masih tersisa. Ia mengambil CD Acoustichrisye, CD hadiah perpisahan Setiadi sewaktu ke Surabaya.
Terdengar suara merdu:
Surya Tenggelam
Ditengah kabut kelam....
Cindy merenung... Setiadi yang ia kenal dari dulu adalah Setiadi yang rapuh hatinya. Semua cerita tentang dia berputar di otaknya. Sejenak mata Cindy memerah, membayangkan kesedihan Setiadi, sambil membaca surat yang di selipkan diantara booklet, membuat Cindy kembali seperti melihat film tentang kejadian 3 tahun lalu. Lalu ia pun membuka map dan larut dalam kerjanya. Cindy masih belum mampu menjadi ibu rumah tangga. Masih saja kerjaan dan kesibukkan kantor yang membuatnya menjadi Cindy sejati. Menikah dengan Randy tak mampu menjauhkannya dari kantor. Kegiatan Rapat, bertemu klien, mengurus bisnis sampingannya yang mulai ramai itulah yang membuatnya bahagia. Kemampuan masaknya memang maju pesat sejak mengenal Randy yang lebih suka masakan rumah, juga bekal keterampilan untuk anaknya nanti.
Anak... itu yang masih saja menjadi sedikit bebannya. Entah orang tua Randy dan Cindy yang getol menanyakan kapan mereka bisa menimang cucu. Untung Randy tidak pernah cerewet dalam hal ini, ‘biar aja, nanti juga tenang sendiri, banyak temen yang masih belum punya anak’ kata Randy setiap kali.
Jam 8 lewat Randy pun turun. Memakai t-shirt belel dan boxer short berjalan ke arah dapur, melihat Cindy sedang mengurusi urusan kantor. ‘hmmm... typical Cindy... office is her heaven...’ gumannya sambil tersenyum sendiri
“Lu tuh... everywhere office...” sapa Randy setengah tertawa
“Eh udah bangun Ran... no office... no me lah...” Cindy tertawa renyah menyapa Randy
Randy duduk di hadapan Cindy, melihat secangkir kopi hitam telah siap, dan 1 toast yang sudah dingin siap di dekor olehnya.
“Thanks Cin”
Cindy tak menjawab, hanya mengacungkan jari jempol kepadanya. Setelah beberapa saat saling larut dalam pikirannya masing- masing Randy memecah kesunyian,
“Cin, nanti jadi kan ketemuan ama Setiadi”
“Oh itu harus... lu curang yah gak telpon gua kemaren... gua harussss ketemu dia hari ini” Cindy tersenyum lebar, membuat Randy tertawa lepas.
“Urusan kantor?”
“Bukan, stok asesoris gua udah banyak yang habis nih, asesoris neck itu yang laris banget. Gua musti bikin desain lagi, musti hunting lagi nih ke luar kota. Bulan depan gua musti ke Hong Kong, hunting lagi” cerita Cindy dengan santai.
“Tenang Cin, nanti juga ketemu lah” Randy menenangkan Cindy.
Akhirnya mereka pun mendapat tempat parkir.
“Cepetan dong Ran, gak sabar ik nih, lu juga yang gak kasih tahu” Cindy sudah senewen.
Randy tersenyum
“Orang sabar disayang Tuhan loh...” candanya
“Iiiiihhh cepeeeet... gua udah gak tahan lagi niiihh”
Mereka pun sudah berada di area mall. Cindy mengambil ponselnya menghubungi Setiadi
“Halo Di, kita ketemuan di spice garden yah, sekalian makan”
“Oke”
Mereka pun turun lewat tangga dekat café, berjalan melewati Excelso Café ke arah kanan. Dia melihat Jimmy yang berpakaian kemeja berwarna crème dengan jeans berwarna hitam, dengan postur yang sudah lebih berisi dibandingkan terkahir dia ketemu satu tahun yang lalu, namun ia hampir tidak mengenali siapa yang berjalan di sampingnya. Dengan postur langsing, ia memakai kemeja warna putih polos dengan corak halus dipadukan dengan jeans berwarna biru pucat, memakai kaca mata bingkai hitam tebal, wajah putih bersih dengan rambut pendek keatas dilapisi gel. Cindy terperangah,
“Yadiiiii... OH MY GOD! Kamu sekarang gorgeous...” Cindy setengah berteriak histeris, tak percaya dengan Setiadi yang ia lihat dihadapannya.
“Gila Yadi... lu kok jadi tampan begini...Pantes Randy ampe gemeter kemarin ceritain lu” Cindy tak sadar memegang pipi Setiadi membelai wajahnya yang halus.
Setiadi pun tersenyum lebar sekali menggoda Cindy yang masih histeris memuji tampang barunya, membiarkannya menyentuh pipinya. Randy tak pernah melihat Setiadi seperti ini, ia hanya tahu sifat tenangnya, pandangan sendu, dan gaya bersahajanya. Sekarang ia seperti melihat Setiadi yang lahir baru, terkesan sexy dan menggoda.
