It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Critax lucu dan asyik...
Lanjuuutt....
enak ya punya abang kaka,ga kaya ane maen monopoli kaga ada lawannya*?*.
@Locky ,kalo apdet ane nitip mensyen yay ~
Pnasaran pov fredo
very nice....
Reina datang bareng dua temannya. Pas mereka datang, Bang Albert dengan bernafsunya mendorong gw menghampiri mereka.
"Buruan sana!"
"Ish! Woles aja kali ah..." gerutu gw.
"Al! Nih, mereka udah datang. Katanya lu udah nggak sabar ngegombalin awewe!" teriak Mbak Fio.
Gw terkekeh.
"Hei...!" sapa gw ke mereka bertiga.
"Hei. Adiknya Kak Albert kan ya?" tanya salah seorang dari mereka.
"Yup. Gw tebak, lu pasti adiknya Mbak Fio!" jawab gw.
"Ya keles. Nggak usah pake tebak-tebakan. Muka mereka mirip gitu," celetuk salah satu teman Reina, si rambut sebahu.
"Hahaha..." gw terkekeh. "Oh, iya, gw Almer," gw menyodorkan telapak tangan ke hadapan si rambut sebahu.
"Ina."
Gw mengangguk, lalu mengarahkan telapak tangan lagi ke teman di sampingnya.
"Nike."
"Almer."
"Lu kuliah di UFB kan?"
"Kok tau?"
"Sering lihat sih," jawab Ina.
"Oh ya? Lu anak UFB juga?"
Ina mangguk.
"Fakultas apa?" gw makin interesting ngobrol sama mereka.
"Bahasa Indonesia. Lu?"
"Gw sastera Inggris."
"Pantesan..."
"Maksudnya?"
"Pantesan dia pernah lihat lu. Fakultas kalian deketan kan?" timpal Reina.
"Yup," jawab gw. "Tapi gw nggak pernah lihat lu deh, In---eh, In atau Na nih manggilnya?"
"In boleh. Asal bukan Out..."
"Hahaha..."
"Lu nggak pernah lihat dia?" tanya Nike.
"Nggak."
"Gue kan kutu buku. Tempat nongkrong gw di perpus," kata Ina.
"Pret! Lu mah bukan kutu buku, tapi kutu kupret!" sambar Reina.
Kami ketawa, kecuali si Nike yang senyum doang. Oke, kayaknya dia tipe cewek kalem.
"Kalo kalian kuliah dimana?" tanya gw.
"Gw di UNPAR," jawab Nike singkat.
"Gw sama," jawab Reina.
"Oohhh... Pantesann..." desis gw.
"Pantesan kenapa?" tanya Reina. Sementara kedua temannya menunggu jawaban gw dengan muka lumayan penasaran.
"Pantesan nggak pernah ketemu!" gw nyengir.
"Ugh!" desis Reina kesal.
"Kirain apaann..." gumam Ina.
"Hehehe..."
"Oh, iya, gw nggak ganggu inikan?" gw melancarkan basa basi busuk yang lain.
"Menurut lu gimana?" Reina balik nanya.
"Gimana menurut lu?" gw noleh ke Nike.
Si Nike lagi-lagi senyum.
Gw bales senyum dia.
Si Nike membuang muka sambil menahan senyum malu.
"Aiihh, senyumnya manis banget," goda gw.
"Apaan deh..."
"Punya senyum manis itu jangan disembunyiin... Iya nggak?" gw ngerling ke Reina dan Ina.
"Jangan goda-goda teman gw!" seru Ina. "Kalo mau ngegoda, godain gw aja! Bhahaha...!"
"Hadeeehhh. Punya dua teman. Satu pemalu, yang satunya malu-maluin..." kata Reina.
"Dan satunya nggak tahu malu!" sambung Ina sambil nunjuk Reina.
"Berarti kalian disatukan sama kata "Malu" ya?"
"Nyoiii. Maluku di Ambon!" jawab Ina asal.
"Gimana Al?" tiba-tiba Mbak Imey ikutan gabung.
"Gimana apanya?" gw balik nanya.
"Para Ladies-nya sesuai pesanan nggak?"
"Pesanan???" tanya Ina.
"Call girl kali ah kitanya," kata Reina.
"Emang iyakan???" balas Mbak Imey.
"Heyyy...! Sembarangan aja! Siapa yang bilang?!" tantang Reina.
"Iya! Siapa yang bilang?!" kata Ina.
"Tadi lu yang bilang..."
"Emang iya!" Ina nyengir.
