It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ane bayangin kedatangan pendekar apinya kayak kaito kid pas dtg di conan..
trus si cewe tomboy kayak si uranus nya sailormoon..
argghhh..!
ayo lanjut yankkk...
*guling guling sakau
butuh imajinasi nih pas bagian kerajaan ..
mention lagi ya niel ..
"̮Нę²"̮нę²"̮нę²"̮
Lanjuuuttt... Cerita power ranger nyaa...
@LittlePigeon Gak mungkinlah cerita ini jd bangke. Wewww... Gak banget.
@Abyan_AlAbqari @Adhikara_Aj @Adra_84 @adzhar @aglan @alfa_centaury @arixanggara @BinyoIgnatius @christianemo95 @danar23 @DItyadrew2 @DM_0607 @Duna @hantuusil @joenior68 @jokerz @kizuna89 @Klanting801 @mr_Kim @obay @pectoralismajor @per_kun95 @pokemon @Sicnus @suck1d @The_angel_of_hell @ularuskasurius @yubdi @z0ll4_0ll4 @Zhar12 @zeamays
Teman-teman sorry ya updatenya kelamaan. Dah sebulan kena sindrom males nulis. Mau belajar jadi author yang gak bertanggungjawab. #upsss
PELANGI V
Andra melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Dia ingin secepat mungkin kembali ke komplek perumahannya untuk menemui Agung di taman. Dia telah terlambat menemui Agung karena tugas sebagai Pelindung Merah telah menyita banyak waktunya di malam hari.
Andra merasa sedikit lega saat motornya mendekati taman. Tak lama dia pun sudah memarkirkan motor tak jauh dari tempat Agung duduk. Hati Andra sangat senang masih dapat melihat senyuman Agung di tengah keremangan malam. Namun dia merasa aneh dengan sikap Agung yang tenang. Biasanya Agung uring-uringan jika dia datang terlambat.
Agung berusaha tetap tersenyum walau dirinya merasa tegang. Dia tak ingin mengecewakan Andra namun tak ada pilihan lain. Lebih baik Andra kecewa sekarang dari pada suatu hari nanti dia akan merasa jauh lebih sakit.
Langit malam nampak cukup cerah. Bulan separuh dan bintang-bintang menerangi bumi dari kegelapan malam. Angin malam sesekali berhembus dan membelai makhluk-makhluk yang ada di sekitar taman.
“Sorry aku telat.” Andra melangkah cepat menghampiri Agung. “Kamu dah lama nunggu?” Dia agak cemas, khawatir Agung tiba-tiba marah kepadanya.
Agung tetap tersenyum. “Gak pa-pa. Sini!” Agung sedikit bergeser, menyediakan tempat agar Andra duduk di sampingnya.
Andra tak menyia-nyiakan kesempatan. Dia segera duduk di samping Agung. “Kami kayak orang pacaran.” Pikirnya. Dia senyum-senyum sendiri.
Senyuman Andra terus terukir di bibirnya. Pandangannya selalu tertuju pada Agung yang sedikit menunduk. Perasaan Andra sangat bahagia bisa berlama-lama menatap wajah Agung dari jarak yang sangat dekat.
“Ndra...” Agung menoleh hingga tatapan mereka bertemu. Mata Andra tak berkedip dan terus menatap Agung. “Ndra!” Agung merasa risih dengan tatapan itu.
“I...iya Gung. Kamu mau ngomong apa?” Andra terlihat gugup walaupun dia berusaha tak menunjukkannya.
“Boleh aku nanya sesuatu?”
Andra mengerutkan keningnya. “Kalo mau nanya ya nanya aja. Kamu aneh banget, nggak kayak biasa. Kamu ada masalah?”
“Kamu anggap aku apa?” Pertanyaan Agung cukup membingungkan Andra.
“Pertanyaan kamu aneh.” Andra tertawa kecil. Dia berjuang untuk menyembunyikan kegugupannya. ‘Apa Agung tau perasaanku?’ Ucapnya dalam hati. ‘Nggak. Aku gak boleh jujur. Aku gak mau dijauhi Agung kalo dia tau aku gay.” Pikirannya kalut.
“Kamu sahabat yang paling ku sayang. Aku pengen kita begini terus. Selamanya.” Andra merangkul pundak Agung. Dia membayangkan akan hidup bahagia bersama Agung sebagai pasangan yang saling mencintai. Namun dia terlalu pengecut untuk menyatakan cintanya.
