It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@sasadara
“Ndra.” Agung terkejut saat menyadari Andra sudah berada di sampingnya.
Itu Agung yg ngomong pas liat Andra di sampingnya.
@Tsunami Iya nih. Makin diperhatikan kok makin mirip. wkwkkkk
@harya_kei Tunggu aja chapter terakhir. Oke mas bro.
@uci makasih atas pujiannya. Tp mnurutku cerita ini kurang bagus n hampir gagal. haha
@danar23 bener bgt. cipok sekali wkwkkkk
Tp kan ada yg jd kurang smangat bacanya krn gak sesuai keinginan.
@uci pengertian bgt, thanks ya dukungannya. Memang bner jd penulis gak gampang bagi orang yg kurang berbakat kyk aku. Hehe
@3ll0 @Abyan_AlAbqari @abyh @Adhikara_Aj @Adra_84 @adzhar @aglan @Agova @alfa_centaury @animan @A@ry @arbata @arieat @Ariel_Akilina @arixanggara @bayumukti @Bintang96 @BinyoIgnatius @callme_DIAZ @christianemo95 @danar23 @DafiAditya @diditwahyudicom1 @DItyadrew2 @DM_0607 @Duna @farizpratama7 @freeefujoushi @hantuusil @harya_kei @IMT17 @joenior68 @jokerz @Just_PJ @kizuna89 @Klanting801 @mr_Kim @nakashima @nick_kevin @obay @per_kun95 @pokemon @reza_agusta89 @ruki @safir @san1204 @sasadara @Sicnus @suck1d @The_angel_of_hell @tialawliet @too_im_the @Tsunami @uci @ularuskasurius @ying_jie @yubdi @yuzz @z0ll4_0ll4 @Zhar12 @zeamays
Akhirnya cerita ini berakhir juga walaupun banyak kekurangan. Aku sempat gak semangat banget waktu mau lanjutin cerita ini karena terlalu banyak kesamaan dengan Sailor Moon. Beberapa bulan lalu liat Sailor Moon di youtube, sumpah banyak kesamaan. Dulu kan nonton Sailor Moon pas masih SD jadi dah banyak lupa dan ada juga episode yang kelewatan. Tapi batinku gak puas kalo cerita ini gak tamat, dari pada gagal total, lebih baik ditamatkan walaupun kurang bagus dan terburu-buru. Secara keseluruhan, aku gak puas dengan cerbung ini. Maaf ya teman-teman.
Selamat membaca chapter terakhir yang panjang banget. Jangan lupa komen dan ngeLIKE. Hehe
PELANGI XVI
“Apa yang harus kita lakukan?” Bella terlihat putus asa.
Para Pelindung Pelangi sedang berkumpul bersama Agung dan Pendeta. Mereka tidak mendapatkan jalan keluar untuk menyelamatkan Dika dan keluarga Agung. Mereka tidak mungkin menyerahkan Agung, jika dilakukan berarti sama saja dengan menyerah kalah.
Agung benar-benar sangat terpukul. Ia merasa bersalah karena telah melibatkan keluarganya dan Dika. Ia tidak ingin hal terburuk menimpa orang-orang yang sangat disayanginya. “Tak ada jalan lain, aku akan menyerahkan diri.”
“Tidak.” Andra berkata tegas. “Itu sama dengan bunuh diri. Aku tidak akan pernah membiarkanmu melakukan hal bodoh itu.”
“Jadi aku harus bagaimana?! Semua ini gara-gara aku. Aku gak bisa diam saja sedangkan Dika dan keluargaku dalam bahaya. Dika baru sadar dari koma, sekarang dia diculik. Semuanya karna salahku. Gimana kalo mereka disiksa. Aku gak bisa ngebayangi gimana keadaan mereka sekarang. Mama, pasti mama ketakutan banget. Apalagi adikku. Dia masih kecil. Dia gak mungkin sanggup ngadapin hal buruk. Aku... Aku takut mereka gak selamat. Aku takut... Aku.” Agung mulai histeris.
Andra segera memeluk Agung dan berusaha menenangkannya. Hatinya sakit saat melihat orang yang disayanginya dalam keadaan terguncang dan merasa bersalah. Melihat Agung histeris seperti itu saja telah berhasil membuat Andra sedih, apalagi jika harus melihat Agung disiksa oleh kekuatan hitam. Andra bertekad untuk berusaha keras melindungi orang yang sangat ia sayangi.
