It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Ricky89
@lian25
@shuda2001
@dhanirizky
@Zhar12
@jokerz
@megane
@Kim leonard
@adinu
@Gabriel_Valiant
@aicasukakonde
Selamat membaca
Malam ini Yoga kembali pergi ke tempat – tempat hiburan para kaum pelangi, disana Yoga bukan untuk bersenang –senang, Yoga dengan wajah yang tampan sangat mudah mendapatkan mangsa untuk diberikan konseling atau memberikan sosialisasi, Yoga lebih memberikan nasihat tentang bagaimana bersenang – senang tanpa tertular atau menularkan penyakit. Yoga juga akan membagi – bagikan kemasan – kemasan kecil berisi informasi mengenai HIV dan Seks aman yang dilengkapi dengan kondom dan pelumas. Kondom digunakan untuk tidak terjadi perpindahan cairan tubuh selama persetubuhan dan pelumas untuk mengurangi gesekan dan dengan demikian menghindari terjadinya lecet atau luka.
Saat sedang pergi ke toilet, Yoga memberikan senyuman kepada seorang pria, pria tersebut memberikan senyuman balasan. Yoga menghampirinya dan meminta waktunya sebentar untuk berbicara. Jarang pria yang menolak ajakan Yoga untuk berbicara, dengan wajah Yoga yang cukup menarik membuat pria-pria sulit untuk menolaknya.
“ Halo,, Bisa minta waktunya sebentar ?? “ Ujar Yoga
“ Bisa mas,,,” Ujar pria itu.
“ Saya Yoga,, “ Yoga mengajak bersalaman
“ Rivi,,,” Dan Rivi menjabat tangannya.
Mereka berdua terlibat perbincangan yang santai, Rivi mengakui bahwa dirinya jarang bahkan menurutnya tidak pernah menggunakan kondom dalam bersetubuh. Yoga hanya tersenyum mendengar pengakuan Rivi. Yoga memberikan penjelasan tentang pentingnya penggunaan kondom dalam melakukan anal seks kepada Rivi. Yoga juga menjelaskan ketika melakukan seks anal selalu menggunakan pelumas, karena saluran anal memiliki lapisan dinding yang tidak tebal, jadi ketika melakukan hubungan seks anal tanpa pelumas bukan merupakan ide yang baik, saluran anal yang demikian kering akan sangat mungkin tergores atau lecet ketika digunakan, dan bila salah satu dari pasangan sudah tertular HIV, Maka akan menularkan kepada teman seks nya.
Rivi terlihat tidak antusias mendengar apa yang dikatakan Yoga, hingga akhirnya Rivi berpamitan kepada Yoga.
Namun saat sampai dirumah Rivi selalu teringat dengan kata – kata Yoga, Rivi menjadi gelisah dengan kehidupannya selama ini. Sejak batalnya pernikahan dengan Boggi di Belanda, kehidupan Rivi semakin liar. Yoga sempat menawarkan agar Rivi berkunjung ke kantor LSM nya.
“ Jadi yang dibutuhkan untuk untuk suatu penularan HIV 1. Seseorang dengan banyak HIV dalam darahnya atau dalam cairan kemaluannya pastilah pernah berhubungan dengan seks dengan seseorang yang sudah tertular, atau menyuntik diri dengan narkoba menggunakan jarum suntik yang pernag dipakai pengidap HIV. 2. Cairan tubuh harus berpindah dari tubuh orang yang sudah tertular ke dalam tubuh orang yang belum tertular. 3. Virus harus menemukan “ pintu terbuka “ dalam diri orang yang belum tertular. Jika seseorang masih bebas dari HIV dan ingin tetap bagitu, Ia harus memastikan bahwa paling tidak satu dari hal-hal di atas tidak terjadi. “ Itulah kata-kata yang diingat oleh Rivi sebelum ia memejamkan mata, hari ini Rivi langsung pulang ke rumah tanpa bersenang – senang dengan laki-laki di hotel papanya.
