It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kalimat ini yg pling aku suka.
I love you to @Irfandi_rahman*hatiberbunga-bunga*
Yakin ni lgi jomblo?*tersenyummasygul* Bolehkah ku melamarmu*makingila*
Iya kan bang kalo lagi jatuh cinta tempat sederhana jadi menakjubkan. Itu sih menurut saya
Si Rama ke mna?*mohonperlindungan*
Bahkan tempat terburuk dan menyeramkan sekalipun, akan terlihat indah. Bukan begitu @Irfandi_rahman?
Suka ma kata2ini.
Tapi ƍäª suka dg adanya orang ke3, lebh suka mereka ber2.
Biarkan mereka ber2 berman dalam konflik batin mereka tanpa adanya orang ke 3 @Irfandi_Rahman
Keritik dan saranya ditunggu yaa
@ramadhani_rizky @paranoid @pujakusuma_rudi @obay @adzhar
@kimo_chie.@galau_er @alfa_centaury
@Kiyomori @PrincePrayoga @aicasukakonde @Taylorheaven @rudirudiart @ElunesTear @aii @SeveRiandRa @faisalits_ @xcode @agran @yubdi @adachi
@the_angel_of_hell @aryadi_Lahat @rezka15 @jony94 @myoumeow @iamyogi96 @amira_fujoshi
@lasiafti @arieat @alvian_reimond
@zeamays @rebelicious
@mamomento @earthymooned
@Sicnus @Klanting801
@egosantoso @4ndh0
@Bintang96 @agungrahmat
@danar23 @rendifebrian
@Zhar12 @heavenstar
@adinu @RyoutaRanshirou. @Bintang96 @Tsu_no_YanYan
@egalite @Adam08 @saverio makasih udah baca
Aku lihat Rendi tercengang, aku merasakannya, entah kenapa aku ikut merasakannya.
Terasa seaakan ada seonggok daging busuk ditengah kerongkonganmu membuat rasa yang tak nyaman menyelimutimu.
Aku bisa merasakan Rendi? Apa aku bergabung dengan Rendi? Aku melihat yang Rendi lihat, pandanganku berkedip ketika Rendi berkedip, deruan nafas dan detak jantuk yang berirama mengibaratkan kematian seakan melemah melihat penyiksaan didepannya. Jahat. Levi jahat.
Aku melangkah jenjang, melewati Meisya yang tak tahu aku orang yang dia sakiti, Ferdinand mengejarku dengan suaranya yang berat tapi enak didengar. Tunggu! Aku melangkah? Mendengar? Ya. Sekarang aku membiarkan zatku masuk dan bertahta dalam tubuh Rendi, membiarkan dia membawaku dan membuat aku merasakan apa yang dia rasakan walau itu menyakitkan.
“Ren, kamu kenapa?” Ferdi berhasil menarik lenganku.
“Aku pusing kak, lebih baik kakak pulang, aku bener-bener nggak enak badan” seruku cepat.
Aku dan Rendi berjalan menyusuri jalan menurun, melewati sedikit ilalang taman yang terurus seiklhasnya.
Menuruni tangga dari pelepah pohon kelapa kami mempersingkat jalan melewati pinggir lapangan tidak memutar mengikuti jalan kampung.
“Kamu mau aku beliin obat dulu Ren”
“Nggak usah kak, aku biasa kok cuman sakit begini nggak perlu obat, aku cuman perlu istirahat” aku merasa menghela nafas berat, seakan bebanku berkumpul menjadi suatu pemicu ledak yang berbahaya.
“Okey, sampai nanti di sekolah ya”
Kami hanya mengangguk, entah kenapa aku merasakan emosi Rendi di dalam sini mencuat, sakit hati yang menjalar keseluruh nadi, aku tak menyalahkan Rendi sama sekali, wajar jika dia seperti ini. Kalian mungkin mengatakan Rendi lemah, lebay dan sebagainya, percayalah kalian berkata seperti itu karena kalian tidak sedang merasakan apa yang Rendi rasakan kala ini.
Aku benar-benar menyatu dengan Rendi kini, hingga sudut pandang terkecil yang dilihat Rendi-pun aku melihatnya, hingga perasaan terdalam dan tersembunyipun aku merasakannya, Rendi adalah aku kini.
Aku menutup pintu dengan sekali hentakan, tenggorokanku terasa meradang membuat rasa tak nyaman menguasai penuh diriku saat ini.