“Jika kamu menyerahkan diri maka semuanya akan berakhir. Kamu adalah harapan terakhir kami. Dunia sangat bergantung padamu.” Kata Pendeta.
“Lo harus segera memanggil, memunculkan ato...” Donna alias Pelindung Jingga nampak berpikir, bingung dengan kata yang seharusnya ia gunakan. “Pokoknya lo harus segera menguasai kekuatan Kristal Pelangi.”
“Bagaimana caranya? Aku sudah melakukan berbagai hal tapi gak ada hasilnya.” Agung agak putus asa.
“Kita bisa mencoba cara-cara lain. Yang penting kita berusaha terus dan pantang menyerah.” Kata Jaka, Si Pelindung Biru.
“Sampai kapan? Kebangkitan Dewi Kegelapan tinggal dua hari lagi. Sebelum Agung berhasil melakukannya, Dika sudah menjadi mayat.” Toni agak emosi.
“Tutup mulutmu! Jangan berkata seperti itu!” Jaka tidak menyukai ucapan Toni.
“Kenapa?! Ada yang salah dengan ucapanku? Itu realita. Kita gak tau gimana keadaan Dika sekarang, dalam keadaan hidup atau mati.” Toni emosi dan matanya berkaca-kaca. “Lihat dia!” Toni menunjuk Agung. “Dia hanya bisa menangis seperti anak kecil. Usahanya belum maksimal. Bagaimana mungkin kita mengandalkannya untuk keselamatan dunia. Mungkin lebih baik kita serahkan saja dia.”
Andra mencengkram kerah baju Toni. “Apa lo bilang?!” Dia mengepalkan tangan kanannya dan bersiap meninju wajah Toni.
Jaka dan Donna segera menahan Andra. Donna memegang kepalan tangan Andra sedangkan Jaka hendak menarik badan Andra. “Jangan kekanak-kanakan! Kita harus menghimpun kekuatan, bukan saling menyerang.” Kata Jaka ketika berhasil melerai mereka.
“Awas kalo mulut lo masih gak bisa dijaga!” Andra masih kesal.
“Sudah-sudah. Jangan meributkan hal yang tidak penting.” Sahut sang Pendeta.
“Aku ngomong apa adanya.”
Emosi Andra kembali tersulut karena ucapan Toni. “Lo!!!” Andra hendak meninju Toni tetapi berhasil ditahan oleh Jaka dan Donna.
“Udah Ndra. Sabar...” Bella turut menahan Andra. Sedangkan Agung hanya terdiam.
“Lo!” Donna menghampiri Toni. “Jaga mulut lo, bencong. Ikut gue!” Donna menarik Toni dengan sedikit paksaan.
Kepergian Toni dan Donna dapat mendinginkan keadaan di ruangan itu. Emosi Andra mulai stabil dan ketegangan jauh berkurang. Keadaan yang semakin kacau telah menguras banyak pikiran dan tenaga mereka. Ada saat-saat di mana mereka mulai merasa lelah dan nyaris putus asa.
“Kamu gak apa-apa kan Gung?” Bella mengusap pundak Agung. “Omongan Toni jangan diambil hati. Dia gak bermaksud mojokin kamu. Sikapnya seperti itu karna dia sangat mengkhawatirkan Dika, frustasi dan putus asa menghadapi masa-masa sulit ini.”
“Aku ngerti.”
“Sebaiknya kamu istirahat. Masalah ini jangan terlalu dipikirkan. Kita pasti bisa menyelamatkan Dika dan keluargamu.” Pendeta berusaha menenangkan. “Andra, bisa antarkan Agung ke kamar?”
Andra mengangguk. Ia mendekati Agung lalu meraih tangannya. “Ayo...”
“Terima kasih atas dukungan dan kepercayaan kalian. Aku akan berjuang agar tidak mengecewakan kalian semua.” Ucapan Agung mendapat anggukan dan senyuman. Kemudian Agung mengikuti Andra yang menggenggam tangannya.