Yoga mulai menjauhi Boggi. Perlahan tapi pasti, Yoga mulai mengurangi frekuensi pertemuan mereka. Kunjungan ke rumah Boggi pun tidak pernah lagi dilakukan oleh Yoga, diskusi – diskusi spontan yang biasanya mereka lakukan saat Boggi turun jaga, jaga bayangan atau saat Yoga senggang sudah tidak dilakukan. Saat diskusi rutin dengan Dokter Shani, Yoga sering mengalihkan pandangan dari Boggi jika mata mereka tidak sengaja bertemu.
Boggi merasa, akhir-akhir ini Yoga menjauh. Awalnya Boggi mengira itu karena Yoga sedang sibuk menyelesaikan makalah yang akan diikutkan Annual Conferrence HIV/AIDS tahun ini di Meksiko beberapa bulan lagi. Tapi setelah makalah itu selesai pun, sikap cuek Yoga tidak berkurang, bahkan lebih lagi. Yoga tidak pernah lagi mengunjunginya, memberinya jurnal terbaru, datang ke rumahnya, atau meneleponnya. Kadang ketika Boggi minta ditemani mencari buku atau minta dijemput seperti biasanya. Yoga menolaknya dengan halus dengan alasan sibuk. Waktu diskusi dokter Shani pun Yoga selalu menghindari bertatap muka dengan Boggi dan dengan sengaja menukar jadwal sosialisasi supaya tidak bersamaan dengan Boggi saat itu.
Rivi memutuskan untuk pergi ke kantor LSM Yoga, Rivi menceritakan kehidupannya yang begitu liar. Yoga hanya menghela nafas dan menyarankan Rivi untuk melakukan pemeriksaan, di rumah sakit dan Yoga memberikan nomor ponsel dokter Shani kepada Rivi.
Esok harinya Rivi datang untuk bertemu dengan Dokter Shani, hari ini Rivi akan melakukan VCT (Voluntary Consulling and Testing), Rivi ingin mengetahui status HIV-nya, namun sebelum di tes Rivi akan melakukan konsultasi terlebih dahalu dengan Dokter Shani. VCT Rivi berlangsung hampir dua jam. Saat Rivi jalan keluar dari ruang Dokter Shani, dirinya melihat Boggi yang sedang berjalan menuju kantin rumah sakit. Rivi ingin menyapanya namun tidak ada keberanian untuk menyapa Boggi.
Boggi berjalan menuju kantin, dirinya bingung dengan semua perubahan sikap Yoga, Boggi berusaha mengingat-ingat kesalahan apa yang pernah diperbuatnya sampai Yoga berubah seratus delapan puluh derajat seperti ini. Apa Boggi salah waktu presentasi ?? Apa Boggi menyinggung Yoga dengan melarangnya berhenti merokok ?? Apa Yoga merasa tersinggung dengan Boggi mengirimkan makanan setiap hari ??
Saat ia memasukkan tangan ke kantong jas dokternya, ia menyadari bahwa ponselnya tertinggal di ruangannya. Kemudian Boggi berbalik, namun justru mata Boggi dan mata Rivi saling berpandangan. Boggi terkejut begitu pula dengan Rivi. Boggi berusaha untuk menunjukan bahwa dirinya baik – baik saja.
“ Hai,, apa kabar Vi ?? “ Tanya Boggi
“ Baik jelek,, “,, Jawab Rivi ,,,, “ Maaf,, aku baik Gi,,”
“ ada yang sakit Vi ?? “
“ eh,,eh,,eh aku baru melakukan tes VCT gi, kamu tahu kan bagaimana kehidupan ku,, “
“ Kamu masih melakukan hubungan bebas dengan pria – pria lain tanpa kondom Vi ?? “
Rivi terdiam sejenak dan hanya menganggukan kepala. Boggi merasa prihatin dengan Rivi.