Entah aku marah dan merasa kecewa karena apa! Aku benar tak mengerti, bodoh, tolol, menyebalkan, drama, menyedihkan, banci, terserah kalian sebut aku apa, aku hanya sedang kecewa atas cintaku.
Aku hempaskan tubuhku kekasur kerasku, wangi debu kering bercampur kapuk yang sedikit menyengat tak lagi masalah untukku.
Pikiranku terus berkelut, bergumul dengan hal yang tak ku mengerti.
Aku kini melihat binar indah dari cahaya lampu warga yang berpendar diatas air danau malam ini, sama seperti bulan yang terduplikat diatas air sana.
Kakiku melangkah dengan sendirinya keluar dari gubuk yang kusebut istana ini. Ku jejakkan kaki panjangku keatas rakit bambu, aku dorong dengan sebatang bambu yang panjang dan kokoh, berarung ketengah danau.
Aku coba lindungi tubuh ringkin Rendi kini, tak ada nyamuk yang berani mendekati atau hewan lain karena aku masih berada dalam tubuhnya.
Aku melipat tubuhku, menekuk kakiku hingga menyentuk dada kedua tanganku memeluk kakiku.
Malam ini indah, sejuk sehabis hujan tadi tapi tak sesejuk hati yang ku singgahi kini, gersang teramat terasa, rasa sakit yang terkoyak entah kenapa.
Kalian harus tahu sesuatu. Rendi tak Lantas mencintai Levi begitu saja, akan kuceritakan sejarah mengapa Rendi mencintai Levi dengan amat sangatnya.
Mereka hidup dalam ruang lingkup perkampungan, Rendi bocah pintar tapi tidak untuk sebuah pergaulan, dia terkucilkan entah apa yang membuat dia terkucilkan, Rendi tak pernah merasa kesepian hingga sang Ayah memutuskan merantau entah kemana.
Kakaknya sibuk membatu ibunya bekerja di rumah-rumah orang kaya yang sedikit jauh dari kampungnya.
Menatap para bocah lain bermain bola itu hobinya, tak ada satupun orang yang mengajaknya.
Suatu masalah yang tak pernah aku tau sebabnya membuat keluarga Rendi terkucilkan, terbuang dan terasingkan.
Hingga suatu benda berangin menghantam wajahnya, seorang pemuda berwajah meledek menghampirinya saat tangis terdengar dari tubuh Rendi kecil yang ringkih.
Mengina, mencerca dan meremehkan Rendi yang menutup wajahnya, darah yang keluar dari hidung Rendi tak membuat sipemuda itu iba sama sekali.
Sampai seorang pemuda lain menghampiri dan menolongnya, menyeka darah yang keluar dari hidung Rendi dengan baju yang basah oleh keringatnya.
Fahlevi, dialah pemuda yang menolong Rendi, bukan menolong tapi membantu Rendi berdiri, menyeka darah dan menghiburnya hingga air mata Rendi reda.
Fadli, dialah yang menyebabkan itu dan tak merasa bersalah sedikitpun, malah menghina dan mencerca Rendi yang lemah kala itu, lahir dari keluarga yang arogan dan sok berkuasa membuat Fadli sangat berani terlebih kepada Rendi yang terkucilkan.
Levi membawa Rendi duduk ditepian danau yang masih sangat asri dulunya, duduk dibawah dua nyiur yang melambai memberikan kesejukan dimalam itu, memperlihatkan susunan gigi putih Levi dengan senyum khas yang menawan, jika semua orang mengatakan Levi dan Adik bungsunya mirip itu tidak berlaku untuk Rendi, Levi mempunyai pesona yang lebih ketimbang adiknya menurut Rendi dan dikala itu Rendi mencintai Levi.
Waktu terus berjalan, Levi tak lagi menyapa Rendi entah karena apa, tak lagi menghibur Rendi seperti waktu itu. Levi tidak berubah sombong tapi hanya seperti tak menyadari seorang anak ringkih yang kini menjadi pemuda sekaligus pemujanya.
Dan waktu terus berlanjut hingga kini dan Rendi tetap memujanya dalam diam. Itu sebab aku mempertahankan Rendi menjadi sosok manusia yang setia dan aku kagumi.
Seperti tertarik dari dunia masalalu, aku melihat bulan dan taburan bintang nan indah dilangit, semilir angin sejuk menerpa kami kini.
Aku merasakan nafas dan aliran darah yang beraturan membuat si empu tubuh yang kusinggahi tenang.