“Ndra...” Agung menatap Andra dengan tatapan sayu. Wajah mereka lebih dekat dari sebelumnya. “Kamu yakin cuma anggap aku sahabat?”
Kali ini Andra sungguh terkejut. Dia segera melepaskan rangkulan pada pundak Agung. Perasaan Andra semakin tak karuan. Tatapannya seakan menyelidik ke dalam sorot mata Agung yang sayu. “Maksud kamu...” Andra tak mampu meneruskan ucapannya.
“Aku ngerasa sikap kamu akhir-akhir ini semakin aneh. Aku tau kamu gak pernah suka ngeliat kedekatanku dengan Dika yang udah bersahabat sejak kecil. Dulu kamu gak pernah terang-terangan menunjukkan ketidaksukaanmu itu, tapi sekarang kamu semakin sering menunjukkannya. Aku juga ngerasa perhatian kamu sering berlebihan. Sikap kamu membuatku bingung terutama beberapa hari lalu waktu aku latihan tennis. Aku bingung kenapa kamu tiba-tiba bisa bersikap kekanak-kanakan dan aneh seperti itu. Aku hanya bisa menduga-duga, gak tau pasti alasannya. Aku minta kamu jujur ke a_”
“Jealous. Aku jealous. Aku gak suka kamu dekat dengan cowok lain.” Andra memegang kedua pundak Agung. Mata mereka saling menatap. Andra reflek melakukannya. Dia mencoba meyakinkan Agung dengan tatapannya. Sedangkan Agung seolah tak percaya dengan yang didengarnya walaupun dia sudah menduga hal itu.
“Aku udah lama mencintai kamu. Dari dulu aku gak berani ungkapin perasaan ini. Aku Takut kamu jauhi aku. Aku tau kita sama-sama cowok jadi gak wajar kalo aku cinta kamu. Aku udah berusaha untuk ngilangin perasaan ini. Tapi aku gak bisa. Semakin keras usahaku menyangkalnya, semakin kuat rasa cintaku. Aku tersiksa, Gung. Aku gak suka ngeliat kamu dekat dengan cowok lain, terutama Dika. Aku takut dia ngerebut kamu dari aku. Aku gak rela ngeliat kamu bersama Dika ato orang lain. Aku pengen hanya aku cowok yang kamu perhatikan, bukan orang lain. Aku mohon jadilah pacarku. Aku akan menjaga sikap dan berusaha menjadi pria yang lebih dewasa. Aku mau melakukan apapun yang kamu inginkan asalkan kamu menerima cintaku. Aku akan jadi pacar yang baik. Jadi orang yang selalu ada saat kamu butuhkan. Jadi orang yang bisa kamu andalkan. Aku janji! Aku pasti bisa buat kamu bahagia. Kamu mau kan jadi pacar aku? Mau kan Gung?” Kata-kata Andra terdengar sangat meyakinkan. Keberanian itu entah datang dari mana hingga dia bisa mengatakannya dengan sangat lancar.
Andra terus menatap Agung yang membatu. Tatapannya menunjukkan ketulusan dan nampak cemas menunggu reaksi Agung. “Gung...” Andra memohon dengan tatapannya.
Agung masih saja terdiam. Dia tak mampu menolak Andra dengan tegas seperti yang telah direncanakannya. Tatapan Andra telah mengintimidasinya hingga memperbesar rasa iba dan semakin tak tega. Terjadi perdebatan sengit di dalam pikiran Agung. Dia bingung dengan jawaban apa yang harus diucapkan.
“Gung... Kamu mau kan?” Andra memohon.
Agung memperhatikan wajah Andra yang sangat berharap padanya. “Sorry.” Dia mengalihkan pandangannya, tak sanggup melihat kesedihan di wajah Andra. “Aku gak bisa.”
Andra merasa kecewa dengan jawaban Agung. Tubuhnya langsung lemas. Raut wajahnya menjadi semakin sendu. Namun dia tak mau menyerah begitu saja. Bukankah cinta harus diperjuangkan? Dengan sedikit ragu, Andra memegang dagu Agung dan menggerakkannya hingga mereka kembali saling menatap. “Aku tau kamu pasti syok mendengar pengakuanku. Tapi tolong Gung... Pikirkan lagi. Mungkin kamu butuh waktu. Aku akan sabar menunggu jawabanmu.”
“Percuma. Jawabannya tetap sama. Sampai kapanpun aku gak akan pernah bisa nerima cinta kamu.” Agung mengatakannya pelan tetapi tegas.
