It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kecewa aku padamuu..
*lari peluk ferdy*
Gimana yah, kalo sikap Hendra tetep kayak gitu... Kok gak suka deh... Kyak yg pengen dua-duanya gitu, maruk ah... Yg tegas donk Hendra sayang~
Ferdy musti dapet yg terbaik nanti... :-)
Happy new year bang Mon^^/
lanjut
its good story!
Dont forget to mention Me
@Tsu_no_YanYan : hehehehehe iya ya, Hendra maruk makasih ya dah mau comment, met taun baru juga, sori baru bales ucapannya
@jokerz : sweet nya kayak yg nulis gak
@icha_fujo : siappp ni mau di lanjut hehehhee
@ying_jie : ok, pasti di mention, makasih ya dah mau luangin waktu plus ninggalin jejak nya hehehe
@Zazu_faghag : atut....
@arieat : lhaaa berpuisi
@waisamru : wahhhh jahat bener, demi tujuan utamamu hahahaha
@Gabriel_Valiant : yuk kita datengin Hendra, kita tonjok, kita datengin maya, kita culik kita buang ke kali angke
@4ndh0 : dukung aku aja ya, semoga terus semangat hahahaha kidding
@Agova : minat sama Ferdy?? hubungi saia
@Wooyoung : hehehehe itu kan cuma ilustrasi, karena saia suka sama dion wiyoko hehehehe
@sikasepmauth @nukakarakter @iamyogi96 @iamalone89 @halaah @jjk_mod_on @dirpra @gdragonpalm @firdausi @Chocolate010185 @rajatega @05nov1991 @Just_PJ @andychrist @nur_hadinata @The_jack19 @kiki_h_n @alabatan @Dharma66 @LEO_saputra_18 @touch @AL's @jakaputraperdana @rully123 @bobo @pocari_sweat @mu @Rez1 @Raff @touch @Dharma66 @fery_danarto
@abadi37 @ijiQyut @bi_ngung @hantuusil @abadi_abdy @aDvanTage
@bayuaja01 @savanablue @justboy @Jf_adjah @bocahnakal96 @rarasipau @Alir @oxygen_full @Different @babybroww @amira_fujoshi @waisamru @ ken89 @darwin_knight @icha_fujo @ying_jie
Burried The Heart 23
Shane membuka matanya perlahan-lahan. Ketika kelopak mata mulai terbuka semuanya, di pandangnya wajah kakak sepupunya yang masih tertidur. Cukup lama ia memandangi wajah Hendra, bahkan sampai Hendra terbangun dari tidurnya,
“hei... kau sudah bangun” ujar Hendra dengan nada suara berat khas bangun tidur, Shane tak bergeming, matanya masih saja menatapi wajah Hendra,
“ada apa? mengapa menatapi aku seperti itu?” tanya Hendra,
“apa yang sebenarnya kau suka dariku?” tanya Shane tiba-tiba,
Hendra mengerutkan dahinya di saat mendengar pertanyaan Shane, di satu sisi, ia merasa aneh dengan pertanyaan adiknya itu, tapi di sisi lain, ia tampak berpikir dan menganggap pertanyaan adik sepupunya itu, terbilang masuk akal,
“mungkin karena kedekatan kita, yang membuat aku memilihmu” ungkap Hendra,
Shane mengeluarkan sikap manjanya, ia beringsut, menyelipkan kepalanya di sela-sela Hendra, Hendra merasa aneh dan tersenyum kecil, meletakkan kepala Shane di lengan kirinya, kemudian memeluk pemuda kecil itu,
“sebenarnya ada apa? mengapa tadi malam kau menangis??”
Shane menggeleng. Ia tetap memilih diam di dalam pelukan Hendra, hidungnya menangkap aroma khas dari tubuh Hendra yang sangat hangat, ia terbiasa akan aroma tubuh kakak sepupunya itu,
“aku suka dengan wangi di tubuhmu”ucap Shane,
Hendra tertawa geli mendengarnya,
“ini bau asem karena belum mandi, kau masih suka??”
Shane mengangguk, “biarpun belum mandi, aku masih tetap suka menciumi aroma di tubuhmu” ungkap Shane,
“kau ini, ada-ada saja” ujar Hendra diiringi senyuman kecil, dan mendaratkan sebuah kecupan lembut di kening Shane,
“apakah kau dapat berjanji padaku?”tanya Shane,
“apa itu?”