Sepanjang acara makan, Cindy dan Randy tak henti- hentinya menatap kearah Setiadi. Setiadi pun harus menahan risih dan malu, ditatap oleh mereka berdua. Jimmy pun sekarang sudah maklum. Memang perubahan Setiadi cukup drastic, juga cara bicaranya sudah berubah, tidak lagi memendam emosi, mulai bisa lepas mengekspresikan apa yang ia rasakan. Cara bicara Setiadi yang lugas tentang Randy itu yang paling membuat Jimmy dan Rontje kaget.
Setelah kenyang, mereka pun beralih ke Café Oh La La. Disana obrolan mereka sudah lebih santai. Cindy dan Randy pun kaget dengan gaya Setiadi yang sekarang lebih lepas, mampu larut dalam kegembiraan, walau tidak pernah berlebihan, tertawa masih dalam batas normal tidak terbahak- bahak membuat seluruh pengunjung café terganggu, bercanda pun sebatas gesture halus dan kata- kata mesra yang di buat- buat, tapi tangannya sekalipun tidak melambai, hanya luwes menanggapi canda tawa humor. Gaya bicara Setiadi yang tegas pun mengalir tanpa terkesan di paksa untuk tegas membuat mereka bertiga sangat mereasa trasformasi Setiadi 3 tahun di Surabaya.
“Yadi my darling, lu sekarang beda luar dalem loh, sekarang lu bisa bahagia seperti ini, it moved my heart loh to see you this happy. Doa gua terkabul yah ternyata” ujar Cindy yang sudah lebih tenang saat itu.
“Gua di sana udah belajar, gak bagus terus- terusan makan ati, soalnya yah ... kan udah di warteg...”
GEEEERRRRR, mereka berempat tertawa renyah.
“Tapi di Surabaya ada temen gua Johan yang bantu gua transformasi. Mustinya pas ama Jimmy, soalnya basketball mania juga”
“Kayaknya gua musti say thank you ama dia yah, udah bantu lu sejauh ini” ujar Cindy.
“Iyah, kita masih kontak koq, nanti Desember mau ke sini. Dia katanya lagi disuruh pindah ke Jakarta deh ama kantornya terakhir dia sms”
Sepanjang sore itu mereka menghabiskan waktunya saling merajut kembali kebersamaan. Randy lebih diam karena tak akrab dengan mereka, hanya terus menerus menatap ke arah Setiadi.
Namun, dalam hati Setiadi, ia tetap masih menyimpan harapan dan cintanya kepada Randy. Seperti yang sudah ia takutkan, setiap detik ia menatap ke arah Randy makin membangkitkan kerinduan lamanya. Cara Randy menatapnya dengan tajam, membuatnya kembali makin salah tingkah, kalau bukan Cindy yang pintar mencairkan suasana. Untung ia sudah menguasai bahasa tubuhnya, mampu menyembunyikan perasaannya, walau ia tahu tak mungkin untuk menghapusnya, tapi setidaknya ia bisa untuk tidak memperlihatkannya. Ia pun tahu, ia harus memutuskan apakah ia akan kembali berharap kepada Randy ataukah ia harus berlapang dada merelakan Randy menjadi straight murni, dan menghapus semua kenangannya 4 tahun lalu dan tidak pernah melihatnya lagi sebagai orang yang ia kasihi. Namun pada momen itu Setiadi mampu menyimpan semua kegundahannya di laci yang tertutup rapih, mengenakan wajah cerah ceria, larut dalam bicara basa basi dan bertindak ia sangat bahagia.
“Eh Yadi, nanti malem kita hang out yuk di Jalan- Jalan, seru loh, kita berempat” ujar Cindy
“Oh boleh tuh, mau gak Di” timpal Jimmy sumringah
“Yuk... siapa takut...” jawab Setiadi dengan pedenya.
“Yuk, gua jemput kalian aja, kita tinggal sekarang di daerah Permata Buana, 2 tahun lalu kita beli di sana” timpal Randy.
“Oke, kita dateng jam 9 malem dulu aja, have dinner lalu lanjut” sambut Cindy
“Eh Cin, jam segitu gua udah gak makan lagi, gua diet sekarang”
“Pantes lu sekarang sexy begini. Di, kalo lu kayak gini dari dulu dan straight gua udah embat lu loh” Cindy tertawa menggoda.
“Hihihihi, gua kan suka cakwe, bukan donat my darling” goda Setiadi disambut tawa renyah semua.
Mereka pun membayar tagihan dan berpisah.
@Dekisugi, @arieat, @rivengold, @Gabriel_Valiant, @YANS FILAN,@the_angel_of_hell, @Lu_Chu, @hikaru, @aii, @badboykem, @Ricky89, @mr_Kim, @ananda1, @dheeotherside, @shuda2001, @paranoid, @kimo_chie, @AhmadJegeg, @A@ry, @Gigiharis_Krist
take your time bro, tulisan nya pun gak akan kabur kemana toh... Btul?
hehehe, oke, sayang ku gak bakat gambar, kalo bisa sih udah ku buat gambarnya...johan memang menawan siapapun yang melihatnya
adam dan agam kali...