“Aku mohon... Beri aku kesempatan.” Kedua tangan Andra memegang wajah Agung.
Perlahan-lahan Agung menurunkan tangan Andra dari wajahnya. “Ndra... Jangan paksa aku. Aku bukan gay.” Agung harus membohongi sahabatnya sendiri demi keutuhan persahabatan mereka.
Andra tersentak saat mendengar ucapan Agung. Dia baru menyadari bahwa orientasi seksual Agung tak seperti yang diharapkannya. Perasaan bersalah kini menghantuinya. Betapa egoisnya dia jika memaksa sahabat baiknya berubah menjadi penyuka sesama jenis.
“Maaf Gung. Aku gak bermaksud memaksa kamu. Mungkin kamu jijik ngeliat homo kayak aku. Itu hak kamu. Aku gak pernah minta dilahirkan jadi homo. Aku pengen dilahirkan seperti laki-laki lainnya yang menyukai perempuan cantik. Tapi aku gak bisa mengingkari perasaanku. Kamu orang pertama dan satu-satunya yang bisa buat aku jatuh cinta. Apa aku salah sudah mencintai sahabatku sendiri?”
Agung sangat mengerti bagaimana perasaan Andra. Dia juga terpaksa harus menerima kenyataan bahwa dirinya gay. Namun posisi mereka berbeda karena hingga saat ini Agung belum pernah jatuh cinta. Dia hanya merasakan daya tarik pria lebih besar untuknya dari pada pesona seorang wanita.
Agung menggenggam tangan Andra. “Aku gak menyalahkan kamu. Perasaan itu sulit dikendalikan.”
Senyuman kecil terlihat samar di bibir Andra. Namun tak mampu menyembunyikan wajahnya yang murung. “Kamu masih mau jadi sahabatku? Gak jijik ngeliat aku?”
Agung menggeleng dan tersenyum. “Aku gak mungkin jijik ngeliat sahabat baikku. Kita selamanya tetap sahabat. Aku sayang banget sama kamu. Kamu dan Dika udah seperti saudaraku sendiri. Lagi pula aku juga punya teman-teman yang sama kayak kamu. Dan aku gak pernah jijik liat mereka.”
‘Aku masih punya kesempatan selama Agung gak jauhi aku. Aku gak akan nyerah begitu aja. Aku harus berjuang demi cintaku.’ Ucap Andra dalam hati.
“Senyum dong.” Agung merangkul Andra. “Muka kamu jelek! Kalo manyun jadi makin jelek. Aku gak mau sahabatku jadi buruk rupa.”
“Yeee... Cakep gini dibilang jelek.” Andra menjitak kepala Agung. Dia gak mau terlarut dalam kekecewaan.
Agung manyun sambil memegang kepalanya. “Cakep dari Hongkong. Nenek-nenek katarak juga tau kamu jelek banget.”
“Bilang aja kamu gengsi ngakuin kegantenganku.” Andra menaik-naikan alis kanannya.
“Amit-amit. Kepedean banget.” Agung ngedumel tanpa melihat ke arah Andra.
Andra tertawa melihat sikap Agung. Baginya wajah Agung yang cemberut terlihat lucu dan menggemaskan. “Ayo ngaku!” Andra mencubit pipi Agung.
“Andra!” Agung kesal. “Sakit tau.” Dia melotot. “Rasakan!” Dia mencubit kedua pipi Andra.
“Aduh-aduh.” Andra memegang tangan Agung. “Tega banget sih Gung. Kerasnya banget nyubitnya. Sakit ni.” Andra mengusap-usap pipinya.
“Makanya jangan mulai duluan.” Agung memeletkan lidahnya.
“Pokoknya kamu harus tanggung jawab!”
“Tanggung jawab? Emangnya aku udah hamilin kamu?” Agung tertawa sendiri.
“Dasar omes!” Andra mencubit pelan hidung Agung. “Kamu tetap harus tanggung jawab ngilangin sakit di pipiku. Sekarang kamu cium pipiku supaya sakitnya hilang.”
“Idih amit-amit. Ogah!”
“Cepet!”
“Ogah!”
“Kalo gitu aku aja yang cium kamu.” Andra tersenyum mesum.
“Ih...” Agung bergidik ngeri. “Gak ah. Hmmm... Ya udah aku ngalah. Sekarang kamu merem. Aku malu kalo kamu ngeliat aku nyium kamu.”
“Beneran?” Andra senang sekaligus tak percaya.
