It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
kalo update lagi, aku di mention ya ..
Tarik paksa @Abyan_AlAbqari @Adhikara_Aj @aglan n @pectoralismajor :P
Ni lanjutannya!
@Abyan_AlAbqari @Adhikara_Aj @aglan @alfa_centaury @BinyoIgnatius @christianemo95 @danar23 @DItyadrew2 @DM_0607 @joenior68 @jokerz @Klanting801 @mr_Kim @obay @pectoralismajor @pokemon @suck1d @The_angel_of_hell @ularuskasurius @yubdi @z0ll4_0ll4 @Zhar12 @zeamays
Selamat membaca...
PELANGI III
Pagi ini Andra dilanda kegelisahan tingkat dewa. Kembali tidurnya dihiasi mimpi yang berhubungan dengan pelangi untuk ketiga kalinya. Mimpi pertama dan kedua sama persis namun mimpi yang ketiga berbeda dengan mimpi sebelumnya.
Andra sangat bingung saat melihat ukiran berupa pedang di bagian perut sebelah kiri. Dia semakin terkejut ketika tanda itu bercahaya warna-warni seperti pelangi pada saat dia sedang mandi. Tanda itu akan bercahaya saat bersentuhan dengan air namun cahaya itu hilang saat ukiran pedang itu dalam kondisi kering.
Begitu banyak pertanyaan yang memenuhi pikirannya. Dia hanya bisa menduga-duga tanpa tau jawaban yang pasti. Ingin bertanya tetapi tak tau harus menanyakan kepada siapa. Satu-satunya cara dia harus menemukan tempat di mana pelangi berawal, tempat yang penuh dengan cinta.
Dia harus ke sana pada saat bulan purnama. Namun ada keraguan di hatinya. Haruskah dia datang ke tempat itu? Sampai saat ini saja dia belum mengetahui ke mana dia harus pergi.
Rasanya kepala Andra mau pecah karena mimpi itu. Ingin berhenti memikirkannya namun tak bisa. Menurutnya tak masuk akal jika dia seorang Pelindung Pelangi yang mempunyai kekuatan super. Hal itu terlalu aneh. Tetapi dia tak bisa mengingkari bukti yang tampak jelas. Tanda diperutnya sangat nyata. Dia tak bisa membantah hal itu.
Andra berjalan pelan menuruni satu per satu anak tangga. Dia nampak tak bersemangat. Penampilannya pagi ini agak kacau. Wajahnya terus tertunduk. Beberapa kali dia mengacak rambutnya sendiri.
“Pagi Dra...” Sontak Andra melihat ke arah suara yang sangat dikenalnya. Suara yang ingin selalu didengar. Suara orang yang sangat disayanginya.
Andra hampir tak percaya saat melihat Agung tersenyum padanya. Saat ini Agung sedang duduk manis menikmati sarapan bersama kedua orang tua Andra. Andra seperti mendapat kejutan yang sangat menyenangkan. Tak biasanya Agung bertandang ke rumah Andra pada pagi hari, terlebih lagi hari ini bukan hari libur.
Senyuman mengembang di bibir Andra. Dia tak mampu menyembunyikan perasaan senangnya. Sosok Agung dengan ajaib dapat mengembalikan semangat Andra yang sempat hilang. Seakan tak ada lagi beban pikiran dalam benaknya.
“Gung ngapain di sini?” Pertanyaan bodoh meluncur begitu saja. Andra masih belum bisa percaya dengan kehadiran pujaan hatinya.
“Maaakan.” Jawab Agung sekenanya sambil menguyah sisa makanan di mulutnya.
Andra menahan tawa. Dia gemas dengan ekspresi Agung. Banyak hal dalam diri Agung mampu membuat Andra tersenyum dan tertawa. Agung bagaikan seorang peri yang bisa menyihir Andra menjadi sosok yang ceria.
“Andra sayang... Ayo sarapan. Ngapain kamu berdiri aja? Jarang-jarang loh kita bisa sarapan bareng Agung.” Suara maminya lembut.
“Eh...” Gumamnya pelan. Andra segera mengalihkan perhatiannya dari Agung. “Pagi mi, pi.” Ucapnya lalu mencium pipi mami. Mami dan papi pun membalas ucapan salam Andra.
Andra segera duduk di sebelah papi. Posisinya tepat berhadapan dengan mami. Sedangkan Agung berada di sebelah kiri mami.