Andra mengeratkan genggamannya. Di tengah semua masalah yang ada, Andra merasa senang bisa menggenggam tangan Agung seperti yang ia lakukan sekarang. Andra sudah sejak lama mendambakan dapat berjalan sambil berpegangan tangan dengan orang yang sangat ia sayangi. Tekadnya semakin besar untuk menjaga Agung dan menyelamatkan dunia. Dengan demikian, ia masih mempunyai kesempatan untuk kembali menggenggam tangan Agung dan berjuang mendapatkan cintanya.
“Ndra...” Agung menahan tangan Andra saat mereka hampir mencapai pintu kamar.
“Ada apa?”
“Maaf kalau selama ini aku sering mengecewakanmu. Aku tidak pernah jujur, selalu menyembunyikan kegay-anku. Aku hanya tidak ingin memberimu harapan palsu. Aku takut hatimu akan semakin terluka jika hal itu terjadi. Aku tidak ingin persahabatan kita sejak kecil jadi hancur berantakan karena masalah asmara. Kamu dan Dika adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Aku tak ingin kehilangan satu pun di antara kalian. Apapun yang terjadi nanti, kalian tetap menjadi sahabat terbaikku.”
“Aku tak pernah menyalahkanmu. Tidak ada yang salah. Aku ngerti kenapa kamu sempat menjauh dariku. Wajar kalau kamu bingung dan shock saat mengetahui perasaanku padamu. Apalagi waktu itu kamu belum bisa menerima kegay-anmu sepenuhnya. Dan kamu... punya perasaan pada orang lain, bukan aku.”
“Ndra...” Agung berkata lirih, nampak penyesalan di matanya.
“Aku gak bisa nyalahin kamu. Cinta gak pernah salah, hanya waktu dan tempatnya yang salah. Cinta juga gak bisa dipaksakan, tapi bisa diperjuangkan. Ya... Cinta dapat diperjuangkan. Yang kuminta darimu, jangan halangi aku untuk memperjuangkan cintamu. Izinkan aku agar bisa menjadi pangeran di hatimu, berjuang demi cintaku. Apapun hasilnya akan kuterima. Walaupun kamu tidak menyambut cintaku, aku tetap menerimanya.”
“Tapi Ndra, hatimu pasti terluka kalau...”
“Ya. Pasti rasanya sakit kalau kamu tetap tidak bisa menerima cintaku. Tapi ada kepuasan batin karena aku telah berjuang. Dan yang pasti, tidak akan ada penyesalan karena tidak pernah mencoba.”
Agung menatap Andra yang menunjukkan keteguhan hati. Tulus, itu kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan Andra. “Apa kamu yakin persahabatan kita gak akan rusak?”
“Aku janji kita sahabat selamanya. Kalau kamu menolakku, kita tidak akan bermusuhan dan tetap sahabat. Kalau kamu menerima cintaku, kita juga tetap bisa jadi sahabat dan itulah yang akan terjadi.” Andra terlihat sangat yakin.
“Pede banget.”
“Harus. Kita harus yakin bisa melakukan suatu hal walau terdengar mustahil sekalipun. Keajaiban bisa muncul kapan saja tanpa pernah kita duga.”
Agung membayangkan banyaknya keajaiban yang ia lihat akhir-akhir ini. Banyak peristiwa yang sebelumnya tidak akan pernah dipercayai Agung, telah terjadi di hadapannya. Dan kini Agung berpikir mungkin saja suatu saat nanti hatinya berubah, tidak mustahil ia bisa membalas cinta Andra. Sekarang hatinya memang terpaut pada Randy tetapi dirinya tidak yakin mereka dapat bersatu. Agung teringat ketika ia mendengar percakapan antara Pelangi Api dan kakek. Saat itu kakek mengingatkan Pelangi Api agar jangan pernah memupuk perasaan suka pada seorang lelaki. Kekuatan Pelangi Api akan semakin berkurang jika perasaan cintanya pada seorang lelaki semakin besar.
“Jadi...?” Andra nampak penasaran.
“Maksudnya?” Agung pura-pura bingung. Ia mencoba menahan senyuman dan menahan tawa ketika melihat mimik wajah Andra.
“Agung.” Andra memegang kedua pundak Agung. “Jawabanmu apa?”
“Pertanyaannya?”
“Aghhh.” Andra semakin tidak sabaran. “Apa kamu mau memberiku kesempatan untuk menjadi orang yang special di hatimu?”
“Emangnya perlu dijawab?”
“Harus.”
“Kalo aku gak ngasi kesempatan, emangnya kamu langsung nyerah?”