“jangan pernah berhenti menyayangiku dan jangan pernah meninggalkanku”tukas Shane,
Hendra menengadahkan tangan kanannya, jari telunjuk dan jari tengah ia angkat menghadap langit-langit kamar,
“aku Hendra, tahun ini berumur 24 tahun, status masih single, eh tidak, sudah memiliki kekasih, yaitu Shane, berjanji tidak akan pernah berhenti menyayangi dan mencintai adik ku ini, apalagi berniat untuk meninggalkannya, jika aku berbohong, maka aku...” Hendra terhenti,
“aku apa?”
“aku...” Hendra berpikir sejenak, “aku...akan rela kehilangan nyawaku sebagai taruhannya”
“jangan berkata seperti itu, aku tak mau kau mendahului aku” ujar Shane,
“supaya kau lebih percaya kepadaku”tukas Hendra,
“aku percaya padamu”
Selesai berucap, Shane kembali merasakan bibir Hendra mendarat di bibirnya. Ia memejamkan mata, meresapi setiap ciuman yang di daratkan oleh Hendra. Ciuman itu berlanjut, Hendra menelentangkan tubuh Shane, sedangkan dirinya, perlahan-lahan beranjak menaiki tubuh pemuda kecil itu. Keduanya saling merasakan, ada sesuatu di bawah sana yang tampak sama-sama merespon.
Hendra menghentikan ciuman di bibir Shane yang tipis, ciumannya beranjak turun menuju leher. Meskipun merasa sedikit geli ketika bibir Hendra menempel pada lehernya, Shane tetap menikmatinya.
Kedua jemari Hendra menyusup pada jemari Shane, membuat telapak keduanya saling menggenggam. Hendra menurunkan tangannya untuk meraba sekujur tubuh Shane, menaikkan pakaian yang Shane kenakan pada pagi itu hingga terlihat bagian atas tubuh Shane yang sangat licin dan halus.
Hendra terlebih dahulu mengecup dada Shane, sebelum pada akhirnya ia menjulurkan lidahnya untuk memainkan kedua puting Shane yang mencuat dengan kerasnya akbiat rangsangan Hendra yang belum pernah ia rasakan selama ini. Shane mendesah, ia menggelinjang, menikmati setiap sentuhan bibir dan lidah Hendra atas tubuhnya, pada saat itu, keduanya sudah melupakan status keduanya yang masih terbilang saudara dan sejenis. Keduanya larut dalam permainan terlarang tersebut.
Tak sampai disana, Hendra melepaskan semua pakaian ya dikenakan, ia juga melepaskan pakaian yang Shane kenakan, keduanya sudah terkuasai oleh nafsu. Keudanya saling memandangi kejantan mereka yang sama-sama sudah mengeras. Hendra meraih tubuh Shane hingga pemuda itu berada di dalam pelukannya, dengan tanpa dilapisi kain apapun keduanya saling melumat, menjilat dan meresapi setiap moment tersebut.
Shane beranjak mengikuti jejak Hendra, menciumi dan menjilati tubuh pria tersebut, mulai dari dada, puting, kemudian perut. Meskipun merasa aneh, Shane mencoba untuk meraih kejantanan Hendra, dan kemudian ia mencoba untuk menjilat dan mengulumnya, membuat Hendra menggelinjang nikmat, mulutnya mengeluarkan desahan-desahan kenikmatan. Hendra menghentikan kuluman Shane, ia kembali menelentangkan tubuh adik sepupunya itu, mengangkat kedua kaki Shane dan di topang di atas pundaknya.
Hendra meludah dan melumasi kepala kejantannya dengan air liurnya, serta tak lupa melumasi lubang keperjakaan adiknya itu dengan air liurnya juga. Perlahan-lahan namun pasti, Hendra berusaha memasukkan kejantannya itu ke dalam lubang keperjakaan adiknya itu. Shane mengerang kesakitan, ia merintih, tangannya meraih ujung bantal dan di gigitnya. Hendra yang melihat mimik kesakitan dari wajah Shane, dengan segera menghentikan niat untuk menembus keperjakaan adiknya itu,
“aku tak ingin menyakiti dirimu” ujar Hendra,
Shane terdiam, sorot kedua matanya menatapi Hendra,
“aku dapat menahannya, aku.. aku menyerahkan semuanya untukmu”
Hendra terdiam dengan kejantanannya yang masih menengang di depan lubang keperjakaan milik Shane,
“apa kau serius dengan ucapanmu?”