“Tumben pagi-pagi kemari?” Tanya Andra sambil mengambil nasi goreng.
“Lagi pengen. Emang kenapa? Gak boleh?” Jawab Agung tanpa melihat Andra. Matanya tetap fokus menatap piringnya yang hampir kosong.
“Heran aja. Gak biasanya kamu pagi-pagi kemari. Pake ikutan sarapan lagi...” Andra sengaja membuat Agung kesal.
“Andra!” Mami melotot pada Andra. Tapi yang bersangkutan malah senyam-senyum. “Om sama tante seneng loh kalo Agung sering main di sini. Akhir-akhir ini kan Agung udah jarang datang. Kasian Andra jadi sering bête karna gak da temen..” Sambung mami.
“Iya Gung. Denger tu apa kata tante. Sering-sering main kemari kayak dulu. Kalo om liat, Andra lebih cocok sama kamu dari pada teman-temannya yang lain.” Sahut papi.
Andra merasa sangat senang mendengar ucapan mami dan papi. Namun ekspresinya dibuat sedatar mungkin. “Kira-kira mami sama papi setuju gak ya kalo kami pacaran?” Bisiknya dalam hati sambil menahan senyuman.
“Iya om. Tapi sekarang Agung lagi banyak kegiatan. Kadang-kadang susah bagi waktu.”
“Alasan tu pi. Buktinya Agung sering main sama teman-temannya.” Bantah Andra.
“Nggak kok, om. Cuma sekali-kali doang. Lagian Andra kalo diajak selalu nolak. Sering cari-cari alasan, ini lah itu lah.”
“Aku gak nyaman ngumpul bareng geng kalian. Apalagi ada cewek super genit yang sok paling cantik.”
“Hahaha... Dia memang cantik loh.”
“Cantik sih cantik. Tapi kelakuannya buat illfeel. Tiap jumpa cowok cakep pasti selalu kecentilan.”
“Mami heran liat kalian berdua. Kalo jumpa selalu aja berdebat. Kalo gak jumpa beberapa hari pasti kangen-kangenan.” Kata mami sambil tersenyum.
“Gak lah Mi. Mana mungkin Andra kangen sama Agung.”
“Apalagi aku. Amit-amit kangen sama kamu.” Agung menjulurkan lidahnya.
“Udah-udah. Jangan debat lagi! Cepat habiskan sarapan kalian. Jangan sampe telat ke sekolah.” Papi berkata tegas tetapi dalam hatinya merasa lucu melihat tingkah Andra dan Agung.
Mereka kembali meneruskan sarapan yang sempat terhenti. Sesekali Andra mencuri pandang ke arah Agung yang sangat asik menyantap nasi goreng. Ingin sekali Andra selalu bisa melihat wajah polos Agung saat dirinya sedang makan. Wajah imut yang selalu mengusik hati dan pikiran Andra selama bertahun-tahun.
Andra dan Agung berpamitan setelah menyelesaikan sarapan mereka. Tak henti-hentinya Andra mengulum senyum. Wajah kusutnya akibat mimpi itu seperti tak berbekas. Cinta memang ajaib. Bisa mengalihkan perhatian kita hanya pada satu titik, hanya terfokus pada seseorang yang kita cintai.
“Dra...” Ucap Agung saat Andra sedang memanaskan mesin motornya.
“Hmm...”
Agung sengaja datang ke rumah Andra untuk mengatakan bahwa dirinya tidak bisa pergi nonton bersama Andra. Bisa saja mengatakannya melalui telpon tapi Agung tau betul sifat Andra yang gampang marah jika seseorang membatalkan janji. Agung tak ingin Andra sampai mendiamkannya seperti dulu.
“Mau ngomong apa?” Andra menoleh sebentar ke arah Agung.
“Nanti sore aku gak bisa pergi nonton. Aku harus latihan tennis. Udah nyoba minta izin tapi...” Perkataan Agung terhenti saat melihat sorot mata Andra yang sangat tajam. “Sorry.” Agung menunjukan senyuman memelas.
“Jangan buat-buat alasan!” Katanya ketus.
“Liat aja noh aku bawa raket.” Agung menunjuk sebuah tas raket tennis yang disandarkan di sepedanya. “Kalo gak percaya juga, nanti sore datang aja ke sekolahku.”