“ sepuluh hari lagi aku kemari, mengambil hasil tes ku,,namun aku yakin aku negatif Gi, aku merasa sehat – sehat saja,,”
“ Banyak orang yang positif tetap sehat untuk beberapa tahun Vi,,aku sangat berharap hasilnya negatif,, Kamu sudah makan Vi ?? mau temani aku makan ?? “ Tawar Boggi.
Boggi mencoba bersikap care dengan Rivi, Rivi perlu seorang agar ia tidak salah langkah.
“ Maaf Gi, aku ada masih ada rapat di kantor hari ini,, aku duluan ya,,”
Boggi sering menangis sendiri karena bingung. Tidak menemukan jawaban penyebab perubahan Yoga. Hari-harinya di rumah sakit tidak pernah sama lagi dengan kemarin, semuanya terasa menyiksa Boggi karena setiap sudut mengingatkan pada Yoga. Yoga yang sekarang meninggalkannya tanpa kata-kata. Sampai pada akhirnya, Boggi menemukan alasan yang paling masuk akal mengapa Yoga meninggalkannya. Yoga Tidak Mencintaiku dan Dirinya Sudah Memiliki Orang Lain.
Boggi menangis dua hari membayangkan hal itu, betapa dirinya bertepuk sebelah tangan selama ini. Setelah itu Boggi mulai tenang, walau sulit baginya untuk melupakan Yoga, karena segala hal yang dipelajarinya berkaitan dengan HIV/AIDS mengingatkan dirinya akan Yoga.
Hari ini adalah hari terakhir Rivi berada di Jakarta, Rivi memutuskan akan tinggal di Bukit Tinggi untuk bisa merubah semua kebiasaannya selama ini. Di sana Rivi akan mengurus Hotel keluarganya yang baru saja dibuka. Boggi sudah tahu hasil pemeriksaan Rivi yang negatif, namun Boggi dan Dokter Shani mengharuskan Rivi melakukan pemeriksaan lagi tiga bulan setelah ini. Mereka menjelaskan bahwa pada hasil pemeriksaan pertama biasanya sulit untuk diketahui, berdasarkan konseling yang dilakukan oleh Dokter Shani, Rivi memiliki perilaku yang sangat beresiko, sistem kekebalan tubuh baru membentuk antibodi tiga minggu hingga tiga bulan, masa ini yang disebut masa jendela. Selama masa jendela ini tes antibodi akan menunjukkan hasil non-reaktif (negatif). Sejak peristiwa Rivi bertemu dengan Yoga malam itu menjadi awal yang baru bagi kehidupan Rivi. Rivi menjadi seseorang yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Ia sudah tidak pernah keluar malam dan fokus dengan pekerjaannya, hingga hari ini Rivi belum memiliki pengganti Boggi. Semalam Rivi datang ke rumah Boggi untuk meminta maaf kepada Bunda dan Bapak. Rivi berjanji kepada Boggi untuk hidup yang lebih baik.
Satu bulan sudah berlalu semenjak Yoga menjauh, Boggi sedang menggantikan Dokter Shani di klinik VCT. Hari ini beberapa ODHA akan mengambil ARV bulanan mereka, karena itu harus ada yang stand by di sana. Boggi mau menggantikan karena tahu hari ini bukan hari Yoga mengambil ARV-nya. Boggi masih belum sanggup bertemu Yoga dengan segala sikap dingin dan tidak bersahabat Yoga.
Beberapa teman ODHA sudah mengambil jatah ARV-nya. Sebentar lagi klinik tutup, pasien terakhir masuk ke ruangan.
“ Dokter Boggi ?? Mbak Shani kemana ?? “
Jacki batin Boggi. Tiba – tiba Boggi merasa sedih. Jacki sahabat Yoga, dan munculnya Jacki di depan matanya membawa ingatannya lagipada Yoga, Boggi mencoba tersenyum dan mengambil paket ARV untuk Jacki.
“ Mbak Shani baru ada rapat dengan Prof,,” Jawab Boggi singkat, mencatat dibuku pengambilan obat.