“IYA! Cepet merem ato batal!”
“Iya iya. Ni merem.” Andra langsung memejamkan matanya.
“Jangan ngintip ya!” Agung berdiri dan menghadap Andra. Dia sedikit membungkukkan badannya dan mencubit kedua pipi Andra.
“Aduh...” Andra berteriak dan di saat yang sama Agung langsung kabur.
“Syukurin. Wekkk.” Agung meleletkan lidahnya lalu kembali berlari menuju rumahnya.
“Awas lo ya!” Andra segera
***
“Hai tampan...” Astarte mendekati seorang pemuda yang sangat ketakutan.
Astaroth berdiri tepat di sebelah pemuda itu. Dia mendongakkan wajah pemuda itu dengan menggunakan kipas yang menyentuh dagunya.
“Ka... Kalian mau apa?” Tubuh pemuda itu bergetar hebat.
“Kau tak perlu takut. Kami akan membebaskan jiwamu dari virus homoseksual yang menjijikkan.” Astarte yang sexy kini membelai wajah pemuda itu.
Wajah pemuda itu semakin pucat. Air merembes di celananya yang ketat. Dia sangat ketakutan hingga tak sanggup lagi menahan air seninya.
“Sial!” Gumam Astarte. Dia merasakan kehadiran dua energi yang sangat besar. Dengan cepat Astarte memutar tubuhnya. Mata-mata pisau hitam dengan cepat meluncur ke suatu arah.
“Awas!” Teriak Pelindung Jingga. Dia segera mengelak dari serangan Astarte. Pelindung Biru yang berada di belakangnya juga ikut menghindar. “Sambutan yang menyenangkan.” Ucap Pelindung Biru.
“Duplikat.” Astarte menjentikkan jarinya. Dengan ajaib muncul sosok yang sama persis dengan dirinya. “Bersenang-senanglah!” Dia tersenyum licik lalu tubuhnya menghilang tanpa jejak.
Pemuda itu semakin ketakutan. Tubuhnya sangat lemas dan tiba-tiba jatuh tak berdaya.
“Apa aku tidak salah lihat?” Pelindung Biru nampak bingung.
“Aku juga gak mengerti mengapa ada dua Astarte. Tetapi mengapa salah satunya harus pergi?” Pelindung Jingga berpikir sejenak. “Kita pikirkan nanti. Sekarang kita selesaikan tugas kita.” Pelindung Jingga melompat jauh lalu diikuti oleh Pelindung Biru.
“Terima ini!” Pelindung Biru menggerakkan gadanya seperti memukul sesuatu. Cahaya pelangi meluncur dari gada menyerang Astarte dan Astaroth yang menghindar dengan cepat.
“Rantai Pelangi.” Pelindung Jingga mengarahkan rantainya ke Astarte dan sukses mengenai kaki kanan Astarte hingga dia terjatuh.
Ada yang aneh dengan Astarte. Dia tak bersuara sedikit pun. Ekspresi wajahnya sama dingin seperti sebelumnya. Pelindung Jingga dan Biru saling menatap saat menyadari keanehan lawan mereka.
Astaroth mengibaskan kipasnya ke Pelindung Biru. Gelombang hitam meluncur cepat. “Perisai Biru.” Pelindung Biru kurang sigap dan nyaris terkena serangan Astaroth. Untung saja Perisai mampu melindungi tubuhnya.
Pelindung Jingga melesatkan rantainya ke arah Astaroth. Cahaya pelangi menghantam tubuh Astaroth hingga terbakar dan lenyap dari pandangan.
“Gada Pelangi.” Pelindung Biru memukulkan gadanya saat melihat Astarte telah berdiri dan hendak mengibaskan kipasnya. Cahaya pelangi dari gada menghantam gelombang hitam dari kipas Astarte. Gelombang hitam semakin termakan cahaya pelangi hingga akhirnya cahaya itu berhasil menghantam tubuh Astarte. Tubuh Astarte terbakar sejenak lalu lenyap.
“Rasanya semakin aneh. Tidak mungkin Astarte dan Astaroth musnah begitu saja. Ini terlihat sangat mudah.” Pelindung Jingga memandang Pelindung Biru.
“Aku yakin mereka bukan yang asli. Mereka sama sekali tak berbicara. Ekspresi mereka tak berubah. Kita juga sama-sama melihat ada dua Astarte. Pasti yang pergi itu adalah Astarte yang asli.” Pelindung Biru mencoba menganalisa.