Shane mengangguk, “aku yang sekarang, sudah menjadi milikmu seutuhnya, seberapa sakit nantinya, aku akan menahannya untukmu”
Hendra tertegun sejenak menatapi Shane, ia membungkukkan tubuhnya, mengecup dan melumat bibir adik sepupunya itu,
“aku sayang dan cinta padamu Shane” ungkap Hendra dengan lirih dan lembut,
“aku juga cinta padamu”
Keduanya pun benar-benar terlarut dalam suasana. Kejantanan Hendra pada akhirnya berhasil menembus lubang keperjakaan yang selama ini Shane pertahankan, hingga pada akhirnya keduanya mencapai puncak kenikmatan yang selama ini belum pernah mereka rasakan dan untuk pertama kalinya mereka rasakan.
Seluruh dinding di dalam kamar, serta ranjang tidur Shane, menjadi saksi bisu atas perbuatan mereka pada pagi hari itu. Hendra terbaring lemas di sisi Shane, dan meraih tubuh Shane untuk berada di dalam pelukannya. Mata keduanya menatap kosong pad langit-langit kamar, mengenang perbuatan mereka beberapa menit yang lalu.
***
Semenjak kejadian itu, Hendra dan juga Shane semakin dekat. Lebih dekat dari biasanya. Hendra lebih banyak menghabiskan waktu bersama-sama dengan Shane, jika malam tiba, Hendra lebih banyak menginap di paviliun ketimbang di dalam kamarnya sendiri. Maya merasa dirinya terisolir dan di jauhi oleh Hendra. Maya lebih banyak menyendiri, terkadang ia sekedar berjalan-jalan di dalam taman untuk membuang rasa bosan, ataupun membaca-baca buku di ruang baca di dalam rumah utama.
Berulang kali ia mendekati Hendra, berulang kali pria itu beralasan untuk menemui Shane. Kedekatan kedua pria itu, menjadi gosip yang cukup hangat di kalangan pekerja. Mengingat keduanya tak pernah sedekat itu. Dekat, tapi masih ada batasan. Tapi kali ini tidak, Hendra juga terkadang tampak tak segan-segan untuk merangkul pundak Shane, menggandeng tangannya, ataupun membereskan rambut adik sepupunya itu yang tertiup oleh angin.
Di saat-saat tertentu, mereka berdua mengulangi perbuatan terlarang mereka. Tanpa ada siapapun yang mengetahui hubungan mereka yang semakin lama semakin dalam.
***
Masih seperti biasanya, Shane duduk bersama dengan Ferdy jika berada di dalam kantin kampus. Meskipun keduanya tampak duduk bersama, tapi keduanya tampak terdiam satu sama lain. Baik Ferdy ataupun Shane, keduanya sama-sama saling mencuri pandang. Shane bukan type orang yang suka memulai pembicaraan terlebih dulu jika berada di dalam posisi diam, ia lebih memilih orang lain memberi pembukaan terlebih dahulu, Ferdy menyadari itu,
“Shane” panggil Ferdy,
“ya?”
“apa kau ada waktu selepas kuliah?” tanya Ferdy,
“ada”
“aku ingin mengajakmu untuk ke rumahku” tukas Ferdy,
Shane terdiam, kemudian mengangguk, “boleh”
Ferdy kini tampak terdiam, tangannya memain-mainkan sedotan dalam gelas. Wajahnya tak berekspresi sama sekali,
“tapi... apa Hendra memperbolehkanmu?”
Shane tersenyum kecil,
“tenang saja, aku dapat beralasan padanya” tukas Shane,
Ferdy jeda,
“mengapa harus beralasan, mengapa tak secara terbuka saja” gumam Ferdy tak begitu jelas di dengar Shane,
“apa?” tanya Shane
“tidak...tidak... tidak ada apa-apa” ujar Ferdy buru-buru.
***
“apa perlu aku menjemputmu nanti?” ucap Hendra,
“tidak perlu, aku bisa naik taxi”
Hendra terdiam, Maya yang berdiri di samping hanya menatapi bergantian kedua pemuda di depannya itu,
“tak perlu aku antar?”
Shane menggeleng, “tidak usah, aku bisa berangkat sendiri” tukas Shane, “sudahlah kau tenang saja, tidak akan terjadi apa-apa padaku” sambungnya.
