It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Banyak yang nggak dibales bang hahahaha.... Ciee di putusin, wkwkwk kata zavan masih banyak kontol-kontol diluar sana yang bisa lo isep bang!!! So don't worry hahaha.... Bener sih kata zavan, wawasan sih kalo udeh luas kita bisa ketemu sesama nggak perlu ambil resiko jahatin str8 #sok bener# hahaha untung gue punya alat pemuas #pegang dildo!!
Gue harap gue nggak akan ngecewain para pembaca.
Apakabar semua? Eiitss, sorry yak kalo gue nggak bisa bales komenan kalian satu-satu, maunya sih bales, tapi gue sibuk ya biasalah pengangguran banyak acara, baru buka forum udah dipanggil buat pemotretan majalah magrasatwa *oke gue garing banget*
Okeh gue mau minta maaf juga udah ganggu malem minggu kalian, yang lagi ehem-ehem baiks ama cewek-maupaun cowok, selamat sadnite Ya... Hahaha kenapa sadnite? Terserah gue, gue yang ngetik sih elo yang ribet! *oke gue garing banget*
Ceritanya lagi gue copas, tunggu 5 menit yaaak....
Boleh sumon dong?
Keritik dan saranya ditunggu yaa
@ramadhani_rizky @paranoid @pujakusuma_rudi @obay @adzhar
@kimo_chie.@galau_er @alfa_centaury
@Kiyomori @PrincePrayoga @aicasukakonde @Taylorheaven @rudirudiart @ElunesTear @aii @SeveRiandRa @faisalits_ @xcode @agran @yubdi @adachi
@the_angel_of_hell @aryadi_Lahat @rezka15 @jony94 @myoumeow @iamyogi96 @amira_fujoshi
@lasiafti @arieat @alvian_reimond
@zeamays @rebelicious
@mamomento @earthymooned
@Sicnus @Klanting801
@egosantoso @4ndh0
@Bintang96 @agungrahmat
@danar23 @rendifebrian
@Zhar12 @heavenstar
@adinu @RyoutaRanshirou. @Bintang96 @Tsu_no_YanYan
@egalite @Adam08 @saverio makasih udah baca
“EMBUN”
“EMBUN”
“EMBun”
“EMbun”
“Embun”
“embun”
Lirihku semakin melemah, aku nelangsa. Bagaikan pelengkap zatku kini pergi, menyisakan kekosongan dalam bilik hatiku yang luas ini.
“Senja.... Taukah kau dimana kekasihku kini?” aku benar meratap, merengek mencari sosok yang aku sakiti.
“Maafkan aku Embun, aku salah, memang seharusnya aku mendukungmu, Rendi memang akan sangat amat bahagia jika dengan Levi” aku berkata lirih seperti orang aneh yang tersiksa batinnya.
Memang tidak seharusnya aku mematahkan semangat kekasihku yang menggebu itu.
Aku tertunduk lesu, menarik semua kegersangan dari muka bumi ini, aku mulai melemah, “Senja, sampaikan salam maafku untuk Embun” aku berteriak lirih.
Senja tak menjawab apapun, seperti sebagian zatku kini mencelos tertelan pusaran.
Aku tak lagi memperhatikan Ferdi dan Rendi yang masih berkeliling di dalam mall itu dengan candaan mereka sendiri.
Sampai akhirnya mataku tertutup sampai aku membelakangi duniapun aku tak melihat Embun bertahta.
*****
Amarah~Embun
Aku tak mengerti sampai hati Gersang berujar pedih di hadapanku tadi.
Tak lihatkah Gersang kuatnya cinta Rendi kepada Levi? Tak mengertikah Gersang akan rasa kagum Rendi sejak dia mulai tahu rasa cinta dan semua itu hanya tertuju untuk Levi? Apa yang terjadi pada Gersang, tak habis fikir aku Gersang akan memdukung Ferdi. Aku benci Ferdi dan Meisya! Aku bersumpah takan pernah mengeluarkan Embunku jika mereka bahagia dan Rendi terluka!
Aku melayang entah kemana sekarang ini, sayup-sayup terdengar suara Gersang bak lirihan seekor lumba-lumba yang tersesat, menyayat hati membuat amarahku sedikit merapuh.
Tapi egoku masih kuat, aku ingin Levi dan Rendi bersatu, harusnya jika Gersang mencintaiku dia harus sepihak denganku, bukan begitu?
