It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@happyday oke
@algibran26 baru 18 tahun ya? Kuliah atw sekolah?
@rizal_91leonardus thx
@adi_suseno10 nih
@yuliantoku siipp
@ridhoilham ssipp
@idans_true thx dans
@1chris_jay oke
@nanda0601 ya
@banaaaaanaaaa xixixix
@justd14 oke
***
Gw baru aja nyampe rumah saat ditegur sama Mama.
"Kok sore pulangnya?"
"Ke rumah Rizky dulu."
"Ooo..."
"Sudah makan?"
"Sudah tadi di sana," jawab gw. "Al ke kamar dulu ya, Ma."
"Iya," jawab Mama sambil kembali baca majalah Trubus.
Setelah ganti baju gw kembali menemui Mama.
"Ma, Rizky kepilih mewakili kabupaten di pertandingan bela diri."
"Oh, ya?"
"Iya. Besok perginya."
Mama mangguk-mangguk.
"Jadi ntar malam Al bakalan nginap di sana. Bantu dia nyiapin barang-barang yang mau dibawa."
"Iya. Emangnya udah siap semua yang mau dibawa?"
"Nggak tahu sih... Makanya ntar malam mau disiapin."
"Kenapa mesti ntar malam kalo sekarang ada waktu? Kalo ada yang kurang-kurangkan gampang carinya kalo masih siang..."
"Yang dibawa juga cuma pakaian aja kali."
"Gini aja, Mama mau pergi. Kamu telepon si Rizky suruh kesini. Kita belanja sama-sama, ayo!"
"Sekarang?"
"Iya."
"O-oke!"
Maka jadilah sekarang gw, Mama dan Rizky lagi on the way menuju pusat perbelanjaan. Gw yang nyetir. Rizky duduk di samping dan Mama di belakang.
"Rizky bagus. Ikutin kegiatan ekskulnya serius..."puji Mama.
"Makasih Tante."
"Nggak kayak Al, semua ekskul diikutin, tapi baru sebulan udah keluar semua."
"Namanya juga coba-coba."
"Tapi masa dari coba-coba nggak ada yang jadi?"
Gw terkekeh.
"Kalo Rizky ikut apa aja?"
"Pencinta Alam, Futsal sama Bela diri."
"Bagus. Pantasan badannya bugar."
"Al nggak ikut apa-apa juga tetap bugar..."
"Mana ada. Letoy gitu," ledek Mama.
"Ahh, Mama suka gituu..."
Gak berapa lama kemudian kami bertiga sudah memasuki pusat perbelanjaan.
"Emang mau beli apa?" tanya Rizky.
"Aku juga nggak tahu..."
"Kamu butuhnya apa?" tanya Mama.
"Uhmmm... Apa ya? Nggak tahu sih..."
"Yang mau kamu bawa besok udah lengkap semua belum di rumah?" tanya gw.
"Uhhmmm...baju, celana, baju lomba, sabuk, udah semua kayaknya."
"Ya udah, beli yang udah habis di rumah aja. Peralatan mandi masih ada?" tanya Mama.
"Masih."
"Isi kulkas?"
"Kalo itu mah dari dulu juga kosong..."
"Ya udah, temenin mama belanja aja."
"Tapi kalo mama mau beliin Al baju baru sih gak apa-apa, Ma. Sepatu juga boleh. Butuh sepatu baru nih," gw menawarkan diri.
"Ah, beli sepatu mulu. Sepatu udah selemari..."
"Beliin buat Rizky..."
"Kok aku...?"
"Rizky...?"
Mama kayaknya mempertimbangkan Rizky.
"Sepatu apa, Ky?" tanya Mama.
"Nggak ada, Tante," jawab Rizky. "Eh, kamu apa-apan sih..." Rizky menyikut lengan gw.
"Sepatu bola aja kayaknya ya, Yang?" gw nggak memperdulikan protes-nya Rizky.