Andra melihat sekilas raket itu. Dia masih bungkam namun isi kepalanya terus berpikir. Tak lama muncul ide brilliant yang membuatnya tersenyum tipis. “Kamu ku antar. Cepat naik!” Perintah Andra.
“Entar ka_”
“Cepat! Kamu mau aku marah hah?!”
Dengan malas Agung mengambil raketnya dan helm lalu duduk di belakang Andra. Kalau bukan karena tak mau Andra marah, Agung enggan diantar Andra ke sekolah.
Andra sangat senang namun dia tak mau menunjukkannya. “Pegangan! Aku gak mau tanggung jawab kalo kamu jatuh.”
Agung mendengus kesal sambil memegang pinggang Andra. Dia sudah hafal dengan kebiasaan Andra saat memboncengnya. Pasti Andra ngebut seperti biasanya. “Andra!!!” Agung berteriak dan mempererat pelukannya saat Andra tiba-tiba melajukan motor sambil sedikit mengangkat motornya.
Andra tertawa kencang. Dia tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Dia tak peduli dengan omelan Agung sepanjang perjalanan singkat itu. Bahkan Andra akan kembali mengangkat motor saat Agung mengendurkan pelukannya. Andra tak peduli dengan tatapan orang lain. Untuk apa malu, remaja-remaja lain juga sering bercanda dengan teman-temannya.
Andra menghentikan motor tepat di depan gerbang sekolah. “Nanti ku jemput. Sekalian aku mau liat kamu latihan.” Kata Andra saat Agung turun dari motornya.
“Terserah.” Agung menyerahkan helm dan langsung pergi begitu saja.
Andra memperhatikan Agung yang semakin menjauh. Dia tak mempedulikan beberapa siswi yang memperhatikan dirinya, bahkan ada juga yang berusaha menebar pesona. Mana mungkin Andra tergoda cewek-cewek centil itu. Di hati Andra hanya terukir nama Agung.
Di lain sisi, ada sepasang mata yang terus memperhatikan sejak Agung dan Andra tiba di depan sekolah. Langkahnya terhenti beberapa meter dari posisi mereka. Dia terus saja menatap Andra sampai Andra meninggalkan sekolah. Terlihat jelas raut wajahnya yang kesal. Nampaknya dia tak menyukai kehadiran Andra.
***
Agung dan tiga orang lainnya sedang berlatih di dua lapangan tennis. Mereka berempat nampak sangat serius berlatih tanding dengan lawan masing-masing. Agung melawan Randy sedangkan Jonas melawan Felix.
Mereka bertanding setelah sebelumnya mendapatkan arahan dan latihan tehnik berbagai macam pukulan. Pelatih dan asistennya berusaha mengurangi kelemahan-kelemahan anak didiknya.
Pelatih dan asisten pelatih memperhatikan pertandingan mereka. Nampak catatan yang mereka tulis untuk bahan evaluasi setelah selesai pertandingan. Teriakan-teriakan mereka juga sering terdengar saat anak didiknya melakukan kesalahan.
Di sisi lapangan, Andra terlihat antusias menyaksikan pertandingan Agung melawan Randy. Dia berulang kali berteriak-teriak memberikan semangat untuk Agung. Sepertinya dia lah orang yang paling bersemangat di antara mereka.
“Hebat banget lo. Cuma latihan udah bawa supporter.” Ejek Randy saat mereka baru saja selesai berlatih. Agung tak menanggapinya karena pelatih telah mendekat ke arah mereka.
Pelatih menatap Agung. “Second serve kamu masih terlalu lemah. Forehand dan backhand sudah oke, hanya perlu sedikit disempurnakan. Unforced error udah berkurang. Variasi pukulan kurang bagus. Kamu sering memukul ke arah yang sama. Arah pukulanmu mudah terbaca. Seharusnya kamu bisa lebih cerdik menempatkan bola-bola ke arah yang sulit dijangkau lawan. Secara keseluruhan permainanmu semakin bagus, sudah banyak kemajuan. Walaupun kamu belum bisa mengalahkan Randy tapi skornya sangat ketat. Saya yakin kamu bisa mengalahkan Randy kalau lebih banyak berlatih. Tunjukkan kalau saya gak salah milih kamu masuk tim ini.” Pelatih menepuk pundak Agung.