Sebenarnya Boggi ingin menanyakan kabar Yoga pada Jacki, tapi rasa sakit hatinya karena ditinggalkan Yoga secara tiba – tiba menahannya.
“ Oke,, terimakasih dok,, salam untuk Mbak Shani,,” pamit Jacki. Boggi tersenyum berat dan memandang punggung Jacki yang meninggalkan ruangan klinik.
Yoga seperti orang gila melewati hari-hari tanpa Boggi. Yoga memforsir diri tiga kali lebih keras dari biasanya untuk mengenyahkan bayangan dan kerinduannya pada Boggi yang semakin hari semakin besar. Yoga mengerjakan semua tugasnya secara marathon sampai dini hari supaya badannya lelah dan dia bisa langsung tidur tanpa memikirkan Boggi. Yoga menyingkirkan semua benda yang bisa mengingatkannya pada Boggi, Foto, CD Jazz, The Alchemist, Jacket yang pernah Boggi pinjam, semuanya. Tapi Yoga tahu, semua simpul sarafnya sudah mengenang Boggi dan bisa kapan saja terbangkitkan, walaupun Yoga berusaha menghapus jejak Boggi sekecil-kecilnya dari hidupnya.
Yoga merindukkan Boggi seperti orang gila dan Yoga tersiksa, kadang jika rasa rindu itu menyesak, Yoga akan pergi ke rumah sakit secara diam-diam dan mengamati sosok Boggi dari kejauhan. Tapi hal itu malah memicu rindunya, bukannya menjadi penawar buat dirinya yang sedang sakaw.
Ya,, Yoga Sakaw. Yoga kecanduan Boggi dan Yoga menginginkan Boggi mengisi hari-harinya lagi. Tapi setiap teringat mimpi buruknya, Yoga mengurungkan niatnya, dan meneguhkan hatinya untuk clean dari Boggi.
Karena Yoga sangat mencintai Boggi.
“ Mas Jacki !! “ Jacki menoleh dan dia melihat dokter Boggi memanggilnya dari pintu ruang klinik.
Boggi terisak dikamarnya. Pembicarannya dengan Jacki tadi membuka misteri perubahan perilaku Yoga yang tiba – tiba sebulan lebih ini.
“ Yoga,,, gimana kabar Yoga ?? “ tanya Boggi tergagap pada Jacki.
“ Yoga sibuk Dok katanya. Dia bekerja siang malam buat melupakan dokter. “
Boggi terkesiap.
“ Melupakan aku ?? kenapa ?? Boggi tidak mau dilupakan, Boggi selalu ingin ada di hari-hari Yoga “
Jacki menatap iba Boggi.
“ Karena Yoga sangat mencintai Pak Dokter,,” Kata Jacki.
“ Aku juga sangat mencintai juga ,,” seru Boggi putus asa
“ Yoga sangat mencintai pak dokter, karena itu Yoga harus melupakan pak dokter. Karena Yoga tidak mau menyeret pak dokter ke dalam impiannya, yang nantinya malah menyakiti pak dokter.,”
Lalu Jacki mengulang penjelasannya lagi.
“ Yoga sangat mencintai Pak Dokter, karena itu Yoga tidak ingin menyengsarakan Pak dokter,,”
Boggi terisak di atas bantalnya. Kalau Yoga mencintainya, mengapa dia setega itu meninggalkannya ?? Menyengsarakan bagaimana maksud Jakci ?? Apa yang ditakutkan Yoga ?? AKU MENCINTAINYA, AKU MENERIMA STATUSNYA, AKU MENDUKUNG PENGOBATANNYA, LANTAS APA YANG KURANG ??
Boggi menangis sampai bahunya terguncang-guncang.
Boggi mencintai Yoga, dan itu yang tidak bisa dipungkurinya.
Tpi sih gua brharap hubungan boggi sama rivi bkal balik lagi,hehe
pak dokter y?kapan kekolaka utara n dupdate?