"Lu iya. Gw sama Nike nggak! Iya kan, Ke?" Reina noleh ke Nike yang sedari tadi diam aja.
"Ya dong..."
"Oh jadi gitu?! Cuma gw yang hina disini??? Gw merasa KOTOR!!!" Ina mulai akting lebay.
"Makanya jangan main lumpur biar nggak kotor..." sambut Mbak Imey.
"Apalagi main lumpur Lapindo..." celetuk gw yang dari tadi cuma jadi penonton.
"Hahaha. Bener bener bener..."
"Wooiiy! Berisik!" Kak Tomo muncul dari balik pintu diikuti satu cewek di belakangnya.
"Eeehhh, dari mana aja lu bedua baru nongol sekarang?!" seru Mbak Imey.
"Kepo deh urusan orang," cewek-yang-gw-tebak-pasti-pacarnya-Kak-Tomo angkat bicara.
"Cuma nanya! Nggak usah GR!" balas Mbak Imey.
Cewek-yang-gw-tebak-pasti-pacarnya-Kak-Tomo ketawa.
"Kenalin, Al. Ini Mbak Dian," kata Mbak Imey.
"Punya gw!" sambung Kak Tomo saat gw jabat tangan Mbak Dian.
"Belum resmi toh?" gw terkekeh.
"Hahaha...! Kenapa semua pada waspada sama lu dah, Al?" Mbak Imey ngikik.
"Mungkin pesona gw luar biasa besar, Mbak. Entahlah..." gw narsis.
"Antara punya pesona atau mata keranjang!" koreksi Reina.
"Nggak berlaku buat lu, kok. Gw pasti setia," kata gw.
"SEtiap TIkungan Ada!" timpal Ina.
"Ada kamu," sambung gw.
"Udah deh Al. Muntah gw lama-lama dengar lu gombal," potong Mbak Imey.
Gw ngakak.
"Hoooyyy!" seru Mbak Fio dari dalam.
"Hoy jugaaa!!!" balas kami.
"Modus banget dah kalian. Enak-enakan ngobrol di sini, sementara kami berasap ria di luar!" Mbak Fio melongok dari luar.
"Udah mateng ya?" tanya Mbak Imey seakan tanpa bersalah.
"Panggang aja sendiri yang kalian!" jawab Mbak Fio sambil berbalik pergi.
"Gw mau panggang Ayam gw dulu ah!" Mbak Imey bangkit dan setengah berlari menyusul Mbak Fio.
"Kita juga yuk? Ntar nggak kebagian..." ajak Reina.
"Ayo, ayo. Kita migrasi ke sana!" kata Ina.
Kami akhirnya bergerak menuju halaman samping rumah tempat di mana acara BBQ tadi berlangsung.
"Lha, lha...? Kenapa pada nyerbu semua kesini dah??" tanya Kak Alan.
"Orang Indonesia kan emang tipikal mau enaknya doang! Giliran kerja pada melipir, pas makan baru dah merapat semua..." kata Mbak Putti.
"Emang lu orang mana, Neng?" celetuk Kak Tomo.
"Sowry, gw orang Taiwan ya."
"Talang Rimbo Indah Menawan kan maksud lu?" tanya Mbak Fio.
"Hehe..."
Oke, mungkin gw harus kasih penjelasan dikit tentang Talang Rimbo. Itu nama salah satu daerah di kota ini. Sama anak-anak alay, nama-nama daerah tempat tinggalnya suka dikeren-kerenin. Contohnya daerah Talang Rimbo, yang dijadiin Taiwan dari singkatan TAlang Rimbo Indah menaWAN.
Bukan cuma Talang Rimbo aja yang dimodif sedemikian rupa. Masih ada nama daerah-daerah lain. Ada LA (Lorong Arenas), Water Cool (Air Dingin), Water Boy (Air Lanang), Korea (Korem Area) dan segudang nama unik lainnya yang bikin ketawa. Dan biasanya nama-nama ini mengudara di radio-radio yang sering dijadikan wadah titip salam. Xixixix.
Habis makan-makan, kami semua pamitan pulang. Pertama Bang Albert nganterin Mbak Vida dulu, terus balik lagi nemuin gw. Padahal tadi gw bilang biar gw balik dianterin sama Kak Fredo, dan yang bersangkutan bersedia. Tapi Bang Albert lebih pilih berepot ria, dari pada membiarkan gw menghabiskan kebersamaan dengan Kak Fredo meski cuma beberapa menit doang di atas motor. Emang dasar sialan tuh orang!