Aku mendengarnya memanggil namaku, nada suaranya semakin nelangsa aku tak tega tapi aku masih marah, biarlah biar dia merasakan.
Aku pergi sejauh mungkin hingga masa senja berubah menjadi Embun, hingga Gersang mulai tertidur, aku tak berada disisi Gersang lagi kini.
Aku terpekur dari kejauhan, Levi sedang gusar di atas kasurnya merubah posisi tidurnya dengan sangat emosi.
“Kak, main bola nggak lo?” tanya Agus dari balik pintunya.
“Bentar” aku lihat Levi sedang berpikir keras, kedua telapak tangannya dibenamkan di wajahnya, Levi berdiri menganti bajunya dengan jersey berwarna merah lalu memakai sepatu bola berwarna senada.
Mungkin bermain bola akan meringankan bebannya kini.
Levi, Agus dan pemuda kampungannya mulai asik bermain bola.
Rendi menatap lapangan bola dari sudut rumahnya, seharusnya Rendi duduk dibawah pohon dukuh tempat biasa dia menyaksikan permainan Levi.
Entah berapa menit Rendi mematung di tempatnya membuat aku hampir jera memandanginya.
Akhirnya, hal yang aku inginkan terjadi, Rendi mulai melangkah panjang kearah lapangan.
Aku harap tak ada hal drama yang akan terjadi kecuali kisah asmara Levi dan Rendi.
“Kak, itu si Rendi kek-nye sedih banget yak? Banyak masalah kali tuh kak, coba lo tanya deh!” Agus berbisik di samping Levi setelah pertandingan bola antar kampung selesai.
Levi mulai menatap Rendi dari sudut mata kanannya. Ragu, itu yang aku baca dari tatapannya.
Levi menghela nafasnya seakan-akan dia ingin menelan buah simalakama.
“Good luck” seru Agus ketika Levi meraih tasnya lalu berjalan ke arah Rendi.
“Hey Ren, apa kabar?” Levi langsung duduk di samping Rendi, senyumnya memperlihatkan susunan gigi yang putih mempesona, dengan harum kayu manis yang semerbak bercampur aroma testosteron pria yang menggairahkan naluri, rambutnya berantakan nan memukau, sudut pandanganya menerus dari ujung hidung bangirnya.
“Baik” sahut Rendi. Rendi berdiri seketika menepuk-nepuk bagian celananya yang kotor dan melangkah jenjang meninggalkan Levi.
“Hey, mau kemana? Kita baru ngobrolkan?” Levi tidak menahan Rendi, melainkan menyamakan langkahnya mengikuti kemana Rendi pergi.
Rendi memperlambat langkahnya, berbelok kekiri dari ujung lapangan, menuruni tangga dari pohon kelapa dan memutar dibelakang rumah megah milik Hj. Madit.
“Aku punya salah sama kamu ya Ren?” tanya Levi masih bingung dengan sikap dingin Rendi, sebenarnya aku ingin komentar soal keadaan ini tapi lidahku kelu rasanya.
Rendi berdiri disisian kiri danau, menghela nafas yang berat akan beban perasaan. Matanya menatap nanar kilauan cahaya yang berpendar diatas air danau.
Levi masih berdiri beberapa meter dibelakang Rendi menatap heran tapi tak bergeming sedikitpun, terasa cinta merengkuh dalam hening tentang cemburu dan tak terpahamkan. Jika mereka hanya tersenyum dikala bahagia dan diam dikala cemburu maka sampai kapan aku harus menunggu mereka menyatu!
“Kalo kakak salah kasih tau Ren?” tanya Levi lebih penasaran lagi, dia mulai melangkah mendekat kearah Rendi.
“Nggak ada apa-apa, cuman perasaan kakak aja kok” Rendi berucap sambil menatap danau yang temaram.
“Tapi kamu kayak marah gini” Levi merapat.
“Nggak-woo” Rendi berbalik dengan cepat tak sadar Levi juga akan merapat kebelakang tubuhnya, gerakan memutar Rendi oleng ketika pundak Rendi menabrak lengan Levi dalam kondisi memutar.
Dengan sigap Levi menangkap tubuh kecil Rendi agar tidak terjatuh ketanah.
“Eh, Makasih kak” Rendi terkekeh menutupi gugupnya, aku tahu, sangat tahu kalau Rendi amat gugup kala ini, sebeginikah cinta? Amarah bisa sirna begitu saja kala kita melihat pesona sang kekasih yang bertahta didepan muka?