Hendra pun mengangguk-anggukkan kepala, kemudian mengajak Maya untuk beranjak masuk ke dalam mobil. Sebelum mobil yang di kendarai Hendra meninggalkan area parkir, Hendra menurunkan kaca jendela,
“jangan lupa untuk menghubungiku jika kau sudah sampai nanti” pesan Hendra,
Shane mengangguk mantap, kemudian ia melihat Hendra pun mengendarai mobilnya dan meninggalkan area parkir. Shane segera berjalan menuju area parkir motor, di sana, Ferdy sudah menunggunya.
***
Motor Ferdy membelah jalanan ibukota dengan sangat cepat, karena saking cepatnya, Shane menjadi sedikit takut, secara refleks, Shane melingkarkan kedua lengannya pada tubuh Ferdy. Ferdy tersenyum kecil di balik helm ketika Shane memeluknya. Ia tahu bahwa Shane sedikit takut, maka dari sana, Ferdy pun memelankan mengendarai motornya, hingga keduanya sampai di depan pagar sebuah rumah.
“kita sampai” ujar Ferdy yang turun dari atas motor, mengarah menuju pagar untuk menekan bel,
Shane berdiri memandangi rumah tersebut sambil melepas helm, tak lama kemudian, tampak pintu pagar yang terbuka, Shane pun mengikuti langkah Ferdy yang beranjak masuk sembari menuntun motornya.
“selamat sore Den” sapa Security yang menjaga pagar depan rumahnya,
“selamat sore pak” balas Ferdy,
Usai berbasa-basi sedikit, Ferdy mengajak Shane untuk masuk ke dalam rumah. Layaknya tamu, Shane mengitari kondisi rumah yang dapat terbilang mewah itu dengan pandangan mengeliling. Ia juga sempat melihati foto-foto yang tersusun rapi di sebuah rak, memandangi satu per satu foto-foto tersebut,
“ini siapa?” tanya Shane ketika matanya melihat sebuah foto berisikan gambar diri Ferdy dengan seorang gadis kecil. Ferdy berjalan mendekati Shane, berdiri tepat di belakang pria muda tersebut,
“itu Virnie, adikku”
Shane mengangguk-anggukkan kepalanya, “oh..., aku pikir pacarmu” canda Shane yang ditimpali suara tawa dari dalam mulut Ferdy,
“apa kau ingin minum?” tanya Ferdy,
“boleh”
“mau minum apa?”
“apa saja”
“tunggu sebentar ya, aku akan ambilkan untukmu”
Shane mengangguk, dan matanya mengikuti Ferdy yang mengarah masuk ke dalam dapur. Shane duduk di atas sofa di dalam ruang tamu, masih dengan padangan yang menyapu sekeliling rumah.
Dari lantai atas, sayup-sayup telinga Shane mendengar suara pintu kamar yang terbuka, kemudian tertutup kembali, dan juga Shane mendengar adanya langkah kaki yang menuruni tangga. Shane menoleh ke sumber suara.
Di lihatnya seorang gadis cantik dengan pakaian rumah tampak berjalan menuruni tangga. Gadis itu tampak menatap ke arahnya,
“kamu siapa?” tanya gadis cantik itu ketika dirinya sudah berada di dalam ruang tamu dan berhadapan dengan Shane. Shane bangkit berdiri, dengar ramah menjulurkan tangan pada gadis manis tersebut,
“aku Shane”
Mendengar nama itu, ekspresi wajah gadis itu tampak berubah.
“oh, jadi kau itu Shane yang selama ini kakakku ceritakan padaku” ucap Virnie di iringi nada bicara yang terkesan dingin, seadanya. Shane menganggukkan kepala, sedangkan ia tak tahu menahu dengan apa yang di ceritakan Ferdy pada adiknya itu, pria muda itu pun menarik kembali tangannya, mengurungkan niat untuk berjabat tangan dengan Virnie.
Shane tersenyum kecil.
Meskipun menunjukkan sikap dingin pada pemuda yang bertamu ke rumahnya itu, Virnie tetap harus mengakui bahwa Shane adalah pria yang terlahir dengan fisik berkualitas. Ia tak mengherankan jika kakaknya dapat merubah seksualitasnya hanya karena Shane. Boleh di bilang, selama ia hidup belasan tahun di dunia ini, belum pernah dirinya melihat sosok pria seperti Shane, meskipun pria berwajah tampan di dunia ini, tidak sedikit.