Jadilah akhirnya gw ngobrol lagi sama Reina dan kedua temannya yang malam itu nginap di rumah Reina. Kita juga tuker-tukeran nomor HP. Hufh...! Nambah-nambahin daftar kontak gw aja.
Beberapa menit kemudian, Bang Albert muncul lagi. Belum motornya berhenti, gw udah bangkit dan menghampiri dia.
Kita berduapun pulang.
"Gimana kencan lu tadi?" tanya Bang Albert.
"Yang mana?"
"Sama mereka tadi."
"Kencan apaan berempat gitu?"
"Apalah namanya terserah. Yang jelas ada yang bikin lu sreg nggak?"
"Ada."
"Yang mana?! Biar Abang bantuin..."
"Ah, sudahlah. Lu pasti gak bakal setuju..."
"Lho?"
"Gw udah tahu isi hati lu."
"Lu sukanya sama siapa?!" Bang Albert mulai nggak sabaran.
"Kak---"
"Kalo Fredo yang mau lu sebut, mending diem sebelum kaki lu gw sangkutin ke jari-jari motor!" potong Bang Albert.
Gw langsung mangut-mangut.
"Iya kan?!"
"Hehehe, gw becanda, Bang..."
Bang Albert diam aja.
"Sebenarnya gw bukan suka sama dia. Tapi..."
Bang Albert noleh sebentar ke gw.
"Tapi lu, Bang..." gw melingkarkan tangan ke pinggangnya.
Bang Albert terasa banget kagetnya dan spontan menghalau tangan gw dari pinggang dia pake tangan kirinya.
"Lepasin!!!"
Gw makin memperkuat lingkaran tangan gw.
"ALMER! LEPASIN NGGAK?!"
"Nggak..."
"Gw tendang lu ke jalan ntar!"
"Coba aja."
"Lu jangan macem-macem!"
"Cuma satu macem kok."
"GW NGGAK MAIN-MAIN!"
Gw terkekeh sambil melepas pelukan gw di pinggang dia.
"Lu lebay Bang, ah! Lu itu bukan tipe gw!" gw dorong bahunya.
Bang Albert nggak ngomong.
"Nggak ada yang bisa diharepin dari lu. Cakep? Okelah. Kepribadian? Malesin. Otak? Pas-pasan!"
"Enak aja lu!"
"Kalo ada yang cakep, pinter dan kepribadiannya oke kenapa mesti cuma milih yang modal tampang doang kayak lu?!" gw sengaja ngomong di depan gendang telinga dia.
"Anjir!" Bang Albert ngangkat tangan kirinya dari stang dan nabok kena pala gw.
"Eh, kapan dong lu ajakin gw ke rumah Mbak Vida?"
"Kenapa?"
"Emang nggak boleh? Calon Mbak Ipar..."
"Besok. Mau?"
"Beneran? Kalo hari Minggu biasanya seluruh keluarganya pada ngumpul nggak?"
"Kadang-kadang."
"Besok kira-kira semuanya ada nggak?"
"Ya mana gw tahu. Emang kenapa?"
"Nggak apa-apa. Gw mau kenalan aja sama mereka."
"Ada perlu apa lu sama mereka? Sok-sokan lu."
Gw terkekeh. Well, sebenarnya gw cuma pengen nge-cek aja saudara-saudara Mbak Vida itu pada cakep-cakep apa nggak. Xixixix.
"Besok lu coba tanya dulu, mereka pada ngumpul apa nggak. Baru gw mutusin ikut ke sana apa nggak," kata gw.
"Penting banget deh lu ah!"
Tiba-tiba HP gw tiba-tiba bunyi.
"Ina WA gw nih," beritahu gw ke Bang Albert.
"Oh ya? Apa isinya?"
"Nanya udah nyampe rumah apa belum."
"Sinyal yang bagus, Al. Dia mulai deketin lu tuh..."
"Gitu ya?" jawab gw sambil bales WA-nya Ina.
"Ya. Lu suka nggak sama dia?"
"Nggak."
"Dari ketiganya tadi lu sukanya sama yang mana?"
"Nggak ada. Cari yang lain!"
"Tapi tadi kalian ngobrolnya nyambung..."
"Apa susahnya ngobrol."
"Oke. Tenang aja. Ntar Abang cariin yang lain."
"Bisa pesan nggak?"
"Lu cari kriteria yang kayak gimana?"
"Sama kayak gw."
"Sifatnya kayak lu gitu?"
"Jenisnya juga."
"Neraka nungguin lu!" jawab Bang Albert.
Gw memutar bola mata lalu tersenyum geli.