“Ke kali yuk” Levi tiba-tiba menarik tangan Rendi, tidak seperti malam itu kini Levi menggenggam jemari Rendi dengan hangat hingga mereka bertalutan. Rendi melangkah mengikuti Levi seperti Rendi menyadari aku mengamatinya Rendi tersenyum manis kearahku kini.
“Kamu yakin nih nggak marah sama kakak?”
“Marah kenapa coba?” jawab Rendi sambil memainkan air sungai yang dingin dibawah telapak kakinya.
Kini mereka duduk diatas batu besar disisian sungai yang jernih ini, sungai yang sebagian besar airnya mengalir dari air danau.
“Soal Meisya?” seru Levi bodoh.
Seketika Rendi menegang. Menurut kalian Levi itu: idiot? Bodoh? Dungu? Epilepsi apa katarak? Apa ada belatung di dalam otaknya!
Kalau aku bilang semua ketololan ada di dalam kepala Levi! Ayolah Levi pakai otakmu, kenapa saat Rendi mencoba mengerti kau malah mengoyak lukanya yang hampir kering lagi, apa namanya kalau bukan idiot?
“Owh, kakak cewek yang cantik itu namanya kak Miesya” aku tahu Rendi bersandiwara dia berusaha ceria, tersenyum mengangguk seakan-akan tertarik atas obrolan mereka kini.
“Iya, dia pacarnya si Fadli” ucap Levi murung.
“Kak Levi suka sama Kak Meisya?" tanya Rendi matanya disipitkan entah menahan apa dalam batinnya, tapi aku tahu sakit pasti rasanya.
Levi bodoh, harusnya bilang tidak! Tapi ini hanya mengangkat bahu, itu pertanda iya berartikan?
“Mereka manfaatin aku” seru Levi murung.
Rendi mencoba memainkan air sungai yang dingin malam ini, kapalanya dianyunkan bak seorang anak yang sedang menikmati alam.
“Apa kakak tau apa yang harus kakak lakukan?” Rendi masih dengan kegiatan anehnya.
Levi hanya mengangguk. “Kita makan yuk, terus jalan-jalan kayak kemarenan, enak kayaknya, apalagi ditemenin dedek imut kayak kamu ini” Levi merangkul Rendi, mengajaknya berdiri lalu mereka beranjak dari sungai ini.
“Kakak nggak malu jalan sama bocah kayak Rendi?”
“Kenapa mesti malu, yang ada mereka pasti iri liat cowok sekeren kakak jalan sama cowok seimut kamu, haha”
“Gay yang iri hetero liatnya miris” Rendi mencoba tertawa dengan lelucon garing Levi, mereka terus berjalan melewati banyak semak belukar dan pematang sawah yang aku yakin memberikan sedikit kedamaian untuk Rendi kini.
“Biarin, ngapain perduliin orang, hidup bukannya untuk bahagia?” Levi memainkan kedua alisnya dibawah sinar bulan yang temaram.
“Setuju sama kakak” Rendi berkata layaknya anak kecil yang meng-iyakan saat ditawarkan ice cream.
Mereka bercanda, berjalan ditengah sawah di malam ini, larut dalam dunia mereka yang indah, aku harap semua akan indah sampai akhir nanti mereka mencinta.
Aku tersenyum getir, kenapa aku tersenyum getir? Gersang tak ada disisiku, tak lagi di belakangku, tak lagi mendengarkan runtukanku, tak lagi menyemangatiku. Aku tak sepenuhnya bahagia kini.
Aku tersadar dari lamunanku ketika Levi tertawa nyaring, seperti sesuatu yang lucu terjadi diantara mereka.
“Ren, hahaha, kamu lucu banget sumpah”
“Kak, bukannya nolongin, ini aku kotor jadinya” Rendi terlihat manyun kala ini, kaki dan tangan kanannya terjerembab masuk kedalam lumpur persawahan.
Levi masih memegangi perutnya yang terguncang akibat tawa yang tak henti. “Haaaah, berapa tahun sih tinggal disini sampe jalan lewat sawah gini aja kecebur gitu” wajah Levi yang sumringah menggeleng indah menertawai Rendi yang muram dengan posisi menggelikan.