@hantuusil - terimakasih mas sudah membaca,,
@Ricky89
@lian25
@shuda2001
@dhanirizky
@Zhar12
@jokerz
@megane
@Kim leonard
@adinu
@Gabriel_Valiant
@aicasukakonde
@Different
@hantuusil
Selamat Membaca Ending Cerita Ini,, Terimakasih banyak yang telah membaca,, maaf kalau terlihat terburu-buru menyelesaikan tulisan ini,,
Boggi masuk ruang konferensi dengan mata sembab, Dhio menatapnya dengan khawatir.
“ Loe kenapa Gi ?? “ Boggi hanya tersenyum kecil sambil menggeleng, lalu duduk disebelah Dhio. Dhio masih memandangnya dengan tatapan prihatin. Boggi tampak kuyu dan agak kurus, wajahnya juga keruh. Belum pernah Dhio melihat temannya seperti ini. Sewaktu pernikahannya batal dengan Rivi wajah Boggi tidak sekuyu ini.
“ Boy,,,wanna talk ?? “ Ujar Dhio lembut. Boggi hanya menggeleng lemas dan mencoba tersenyum.
“ Oke,,” Kata Dhio maklum. Kadang kita membiarkan sahabat kita dalam cangkangnya untuk beberapa saat dan tidak berusaha memaksa dia keluar sampai dia keluar sendiri.
“ Emm,, oiya Gi,, Loe kan ahlinya HIV/AIDS,,” kata Dhio pelan-pelan. Wajah Boggi membeku sesaat. HIV/AIDS mengingatkan Boggi pada Yoga. Dhio berdehem.
“ Gua mau Tanya nih,,, regimen terapi ARV yang tidak boleh untuk ibu hamil apa ya ?? “ Tanya Dhio,,,
“ Efavirenz. Teratogenik (Berpotensi menimbulkan cacat bawaan),,” Jawab Boggi… “ Memang kenapa Mas ?? “ Dhio mencatat sejenak di notesnya, lalu mengangkat wajahnya.
“ Pasien gua di bangsal Anggrek Gi,, Dia baru hamil. Suaminya HIV positif, sudah diobatin tapi mungkin konsumsinya tidak teratur ya….. Mereka juga sudah hati-hati supaya istrinya tidak ketularan,, terus mereka ingin punya anak Gi… dan sekarang istrinya hamil, tapi sayangnya dia juga ketularan HIV Positif,,,” terang Dhio.
“ Emang susah jadi pasangannya HIV positif, kudu hati-hati bener,, salah-salah bisa ketularan. Lagian kalau serumah gitu, kemungkinan ketularan jadi besar kan,,” kata Dhio.
Boggi tercenung.
“ Yoga sangat mencintai pak dokter, karena itu dia tidak ingin menyengsarakan Pak dokter,,” Kalimat Jacki terngiang-ngiang di telingannya.
Mungkin inilah yang dimaksud Yoga, semakin mereka berhubungan lebih lanjut, lalu mereka berpikir untuk hidup bersama, persoalan akan jauh lebih sulit. Tidak mudah menjadi pasangan seorang ODHA.
Boggi memikirkan hal itu siang malam.
Tidak mudah menjadi pasangan seorang ODHA, ketika Boggi dan Yoga sudah saling mencintai, mereka akan menuju ke situ. Siapkah Boggi ??
Boggi bisa membayangkan, sebelum mereka memutuskan hidup bersama harus mengadakan VCT, mengecek status HIV-nya, menggunakan kondom setiap bercinta, melakukan tes berkala, cuci sperma dan menggunakan prosedur tertentu bila ingin tidak menggunakan kondom,,…..Apa yang salah dengan itu ?? Bagi Boggi, bisa mendampingi Yoga berlari dan menjadi tempat istirahatnya waktu Yoga lelah sudah menjadi keinginannya. Kalau hanya sekedar kerepotan seperti itu, Boggi tidak keberatan. Boggi ingin memberitahukan itu pada Yoga, tapi Yoga ada dimana ??