"Nggak usah, Tante. Masih bagus kok..."
"Nggak apa-apa. Ini hadiah dari Tante karena kamu udah berprestasi. Sebenarnya Tante juga pengen beliin kayak teman-teman Tante yang beliin anak-anak mereka peralatan olahraga. Tapi kamu tahu sendirilah..."
"Maksud Mama apa?" gw ngerasa tersindir.
Rizky terkekeh.
"Kan gak harus peralatan olahraga kali, Ma. Beliin yang lain juga bisa... Lagian dulu saat Bang Bet mau minta beliin jersey bola mama nggak mau... "
"Baju bola itu? Itu mah nggak penting. Bukan buat tanding atau latihan. Cuma koleksi... Buat apa..."
"Iissshhh, standar ganda!"
Rizky senyam-senyum.
"Kalo Rizky kan buat tanding..., bermanfaat... Ya mama dukung! Coba kalo kamu mau sepatu bola pasti mama beliin..."
"Halah, jelaslah kalo yang aku gak mau mama bilang mau beliin! Coba kalo yang aku butuhin, pasti harus debat hebat dulu..."
"Udah, ah. Malu dilihat orang," pungkas Mama.
"Tapi kalo mama mau beliin boleh juga. Bisa gw jual. Lumayan..."
"Buat dipake!" timpal Mama.
"Oke. Al pake ke kampus. Gimana?"
Tawa Rizky meledak.
"Bete..." gerutu gw.
"Udah, kok berantem sih?" lerai Rizky.
"Beli makanan aja, Ma kalo gitu..."
"Giliran makan aja cepat!" sambar Mama. "Padahal apa-apa belum ada yang dibeli..."
"Ntar maksudnya kalo udah kelar belanjanya..." terang gw. "Trus kayaknya beli cemilan juga boleh, Ma. Buat Rizky..."
"Kok aku lagi???"
"Kamu harus bawa cemilan dari sini aja. Biar di sana nggak bakal kekurangan makanan. Kamu fokus tanding aja."
"Nanti kita ke counter makanan," pungkas mama.
Akhirnya, sore itu jadi sore yang sangat indah. Kita berdua nemenin mama belanja (sekalian beliin isi kulkas Rizky juga. Ada telur, susu, roti, minuman dan macam-macam), ikutan milihin Rizky sepatu bola, beliin cemilan buat Rizky bawa besok ke tempat lomba, kita juga nggak lupa foto di Photobox dan terakhir makan dinsum yang lokasinya nggak jauh dari tempat kita belanja. Bahagia banget pokoknya bisa melewati moment-moment manis kayak gini. Semoga akan selalu ada moment-moment manis yang lain dalam hubungan kami berdua...
***
Keesokan harinya...
Gw dan Papa menemani Rizky pergi ke Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, tempat seluruh peserta yang akan diberangkatkan berkumpul.
"Barang-barang kamu nggak ada yang ketinggalan kan, Ky?" tanya Papa.
"Nggak ada, Om."
"Ya udah, buruan kasih ke panitia biar ditaruh di tempatnya."
"Ya, Om..." Rizky ditemani gw pergi menuju ke panitia. Di sana Rizky dikasih absen sebagai tanda bahwasanya dia sudah datang dan siap berangkat.
"Tunggu dulu ya. Sebentar lagi kita berangkat. Tinggal nunggu beberapa peserta lagi," terang panitia.
Rizky mengangguk.
Kami berdua kembali ke tempat Papa.
"Sudah?" tanya Papa.
"Sudah, Pa," jawab gw.
Selagi kami menunggu jadwal keberangkatan, secara nggak sengaja gw ngelihat Kak Fredo. Ngapain dia di sini? Kebetulan saat gw ngelihat ke arah dia, dia ngelihat ke arah gw juga.
"Hey!" serunya. "Ngapain di sini?"
"Ngantar si Rizky. Kakak sendiri ngapain?"
"Ngater murid-murid kakak dulu."