Kaki dan tangan kanannya tercerbur kedalam lumpur sawah untunglah tidak seluruhnya.
Levi menghampiri dan menarik Rendi, tapi dengan keji Rendi menarik leher baju jersey Levi hingga Levi tercebur seluruhnya ke dalam lumpur sawah.
Mereka tertawa bahagia, larut dengan suasana dan acara mereka sendiri. Tidak sepertiku yang hanya tersenyum getir menyaksikan kebahagiaan mereka, iri, marah, atau apalah, tapi aku bisa apa!
“Rasain, hiiih jadi manusia lumpur” ledek Rendi yang sudah duduk di jalan setapak persawahan sembari membersihkan bagian tubuhnya yang kotor dengan rumput.
“Kalo ini bukan malem aku ceburin lagi kamu ya” seru Levi masih bernada geli.
Levi naik lalu duduk disamping Rendi. Oh tidak, aku suka ini. Rendi menyeka lumpur yang ada diwajah Levi dengan tangan kecilnya, mereka saling melempar senyum.
Rendi lalu menjulurkan lidahnya, aku benar-bener iri sekarang ini, apakah iri dan cemburu dibenarkan? Kalau tidak kenapa harus ada istilah seperti itu?
“Kotor kakak” Rendi menjerit ketika tangan Levi menggapai wajah mulus Rendi, berontakpun Rendi tidak mampu badan Levi yang tinggi besar menjuntai dibanding Rendi dan berkuasa penuh atas Rendi yang berukuran sebahu bila dibandingkan dengan Levi.
“Udah-udah, kita bilasan di rumah aku terus jalan okeh” Levi masih sibuk dengan kebahagiaannya kata-katanya sedari tadi tak lepas dari unsur tawa.
“Jangan manyun dong aah, nanti kakak teraktir apa aja yang kamu mau deh” goda Levi, sedari tadi Rendi hanya cemberut aku tahu dalam hatinya Rendi amat bahagia, ck.
Mereka sampai di jalan desa memutar melewati persawahan memang memakan cukup banyak waktu.
Keadaan kampung ini memang cepat sepi di malam hari padahal ini baru pukul delapan malam, Embun yang kuhasilkan juga baru setitik.
Mereka terus terlarut dengan canda, layaknya dunia milik mereka.
“Levi” suara seorang wanita yang sepertinya familiar dipendengaranku.
“Ah, Meisya?” seru Levi tak yakin. Kenapa tak yakin nada jawabannya, harusnya langsung marah! Levi bodoh.
“Kamu kenapa? Nggak apa-apakan?” Meisya menyeka lumpur yang ada di wajah Levi yang sebagian tidak terseka oleh Rendi tadi.
Meisya benar-benar layaknya seorang racun, tak salah jika wanita disebut racun dunia. Aku tidak merendahkan wanita. Serius. Mungkin si pencipta lagu 'wanita racun dunia' ini terinspirasi oleh wanita seperti Meisya. Aku tidak menjelekan wanita ya, hanya ada sebagian wanita yang seperti itu, lelaki juga seperti itu, hanya sebagian, dan sebagiannya lagi mulia. Percayalah.
“Kamu ngapain Meis kesini” kata Levi lirih. Eww.... Tidak! Double EWW, kurang cocok! Triple EEEW!!! Lelaki ya seperti ini! Cocok mereka berdua.
Kalian mengerti maksudku? Tadi saat Gersang, kalian masih ingat apa kejadian dekat aula kampus mereka? Kenapa sekarang Levi berubah baik? Apa cinta yang membuat seseorang seperti ini, layaknya layangan yang ditarik melawan angin lalu diulur mengikuti angin. Tegas Levi! Tegas! Meisya perlu diberi pelajaran.
“Aku minta maaf, aku nyesel, aku bodoh, aku ngikutin semua saran Fadli, aku sadar sekarang aku cintanya sama kamu, bukan sama Fadli" Meisya menunduk memohon cinta Levi kini, aku benci lelaki manly kini, hanya fisiknya saja tidak dengan hatinya yang tegas. Aku sedang menilai orang yang di depanku kini bukan kalian yang mendengar ini dan bertubuh manly loh.
Aku lihat tatapan yang melemah dari Levi, luluhkah? Semudah itukah? Bodoh! Bitch, fuck them!