Agung mendengarkan dengan seksama setiap ucapan pelatih. Dia agak kecewa karena belum bisa mengalahkan Randy. Seandainya saja dia bisa menang, pasti Randy gak akan terus-terusan meremehkannya. “Baik pelatih.” Jawab Agung dengan lantang.
Pelatih beralih menatap Randy. “Kenapa kamu? Kamu keliatan gak konsentrasi. Sering melakukan unforced error. Sebagai ketua tim seharusnya kamu memberikan contoh yang baik untuk anggota tim yang lain terutama junior kamu. Berlatih yang benar!” Randy hanya diam. Dia tak menanggapi evaluasi dari pelatih.
“Sekarang kalian boleh istirahat. Sebentar lagi saya mau bicara dengan kalian berempat.” Pelatih meninggalkan Agung dan Randy.
Agung tersenyum ke arah Andra. Dia meneguk air mineral lalu meninggalkan Randy, berjalan mendekati Andra. “Gak bosen nunggu?”
“Nggak. Aku malah senang ngeliat kamu main. Sini duduk! Kamu pasti capek.” Andra menarik lengan Agung hingga Agung meletakkan bokongnya di atas kursi. Andra mengambil handuk kemudian langsung mengelap keringat di wajah Agung.
“Apaan sih? Buat malu aja.” Agung cemberut dan merebut handuk dari tangan Andra.
“Ngapain malu? Aku cuma ngelap keringat kamu. Kamu kan lagi capek.”
“Gak enak kalo diliat orang.”
“Oh... Jadi kamu malu karna takut diliatin orang. Berarti gak masalah dong kalo kita cuma berdua.” Andra senyam-senyum gak jelas.
“Sinting.” Agung mendengus kesal. “Apa sih yang ada dalam pikiran Andra? Akhir-akhir ini sikapnya sering aneh. Perhatiannya terkadang terlalu berlebihan. Dia kenapa? Sebenarnya dia anggap aku apa? Temen? Saudara? Ato... Nggak. Gak mungkin.” Tanpa sadar Agung menggelengkan kepala, mencoba menyangkal kemungkinan yang muncul di pikirannya.
Andra memperhatikan Agung yang nampak aneh. “Kamu kenapa Gung?” Tersirat kekhawatiran di wajahnya.
“Ng...gak kenapa-napa.” Agung gugup. Dia tak mau membalas tatapan Andra dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Tanpa disangka Agung memergoki Randy sedang menatap ke arahnya. Mereka saling memandang sekitar sepuluh detik. Randy memalingkan wajah bersamaan saat Agung menunduk.
Hati Andra merasa gusar melihat dua insan berkelamin sama itu saling memandang. Dia tak menyukai ada pria lain selain dirinya yang berusaha menarik perhatian Agung. Hanya dirinya yang boleh memiliki hati Agung. Dia tak akan membiarkan orang lain merebut Agung darinya.
Andra mengambil tas Agung dan memasukan semua perlengkapannya. “Ayo pulang...” Dia langsung menarik tangan kiri Agung. Tarikannya membuat Agung terkejut dan hampir saja terjatuh.
Agung tertatih-tatih mengikuti gerakan Andra yang cepat. “Dra! Lepasin!” Dia berusaha melepaskan genggaman Andra namun tak bisa karena Andra semakin mengeratkan genggamannya.
Randy dan semua orang yang ada di sana nampak terkejut melihat Andra menarik paksa Agung. Sebagian dari mereka tertawa dan merasa terhibur. Sedangkan sebagian lagi merasa tindakan Andra sangat aneh.
“Andra! Kita mau ke mana? Aku belum boleh pulang.”
Andra masih tak mempedulikan ucapan Agung.
Agung melayangkan tinju kerasnya ke lengan kanan Andra yang menarik dirinya. Andra meringis menahan sakit, di saat itu lah Agung menghentakan tangan kirinya. “Gila lo.” Agung merebut tasnya dari Andra.
“Aku males liat muka cowok itu.” Andra nampak emosi.
“Aku gak ngerti maksud kamu apa?”
“Kita pulang sekarang. Aku gak mau liat kamu dekat-dekat cowok itu.”
“Andra! Stop buat aku bingung! Sekarang juga kamu harus jelaskan maksud kamu!”
“Aku...” Andra tak mampu meneruskan ucapannya.
