It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
blkngan sibuk bgt, bka bf paling bls pm aja, blm smpet baca2...mkasih.
Mungkin nanti malam...
Iya kak gak papa? Hehe
gpp, umur ga ngejamin kedewasaan seseorang ko. Terus berkarya, okay ;-)
cuman itu kalau di desaku jadi istilah yang dianggap tabu.. @JiahhhLebay
weather series itu aja aku gak ngerti, gak tahu dan gak paham..
itu sebuah cerita? dimana? @Kudet
Kak Rendy ? who is he?? @MakinGakMudeng ,, btw buat apa ngirim cerita ke orang itu? @Kepo
jangan mohon bimbingan adik @sefares , saya sangat awam dibidang tulis menulis dan sastra, jadi kamu salah nulis ini ke saya .. hihihi
namanya juga baru dan dalam proses belajar, salah itu hal yang biasa dan wajar, jadi lakukan saja sesuka hatimu, sesuka ide dan kreatifmu, sesuka yang terlintas dibenakmu. salah kan bisa diperbaiki, jadi nyantai saja. semangat!!
Eee be positve in playing at this playground ya (boyzforum)
Iya kak. Aku juga suka skeptis. Yahh, harusnya aku gak ada disini. Tapi, yahh aku punya tujuan. Aku bingung tentang dunia pelangi ini. Aku hanya ingin mencari dalih agar aku bisa mengerti.
Esensi dari hidup adalah perjuangan. Sedangkan perjuangan itu mencangkup sebuah tujuan. Itulah kata-kata Bima. Dia adalah pria biasa menurutku. Tidak terlalu tampan meskipun dia itu manis. Kulit hitam dan lesung pipitnya membuat bibirku ingin melengkungkan senyum. Dan kemarin, aku dan dia telah melakukan hal yang tak wajar. Maksudku, meskipun hanya oral sexs, aku sangat menikmatinya jika bersama Bima. Padahal jika aku mau, aku bisa saja mendapatkan lelaki yang lebih tampan. Anehnya, kenapa libidoku naik ketika berada di dekat Bima? Aku bingung. Bima adalah narkoba bagiku.
Terbukti pada saat ini. Nafasku memburu karena di kamar Bima hanya ada kami berdua. Kemarin, setelah di taman kota Bima mengajakku untuk tinggal bersama dia. Aku tau. Bima berbuat baik kepadaku hanya topeng saja. Karena sebenarnya, dia mengincar grance ku. Tepat ketika aku sampai di rumah Bima, Stein berbisik dengan telepatinya yang menyatakan bahwa Bima adalah orang harus diwaspadai. Yahh, aku juga bingung terhadap Stein. Dimana dia sekarang pun aku tidak tau.
"Bima, ada apa denganmu!" ucapku sinis. Dia mengangkat kedua alisnya. "Kenapa aku... kenapa aku bisa tak terkendali?" lanjutku sambil berpaling. Sekuat mungkin aku tidak menatap bola matanya. Karena jika itu terjadi, sudah pasti kelakuanku akan seperti hewan.
"Aku tidak mengerti," balas Bima sambil mendekat. Sebisa mungkin aku menjauh. Ini tidak benar. Seharusnya, kutolak ajakan Bima untuk tinggal bersama dia. "Apa yang terjadi?" Bima memegang kepalaku. Sementara nafas, arrgh! Aku tidak kuat. Tanpa ba-bi-bu, aku langsung menubruk Bima dan menghempaskannya ke kasur. Kali ini Bima tidak berontak. Wajah kalemnya seperti menikmati permainan ini. Namun kuyakin, Bima hanya memakai topeng.
Ketika hasratku sudah terpenuhi, yang bisa kulakukan adalah menangis. Aku tidak tau karena yang kutau semuanya mengalir begitu saja. Dan aku juga tau bahwa yang kualami bukanlah sedang jatuh cinta. Cinta bentuknya abstrak. Tidak bisa di lihat oleh kasat mata atau sekedar ucapan. Ketika hati bergetar dan aku pun senang, aku bisa menyebutkan hal itu cinta. Seperti halnya tentang Fajar. Bayangan dia selalu berkecamuk memenuhi rongga kepalaku. Tapi, dalih itu tentunya hanya sepintas. Karena dibalik itu, pasti ada sebuah rasa sakit dari sebuah kata cinta. Entah oleh penolakan, keadaan atau perpisahan.