Dua minggu sejak pertemuannya dengan Jacki. Boggi sedang jaga UGD malam ketika dirinya melihat sosok Jacki lagi memasuki UGD dengan tergopoh-gopoh, membantu Galih mendorong brankar masuk ruang periksa. Boggi segera mengambil stetoskopnya dan mengikuti ruang periksa. Pasien itu sudah dipindahkan ke tempat tidur.
“ Mas,, Jack, siapa temannya yang sakit……” kalimatnya terputus melihat sosok tirus di atas tempat tidur.
“ Yoga….” Air mata merebak di pelupuk mata Boggi. Satu setengah bulan sejak terakhir kali mereka bertemu, Yoga tampak kurus dan matanya cekung.
Yoga melihat Boggi lalu mencoba bangun.
“ Bawa aku keluar dari sini,,” Ujar Yoga dingin, tapi terjatuh kembali ke atas tempat tidur. Jacki mengajak Galih keluar dari ruang periksa.
“ Yoga kamu kenapa ?? “ Tanya Boggi dengan isakan tertahan. Yoga memegangi perutnya. Boggi paham, gastritis (Radang Lambung) Yoga kambuh.
“Kamu tidak makan teratur, ya ?? Kamu kerja terlalu keras ?? “ cecar Boggi. Tangisnya pecah. Boggi memeluk Yoga.
Kerinduannya selama satu setengah bulan lebih membuncah. Dan melihat sosok kurus Yoga, Boggi semakin ingin mendampinginya.
“ Kamu kemana aja dua bulan ini ?? “ bisik Boggi dalam isakannya. Yoga membatu. Perutnya memang sakit, tapi hatinya lebih sakit lagi melihat Boggi. Yoga semakin kurus, Apa karena memikirkannya ??
Boggi teringat keadaan lambung Yoga. Boggi mengusap air matanya dan segera menyiapkan suntikan Ranitidin, lalu menyuntikannya pada Yoga, mereka sama-sama diam. Perlahan rasa sakit di perut Yoga mereda. Ketika Yoga sudah bisa bicara, Yoga mengucapkan kalimat yang ditahannya dua bulan ini.
“ Aku mencintaimu Boggi. Karena itu aku harus pergi dari hadapan mu,,” Boggi menggeleng, air matanya jatuh lagi.
“ Tidak perlu. Tidak perlu pergi. Tetaplah disini bersamaku. Aku juga mencintaimu,, “ isak Boggi. Yoga memejamkan matanya.
“ Kamu tidak tahu apa yang nanti kita hadapi Gi. Rasa cintaku ini membuat aku ingin bersamamu sampai akhir hayatku. Aku ingin hidup bersama mu, dan itu akan menyengsarakanmu Gi,, “ Ucap Yoga. Boggi menggeleng lagi kuat-kuat.
“ Kamu tidak menyengsarakanku. Justru kamu membuatku sengsara kalau meninggalkan aku seperti ini,,” Kata Boggi terbata-bata. Yoga merengkuh Boggi dalam pelukan.
“ sebenarnya aku juga kayak orang gila tanpamu Gi… Aku kerja lebih keras supaya bisa melupakanmu,,” Ujar Yoga bergetar. Air mata mulai membasahi pipi Yoga.
“ Jangan pergi lagi,,,, jangan pergi lagi,,,,” Ujar Boggi terbata-bata….” Aku siap jadi pendamping hidup mu, jadi pendamping hidup seorang ODHA,,” bisik Boggi. Yoga terpaku, mengeratkan pelukannya.
“ Konsekuensinya terlalu besar Gi, dan aku tidak sanggup memintamu menanggung konsekuensi itu,, “ Jawab Yoga,,,” Aku terlalu mencintaimu,,”
“ Kalau kamu mencintaiku, beri aku kesempatan untuk mendampingimu. Aku tahu konsekuensinya. Aku tahu rumitnya. Aku tahu kerepotannya. Tapi itu bisa kita hadapi,,” isak Boggi. Yoga terdiam.