“Sudahlah.” Agung berlari meninggalkan Andra. Pikiran Agung luar biasa kacau. Dia merasa semakin bingung dengan sikap Andra.
Andra berusaha mengejar Agung dan berteriak memanggil namanya. Dia berlari sambil memegang lengan kanannya. Dia merasa menyesal telah melakukan tindakan konyol seperti itu. Seharusnya dia bisa menahan rasa cemburunya.
Agung berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Dia berbalik dan menatap Andra yang masih berlari. Agung merasa iba melihat Andra yang memegang lengannya. Itu pasti karena pukulannya tadi. Namun rasa kesal mengalahkan segalanya.
“Jangan ikutin gue! Untuk sementara jangan pernah nemuin gue kalo lo masih mau kita temenan. Kasi gue waktu untuk berpikir. Lo itu aneh. Kelakuan lo bikin gue enek.”
“Gung...”
“Gue yang akan hubungi lo kalo gue udah siap.” Agung kembali berlari meninggalkan Andra. Dia segera mencari kendaraan agar segera tiba di rumah. Instruksi dari pelatih baginya tak penting lagi. Tak mungkin dia bisa berkonsentrasi jika pikirannya sedang kacau.
Agung yakin bahwa Andra menganggapnya lebih dari sahabat. Pikirannya dipenuhi memori-memori bersama Andra. Dia memang bodoh, bagaimana mungkin dia baru menyadari hal itu. Tapi dia belum sanggup membahas masalah itu sekarang. Dia harus bisa menenangkan diri terlebih dahulu.
Andra terus menatap kepergian Agung. Dia terlalu pengecut untuk mengungkapkan isi hatinya. Dia sangat takut jika Agung sampai membencinya dan tak mau mengenalnya lagi. “Goblok...” Andra nampak frustasi. Dia meninju telapak tangannya sendiri.
“Agung... Kenapa kamu yang pernah ngerti perasaanku? Aku cemburu tiap liat kamu dekat Dika. Sekarang ditambah cowok sialan itu.” Andra berbicara sendiri.
***
Cahaya bulan begitu terang. Keindahannya mempesona banyak mata yang memandang. Wujudnya nyaris sempurna, purnama yang sangat menawan.
Bintang-bintang berkerlap-kerlip menghiasi angkasa. Mereka seakan tak mau kalah dengan pesona bulan. Seolah-olah ingin berlomba untuk menarik perhatian makhluk-makhluk di bumi.
Cukup lama Andra mondar-mandir di balkon kamarnya. Dia bisa berkonsentrasi memikirkan ke mana tempat yang harus dituju untuk mencari jawaban dari mimpinya. Pikirannya buntu. Tak ada satu tempat pun yang melekat di pikirannya. Masalahnya dengan Agung selalu mengganggu pikiran.
Kegelisahan Andra menjadi-jadi saat melihat purnama yang semakin meninggi. Angin malam bertambah dingin seperti menusuk hingga ke tulang. Malam pun semakin larut, mengiringi anak manusia masuk ke dalam mimpinya.
Andra kembali menatap bulan yang mulai ditutupi awan tipis. Awan-awan mulai menutupi langit yang sebelumnya sangat cerah. Terlihat awan yang semakin tebal dan gelap di sisi kiri bulan. ‘Aneh’ pikir Andra saat melihat mendung hanya pada satu titik yang tak terlalu luas. Di saat yang sama dia merasakan denyutan pada gambar pedang yang terukir di perutnya.
“Purnama. Mendung. Pelangi.” Andra menggumam. “Tempat yang penuh dengan cinta? Pelangi berawal...”
Andra berpikir sejenak. “Hujan. Iya benar. Pasti hujan. Biasanya pelangi muncul setelah hujan.” Andra kemudian memperhatikan kumpulan awan hitam.
“Di sana... Daerah pinggiran kota. Daerah pertanian. Hawanya sejuk. Yang menarik apa ya?” Andra menggerak-gerakan telunjuknya. “Danau Cinta.” Senyuman mengembang di bibirnya. “Danau Cinta adalah tempat yang penuh dengan cinta. Tempat anak muda memadu kasih.”
Andra segera masuk ke kamarnya. Dengan gerakan cepat disambarnya jaket dan kunci motornya. Dia menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Dia ingin segera tiba di sana dan menemukan jawaban dari mimpi-mimpinya.