"Murid? Yang mana?"
"Renang..."
"Oohh... Murid renang..."
"Yup. Mereka lomba juga. Rizky emangnya lomba apa ya?"
"Bela diri. Di-a ja-go be-la di-ri..." gw sengaja menekankan kata demi kata ke Kak Fredo. Gw harap sih dia ngerti maksud gw apa.
Ternyata respon Kak Fredo cuma mangguk-mangguk.
Beberapa menit kemudian Rizky dan rombongan peserta lomba serta panitia diberangkatkan.
"Aku pergi ya, Om.." Rizky mencium tangan papa.
"Ya. Jaga diri baik-baik. Kalo ada apa-apa hubungin om. Lakukan yang terbaik oke, Son?"
"Oke!"
Gw tersenyum.
"Aku pergi ya sayang..." Rizky pamit.
"Iya. Take care."
"Ya. Sebenarnya aku pengen cium kamu deh..." bisik Rizky. "Tapi di sini rame banget..." gerutunya.
Gw tersenyum geli.
"Huffhh... Ya udah, see you, Beb..."
"See you. Semoga menang."
"Amiinnn."
***
Setelah bus Dinas Pariwisata yang mengantar Rizky dan yang lainnya berangkat, gw dan Papa balik ke mobil.
"Mau mampir makan dulu nggak, Al?" tanya Papa.
"Nggak."
"Kenapa? Baru berapa menit ditinggal udah galau..." goda papa.
"Siapa yang galau? Biasa aja. Emang Al anak alay apa..."
Papa terkekeh.
"Jadi nggak mau nih makannya?"
"Kalo Papa mau makan sih, Al temenin. Tapi Al pesan minuman aja."
"Kalo kamu nggak mau sih nggak usah. Papa makan di rumah aja."
"Ya udah. Al juga ngantuk. Pengen tidur."
"Pengen tidur apa pengen teleponan?"
"Sok tau!"
Papa lagi-lagi terkekeh.
"Eh, Papa, Al boleh nanya nggak?"
"Tanya apa?"
"Kok Papa open banget sama gay?"
Papa tiba-tiba tersenyum.
"Papa punya cerita tentang gay? Atau papa dulu mantan gay ya?"
Papa mendelik.
"Sorry..."
"Gay itu bukan hal asing bagi Papa. Dulu teman Papa ada kok yang gay."
"Wow! Siapa? Pernah ke rumah nggak???" gw antusias.
"Sabar..." kata Papa. "Baru juga cerita..."
Gw nyengir.
"Iya, ada teman papa yang gay. Tapi Papa baru tahu setelah Papa menikah. Setelah punya Mbak Aline."
"Ya. Terus?"
"Papa nggak nyangka sama sekali kalo dia gay. Nggak ada tampang gay sama sekali dianya."
"Emang gimana tampang gay?"
"Maksud papa, dia sama kayak papa. Cowok banget. Nggak neko-neko juga. Nggak pernah kedapatan lagi ngelirik cowok. Kalo diajak ngomongin cewek dia suka..."
"Dia biseks kaliii..."
"Dia nggak pernah pacaran. Papa pikir wajar. Mungkin dia mau konsentrasi sama masa depan gitu. Tapi setelah Papa dan teman-teman yang lain menikah, dia belum kepikiran untuk menikah juga. Bahkan teman-temannya sudah punya momongan, dia masih asyik aja sendiri. Sama Papa suka digodain kapan kawin? Nggak ngiri sama Papa dan teman yang lain? Dia cuma ketawa. Papa coba comblangin ke cewek-cewek nggak ada yang dia suka. Singkat cerita, karena setiap ketemu selalu papa ngomongin masalah menikah dan mau ngenalin dia ke cewek-cewek, dia sendiri yang ngaku kalo dia nggak suka cewek..."
"Dia suka sama papa?" tebak gw.
"Nggak. Dia punya pacar di luar negeri. Bule. Turis yang dia temui sewaktu liburan ke Lombok."