"Aku ingin pergi," lirihku. Bima mengecup keningku pelan.
"Tinggal lah bersamaku. Aku sangat membutuhkanmu, Pajar...," balas Bima. Dia membisikan kalimat itu tepat di tengkukku.
"Aku suka tidak terkendali jika bersamamu, Bima. Aku tidak tau kenapa hal itu bisa terjadi. Tapi yang jelas, aku tidak menginginkan hal itu. Nuraniku berontak!" setelah mengucapkan kalimat itu, entah kenapa aku semakin tidak tenang. Memang nuraniku selalu berontak, tapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa aku menikmatinya. Aku tidak tau. Dunia disini benar-benar aneh.
"Kamu hanya belum terbiasa. Jika kamu tidak bisa terkendali, pikirkan orang yang kamu cinta. Di dunia ini kekuatan cinta itu memang benar-benar ada. Percayalah..." Aku sungguh tidak bisa berhenti menatap bola mata Bima. Aku merasakan bahwa Bima adalah orang baik. Jujur saja, kalimatnya barusan seperti lembaran slide yang terus terngiang. Lembaran itu terpancar dari bola matanya. Hal pertama yang kutangkap, keadilan yang telah dimiliki Bima sungguh tragis. "Oh iya, apakah kamu bisa menunggangi kuda?" tanya Bima mengalihkan topik pembicaraan.
Aku menggeleng lemah. "Kalau gitu, ayo kita jalan-jalan. Nanti, akan aku ajari bagaimana caranya."
Yah, ternyata yang dikatakan Bima benar. Nafasku tetap saja memburu ketika berada di dekat Bima, tapi aku bisa mengendalikan nafsu itu jika mengingat Fajar. Meskipun hatiku denial apakah Fajar harus menjadi sahabatku atau kekasihku. Yang jelas, mungkin waktu yang akan menjawab.
"Gimana awal pembentukan grance mu?" tanyaku. Saat ini kami berdua sedang berada di lapangan kecil seperti tempat golf.
"Bisa kita cari topik yang lain?" balasnya sinis. Aku terperangah. Suasana berubah drastis ketika aku mengatakan kalimat itu. "Oh maaf... aku sedang ada banyak pikiran," lanjutnya cepat. Kelihatan sekali bahwa Bima sedang gugup, ataukah takut? Entahlah...
"Kuda ini namanya Zigo. Dia mempunyai kecepatan lari yang sangat bagus. Namun karena peperangan yang dulu, kaki kirinya patah sehingga dia harus dikirim ke kalangan rendah."
"Jadi, kuda ini asalnya dari kalangan atas?" tanyaku sambil mengusap kepalanya. Hmm, aneh sekali. Sekarang naluriku merasakan ada hal yang tidak beres. Bima dan kuda ini seperti saling berkomunikasi dengan tatapan mata mereka. Aku juga tidak tau karena hal yang kutangkap adalah rasa tidak enakku.
"Waspadai dia... apapun yang dia minta, kuharap kamu bisa menolaknya. Nanti malam aku akan ke taman kota. Ajak dia bersamamu. Karena aku, masih belum bisa membaca pikiran dia." Tiba-tiba aku mendengar suara Stein.
"Pajar..." Bima memegang tanganku erat. Perasaanku semakin tak enak. "Mau gak kamu jadi kekasih ku?"
DEG
Jantungku seketika berdetak dengan kencang. "Bi-bima me-menyatakan cinta kepadaku?" ucapku dalam hati.
"Maaf aku tidak dengar...," balasku sambil memalingkan muka ke arah Zigo. "Pajar! Lihat mataku!" teriaknya. Aku masih bergeming dan terus melihat Zigo. Sialnya, aku merasakan bahwa Zigo menyuruhku untuk menerima Bima. Dari tadi dia mengangguk-anggukan kepala. Sumpah! Aku luruh! Mata Zigo berkaca-kaca ketika aku masih saja bergeming.