Suara gelak tawa kecil terdengar dari tepian danau.
Astaga! Meisya dan Levi bercengkrama disana.
Seperti luka yang baru mengering dikoyak lagi tanpa ampun, membuat serpihan darah yang berubah menjadi nanah memiriskanku.
Rasanya aku ingin menutup mata Rendi mencegahnya untuk melihat pemandangan durja didepannya itu namun aku tak kuasa atas hal itu.
Rendi tak kuasa berkata apapun bahkan bambu kokoh yang dia pegang terhempas kedanau, untung saja mengangambang.
Kami berbaring diatas rakit yang lembab, menikmati indahnya malah dan siksaan ditepian danau.
“Renn,,, Pulang, sudah malam” teriak seorang gadis ditepian danau.
Kami menengadah melihat sosok bertubuh kurus dangan rambut panjang hitam berkilau tersenyum penuh pengertian kearah kami, tangannya melambai-lambai dengan gerakan ala putri di negri dongeng.
“Iya kak” sontak aku terlepas dari tubuh Rendi menatapnya dari atas danau. Rendi mendayung rakitnya menuju ketepian sesekali melihat tempat dibawah pohon kelapa yang tadi dipakai Levi dan Miesya bercengkrama.
“Kamu nanti sakit tiduran diatas rakit ditengah setu malam-malam gini Ren” sang kakak merangkul dengan penuh kasih sayang.
“Iya kak maaf, tadi aku terlalu asyik” jawab Rendi tak bersemangat.
Mereka berjalan masuk ke dalam istana mereka, melakukan makan malam bersama. Sekilas aku melihat Rendi menatap foto sang Ayah lalu masuk ke dalam kamarnya.
Aku tak mendapati Rendi menyoretkan untaian sajak dikertas lusuh peninggalan sang Ayah, Rendi langsung tertidur di atas kasur nyamannya.
---
“Gersang”
“Aku tahu Embun, aku diam bukan berarti aku tertidur, aku hanya tak tahu harus berkata apa” sahut Gersang seperti mengerti hal yang akan kutanyakan.
“Andai aku bisa menghiburnya” kataku lirih masih mentap Rendi yang sudah masuk kealam mimpi.
“Berdoa, hanya itu yang kita bisa lakukan” sahut Gersang bijak.
---
*****
Gejolak~Gersang
Aku tak tahu sekarang harus melihat siapa, berbuat apa, berkomentar apa, kejadian tadi malam itu bukan sepenuhnya karena salah Levi.
Entah kenapa aku suka Ferdi, dia terlihat tulus, jika memang Ferdi lebih menjanjikan untuk apa aku khawatir, bukankah hidup soal kebahagiaan, kita hidup untuk mencari kebahagiaan maksudku.
Jika memang Rendi bukan jalan Levi untuk apa dipaksakan? Percuma! Rasional walupun ini soal cinta. Aku lelaki Embun perempuan kami berbeda dalam hal memandang cinta.
---
“Apa yang Rendi lakukan? Apa yang Levi lakukan? Aku mohon beritahu aku Gersang!” Embun berseru dibelakangku.
“Iya, aku akan menceritakan” jawabku malas.
---
Levi dan Miesya terlihat sangat intim sekarang ini, tertawa dan tersenym dengan sejuta pesona mereka, bak putri dan pangeran yang sedang jatuh cinta.
Fadli, dia mengamati Meiysa dan Levi dengan geram, apa ini diluar rencana mereka? Aku harus tahu.
“Kamu ngapain sih lama-lama sama orang dongo kayak si Levi itu” sentak Fadli saat Levi dan Meisya berpisah.
“Kamu apa sih, jangan hina-hina orang kayak gitu aku nggak suka”
“Munafik lo! Kemana aja selama ini? Kesambet setan setu lo tadi malem hah?” sentak Fadli kasar. Picik , durja, dan kasar kepada wanita, minus sudah kelaminnya sebagai laki-laki.
“Aku rasa kita udah nggak sejalan, aku rasa kita harus putus” jawab Meista tegas.
“Apaan? Enak aja, balikin uang yang pernah gue kasih buat elo shopping gila-gilaan lo, baru lo bisa putus dari gue” Fadli mencengkram pergelangan tangan Meisya membuatnya tersentak.
Meisya seperti melihat titisan judas dihadapannya, lelaki yang selama ini dia cintai dan menjadi gembong untuk menggerogoti harta Levi ternyata terbuka semua kedoknya.