“Kamu benar. Pasti ini siasat mereka. Kita harus semakin waspada!”
“Teman-teman...” Suara lirih Bella tiba-tiba saja terdengar oleh mereka.
“Kuning pasti mengalami kesulitan. Aku akan segera membantunya. Kau amankan pemuda itu lalu segera menyusulku.” Intruksi Pelindung Biru.
“Kena__” Pelindung Jingga menghembuskan nafasnya. Belum sempat dia protes namun Pelindung Biru sudah pergi. ‘Kenapa harus aku yang membantu pemuda ini?’ Gumamnya kesal. ‘Ugh... Dasar banci!’ Dia menutup hidungnya saat berjongkok di dekat pemuda itu.
***
“Lepasin gw!” Teriak pemuda yang kedua tangan dan kakinya menempel erat di tembok. “Jangan macam-macam lo! Lo bakalan nyesel brani berurusan sama gw.”
“Wow. Pemuda yang tangguh. Sayang sekali pemuda pemberani sepertimu harus jadi homo.” Astaroth menyeringai. “Bagaimana kalau kita bersenang-senang?” Dia memegang dagu pemuda itu.
“Awas lo! Gw gak bakal ampuni kalo lo brani macam-macam!” Pemuda itu tetap angkuh walaupun sudah tak berdaya. Astaroth menatapnya tajam hingga pemuda itu merasa tak mampu lagi menggerakkan lidahnya.
“Cukup Astaroth! Lakukan sekarang!” Astarte tiba-tiba muncul.
“Kenapa kau berada di sini? Bagaimana korban kita selanjutnya?” Astaroth merasa kehadiran Astarte mengganggu dirinya yang ingin bersenang-senang.
“Pelindung Pelangi merusak acaraku. Lakukan sekarang sebelum Pelindung Pelangi yang lain datang.”
“Mereka memang menyebalkan.”
Astaroth kembali menatap pemuda itu. “Saatnya sudah tiba. Cermin jiwa.” Dalam sekejap tangan kanan Astaroth yang sebelumnya kosong kini memegang Cermin Jiwa. “Ambillah jiwanya.”
Tubuh pemuda itu menegang. Jiwanya perlahan-lahan tersedot ke dalam cermin. Tubuhnya semakin terasa dingin. Wajahnya sangat pucat dan bibirnya mulai membiru.
“Kurang ajar!” Astarte mengumpat. Dia segera memainkan kipasnya. Gelombang hitam dari kipas Astarte beradu dengan cahaya kuning yang muncul dari arah barat. “Kau bukan tandinganku jika seorang diri. Hahaha...” Astarte semakin bersemangat mengibaskan kipasnya.
Perisai Kuning gagal melindungi pemuda itu. Pelindung Kuning berusaha keras menahan gelombang hitam dengan perisainya. “Bagaimana ini?” Dia semakin terdesak. Gelombang hitam dari kipas Astarte semakin mendekat ke arahnya. Dia semakin bergidik ngeri saat gelombang hitam hampir mengenai tubuhnya. Dia menghitung mundur seakan pasrah dengan yang akan terjadi. Dia menjerit ketika gelombang hitam berhasil menghantam tubuhnya. Rasanya sangat panas seperti terbakar api.
Astarte menghindar saat gelombang api tiba-tiba meluncur ke arahnya. “Bangsat!” Dia sangat kesal. “Kurang ajar kau Pelangi Api!”
“Peri__” Pelangi Api ingin melindungi pemuda itu dengan perisai api miliknya namun dia membatalkannya karena Astarte menyerangnya. Pelangi Api melompat-lompat untuk menghindari gelombang hitam dari kipas Astarte.
“Cepat Astaroth!” Teriak Astarte.
Daerah tempat mereka bertarung nampak berantakan. Banyak bangunan yang rusak. Penghuni-penghuni rumah di sekitar tempat itu tak berani keluar rumah. Anak-anak dan perempuan ketakutan bahkan banyak yang menangis dan histeris. Sebagian laki-laki hanya berani mengintip dari jendela rumah mereka.
Astarte dan Pelangi Api terus saling menyerang. Gelombang hitam dan gelombang api milik mereka saling beradu kekuatan. Sedangkan Pelindung Kuning masih menahan sakit di dadanya.
“Bella!” Pelindung Merah panik saat melihat Pelindung Kuning yang terluka. “Bertahanlah.”
“Aku gak apa-apa, Ndra.” Pelindung Kuning tersenyum. “Untung saja Pelangi Api cepat datang. Jika tidak, mungkin aku sudah mati.”