Andra melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Tak ingin sedikitpun menyia-nyiakan waktu dengan bersantai. Dia harus cepat sampai agar tak ada rasa penasaran lagi.
Akhirnya Andra tiba di Danau Cinta dalam waktu kurang dari 15 menit. Rintik-rintik hujan menyambut kedatangan Andra di tempat yang sangat sepi. Kegelapan malam mengganggu pandangan mata ditambah lagi dengan hadirnya kabut. Hanya beberapa lampu hias yang menjadi penerangan di sekitar danau ini.
Ternyata Andra tidak sendiri. Dengan bantuan lampu motornya, dia dapat melihat seorang lelaki bertubuh besar. Orang itu sedang duduk di atas motor yang terparkir di pinggir danau. Orang itu menyipitkan mata saat sorotan lampu motor Andra mengusik matanya.
Andra memarkirkan motornya agak jauh dari orang itu. Andra harus hati-hati karena mungkin saja orang itu bukan orang yang baik. Dan yang terparah jika orang itu salah satu pengikut Dewi Kegelapan.
Terdengar suara kendaraan yang mendekat ke arah mereka. Dari kejauhan terlihat sorotan lampu mobil menembus kegelapan malam. Tak lama mobil itu sudah terparkir hanya beberapa meter dari posisi Andra.
Andra penasaran dengan pengemudi mobil itu karena tak kunjung menampakkan wajahnya. Namun tiba-tiba dia dikejutkan ketika mendengar suara seorang cewek yang memanggil namanya.
“Kamu Andra kan?” Cewek itu mendekati Andra.
“Lo... Temennya Agung?” Andra semakin terkejut saat menyadari hal itu.
“Iya. Aku Bella.”
“Ngapain lo di sini? Ini kan udah malam. Gak aman tuk cewek berkeliaran di tempat seperti ini. Jangan-jangan...”
“Kamu kemari juga karna mimpi?” Bella memelankan suaranya.
Andra mencerna pertanyaan Bella. Kata ‘juga’ berarti Bella bermimpi hal yang sama dengan Andra. “Lo punya tanda juga?”
Bella mengangguk. “Aku punya tanda di paha. Apa kamu tau apa artinya?”
“Gue gak ngerti apa maksudnya. Gue bingung banget. Mimpi itu gak masuk akal. Terlalu aneh. Kalo bukan karna tanda di perut mungkin gue gak akan ke tempat ini.”
“Sama. Aku juga.”
Obrolan Andra dan Bella terputus saat mendengar kendaraan yang datang. Kali ini bukan satu melainkan ada dua kendaraan. Yang pertama tiba adalah mobil sport berwarna merah. Di susul oleh seorang pengendara motor gede.
Pemuda tampan berkacamata keluar dari mobilnya. Pemuda yang sangat menawan dengan wajah yang terkesan ramah.
Tak lama sang pengendara motor pun turun dari motornya. Dia membuka helm lalu menurunkan sedikit resleting jaket kulitnya. Awalnya Andra dan Bella menduga orang itu seorang cowok tapi mereka salah besar. Jika diperhatikan, akan kelihatan bahwa dia seorang cewek tomboy.
Mereka semua dikejutkan oleh seseorang yang berkelebat dan tiba-tiba sudah berdiri di pinggir danau. “Bagus kalian semua sudah datang.” Ucap lelaki misterius itu.
“Pak Pendeta.” Pemuda berkacamata nampak tak percaya.
Pendeta itu tersenyum pada pemuda itu. “Hai Toni. Saya senang melihat kamu di sini. Lebih tepatnya, saya senang melihat kelima Pelindung Pelangi berada di sini.”
Mereka saling memandang. Berusaha mengenali orang-orang yang akan menjadi teman baru mereka.
“Pendeta. Kami masih bingung dengan semua ini. Bagaimana mungkin kami adalah Pelindung Pelangi?” Ucap Andra.
“Jelaskan pada kami sekarang juga!” Pemuda yang bertubuh besar maju beberapa langkah. Tampangnya sangat serius.
“Baik. Saya akan menjelaskan semua yang saya ketahui.” Pendeta menarik nafas sejenak. “Awalnya saya juga bingung, sama seperti kalian. Saya mulai bermimpi tentang Kerajaan Pelangi sejak 10 tahun lalu. Hampir setahun saya belum bisa menemukan jawabannya hingga saya bertemu dengan kerabat jauh yang juga seorang Pendeta. Pendeta itu sudah sangat tua. Dia adalah sepupu kakek saya. Dia menjelaskan banyak hal dan menyerahkan kotak ini agar saya menjaganya.”