“Hmmm... Kayaknya nggak.” Andra mengatakannya perlahan. “Tapi kamu tetap harus jawab.”
“Emang ngaruh? Dijawab ato nggak juga gak ada bedanya.”
“Itu artinya...” Senyuman mengembang di bibir Andra. “Kamu ngasi aku kesempatan?” Katanya riang.
“Iya Andraaaa.”
“Makasih Gung.” Andra sangat senang dan reflek memeluk Agung. “Aku pasti akan berusaha sebaik mungkin demi memenangkan hatimu.”
“Baru dikasi kesempatan aja udah seneng banget.” Ejek Agung.
“Selama kamu tidak menutup hatimu untukku berarti aku punya banyak harapan. Aku yakin keajaiban akan datang dan aku pasti bisa menaklukan hatimu. Waktu yang akan bicara.” Kata Andra sambil mencolek hidung Agung.
“Tapi Ndra.” Mendadak raut wajah Agung menjadi sangat muram. “Keadaannya sedang gawat. Saat ini dunia dalam bahaya. Bagaimana kalau kita gak bisa mengalahkan Dewi Kegelapan? Aku takut Ndra... Keluargaku. Dika. Sekarang mereka ditawan. Aku takut mereka disiksa. Ini salahku.”
“Bukan. Itu kesalahan mereka yang haus akan kekuasaan. Mereka menghalalkan segala cara untuk menguasai alam semesta. Mereka makhluk jahat yang harus dimusnahkan.”
“Bagaimana caranya kita bisa menyelamatkan keluargaku, Dika dan seluruh dunia? Aku belum berhasil memiliki Kristal Pelangi. Bahkan aku gak sadar saat berubah menjadi Pangeran Pelangi seperti yang kalian bilang. Aku merasa kalian berharap pada orang yang salah. Aku tidak punya kekuatan super apalagi Kristal Pelangi.”
“Kamu percaya padaku kan?” Andra bertanya dan Agung mengangguk. “Terkadang kita tidak menyadari kekuatan yang kita miliki. Kekuatan itu akan muncul pada waktunya. Jangan pernah berhenti berharap, karena harapan bisa menjadi sumber kekuatan. Jangan pernah berhenti bermimpi karena mimpi bisa menjadi mesin penggerak untuk terus berjuang. Dan jangan lupa dengan kekuatan cinta. Dengan cinta kita bisa merubah dunia menjadi lebih baik.”
“Ya.” Agung agak ragu. “Kamu benar. Kita tidak boleh berhenti berharap. Apapun yang terjadi nanti biarlah menjadi rahasia Tuhan.”
“Senyum dong...”
Agung berusaha tersenyum. Namun senyuman Agung nampak dipaksakan. Bagaimana mungkin Agung bisa tersenyum tanpa beban sedangkan keluarganya dan Dika dalam bahaya.
“Senyummu jelek banget.” Perkataan Andra membuat Agung makin cemberut. “Sekarang kamu istirahat. Kami akan berusaha menyelamatkan Dika dan keluargamu. Aku janji akan berusaha keras untuk menyelamatkan mereka.”
“Terima kasih untuk segalanya. Sampaikan juga ucapan terima kasihku pada teman-teman yang lain. Aku akan mendoakan supaya kalian berhasil.”
“Amin...” Andra tersenyum manis. “Masuk gih... Istirahat. Jangan terlalu khawatir.” Andra memutar badan Agung lalu mendorong pelan ke arah pintu kamar. “Cepat masuk.”
Agung membuka pintu. Langkahnya sangat berat untuk melangkah ke dalam kamar. Baginya sulit untuk beristirahat di saat keluarga dan teman-temannya sedang berjuang untuk hidup. Namun tiba-tiba Agung berbalik lalu memeluk Andra sangat erat. “Berjanjilah padaku, kamu akan kembali dengan selamat. Aku tak mengizinkanmu mati di tangan mereka. Aku akan sangat marah padamu kalau hal itu sampai terjadi.”
“Aku janji, aku pasti kembali. Aku gak akan membuang kesempatan untuk bisa hidup bahagia bersamamu.” Andra membalas pelukan Agung. Keduanya seperti enggan melepas pelukan, seakan itu adalah pelukan perpisahan.