Menurut Virnie pribadi, wajah Shane mewakili aura dari dua jenis makhluk penghuni bumi. Cantik dan anggunnya seorang wanita, serta tampan dan berwibawanya seorang pria. Belum lagi jika Shane tersenyum, senyumnya itu terasa mengandung sengatan listrik yang mampu menyengat siapapun yang menatapnya.
Virnie yang awalnya berusaha untuk menonjolkan sikap dinginnya pada Shane, perlahan-lahan menjadi tampak meleleh karena terlalu lama menatapi Shane.
Jujur saja, Shane merasa sedikit risih di pandangi seperti itu,
“Virnie, jangan tidak sopan melihati orang seperti itu” ucap Ferdy yang keluar dari dalam dapur dengan dua buah gelas minuman di tangannya.
Virnie sedikit terkejut, tatapan lamunannya atas Shane, menjadi terbuyarkan.
Shane terdiam, Ferdy menyerahkan satu buah gelas pada Shane,
“Shane, minumlah” ujar Ferdy,
“oh, ya.. terima kasih” ucap Shane sembari menerima gelas yang diberikan oleh Ferdy dan meminum setengah dari isi gelas,
“kenapa kau menatapi Shane seperti itu” Ferdy gusar pada Virnie,
“tidak ada maksud apa-apa” sergah Virnie yang kemudian melangkah masuk menuju ruang makan.
“itu Virnie, adikku, maafkan dia ya Shane kalau ada berbuat kasar terhadapmu” ujar Ferdy,
Shane tersenyum kecil, “tidak apa-apa, dia tidak melakukan apa-apa terhadapku” tukas Shane menjelaskan, takut Ferdy salah paham.
Ferdy mengajak Shane untuk naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamarnya. Alasannya adalah, takut Virnie mengganggu. Shane tidak memiliki pemikiran amcam-macam tentang ajakan dan alasan Ferdy lalu mengikuti langkah pria itu untuk naik ke lantai dua rumah itu dan masuk ke dalam kamar pribadi Ferdy.
***
Burried The Heart 24
Shane merasa amat sangat lelah, sebab seharian itu di sibukkan dengan materi pelajaran di dalam kampus. Mata Shane perlahan-lahan mulai menutup, telinganya menangkap dan mendengar jika Ferdy sedang berbicara kepadanya. Tapi di satu sisi, ia benar-benar tidak fokus dengan apa yang di bicarakan, di karenakan rasa kantuknya yang sudah benar-benar tidak dapat di bendung lagi. Shane pun tertidur di atas sofa di dalam kamar Ferdy,
“yaa... ada kalanya seperti itu” ucap Ferdy yang menghentikan pembicaraannya di saat telinganya menangkap suara dengkuran halus dari dalam mulut Shane,
“Shane” panggil Ferdy pelan, tak ada jawaban dari Shane, pria muda sudah benar-benar pulas dalam lelapnya.
Ferdy bangkit dari duduknya, berdiri mengarah pada Shane. Sebelumnya, ia terlebih dulu melepas jaket yang masih di kenakan Shane. Kemudian, dengan sangat hati-hati sekali, pemuda itu membopong tubuh Shane dan berjalan menuju ranjang, agar tidurnya lebih terasa lebih nyaman dibanding tertidur di atas sofa.
Ferdy meletakkan tubuh Shane di atas ranjang takut membangunkan Shane dan timbul kesalah pahaman nantinya. Usai menidurkan Shane di atas ranjang, Ferdy tak langsung beranjak dari tempat itu, ia memilih untuk duduk di sisi ranjang sejenak, dengan tatapan sendu menatapi wajah lembut Shane. Timbul sebuah hasrat di dalam hati Ferdy untuk mengarahkan bibirnya pada bibir Shane, pria itu pun tampak membungkukkan tubuhnya dengan ragu dan perlahan-lahan.
Jantung Ferdy berdebar sangat kencang dari biasanya tatkala bibirnya mulai mendekati bibir tipis Shane. Seolah tersadar dengan apa yang di perbuatnya, Ferdy cepat-cepat mengurungkan niatnya, mengumpat dan mencaci maki dirinya yang sudah terkuasai oleh nafsu. Ferdy menjauh dari ranjang, duduk di atas sofa, mencoba mengalihkan pikirinnya pada buku-buku yang ia ambil seadanya dan dibacanya.