Lalu kuberanikan diri untuk menatap Bima. Dia melihatku dengan tatapan memohon. "Aku cinta kamu, Pajar...," desisnya ditelingaku. "Aku ingin menjadi kekasihmu. Apakah kamu bersedia?" lanjutnya sambil memegang tanganku kembali.
"Aku tidak tau," sahutku dengan tatapan masih tertuju ke bola mata Bima.
"Aku yakin kamu cinta aku. Jika kamu tidak percaya, akan aku tunjukan." Bima meletakan tanganku di dadaku. Kurasakan detak jantungku berdetak lebih cepat. Belum sempat aku menguasai suasana, Bima telah mencium bibirku dengan cepat. Sekuat mungkin aku tidak membalas ciuman itu. Namun aku tidak bisa! Tetap saja bibirku selalu terbuka menerima lidahnya.
"A-aku ma-ma..."
"JANGAN!" indra pendengarku menangkap suara Stein yang terus menggema. Terdengar berulang kali yang sukses membuatku urung untuk mengatakan iya. Meskipun yang membuatku urung bukanlah suara itu, tapi oleh kehadiran Fajar yang saat ini sedang duduk memperhatikanku di pagar kayu.
Ketika aku mau menghampiri Fajar, dia telah menghilang dan tiba-tiba berada di depanku. Dengan kuat Fajar menggenggam tangan dan membawaku ke The Rince--tempat kuda yang waktu itu. Aku hanya bisa menunduk memandangi tanah. Terpaan angin kencang saat ini sepertinya sedikit membuatku tenang karena aku tau, Fajar terus menatapku.
"Aww! Fajar sakit!" teriakku ketika kepalan tangan Fajar semakin kuat mencengkram pergelangan tanganku. Semakin aku berontak, maka semakin keras pula kepalan tangan Fajar. Sekarang aku tau jika aku berontak, maka Fajar akan semakin keras memutuskan tanganku.
Hingga yang kulakukan pun akhirnya menatap bola mata Fajar. Dia terlihat bengis dan emosi. Arrghh! Aku tidak mau melihat tatapan dia! Jujur, itu adalah tatapan paling mengerikan yang pernah kulihat. "Fajar sakit!" rintihku. Sekarang, aku tidak tau apa yang harus kulakukan. Jika aku menunduk, sudah pasti pergelangan tanganku akan di cengkram kuat. Tapi jika aku menatap wajahnya, aku benar-benar takut. Kukira, hanya aku yang mempunyai wajah mengerikan. Tapi ternyata... Fajar 10 kali jauh mengerikan!
"TATAP WAJAHKU!" teriaknya. Aku terlonjak kaget dan tubuhku gemetar. Rasanya, aku tidak kuat lagi untuk berdiri, lututku lemas, dan aku benar-benar takut.
Ternyata butuh perjuangan keras untuk menatap wajah Fajar. Super keras karena selain untuk menahan takut, aku juga berusaha menahan lutut yang lemas. Wajahnya sama kayak tadi. Bengis dan emosi. Apalagi sekarang Fajar membulatkan matanya. Roboh sudah pertahananku. "Jar, bunuh saja aku. Tapi please, jangan tatap aku seperti itu," ucapku sambil memicingkan mata.
"APA KAMU BILANG? BUNUH? AKU AKAN MEMBUNUHMU SEKARANG JUGA JIKA KAMU TERUS-TERUSAN SEPERTI INI!" bentaknya. Sekarang, tungkai tak mampu lagi menyangga tubuhku. Aku jatuh menekuk lutut. Adrenalinku benar-benar dipicu sekarang. "BERDIRI!" teriak Fajar semakin tak terkendali. Kutarik nafas sejenak sebelum akhirnya aku mencoba untuk berdiri.
"Kamu tau kan kebesanmu itu bukan untuk mencari KEKASIH!?" bentaknya sedikit lembut. Namun tetap saja aku merasa takut.
"Maaf..."
"Ingat, kamu tidak bisa terus-terusan diam. Gen mu ada 4. Sewaktu-waktu, gen itu akan menghilang!" hening dalam waktu yang cukup lama. Aku juga tidak tau kenapa tadi aku mau menerima Bima. Aroma tubuhnya selalu membuat otak dan hatiku tidak terkendali.