"Waawww!!!"
"Awalnya Papa tahu, papa sempat takut. Jangan-jangan dia pernah ngapa-ngapain Papa waktu tidur sama dia. Tapi lama-lama Papa yakin dia nggak akan melakukan hal seperti itu ke temannya sendiri. Selama ini dia sangat baik dan nggak pernah mempengaruhi papa. Bahkan dia nggak pernah ngomong jorok sama papa dan yang lain. Dari sana Papa mengambil pelajaran kalo setiap manusia punya sisi baik dan sisi jahat. Lesbi, Gay, Biseksual ataupun Transgender itu sama aja kayak yang suka sama lawan jenis. Ada yang baik ada yang jahat. Kita nggak bisa memukul rata sifat dan perilaku seseorang hanya berdasarkan orientasi seksualnya, profesinya, pendidikannya, agamanya... Banyak orang miskin yang lebih dermawan dan penuh empati dibanding orang kaya, banyak orang-orang yang tamatan sekolah dasar lebih mengerti hukum dibandingkan yang sudah Doktoral. Lihat apa pangkat para koruptor yang sering diberitakan di Teve? Semuanya punya gelar yang nggak main-main. Begitu juga kaum LGBT banyak juga yang berprestasi dan peduli sesama dibanding yang katanya normal. Hanya saja ketika kaum minoritas melakukan kesalahan, lebih mudah terlihat dan tersekspose. Belum lagi sentimen-sentimen publik yang sengaja menyudutkan kaum minoritas yang bertujuan menjatuhkan, menggiring opini publik agar membenci, melukai, menghakimi... Sengaja menutup mata bahwa kejahatan dan kesalahan yang dilakukan kaum minoritas sebenarnya lumrah dilakukan oleh kaum mayoritas. Oleh karena itu, kamu sebagai kaum minoritas harus lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Pikirkan masak-masak sebelum bertindak atau mengambil keputusan. Ingat reputasi kamu, nama baik keluarga, masa depan... Jangan gegabah. Masyarakat tidak akan mau tahu dan tidak akan mau susah payah Mencoba menempatkan diri di posisi kamu ketika kamu salah langkah. Mereka hanya akan menghujat dan mencemooh. Apapun hal baik yang kamu lakukan, tidak akan menghapus satu titik kecil kesalahan kamu di masa lalu dalam ingatan mereka. Tidak saja diingatan mereka, tapi turun temurun diingatan anak cucu mereka. Hal itu bukan hanya berdampak ke kamu. Tapi juga keluarga kamu dan keturunan kamu ikut menjadi korban. Kejam bukan?" kata Papa panjang lebar.
"Ngomong-ngomong Papa senang kamu dan Rizky menjalani hubungan yang positif. Kalian tetap berprestasi. Kamu harus bisa membimbing Rizky. Dia masih belia. Kalo kamu bisa membimbing dia, dia bakal jadi orang hebat."
"Iya, Pa. Eh, tapi ngomong-ngomong mengenai teman Papa tadi, sekarang dia dimana?"
"Di Denmark."
"Sama pacar bulenya itu?"
"Iya. Mereka membangun rumah untuk anak yatim piatu dan anak jalanan di sana."
"Wow, great! Papa pernah kesana?"
"Belum."
"Mama tahu soal ini?"
"Iya. Papa sudah cerita. Dan sebenarnya hal ini juga yang mama takuti bakal terjadi ke kamu."
"Maksudnya?"
"Kamu tinggal di luar negeri dan jauh dari beliau."
"Ahh..." gw speechless. Gw sangat terharu mendengar pengakuan papa barusan. Sebegitu besarnya rasa sayang Mama ke gw...
***
Aku terharu.
Thanks udah di mention
Jangan lama2 updatenya
pnuh mkna bnget y di chapter ini.slalu berhasil buat nagih ini crita
jngn lupa mentoon next chapter @locky