“Lo gila! Ungkit-ungkit hal kayak gitu, itu bukan uang lo! Uang Levi! Emang pernah elo kasih uang buat gue belanja? Pernah? Nggak!” mereka bersiteru di ujung koridor menuju aula yang tak terpakai lagi.
“Itu jatah gue dari hasil porotan si bego Levi, gue kasihin bagian gue buat lo, dan kalo lo mau kita putus lo harus balikin bagian gue itu” sentak Fadli tak kalah bringas membuat Meisya bergidik.
“Kalopun gue kudu balikin, gue bakalan balikin uang itu ke Levi langsung tauk nggak! Dia yang berhak bukan cowok yang gak modal kayak lo”
“Cewek bangsat” geram Fadli tangannya mulai terayun mengerikan kearah wajah Meisya sebelum hantaman keras mengejutkan Fadli, Meisya dan aku.
Perkelahian terjadi, tubuh Levi yang tak kalah baik berhasil mengalahkan Fadli.
“Jadi gini kelakuan kalian? Sekarang setelah kalian puas gerogotin gue kalian mau mecahin harta gono gini dari gue” nafas Levi sangat berat, mendengus kasar dari hidung bangirnya, matanya menyipit menyelidik penuh amarah, membuat rona wajah Levi seperti matang sekarang ini kesan tampan malah terlihat sangat amat jelas sekarang ini.
“Aku minta-”
“Diem lo Meis, gue nggak butuh pembelaan lo!” sargah Levi dengan kerasnya membuat Meisya tertunduk lesu.
“Gue nggak akan minta uang yang gue kasih, karena percuma, anak haji renter kayak lo itu nggak akan mampu balikin duit gue, gue cuman minta jangan liatin muka lo depan gue lagi! Disini maupun dirumah, atau nggak gue bakalan buat lo lebih payah dari sekarang” aku takjub dengan Levi, salut, dia tak lagi terlihat pendiam, ganas, macho, berandal, penampilan badboynya menyempurkakan semua yang melekat pada tubuh Levi sekarang ini.
“Levi tunggu aku”
“Diem lo Meis, selesain urusan lo sama si brengsek itu, kata-kata gue itu juga berlaku buat lo!” sentak levi ketika tangan Meisya memegang lengan Levi yang berkeringat.
Levi berlalu meninggalkan Meisya dan Fadli.
***
Rendi berkali-kali mengulum senyum saat Ferdinand mengajaknya tertawa, mereka sedang duduk dikantin saat ini, ini adalah hari terakhir ulangan, sebentar lagi pengumuman kelulusan senior Rendi dan Ferdi akan terdengar.
Agus dan ganknya terlihat sedang tertawa diujung kiri kantin, pincang rasanya melihat mereka tertawa tanpa seorang karateka diantara mereka, seorang karateka yang penuh wibawa dengan harum tubuh yang semerbak itu tapi biarlah dia sudah tenang dialam yang berbeda.
“Kamu kerumah si Figi nggak nati Ren?” tanya Ferdi sambil menyesap pop icenya.
“Ah? Nggak kak, kata kak Figi hari ini aku boleh libur soalnya memang kerjaanku udah selesai kemarin” jawab Rendi dengan nada polosnya. Aku tak mengerti Rendi, seorang lelaki tidak boleh selembut itu seharusnya.
“Serius?”
Rendi hanya mengangguk sambil meminum teh manisnya.
“Kemana kak?”
“Udah ikut aja okeh?”
Lagi-lagi Rendi mengangguk.
Mereka melaju cepat kearah jalan raya walau masih berbalut seragam sekolah menuju salah satu mall di kota Bogor ini.
“Kita ngapain ke mall kak?” tanya Rendi heran setelah memasuki LG mall ini.
“Aku mau beli sepatu, sekalian kita nonton” sahut Ferdi sambil menggenggam tangan kanan Rendi.
“Aku nggak pernah nonton bioskop kak, nonton vcd pernah lewat laptop kak Figi”
“Yaudah mangkanya sekarang, itung itu nambah pengalaman” sahut Ferdi.
“Jangan kak” Rendi berbisik ketika Ferdi menyodorkan sepatu berwarna coklat kearah Rendi.
“Nggak apa-apa anggep aja aku ulang tahun, ini traktiran aku” sahut Ferdi santai.
“Itu mahal kak, lebih dari tiga ratus, uangnya buat hal lain aja, kalo mau beliin Rendi yang delapan puluh ribu aja, itu lebih dar cukup kok” seru Rendi sambil meringis.