“ Kita harus VCT dan tes sebelum benar – benar memutuskan hidup bersama,,”
“ Aku siap,,” ujar Boggi.
“ Nanti setiap bercinta kita akan selalu kerepotan dengan kondom…..”
“ Aku siap,,”
“ Ketika kita memutuskan tidak pakai kondom, kita harus menjadwalkan bercinta atau cuci sperma di rumah sakit ?? “
“ Aku siap,,”
“ Ketika aku mengalami efek samping ARV, muntah-muntah, mimpi buruk, teriak-teriak……”
“ Aku siap, Aku menyediakan pelukanku buat menahan mimpi burukmu,,,”
“ Nanti kadang-kadang aku mengalami infeksi oportunistik,,,”
“ Aku siap. Aku dokter dan pengetahuanku tentang itu cukup,,”
Yoga menahan nafas.
“ Nanti mungkin kamu akan hidup sendiri di usia muda Gi,,”
Boggi terdiam. Hening.
“ Bagiku, setahun, dua tahun atau berapapun waktu yang Tuhan berikan pada kita untuk dijalani bersama melebihi puluhan tahunku tanpa kamu. Karena kita tahu kapan saja kamu bisa jatuh ke kondisi yang lebih parah, kita akan berusaha berbuat yang terbaik di setiap hari. Aku akan mencintaimu sepenuh hati seolah hari ini adalah hari terakhir kita, dan itu kita lakukan setiap hari,,” Bisik Boggi.
“ Aku juga seorang PMA ARV yang galak. Dengan ARV hidupmu bisa berkualitas sayang,, Aku juga akan masak makanan sehat dan bergizi buat menaikkan kondisimu. Aku selalu menjaga rumah kita rapi, besih dan higienis,,,,,,,” bisik Boggi dengan tertawa kecil. Yoga memeluk Boggi erat.
Apakah sekarang saatnya Yoga menyandarkan kepalanya di bahu seseorang ?? Apakah sekarang Yoga tidak berlari sendirian ?? Air mata mengalir deras dari air mata mereka.
Tuhan,, aku mencintainya.
Beberapa lama mereka berpelukan. Setelah tangis mereka mereda, Yoga melepaskan pelukannya, mengambil tangan Boggi, dan menatapnya.
“Boggi Giannitra Boma, apakah kamu bersedia menjadi pendamping hidup ku dalam sakit dan sehat, dalam untung dan malang, sampai kematian memisahkan ?? “ Tanya Yoga lembut.
Wajah Boggi penuh air mata, namun matanya berbinar.
“ I do,,” Jawab Boggi mantap.
Dua tahun berlalu.
Seorang anak perempuan kecil gemuk, putih dengan pipi merah dan rambut ikal berlari limbung dan memeluk kaki papanya sambil tertawa dan mengoceh tidak jelas.
“ Rara,, hati-hati sayang. Kaki mu itu belum kuat. Jalan aja dulu, tidak usah lari. Papa tidak kemana-mana,,” Yoga mencium pipi putrinya penuh sayang.
“ Sini Rara sayang. Maem lagi, belum habis nih maemnya,,” panggil Boggi dari balik punggung kecilnya. Dengan bersemangat rara berbalik menuju ayahnya dengan langkah kecilnya yang limbung. Boggi menatap cemas. Yoga tertawa memandanginya dan menghampiri Boggi, mencium keningnya.
Rara Putri Firdaus adalah anak perempuan yang diangkat oleh Boggi dan Yoga, Rara adalah anak dari pasien Dhio yang terkena HIV, ibunya meninggal ketika melahirkan Rara, dan bapaknya wafat dua bulan setelah Rara dilahirkan. Rara tumbuh sehat dan ceria, status HIVnya negative. Status HIV Boggi tetap negative dan kondisi Yoga prima.