Ooh tidak! Kemana Rendi kecilku? Kemana? Menyebalkan, menyakitkan melihatnya, aku bahkan terhanyut oleh drama Meisya sampai-sampai tidak memperhatikan Rendi-ku.
Kenapa? Kenapa Rendi pergi! Harusnya dia bereaksikan? Mencaci-memaki dua mahluk gila di depannya.
Ada Rendi diluar sana yang mahir memaki, aku harap kemampuan memaki si Rendi lain tertular kepada Rendi-ku, aku ikhlas jika Rendi baikku berubah jahat hanya saat seperti ini, mereka harus dijahati memang, harus dihina agar otak serta ribuan syaraf mereka tergerak. Gila! Aku ingin menjerit sekarang ini, menyebalkan!
Rendi melangkah jenjang, untaian air turun dari langit, cepat sekali sampai-sampai membasahi tubuhnya yang ringkih, langkah jenjangnya tak mampu menghindar dari air yang turun secara bersamaan.
Apa Rendi menangis? Aku tak bisa melihat air matanya dan aku tak bisa menyatu dengan Rendi kini, padahal aku ingin merasakan apa yang Rendi rasakan kini, walau jauh lebih pahit dari penderitaanku kini.
---
“Embun, sudahkah kau mengerti tentang maksudku kini? Rendi akan bahagia dengan Levi, tapi hanya dalam angan Rendi. Ferdi lebih baik untuk Rendi sekarang ini” suara Gersang terdengar membantuku, menyadarkanku dari obsesi yang ambigu.
Aku mengerti apa yang Gersang fikir kini, aku memang terlalu terobsesi, tak sadar obsesiku melukai orang yang aku kagumi.
“Gersang, kaukah itu? Maafkan aku, aku egois, aku terlalu terobsesi, aku mengerti apa yang kau maksud kini” aku melemah, bukan karena masaku habis, aku melemah karena penyesalanku.
Gersang menghangatkanku kini, ibarat manusia, Gersang sedang memberikan pelukan hangat untukku dari belakang.
“Aku akan selalu ada untukmu Embun, disetiap tempat yang kau lalui, aku akan tetap di belakangmu, menjagamu, dan menopangmu”
Jika Rendi mengetahui tentang kami, aku yakin Rendi kini yang berbalik iri dengan aku dan Gersang.
“Terimakasih Gersang, aku emang akan selalu membutuhkanmu”
“Begitupula aku” Gersang melemah tapi tetap di belakangku kini.
----
Rendi selesai membersihkan tubuhnya, kini aku tahu matanya sembab tapi tak lagi ada air mata yang menetes.
Menutup jendela kamarnya yang reot dan berdecit tiap tergeser, matanya menatap nanar kebawah lantai seperti tak kuat menatap hujan yang turun diluar sana.
*
Kenpa cinta sesakit ini, kenapa aku harus mencintai seseorang yang bahkan tidak menyadari bahwa aku mencintainya.
Adilkah?
Atau aku terlalu naif mengharapkan semua ini, mengharapkan cintaku bersambut?
Kenapa Embun dan Gersang saja menyatu dan membahu membuat haromisasi alam yang syahdu?
Aku mengerti mereka zat yang hampir sempurna, tapi apakah cintaku kurang sempurna untuknya? Bahkan cintaku yang aku kira sempurna tak sama sekali dirasa olehnya.
Jika Embun dan Gersang saja bahagia, apa aku masih pantas menderita!
*
Jika tuhan menciptakan aku dengan kedua bola mata indah maka aku akan menangis untuk Rendi-ku.
Tuhan, bahagiakanlah orang yang sepantasnya berbahagia.
Sorry banget kalo updatenan typo, mengecewakan, kependekan. Gue cuman mampunya juga segini sih... Okeeeh komen yaaa, yang nggak komen gue sumpain melajang sampe tuir!!!! Amin.
Parah banget sih embak!! Komenlah apakek. Haahaha #ikutangaring
Q bejek2 lama2 kamu levi. # lempar levi pake telur busuk siram pake air comberan
Nggak malem mingguan bang hahaha *kekguemalemmingguanAja* hahahah selamat satnite- makasih udah baca
Emang si Levi lagi ulang tahun
*oke lupakan*
penasaran sama rendi yg jahat yg jago memaki pan. ahahahahahaha *lirik @rendifebrian
*oke lupakan*
penasaran sama rendi yg jahat yg jago memaki pan. ahahahahahaha *lirik @rendifebrian