***
Sesampai di rumah...
"Kamu dibawa kemana sama Albert, Al?" tanya Mbak Alina.
"Ke sarang penyamun, Mbak," jawab gw sambil menghempaskan tubuh ke sampingnya. "Perawan di sarang penyamun..." tambah gw.
"Ke rumah pacarnya ya?" tanya Papa.
"Bukan, ke rumah temennya..."
"Ngapain aja di sana?" tanya Mbak Alina.
"Dia ngenalin gw sama cewek."
Dengar jawaban gw barusan, Mama langsung menegakkan tubuhnya.
"Oh ya?" tanya Papa.
"Yup."
"Terus?"Mbak Alina lagi yang nanya.
"Ada yang udah naksir sama dia," Bang Albert yang jawab setelah masukin motor ke garasi.
"Hebat dong! Gimana orangnya?" tanya Papa.
"Cantik..." jawab Bang Albert sembari duduk dan menaruh kunci motor ke atas meja.
"Kamu suka, Al?" untuk pertama kalinya Mama nanya ke gw pasca terbongkarnya ke-gay-an gw.
"Kalo cuma sebagai teman sih, suka-suka aja..." jawab gw.
Terdengar Mama menghela nafas.
Oke. Mungkin jawaban gw bikin Mama sedih. Tapi gw bertekad nggak mau pura-pura dan membohongi siapapun, termasuk hati gw sendiri. Inilah kenyataannya. Kalo gw pura-pura cuma buat nyenengin hati Mama atau siapa pun itu, tapi semu, ujung-ujungnya pasti bakal sakit juga. Jadi dari pada sakitnya nanti-nanti, lebih baik sekarang. Ntar lama-lama juga kebal terhadap rasa sakitnya. I hope so.
"Baru dikenalin ke tiga cewek kok, Ma. Biasa kalo belum sreg. Temen cewek Bebet banyak. Pasti salah satu dari mereka ada yang menarik hati Almer," kata Bang Albert.
Papa dan Mbak Alina mangguk-mangguk.
Hmmm, tumben-tumbenan Bang Albert bela gw? Btw, thanks ya Bang! Gitu kan cakeeeppp. Xixixix.
***
"MER! BURUAN!!!" teriak Bang Albert pas gw masih di kamar.
Gw milih nggak nyahut, dan asyik ngerapiin pakaian gw. Setelah penampilan yang terpantul di cermin sesuai yang gw mau, baru gw beranjak ke luar kamar.
"MEEERRRR--EEE---EEEEEERRRR...!" teriak Bang Albert lagi, kali ini sengaja dibuat mendayu seumpama lagu.
"Berisik banget dah," gerutu gw sambil benerin letak tas yang tersampir di bahu gw.
"Meeeerrr...!"
"Wooooyyyy!!!" balas gw.
"Buruan lu ah! Lama amat..."
"Makanya kalo nggak mau nungguin gw, berenti aja jadi tukang antar jemput gw..."
"Bujukan lu itu nggak mempan! Ayo!!!"
"Terserah lu sih... Kalo Pangeran mah senang-senang aja..."
"Pangeran Kodok kan lu!"
"He-eh. Pangeran Kodok yang bakal menjelma menjadi pangeran tampan rupawan setelah seorang prince charming nyium dia..."
"Khayalan tingkat tinggi, di atas normal. Kebanyakan dengerin lagu Peterpan lu. Peterpan aja udah move on jadi Noah, masa lu gak move on juga dari homo?"
"Rese lu! " gw males berdebat.
Sesampai di kampus...
"Gw anter sampai sini aja ya..."
"Nggak nyampe ke depan ruangan gw?" sindir gw seraya turun dari belakang Bang Albert.
"Ayo!"
"Nggak usah! Ntar semua pada heboh lagi..."
"Heboh karena tampang gw? Ah, udah biasa..."
"Heboh karena gw dikira dianterin sama pacar..."
Raut wajah Bang Albert langsung berubah masam.
"Mau lu? Hahaha...!" gw ngikik.
"Udah pergi sana!"
"Oke, Honey...!"
Bang Albert langsung noleh kiri-kanan. Takut ada yang dengar.
"Nyari siapa?"
"Sekali lagi lu kayak tadi, awas lu!"
"Pisss!"
"Mata lu dijaga! Lu ke sini buat kuliah---"
"Bukan buat melototin cowok, key? I get it!" potong gw sambil melangkah menjauh.
"Tuh lu tahu!" teriak Bang Albert.
"Gak dengar!" balas gw.
***