"Maaf... Tapi, sekarang aku berjanji. Aku akan serius dalam pencarian grance-ku." Fajar tersenyum sambil memelukku erat. Sekarang aku tau, cintaku memang berlabu kepada Fajar. Getaran itu muncul dan membuatku selalu tenang. Aku merasa terlindungi.
"Sudah dong meluknya," ucap Fajar ketika aku tak mau melepaskan pelukanku.
"Eh maaf..." darahku naik seketika. Yah begitulah... Aku dan Fajar menghabiskan waktu sore hanya dengan menunggangi kuda. Tak lupa Fajar mengajariku untuk menungganginya meskipun aku keseringan jatuh.
Jika dulu aku menyebutkan tujuanku adalah untuk mencari grance-ku atau mencari inti permusuhan dari ke 5 grance, sepertinya akan kurubah. Karena dibalik itu semua, harusnya aku mempunyai tujuan untuk apa aku melakukan hal itu. Dan sekarang... aku tau untuk apa tujuanku. Meskipun terlihat ambigu, tapi sekarang aku mempunyai 2 pilihan. Untuk menjadikan Fajar sebagai sahabat, atau sebagai cintaku. Aku akan berjuang!
***
Aku melihat Bima sedang diam di teras rumahnya. Dia menatapku dengan pandangan kosong. Mungkin ini saatnya untukku meminta maaf soal insiden tadi sore. "Bim, bisa kita bicara?" tanyaku pelan. Dengan sungkan aku masuk ke rumahnya.
"Bicara apa?"
"Aku pengen bicara di taman kota. Karena disitu awal kita bertemu." Sebenarnya sih aku mengajak Bima kesana sekedar untuk mencari tau siapa dia. Karena Stein menyuruhku untuk kesana. Siapa tau, benar apa kata Stein. Bima hanya memanfaatkanku untuk keperluan dirinya sendiri atau yang lainnya.
Sesampainya di taman kota, aku langsung duduk di bangku coklat kesusakaanku. Bima juga melakukan hal yang sama. "Bim, maaf aku tidak bisa menjadi pacarmu," ucapku sambil memandang danau. Sepertinya Stein sedang berdiam disana.
"Kenapa? Apakah aku tidak setampan Fajar?" jawabnya cepat. Dia menatap mataku lekat.
"Tidak... Cinta bukan prioritas utama bagiku. Jika kamu menganggap aku lebih mengutamakan Fajar, kamu salah besar. Ada hal lain yang harus kulakukan. Jadi, kuharap kamu mengerti." Sepertinya Bima masih tidak percaya. Well, memang aku berbohong jika aku lebih mengutamakan keperluanku dibanding Fajar. Aku tidak mau jika nantinya Fajar tau tentang perasaanku. Pasti aku akan dibunuh sama dia, meskipun itu mustahil karena Fajar tidak bisa melukaiku dengan kekuatannya. Tapi bisa saja kan Fajar memang anak yang kuat? Di mampu membunuhku tanpa kekuatan grance-nya.
"Sedang apa kalian?" sepertinya Stein datang disaat yang tepat. Sebelum dia datang, Bima meyakinkan bahwa aku telah jatuh cinta kepada dia bukan kepada Fajar. Pembuktiannya sama kaya tadi, yaitu memancing nafsuku yang sudah pasti tak terkendali.
"Hanya ngobrol biasa," jawabku santai. Aku menyandarkan kepalaku ke kursi sambil menggeser tempat duduk untuk Stein.
"Oh baiklah... aku tidak ganggu kan?" Stein menatap Bima serius. Rahangnya tiba-tiba mengeras ketika menyadari ada yang tidak beres. "Jar, dia bukan grance kecepatan. Tapi Pamvir!" aku sontak kaget. Jadi? "Bima ingin membawamu ke grance pamvir. Itulah tujuan dia sebenarnya," bisiknya lagi, menjawab pertanyaanku barusan.