“Jangan bicara lagi!” Pelindung Merah segera menempelkan permata merah yang menghiasi cincinnya ke kening Pelindung Kuning. “Maaf. Seharusnya aku datang lebih cepat.”
“Gak pa-pa.” Pelindung Kuning memegang tangan Pelindung Merah dan tersenyum padanya. “Cepat tolong pemuda itu. Nyawanya sangat terancam.”
Pelindung Merah berhenti mengalirkan energi pada Pelindung Kuning dan segera berdiri sambil menarik pedangnya. “Pedang Pelangi.” Dia menyabetkan pedang itu ke arah Astaroth dan meluncurlah cahaya pelangi. Astaroth yang menyadari serangan itu segera menghindar. “Bangsat!” Astaroth geram namun senyuman licik terlihat di bibirnya saat dia melihat cermin jiwa yang masih dipegangnya. Dengan sedikit menggerakkan tangannya, hilanglah cermin itu dari pandangan mata.
Astaroth kembali menghindar saat Pelindung Merah kembali menyerangnya. Dia mengeluarkan kipasnya dan berbalik menyerang. “Rasakan ini!” Gelombang hitam dari kipas Astaroth menyulitkan Pelindung Merah. Benturan-benturan antara cahaya pelangi dengan gelombang hitam memunculkan kilatan-kilatan di udara. Mereka saling menyerang dan menghindar, mengakibatkan kerusakan yang semakin parah di sekitar mereka.
Pelindung kuning bangkit perlahan-lahan. Tangannya terus memegang dadanya yang masih terasa sakit. Dia memaksakan diri untuk mendekati korban. Untung saja Pelindung Merah telah menyalurkan energi dari permatanya, jika tidak mungkin saja Pelindung Kuning tak mampu berjalan.
“Kamu terluka?” Pelindung Biru muncul dan membantu Pelindung Kuning. “Jangan memaksakan diri!”
“Aku ingin melihat keadaannya. Pemuda itu butuh pertolongan.”
“Tapi kamu sedang terluka.”
“Aku gak pa-pa. Merah sudah menyalurkan energinya padaku. Sebaiknya kamu cepat membantu Merah. Dia mulai terdesak.”
Pelindung Biru mengangguk walaupun dia nampak ragu. Dengan sekali hentakan dia melompat bersama Pelindung Kuning dan mendarat di sebelah pemuda yang telah terkapar. Kemudian dia segera membantu Pelindung Merah yang bertarung dengan Astaroth. “Gada Pelangi.” Pukulan gadanya menghasilkan cahaya pelangi yang menerjang ke arah Astaroth dan nyaris melukai Astaroth. “Merah. Ayo kita serang bersama-sama.”
“Ayo...” Pelindung merah mengangguk.
“Bajingan!” Astaroth menyerang dengan ‘black snake’. Ular kembar yang terbentuk dari kabut hitam saling melilit dan melaju kenjang ke arah Pelindung Pelangi. Lalu dia mengibaskan kipasnya dan meluncurlah gelombang hitam. Kekuatannya yang dihasilkan sungguh luar biasa. Energinya sangat besar akibat dari perpaduan dua senjata Astaroth itu.
Perpaduan cahaya pelangi dari pedang dan gada kedua Pelindung Pelangi meluncur menahan kekuatan hitam itu. Pelindung Merah dan Biru mengerahkan seluruh kemampuan mereka untuk memperbesar energi kekuatan mereka. Mereka harus fokus agar mampu mengalahkan kekuatan Astaroth yang telah bertambah.
Pertarungan antara Pelangi Api dengan Astarte juga berlangsung sangat sengit. Pelindung Api kewalahan dengan serangan Astarte. Sebenarnya dia ingin menyerang dengan ‘Badai Halilintar’ namun dia khawatir badai itu tak terkendali dan salah mengenai sasaran. Apalagi dia sempat melirik korban yang jiwanya telah hampir seluruhnya terenggut.
“Bagaimana sekarang?” Astaroth telah berada di samping Astarte. Di hadapan mereka telah ada empat Pelindung Pelangi dan Pelangi Api. Pelindung Hijau dan Jingga baru belum lama muncul dan langsung menyerah duo jahat itu.
“Kita tidak mungkin mengalahkan mereka sekaligus.” Sahut Astarte. “Awas!” Astarte dan Astaroth menghindar hingga terpisah akibat serangan rantai pelangi milik Pelindung Jingga.