“Jangan bertele-tele! Kami butuh penjelasan secepatnya.” Cewek tomboy berbicara dengan sangat dingin.
Pendeta kembali tersenyum. Dia mengerti dengan sikap remaja yang sering tak sabaran. “Kalian berlima adalah orang-orang yang terpilih menjadi Pelindung Pelangi. Kalian akan melawan Dewi Kegelapan yang berusaha mengumpulkan kekuatannya untuk menghancurkan kaum pelangi.”
“Kenapa harus kami? Bagaimana kalo kami menolak?” Cewek tomboy itu kembali berucap.
“Saya yakin kalian semua tidak mau Dewi Kegelapan menghancurkan dunia pelangi dan diri kalian sendiri. Jika Dewi Kegelapan telah bangkit dan berhasil menguasai dunia, maka bisa dipastikan jiwa-jiwa kaum pelangi akan menjadi budaknya. Apa kalian mau menjadi budak Dewi Kegelapan?” Pendeta menatap mereka satu per satu.
“Apa kita semua menyukai sesama...” Toni melirik orang-orang di sekitarnya. “Jenis???”
“Ehmm...” Suara pemuda yang bertubuh tinggi besar. Yang lainnya juga nampak gelisah.
“Apa saya harus menjawabnya?” Pendeta tersenyum simpul.
“Tapi saya tidak menyukai sesama jenis. Saya menyukai laki-laki.” Bella akhirnya ikut bersuara.
Pendeta memperhatikan Bella dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Kamu mempunyai banyak sahabat yang memiliki jiwa pelangi. Apa itu benar?”
“Benar Pendeta. Saya fujhosi.” Setelah mengatakannya, Bella melirik ke arah Andra. Dia masih tak percaya jika Andra menyukai sesama jenis. Dia berpikir kalau saja Nadia mengetahui fakta itu, bisa-bisa Nadia histeris.
“Pelindung Pelangi adalah Ksatria yang bertugas melindungi Pangeran dan Kerajaan Pelangi. Nama kalian disimbolkan dengan warna-warna pelangi. Kalian akan mempunyai kekuatan untuk mencegah kebangkitan Dewi Kegelapan. Saat ini pengikut setia Dewi Kegelapan, Astarte dan Astaroth sedang mengumpulkan jiwa-jiwa pelangi yang belum kehilangan kesuciannya.”
“Kesucian?” Tanya Andra.
“Benar.” Jawab Pendeta. “Mereka mengumpulkan jiwa-jiwa pelangi ke dalam cermin jiwa. Jika jiwa seseorang telah terkurung di dalam cermin jiwa maka nyawa orang itu tak akan tertolong lagi. Mereka hanya mengambil jiwa orang yang belum pernah berhubungan seksual.”
“Bagaimana dengan ciuman? Oral... Seks?” Toni kembali bertanya.
Pendeta tak mampu menahan dirinya untuk tersenyum. "Cermin jiwa tak akan mengambil jiwa orang-orang yang telah melakukan oral dan anal seks.”
“Brarti penyelesaiannya sangat mudah.” Si cewek tomboy langsung menjadi pusat perhatian setelah mengatakan hal itu. “Kita bisa buat gerakan oral seks sedunia.”
“Gila.” Sahut pemuda bertubuh besar. Sementara yang lain hanya senyam-senyum.
“Tidak mungkin. Kita tidak boleh membuat kaum pelangi panik karna hal itu akan menambah energi Dewi Kegelapan. Lagi pula Kerajaan Pelangi tidak membenarkan perbuatan seperti itu sebelum waktunya. Bercinta dengan pasangan adalah kegiatan yang sangat sakral, tidak boleh dilakukan dengan sembarangan orang. Hanya boleh dilakukan setelah upacara pernikahan. Dan kalian juga harus ingat! Pelindung Pelangi juga tidak boleh melakukannya sebelum kalian resmi menikah. Jika kalian melanggar maka kekuatan kalian akan hilang.”
“Kekuatan apa?”