“Aku pergi.” Kata Andra setelah melepas pelukan. “Yakinlah aku akan kembali untuk memperjuangkan cintamu. Kamu juga harus menjaga diri dengan baik jika kemungkinan yang terburuk terjadi.”
“Nggak.” Air mata menetes di pipi Agung. “Aku yakin kebaikan mampu mengalahkan kejahatan. Pasti akan ada keajaiban.”
“Jangan menangis.” Andra mengusap air mata Agung. “Melihatmu menangis membuat hatiku sakit.”
“Justru air mata ini yang akan menguatkanmu. Air mataku akan menetes jauh lebih banyak kalau orang-orang yang kusayang meninggalkanku.”
“Aku akan ingat itu.” Andra menatap dalam pada Agung. Andra merasa berat untuk meninggalkan Agung karena jauh di dalam hatinya Andra tidak yakin bisa mengalahkan musuh mereka. Hanya keajaiban yang diharapkan akan terjadi.
“Aku pergi.” Andra tiba-tiba berbalik lalu berlari meninggalkan Agung. “Doakan kami.” Katanya sambil melambaikan tangan kanannya.
Agung menyaksikan kepergian Andra dengan perasaan campur aduk. Agung menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa diandalkan dan hanya menjadi sumber masalah.
Dari kejauhan, Pelangi Api memperhatikan Agung yang masih terpaku di tempatnya. Hatinya seperti teriris saat melihat Agung dan Andra berpelukan. Dalam benaknya sangat ingin kembali dekat dengan Agung seperti yang terjadi beberapa hari lalu. Namun hal itu hanya mimpi bagi Pelangi Api. Cintanya pada Agung adalah sebuah larangan.
Agung memegang knop pintu. Ia ragu untuk masuk ke dalam kamar. Pikiran berkecamuk. Ia merasa bersalah jika dirinya beristirahat sedangkan keluarga dan teman-temannya mungkin sedang tersiksa. Setelah berpikir beberapa saat, Agung akhirnya batal masuk ke kamar.
Agung mengendap-endap sambil memperhatikan sekelilingnya. Ia memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyian. Ia berpikir, seharusnya dia lah yang bertanggung jawab atas keselamatan keluarganya dan Dika. Ia tidak akan pernah bisa tenang sebelum mereka selamat.
Agung berlari cepat setelah merasa tidak ada orang yang melihatnya. Ia yakin di tempat itu hanya ada pendeta karena para Pelindung Pelangi telah pergi untuk melawan pengikut Dewi Kegelapan. Ia berhenti dan bersembunyi di balik pohon, memperhatikan sekitarnya lalu kembali berlari. Ia kembali berhenti di bawah pohon untuk mengatur nafasnya. “Ke mana aku akan pergi?” Bisik Agung. Ia bingung dengan tempat tujuannya.
“Kau tidak boleh pergi!”
Agung terkejut. Seseorang melompat dari atas pohon dan mendarat di depannya. Orang itu memunggungi Agung. Namun Agung mengenal pakaian dan postur tubuh orang itu.
“Aku harus pergi. Aku harus membantu para Pelindung Pelangi untuk menyelamatkan Dika dan keluargaku.”
Pelangi Api berbalik. “Bodoh. Bagaimana kau akan melawan mereka?! Apa kau mau mati konyol?! Kau akan menjadi beban Pelindung Pelangi. Konsentrasi mereka pasti terpecah jika kau berada di sana. Lagi pula ke mana kau akan pergi? Kau tidak tau tempat tujuan.”
Agung merasa sesak di dadanya. Kata ‘beban’ yang diucapkan Pelangi Api menandakan Agung tidak berguna dan terlalu lemah. Agung benci dengan ketidakberdayaannya.
“Kembalilah. Jalan terbaik bagimu adalah tetap bersembunyi.”
“Aku hanya ingin ikut berjuang menyelamatkan keluargaku. Aku tidak mau menjadi orang yang tidak berguna, pecundang. Bila perlu aku akan menyerahkan diriku pada mereka. Aku yang mereka cari. Lebih baik aku saja yang mati dari pa_”
“Stop!” Pelangi Api memotong kata-kata Agung. “Ada kalanya diam itu lebih baik. Orang yang bijak adalah orang yang sadar akan posisinya, tau kapan harus diam dan bertindak pada saat yang tepat. Jika mereka menangkapmu dan berhasil merebut Kristal Pelangi, maka dunia ini akan dikuasai kegelapan untuk selamanya. Itu berarti bukan hanya dirimu sendiri yang dikorbankan, keluarga, teman-temanmu dan seluruh dunia ini juga terancam musnah. Jika kau tetap bersembunyi, ada harapan suatu saat kita bisa mengalahkan kekuatan hitam. Untuk itu, kau harus tetap bersembunyi dan akan melawan mereka pada saat yang tepat.”