“Menyerahlah! Kalian tak akan bisa mengalahkan kami!” Pelindung Jingga berkata dengan sangat angkuh.
“Haha... Sombong sekali kau perempuan sialan.” Ejek Astarte. “Kami tidak akan pernah menyerah sampai tujuan kami tercapai. Tak lama lagi kalian pasti akan hancur di saat Yang Mulia Dewi Kegelapan bangkit.”
“Bacot!” Pelindung Jingga sangat kesal dan langsung menyerang Astarte. Pelindung Pelangi yang lain ikut menyerang Astarte dan Astaroth. Pelangi Api pun tak tinggal diam dan turut membantu.
Pertarungan mereka kali ini sungguh menakjubkan. Benturan-benturan kekuatan hitam dengan kekuatan pelangi berlangsung lama. Cahaya warna-warni menghiasi malam yang gelap bagaikan pesta kembang api di malam pergantian tahun.
“Sial.” Gumam Astaroth. Kini dia dan Astarte saling memunggungi. Mereka telah dikelilingi oleh keempat Pelindung Pelangi dan Pelangi Api. “Tidak ada cara lain.”
“Ayo teman-teman!” Pelindung Hijau memberi komando sambil mengayunkan cemetinya lalu diikuti oleh teman-temannya.
Astaroth dan Astarte merentangkan tangan mereka dan saling berpegangan dalam posisi tetap saling memunggungi. Mereka bersama-sama memegang kipas kembar di kedua tangan mereka. Gelombang hitam muncul saat mereka memutar tubuh 360 derajat dengan kecepatan tinggi. Tubuh mereka berputar sangat cepat. Gelombang hitam menahan serangan dari lima penjuru.
Perpaduan empat warna pelangi dan api nampak indah mengelilingi gelombang hitam milik pengikut Dewi Kegelapan itu. Gelombang hitam yang membentuk lingkaran besar awalnya mampu menahan kekuatan pelangi. Namun lama-kelamaan gelombang hitam mulai mengecil termakan oleh cahaya warna-warni. Nyali Astaroth dan Astarte semakin menciut karena menyadari kekalahan sudah ada di depan mata.
“Mampus kalian!” Pelindung biru tersenyum penuh kemenangan.
“Habislah kita.” Ucapan Astarte terdengar pasrah. Cahaya warna warni hanya berjarak kurang dari satu meter akan menghantam tubuh Astarte dan Astaroth. Wajah mereka sangat tegang menanti kehancuran. Namun tiba-tiba muncul lubang hitam tepat di atas tubuh mereka. Lubang itu menyedot tubuh mereka sesaat sebelum kekuatan pelangi menghantam mereka.
Terjadi ledakan keras saat pertemuan cahaya-cahaya pelangi dari berbagai sudut di satu titik yang seharusnya Astaroth dan Astarte berada. Warna-warni yang dihasilkan luar biasa indah menghiasi langit-langit malam, melebihi keindahan pesta kembang api yang pernah ada di belahan bumi manapun.
“Ke mana mereka? Siapa yang menolong mereka? Seharusnya mereka sudah mati.” Pelindung Jingga merasa sangat kecewa.
“Pasti Dewi Kegelapan yang mengirimkan bantuan.” Sahut Pelangi Api.
“Terima kasih Pelangi Api. Kau telah membantu Pelindung Kuning sebelum kami datang.” Ucap Pelindung Merah.
“Simpan ucapan terima kasih kalian. Aku tidak membutuhkannya.”
“Sombong!” Pelindung Biru menatap tajam Pelangi Api.
Pelangi Api tak peduli dan hendak pergi. “Tunggu.” Teriak Pelindung Merah. Pelangi Api mengurungkan niatnya lalu menatap Pelindung Merah.
“Bisakah kita bekerja sama melawan Dewi Kegelapan? Lebih baik jika kita berjuang bersama-sama untuk mengalahkan mereka.”
“Aku tak berminat sedikit pun.”
“Benar-benar sombong.” Pelindung Biru bersiap-siap hendak menyerang Pelangi Api.
“Ayo kita beri dia pelajaran.” Sahut Pelindung Jingga yang tak kalah kesal.
“Jangan!” Cegah Pelindung Merah. Pelangi Api tersenyum dingin lalu pergi meninggalkan para Pelindung Pelangi.
“Kenapa kau menghalangi kami? Aku sangat kesal dengan Pelangi Api. Dia sudah dua kali menculik korban dari kita.”