Ferdinand terlihat tulus, tak ada niat terselubung dari ekspresinya sedari tadi, entah kenapa aku suka Ferdi kini, aku lebih berharap Ferdi membuat Rendi berhenti mencintai Levi yang bodoh itu.
“Adanya sekarang yang ini, tentang ini bukan uang mamah papah aku, nggak bakal diomelin akukan punya banyak tabungan” seru Ferdi bangga. Redi hanya mengangguk degan cengiran khas wajah orang sungkan.
Mereka duduk dalam bangku bioskop kini duduk dibagian kanan tengah ruangan ini.
“Aku pernah liat seri yang pertama sampai yang terkahirnya, kak Figi juga suka banget sama film Harry Potter ini loh” decak Rendi kagum setelah duduk di samping kanan ferdi.
“Ini seri terakhir sayang banget kalo kita nontonnya nggak dibioskop langsung” sahut Ferdi menggenggam kembali tangan kiri Rendi.
Rendi termenung menatap genggaman Ferdi lalu menatap wajah Ferdi yang sumringah, sedikit senyum diulasnya kini.
Film pun berputar dengan keseruan dan teka-teki di dalamnya, adegan yang paling kusuka adalah ketika seorang wanita berpakaian dan beraura serba hitam mati memalukan ditangan seorang wanita gempal. Ck.
Film pun itu mendekati akhir scenenya, deruan nafas Ferdi terasa sampai kepelupuk mata Rendi.
Aku tahu Rendi menyadar Ferdi yang makin mendekat, wajah Ferdi menekuk kearah Rendi dan bibir mereka semakin mendekat.
“Kak, udah habis filmnya” Rendi berhasil mencegah disaat waktu yang tepat.
---
"Mereka serasi ya Embun?"
“Maksudmu?” nada Embun sangat tidak suka.
“Mereka terlihat nyata, tidak ambigu seperti Levi dan Rendi!”
“Maksudmu?” sargah Embun lagi.
“ini terlihat realistis, aku lebih suka Ferdi dan Levi, mereka akan bahagia dengan realita, tidak dengan Levi, Rendi hanya akan bahagia dalam angannya” jelasku agar Embun mengerti.
“kau tak mengerti! Levi punya cinta untuk Rendi, mereka akan bahagia, dan Rendi akan jauh lebih-lebih sangat-sangat amat-amat bahagia jika bersama Levi” tegas Embun dengan nada defensif.
“Sampai kapan? Sampai Meisya mati? Kau tak bisa memaksakan inginmu, kau hanya bisa melihat mereka tidak untuk mengatur!” aku hanya ingin Embun mengerti.
“Terserah, aku akan terus berjuang menyatukan mereka walau kau dan aku tak sejalan lagi” dengsuan Embun menghilang dibelakangku.
---
Seperti percikan api yang kecil merambat sekam kali ini, sekam yang berada dalam hatiku terbakar oleh api kecil dan langsung terbakar hebat.
Aku bertambah gersang, gusar dan tak nyaman. Berkali-kali aku panggil Embun tapi tak ada jawabannya, aku merasa kosong, Embun tak lagi ada dibelakangku.
Makasih udah baca cerita gak jelas gue. Kalo soal banyak tanda baca yang curang tepat menurut gue nih ya, itu cirikhas gue, nggak bisa gue ubah. Thanks udah baca darling
Hahaha biarkan mereka ber3 eeh nggak bertiga, ada miesya loh!!! Biarkan mereka rusuh dengan konfliknya.
Si abang salah milih orang, rama kan sahabat saya pasti belain saya dan rama itu lebih jago ribut -_- bisa tepar abang saama rama yang badannya hulk gitu hahaha
#kangaen doni
Levi, mereka akan bahagia dengan realita,
tidak dengan Levi, Rendi hanya akan bahagia
dalam angannya” jelasku agar Embun
mengerti.
ada sdikit kesalahan fan...
kereeeeeeeen, makin kagum gue sma ni cerita...
ni crita ya!
bkan elo...
)˘•˘=D=D˘•˘=))˘°˘=))=D˘•˘=)) нªª˘°˘нªª˘°˘нªª˘°˘ )˘•˘=D=D˘•˘=)) нɑɑ˘°˘нɑɑ˘°˘нɑɑ )˘•˘=D. )˘°˘=))˘•˘=D=D˘•˘=))˘°˘=)) .