“Apa aku harus menunggu keluarga dan teman-temanku mati?!” Agung agak emosi.
“Itu lebih baik dari pada dunia ini selamanya dikuasai kegelapan.”
“Nggak. Aku gak bisa membiarkan orang-orang yang kusayangi dikorbankan. Pasti ada cara untuk mengalahkan Dewi Kegelapan. Aku akan berusaha untuk melawan mereka. Aku tidak ingin menjadi pengecut dan pecundang.” Agung berlari secepat yang ia bisa. Namun tiba-tiba Pelangi Api muncul beberapa meter di depannya. Agung berbelok untuk menghindari Pelangi Api tetapi Pelangi Api kembali muncul di depannya. Sekali lagi Agung berbelok dan dikejutkan oleh Pelangi Api yang muncul di hadapannya dengan memegang bahu kanannya.
“Lepaskan!”
“Tidak. Aku akan membawamu kembali.” Pelangi Api berkata tegas.
“Gue bilang lepasin gue!” Agung melotot. Ia memegang tangan Pelangi Api yang memegang bahunya. “Jangan buat kesabaran gue habis.”
“Dasar keras kepala.” Pelangi Api menahan senyumnya. Ia merasa agak geli dengan ekspresi Agung saat marah. “Bagaimana kalau aku membuat kesabaranmu habis?”
“Lo!” Agung semakin dibuat jengkel.
Pelangi Api tiba-tiba membopong tubuh Agung ke atas pundaknya.
“Lepasin. Lepasin gue.” Agung meronta-ronta. Tangan Agung terus memukul punggung Pelangi Api, sedangkan kakinya menendang tak tentu arah.
Suara teriakan Agung membuat meditasi Pendeta terganggu. Pendeta berlari terburu-buru ke luar ruangan. “Ada apa ini?” Dia heran karena keberadaan Pelangi Api yang sedang membopong Agung.
“Dia mau melarikan diri.” Jawaban Pelangi Api.
“Aku ingin membantu Pelindung Pelangi.” Sahut Agung yang tidak suka dirinya disebut melarikan diri. “Lepasin!” Agung masih saja meronta.
“Bawa dia masuk.” Pendeta membuka pintu kamar.
Pelangi Api membawa Agung ke dalam kamar dan meletakkannya di atas ranjang. “Tak ada gunanya kau keras kepala. Seorang Pangeran tidak boleh bertindak ceroboh.”
“Benar yang dikatakan Pelangi Api. Anda adalah Pangeran Pelangi yang diharapkan mampu mengalahkan kekuatan hitam. Sekarang, Anda tidak bisa melawan mereka karena anda belum mempunyai kekuatan. Tunggulah sampai anda mampu melawan mereka. Anda adalah harapan terakhir kami. Apa anda ingin memusnahkan harapan kami? Jika anda tertangkap, harapan kami bisa hancur.”
Agung terisak pelan, meratapi ketidakberdayaannya. “Aku tidak mau menjadi Pangeran. Untuk apa jadi Pangeran Pelangi kalau karena hal itu aku malah membahayakan keluarga dan teman-temanku. Kalian pasti salah, aku pasti bukan Pangeran Pelangi. Kalau aku Pangeran Pelangi, kenapa aku tidak ingat apa-apa? Ini pasti salah paham.”
“Pangeran tidak boleh bicara seperti itu. Kita sudah pernah membahas masalah itu. Memori anda perlahan-lahan pasti akan kembali, hanya menunggu waktunya. Anda harus bersabar dan jangan mencoba membahayakan diri anda. Saya mohon tetaplah bersembunyi di sini, jangan mempersulit keadaan.” Pinta Pendeta.
Agung menunduk. Ia merasa bersalah telah membebani banyak orang. “Apa yang Pendeta lakukan?” Agung buru-buru turun dari ranjang saat melihat Pendeta berlutut padanya. “Ayo bangun. Pendeta tidak boleh berlutut seperti ini.”