“Kita sama-sama melawan Dewi Kegelapan. Jika kita saling melukai, Dewi kegelapan lah yang akan senang.” Pelindung Merah beralasan.
“Benar.” Sahut Pelindung Hijau. “Tahan emosi kalian. Sekarang kita harus menyelamatkan pemuda itu.” Dia melompat dan langsung mendarat di sebelah Pelindung Kuning dan pemuda yang malang itu. “Bagaimana keadaannya?” Dia bertanya pada Pelindung kuning.
“Sangat buruk. Aku terlalu lemah untuk menyalurkan energi padanya. Sebaiknya kalian cepat menolongnya.”
Pelindung Hijau segera menyalurkan energi dengan menempelkan permata yang ada di cincinnya di kening pemuda itu. Beberapa detik kemudian, Pelindung Merah dan Biru melakukan hal sama. Sedangkan Pelindung Jingga menyalurkan energi untuk Pelindung Kuning.
“Kalau Merah terlambat sedikit saja pasti pemuda ini sudah mati.” Ucap Pelindung Kuning.
“Keadaannya sekarang sangat mengkhawatirkan. Jiwanya hampir tersedot seutuhnya. Aku pesimis dia bisa hidup dengan normal. Kemungkinan dia akan cacat mental seumur hidupnya. Pantas saja Pelangi Api tak berusaha membawanya pergi.” Sambung Pelindung Hijau.
Terdengar suara sirine mobil polisi yang mendekat. “Kita harus pergi sekarang.” Pelindung Merah mendekati Pelindung Kuning dan membantunya meninggalkan tempat itu.
***
Astaroth dan Astarte telah berada di sebuah ruangan yang temaram. Astaroth bersandar pada meja sedangkan Astarte duduk di salah satu kursi. Mereka masih mengatur nafas yang memburu. Mereka hampir kehilangan tenaga akibat menahan serangan para Pelindung Pelangi.
“Kalian memang tidak berguna.” Ejek seseorang yang berada di belakang mereka. Seorang pria dewasa yang bertubuh tinggi dan kekar. Matanya hitam pekat dengan tatapan yang sangat tajam. Kepalanya plontos tanpa rambut sehelai pun. Ada luka sayatan sepanjang lima centi meter papa pipi kanannya. “Jika bukan karena perintah Yang Mulia, aku tak sudi menolong kalian.”
“Cuih! Kau memang menyebalkan.” Astarte menatap seolah orang itu adalah musuhnya.
“Octo. Akhirnya kau kembali. Sungguh kejutan yang menyenangkan.” Astaroth mencibir.
“Mulai sekarang kalian harus menuruti kata-kataku sesuai perintah Yang Mulia.” Octo tersenyum puas.
“Jangan mimpi!”
“Kami tak akan pernah menuruti perintahmu.”
“Aku tak yakin kalian berani menentang perintah Yang Mulia. Kalau mau protes, temuilah Yang Mulia.” Octo langsung menghilang.
Astaroth dan Astarte nampak semakin kesal. Mana mungkin mereka berani menentang perintah Dewi Kegelapan jika mereka tetap ingin hidup. Meraka hanyalah pengikut sekaligus budak Dewi Kegelapan. Jadi mereka tak mungkin menentang perintahnya.
***
Bersambung
Tokoh yang telah muncul : Agung, Randy, Pangeran Pelangi, Pelangi Api, Seorang Kakek, Pendeta.
Pelindung Pelangi : Andra = Merah, Toni = Hijau (Cowok berkacamata), Jaka = Biru (Cowok bertubuh tinggi besar), Bella = Kuning, Donna = Jingga (Cewek tomboy)
Sahabat Agung yang lain : Dika, Julian, Galang dan Nadia.
Tokoh Antagonis : Dewi Kegelapan, Astarte dan Astaroth, Octo.
.
Tegang juga bacanya...
ada tokoh br yg muncul
Wewwww nyebelin bgt. *eh kok malah ngomel. hihi
@danar23 Kok melahirkan sih? Kan baru keguguran gara2 keasikan ngejar pencuri. Memang sial dah... wkwkkkk
@DM_0607 Ambil aja Andra. Silahkan... Yg penting wani piro? Cash or credit? Kl kredit mau brp lama n DP brp?
Puk puk puk @Ariel_Akilina Sorry yakkk. Kirain gak mau dimention. Nanti bakalan masuk daftar mention kok. Oce...
diterima ngga ??