Lambat laun, rupanya Bima menyadari apa yang telah terjadi. Dia berdiri dan mengucapkan kalimat yang aneh. Zigo pun datang seperti cahaya. "Astano osta utarus!" kilatan cahaya seperti petir muncul di sampingku. Suaranya seperti gempita petir. Zigo yang ditumpangi Bima terjatuh dan musnah seperti kepingan kaca. Sementara Bima sendiri, dia telah menghilang seperti kilatan petir tadi. Aku terpukau kepada orang Stein. Ternyata dia mempunyai kekuatan yang aneh.
"Wow! Kamu hebat Ste..." Kalimatku terhenti ketika yang disampingku ternyata bukan Stein. Melainkan pria berwajah tegas dan tampan seperti Fajar. Dia tersenyum ke arahku sambil memperkenalkan diri.
"Namaku Caka... Senang berkenalan denganmu," katanya sambil mengulurkan tangan. Lagi-lagi, aku merasakan getaran yang sama ketika aku berhadapan dengan Fajar. Getaran hangat dan terlindungi. Arrghh! Kenapa? Apakah aku juga mencintai Caka!? Semudah itukah?!
Ups, bersambung ke chapter horse (a)
Hadoh, tau gak? Malam minggu kemarin adalah hari paling menyenangkan dalam hidupku. Kenapa? Karena kemarin aku nginep di SMP bersama orang yang kucinta. Yang nginep ada 6 orang. Namanya anggap saja Fajar, Pajar, Bima, Stein, Caka, dan Zigo. Aku adalah Fajar dan orang yang aku suka adalah Pajar. Pada malam harinya, banyak hal menarik. Entah nyanyi dengan gitar, nyerita tentang hantu, ngedengerin night mare, memacu adrenalin ke tempat sepi dan lain-lain.
#loh? Kok jadi curhat? #digebugin sama reader.
Sebenarnya, bukan hal itu yang mau ku utarakan. Aku hanya ingin bercerita tentang hal yang terjadi ketika aku menulis.
Hmm, kenapa ya aku selalu kehabisan kata-kata? Aku selalu terjebak dengan ide ku sendiri. Okay ide sudah ada, tapi suka susah sekali di jabarkannya. Termasuk dalam chapter ini. Kalau chapter sebelumnya sih mulus-mulus aja. Tapi yang chapter horse? Ya Tuhan! Aku nyelesainnya 2 gak tau 3 hari. Kejebak banget...
Okay, hanya itu. Aku hanya ingin tau, apakah ada dari kalian (kakak kakak yang cantik dan ganteng) pernah mengalami penjebakan dalam ide sendiri?
thanks buat yang di atas karena bersedia mengkomentari ceritaku. Thanks banget malah. Hanya 1 yang selalu membuatku semangat menulis. Yaitu komentar dari kalian. "Apalah arti penulis tanpa seorang pembaca."
Aku juga tidak mau munafik bahwa komentar atau kritik sangat dibutuhkan dalam cerita ini. Untuk itu, maaf buat TS yang kugeser kesini. Aku tidak maksa buat baca. Jika kalian tertarik, mungkin bisa di baca cerita sederhanaku ini. Jika tidak, jangan komen aja. Aku tidak akan menarik kalian lagi kok. Beneran... Ini terakhir aku menari akang-akang, teteh-teteh, kakak-kakak sekalian. Sekali lagi, maaf, sory, .hapunten...
@lu_lingqi @johanngaga @Flowerboy
@emoniac
@Taylorheaven
@Onew
@Anju_V
@VBear @kangmas1986
@FISE
@mikaelkananta_cakep
@arwin_syamsul
@caetsith
@davey88 @vasto_cielo
@GeryYaoibot95
@voldemmort1
@galihsetya14
@abiDoANk
@trinity93 @farizpratama7
@OlliE
@nand4s1m4
@rarasipau
@NielSantoso
@Yongjin1106 @tsu_gieh
@esadewantara88
@Putra_17
@diditwahyudicom1
@ikmal_lapasila
@kikyo @MErlankga
@ElninoS
@edwardlaura
@putra_ajah
@arieat
@Ariel_Akilina @rey_drew9090
@ddonid
@joeb
Nb. Abaikan saja jika merasa terganggu.
thx