“Saya tidak akan berhenti berlutut sebelum anda bersumpah tidak akan meninggalkan tempat persembunyian ini.”
Agung menghela nafas. Ia silih berganti menatap Pendeta dan Pelangi Api. “Aku bersumpah tidak akan kabur lagi dan tetap bersembunyi di tempat ini.”
Pendeta dan Pelangi Api tersenyum.
“Apa itu cukup?” Tanya Agung.
“Cukup.”
“Kalau begitu bangunlah...”
Pendeta menuruti perkataan Agung. Sepertinya ia puas karena usahanya berhasil. “Terima kasih. Saya harap Pangeran tidak melanggar janji dan memenuhi tanggung jawab Pangeran.”
“Seorang kesatria pantang melanggar sumpahnya.” Kata Pelangi Api.
Agung mengangguk dan terlihat lesu.
“Sebaiknya kami keluar. Pangeran harus istirahat.” Pendeta melangkah ke luar kamar dan diikuti oleh Pelangi Api.
Agung nampak ragu. Ia meremas-remas jarinya. “Kak Randy...” Akhirnya Agung memanggil Pelangi Api yang berada tepat di pintu.
Pelangi Api terpaku sejenak.
“Aku ingin bicara.” Agung berkata cepat ketika Pelangi Api kembali melangkah.
“Saya duluan.” Pendeta tidak ingin mengganggu pembicaraan mereka.
“Ada apa?” Pelangi Api bertanya setelah jarak Pendeta cukup jauh.
“Aku ingin berterima kasih sekaligus meminta maaf. Karena aku, kakak terluka parah. Waktu itu aku tidak sempat mengatakannya karena kakak diam-diam pergi dari tempat ini.” Diam sejenak. Pelangi Api tidak menanggapi ucapan Agung.
“Apa masih sakit?”
“Tidak.”
“Kenapa kakak pergi begitu saja? Dan kenapa tidak mengizinkanku menemuimu waktu itu?”
“Aku tidak nyaman di tengah orang asing.”
“Kenapa sikap kakak kembali dingin? Seharusnya kakak menatapku saat kita bicara. Bukan memunggungiku seperti sekarang.” Agung mengatakannya dengan sangat cepat.
Pelangi Api hanya diam, sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Sikapmu aneh. Sejak dulu kakak gak pernah bersikap ramah padaku. Perlakuanmu beda. Kakak bisa bersikap biasa dengan teman-teman yang lain, denganku... kakak selalu ketus dan sering bersikap berlebihan kalau aku bermain tidak bagus. Saat kita berlatih, kakak sering memberi masukan pada teman-teman, kecuali aku. Malah kakak sering menjatuhkan mentalku. Aku sering bertanya-tanya kenapa kakak memperlakukan dengan buruk.”
“Kau terlalu melebih-lebihkan.”
“Jangan membuatku bingung. Waktu itu kakak bisa bersikap baik padaku tetapi kembali berubah setelah aku tau identitasmu yang sebenarnya. Kenapa harus seperti ini?”
“Karena beginilah seharusnya. Suatu saat nanti kau pasti akan mengerti.” Pelangi Api kembali melangkah dan pintu kamar tertutup di saat yang sama.
“Aku belum selesai bicara.” Agung berteriak.
Pelangi Api menemui sang Pendeta yang berdiri di bawah pohon cemara. “Sebelum pergi, aku akan melindungi tempat ini. Jaga dia baik-baik. Mungkin aku dan Pelindung Pelangi tidak dapat bertahan lama. Lanjutkan perjuangan saat kekuatannya sudah maksimal.”
“Semoga kalian beruntung. Saya harap kita dapat bertemu lagi.”
Pelangi Api melayang tinggi. Ia mengelilingi padepokan itu dengan perisai transparan. Kemudian Pelangi Api menghilang di kegelapan malam.
***
Malam telah berganti pagi. Sinar mentari tidak berhasil menjangkau bumi yang diselimuti kabut. Satu hari menjelang kesejajaran planet-planet terasa sangat mencekam. Burung-burung beterbangan dalam kelompok yang sangat besar. Serangga-serangga berbondong meninggalkan habitatnya. Hewan peliharaan tidak tenang berada di kandangnya, sedangkan hewan liar nampak gelisah dan bermigrasi.