“ Sudah jam delapan sayang. Kamu tidak pertemuan pagi ?? “ ujar Yoga mengingatkannya. Boggi melirik jam dinding. Oh iya, Boggi harus cepat-cepat berangkat. Prof Hari, super seniornya penyakit dalam memang tidak se-strict Prof Dahlan. Tapi karena itulah Boggi sungkan jika dating lebih lambat dari beliau.
Boggi menyerahkan piring kecil Rara pada Yoga dan menciumnya.
“ terusin ya mas, sedikit lagi,,” kata Boggi.
Sudah setahun ini Boggi menempuh pendidikan spesialisasi penyakit dalam. Di sela hari padatnya sebagai residen muda, Boggi masih menyempatkan diri untuk sosialisasi HIV/AIDS bersama dokter Shani dan pasangan hidupnya. Boggi juga mulai teratur mengisi klinik HIV bergantian dengan dokter Shani. Awal tahun kemarin Boggi mendapat beasiswa short course di Australia untuk pengobatan ARV selama satu bulan. Minatnya semakin mantap.
“ Berangkat mas,,” pamit Boggi pada Yoga. Rara berada di gendongan eyang putrinya. Bunda membantu menjaganya kalau Boggi sedang di rumah sakit. Yoga melambai.
Boggi masuk mobilnya, tapi kemudian keluar lagi, mendekati Yoga, lalu memandang pasangan hidupnya lembut.
“ Hey my lovely positive, I love you more,,” bisik Bogg. Yoga membalas menatapnya.
“ And I love you more and my negative,,”
Boggi menyusuri lorong rumah sakit tempatnya menempuh pendidikan spesialis dengan langkah lebar, mengejar waktu sebelum pertemuan pagi. Di depannya bagian kebidanan, Boggi menangkap sosok yang tidak asing.
“ Igo !! “ orang yang dipanggil namanya menoleh, wajahnya tampak kaget dan kemudian berbinar.
“ Boggi,,!! Wah sudah lama sekali kita tidak ketemu !! tambah segar saja loe,,” sapa Igo penuh semangat. Semenjak Boggi mengambil residensi di rumah sakit pendidikan ini, mereka agak jarang ketemu.
“ lagi ngapain ?? nganter istrimu control kehamilan ?? “ Goda Boggi. Igo merengut.
“ Bukan Gi,,,, aku mau daftar residensi di sini juga, ambil Obsgyn,,” Jawab Igo. Boggi berbinar.
“ Asyik kita bisa sering ketemu nih !! Ayo Igo, semangat untuk ujiannya !! “ seru Boggi. Igo tertawa senang.
“ Oh iya Gi,, bulan depan aku mau menikah,,” ujar Igo sambil mengangsurkan undangan yang kebetulan dibawanya. Mata Boggi semakin melebar.
“ Selamat!! Siapa wanita malang itu ?? Rina ?? “ goda Boggi sambil membuka undangan dan membaca namanya.
“ Julaiha ?? Julie Jablay, Go ?? “ seru Boggi tidak percaya. Igo tertawa malu.
“ sudah tidak jablay Gi,,, sudah sering abang belai dia,, “ Tawa Igo dan Boggi pecah.
Mereka berjalan beriringan menuju ruang pertemuan Boggi.
“ Terus kabarnya Dhio gimana ?? “ Tanya Igo masih sambil tertawa.
“ Tambah mesra, dia,, sebulan sekali masih ke Jakarta bersama pacarnya Rivi,,”
Yah akhirnya Dhio menjalin hubungan dengan Rivi, sudah satu tahun Dhio pindah ke Bukit Tinggi menemani Rivi hasil pemeriksaan Rivi Positif HIV setelah enam bulan melakukan pemeriksaan kembali. Namun dengan penuh telaten Dhio merawat Rivi sama halnya dengan Boggi merawat Yoga.
SELESAI