Pendeta membuka kotak kecil yang dibawanya. “Di sini ada lima buah cincin yang dihiasi dengan permata. Warna permata yang kalian miliki nantinya merupakan nama kalian masing-masing. Hanya kalian yang bisa menggunakannya karna cincin telah terikat dengan tanda yang kalian miliki.” Kelima permata pada cincin nampak berkilauan. Cukup menyilaukan setiap mata yang memandang.
Pendeta mengambil cincin dengan permata biru. “Kamu kemarilah. Siapa namamu” Dia menunjuk pemuda yang bertubuh besar.
Pemuda itu melangkah pelan. “Namaku Jaka. Apa kamu yakin itu milikku?” Dia bertanya saat hendak menerima cincin itu. Raut wajahnya menunjukkan bahwa dirinya ragu.
“Saya telah mengetahui warna kalian masing-masing. Sebelumnya kelima cincin ini belum bersinar seperti sekarang. Permata-permata ini mulai bersinar saat jarak kalian kurang dari 100 meter.”
Jaka menerima cincin itu. Tubuhnya seperti tersetrum beberapa detik. Kemudian dia merasakan aliran energi yang luar biasa. Tubuhnya terasa sangat ringan dan begitu segar. “Wow...” Dia terperangah seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat dan rasakan.
”Pakaikan cincin itu di salah satu jarimu.” Perintah Pendeta.
Jaka mengamati cincin itu. Menurutnya ukuran cincin itu terlalu kecil. Maka dia memasukkan cincin dengan permata biru yang bersinar itu ke jari kelingkingnya. Tiba-tiba sinar dari permata biru itu langsung redup. Jaka pun merasakan cincin itu merekat sangat ketat di jari kelingkingnya.
“Setiap permata itu akan meredup agar tak menimbulkan perhatian. Cincin itu telah menyatu dengan dirimu. Tak ada yang bisa melepasnya kecuali saat kamu telah mati atau bercinta sebelum waktunya. Sekarang kamu telah resmi menjadi Pelindung Biru.”
Kemudian Pendeta mengambil cincin yang dihiasi permata merah. “Sekarang giliran kamu.” Dia menunjuk Andra.
Andra maju dan menerima cincin itu. Reaksi Andra sama seperti yang Jaka alami. Dia seperti tersetrum beberapa detik dan merasakan energi yang luar biasa. Setelah Andra memakai cincin itu maka resmilah dia menjadi Pelindung Merah.
Setelah itu berturut-turut giliran Bella, Toni dan cewek tomboy. Bella menerima cincin berpermata kuning. Toni mendapatkan cincin berpermata hijau. Sedangkan cewek tomboy yang bernama Donna menerima cincin terakhir dengan permata Jingga. Maka kini mereka telah menjadi Pelindung Kuning, Hijau dan Jingga.
Pendeta menjelaskan banyak hal kepada Pelindung Pelangi. Bagaimana cara menggunakan kekuatan mereka hingga penjelasan tentang sepak terjang Pelangi Api yang telah berjuang melawan Astarte dan Astaroth.
***
Bersambung
Sorry kalo ceritanya kurang keren n kurang greget.
Tokoh yang telah muncul : Agung, Randy, Pangeran Pelangi, Pelangi Api, Seorang Kakek, Pendeta.
Pelindung Pelangi : Andra = Merah, Toni = Hijau (Cowok berkacamata), Jaka = Biru (Cowok bertubuh tinggi besar), Bella = Kuning, Donna = Jingga (Cewek tomboy)
Sahabat Agung yang lain : Dika, Julian, Galang dan Nadia.
Tokoh Antagonis : Dewi Kegelapan, Astarte dan Astaroth.
@danielsastrawidjaya ceritax ntar ampe tamat kan? Gak di gantung kek cerita2 yg lain? Makasih dah mention,di tnggu kelanjutanx.
Lanjut
@yubdi Jgn dibayangin kostumnya kyk power ranger. Cb bayangkan ksatria kerajaan zaman dahulu kala, berambut panjang n berjubah.
Kok warna pink?
Warna2 Pelindung pelangi itu sesuai warna pelangi yakni Merah, jingga (orange), kuning, hijau n biru. Sbnernya msh ada warna lain. Kyknya cukup 5 aja ya, kl 7 kbnyakan.
Klo misal ada 7 org pelindung pelangi jg gpp koq,ky di power rangers gitu ada tambah anggota di tengah" cerita hehehe @danielsastrawidjaya