Para Pelindung Pelangi masih berjuang melawan pengikut Dewi Kegelapan yang semakin merajalela. Para Pelindung Pelangi merasa dipermainkan. Mereka selalu ditinggal pergi di tengah pertempuran atau saat baru saja ingin melawan musuh. Mereka juga belum dapat menemukan tempat di mana Dika dan keluarga Agung ditawan.
Saat ini, para Pelindung Pelangi berusaha melindungi sebanyak mungkin jiwa-jiwa yang akan direnggut pengikut Dewi Kegelapan. Dengan begitu, semakin banyak orang yang bisa diselamatkan.
“Mati kau.” Pelindung Kuning meluncurkan anak-anak panah ke arah Astaroth.
Astaroth melompat jauh, menghindari serangan Pelindung Kuning. “Apa kau tidak bisa lebih baik? Serangan seperti itu tidak akan berhasil melumpuh_” Ucapan Astaroth terhenti karena ada dua serangan beruntun dari Pelindung Jingga dan Hijau.
“Di mana kau sembunyikan Dika? Aku tidak akan pernah memaafkanmu kalau sampai dia terluka.” Pelindung Hijau sangat marah dan kembali menyerang Astaroth.
“Cari saja sendiri. Kalau kalian hebat pasti bisa menemukannya. Kecuali kalau kalian hanya pecundang. Hahaha.” Astaroth kembali menghindari serangan Pelindung Pelangi.
“Bangsat!” Pelindung Hijau sangat marah. Ia melecutkan cemetinya secara membabi buta. Kilatan berwarna pelangi menghujani Astaroth yang terus menghindar.
Hampir saja Astaroth terkena serangan bertubi-tubi dari ketiga Pelindung Pelangi. “Kurang ajar.” Astaroth mengayunkan kipasnya sambil melompat cepat dari satu tempat yang lain, lalu menghilang begitu saja.
“Sial. Lagi-lagi dia lolos.”
“Bagaimana pun kita harus tetap berusaha menggagalkan sebanyak mungkin jiwa-jiwa yang terancam, sambil mencari petunjuk keberadaan Dika dan keluarga Agung.”
“Benar. Kita berjuang sampai di luar batas kemampuan kita.”
“Ya.” Jawab Pelindung Hijau dan Kuning bersamaan.
Pertarungan melawan pengikut Dewi Kegelapan terus berlangsung. Pelindung Pelangi dan Pelangi Api berusaha keras menghalangi kekejaman Octo dan kawan-kawan. Namun pengikut Dewi Kegelapan selalu menghindar, mereka sangat fokus untuk merenggut jiwa-jiwa tak berdosa.
Waktu terus berlalu, siang pun telah berganti malam. Tidak terlihat satu pun titik cahaya di langit. Puing-puing berserakan di sebagian besar wilayah. Kota yang sebelumnya sangat ramai, kini telah menjelma menjadi kota mati.
Para Pelindung Pelangi dan Pelangi Api berkumpul di reruntuhan gedung. Mereka beristirahat sejenak sekaligus membahas strategi mereka. Terlihat jelas raut-raut kelelahan di wajah mereka. Namun ada hikmah dari keadaan itu. Kini tidak lagi ada jarak di antara mereka. Tujuan mereka hanya satu, melawan kekuatan hitam.
“Pertempuran kita yang sesungguhnya akan segera dimulai. Saat fajar tiba, kekuatan musuh akan bertambah beberapa kali lipat. Mulai saat ini, kita harus terus bersama. Dengan begitu kita dapat bertahan lebih lama.” Kata Pelangi Api.
“Yang dikatakan Pelangi Api benar.” Sahut Pelindung Merah. “Saat Dewi Kegelapan bangkit, kekuatan kita tidak ada apa-apanya dibanding mereka. Kekuatannya sangat dahsyat karena sangat banyak jiwa yang berhasil mereka renggut. Tak ada kata mundur, kita harus berjuang sampai mati.”
Pelindung Biru berdiri dan mengulurkan tangannya ke depan, miring ke atas. “Berjuang sampai mati.”
Pelangi Api dan Pelindung Pelangi yang lain juga melakukan hal sama. Mereka membentuk lingkaran lalu berkata “Berjuang sampai mati” bersamaan.
Makasih untk mentionya Bang Daniel