***
Shane terbangun dari tidurnya, ia membuka matanya perlahan-lahan. Yang pertama kali di tangkap oleh penglihatannya adalah Ferdy yang merebahkan diri di atas sofa dengan posisi tidur meringkuk. Shane menegakkan tubuhnya, kemudian turun dari atas ranjang, berjalan menuju tempat di mana Ferdy berada. Untuk pertama kalinya, ia melihati Ferdy yang sedang tertidur. Shane berjongkok, menopang wajahnya dengan kedua tangan, menatapi Ferdy yang sedang tertidur secara lekat.
Ferdy yang tertidur, tampak seperti seorang bayi polos yang tertidur. Wajahnya memancarkan aura dirinya yang sangat baik. Seorang pria yang memiliki hati seluas samudera dan kebaikan yang tak tertandingi. Shane menyesali penolakan yang ia layangkan pada Ferdy. Pria muda itu menjulurkan tangannya, meraba perlahan wajah Ferdy, merasakan kelembutan wajahnya yang seperti hatinya yang sangat lembut. Ferdy tergerak karena merasakan sebuah sentuhan di wajahnya. Shane menarik kembali tangannya. Ferdy terbangun dan mendapati Shane berada di sisinya.
“hei.. kau sudah bangun” ujar Ferdy yang mengusap-usap matanya,
Shane terdiam, bibirnya hanya menyungging senyuman kecil. Ferdy beringsut-ingsut menegakkan tubuhnya, dan terduduk di atas sofa,
“mengapa menatapiku seperti itu?” tanya Ferdy, “duduklah disini” pinta Ferdy pada Shane. Shane bangkit berdiri, kemudian mengambil posisi tepat di sebelah Ferdy, kemudian, pria muda itu menyandarkan kepalanya pada bahu Ferdy.
Ferdy terdiam, membiarkan Shane melakukan apa yang ia inginkan. Pemuda itu juga tampak memiringkan kepalanya, hingga kepala keduanya menempel satu sama lain. Keduanya terdiam, menikmati suasana kebersamaan yang jarang terjadi itu. Shane juga melingkarkan tangannya pada lengan kiri Ferdy.
“maafkan aku” ucap Shane tiba-tiba,
Ferdy merasa heran, ia pun bertanya,
“maaf karena apa?”
Shane menegakkan kepalanya, menengadah untuk menatapi Ferdy sejenak, kemudian ia kembali menyandarkan kepalanya pada bahu pemuda di sampingnya,
“karena aku telah menyakitimu” tukas Shane,
Ferdy terdiam, kemudian mencoba untuk tersenyum, ia menjulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Shane dan di usap-usapnya,
“aku tak merasa jika kau menyakitiku” ujar Ferdy, “tak perlu memilikimu seutuhnya, asal aku dapat bersamamu setiap hari seperti ini, aku sudah cukup senang” sambungnya,
Shane terdiam,
“mengapa kau begitu baik padaku?” tanya Shane, “padahal telah berulang kali aku selalu membuatmu tersudut”
Ferdy menghela nafas kecil,
“entahlah” jawabnya singkat, “mungkin karena terlalu besarnya rasa sayangku terhadapmu” lanjutnya,
Shane mengangkat kepalanya, mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Ferdy, di tatapnya Ferdy lekat,
“apakah kau mau berjanji untukku?” tanya Shane,
“apapun akan aku lakukan untukmu” tukas Ferdy,
“meskipun aku tak memilihmu, kau akan selalu ada untukku dan selalu bersamaku” pinta Shane,
Ferdy tersenyum kecil, ia juga membalas tatapan Shane,
“ya.. aku akan menepati janji”
Shane terdiam, ia merasakan jantungnye berdegup sangat kencang di saat Ferdy menatapinya dengan tatapannya yang sendu. Perlahan-lahan diikuti keraguan besar, Shane mengarahkan kedua tangannya pada wajah Ferdy. Di saat kedua tangannya sudah meraih wajah Ferdy, Shane mendekatkan wajahnya, kemudian mencium lembut bibir Ferdy. Ferdy sedikit terkejut dengan perlakuan Shane terhadapnya, namun keterkejutan itu meleleh oleh ciuman bibir Shane. Keduanya menghentikan ciuman tersebut, hidung keduanya saling menempel,
“sebuah ciuman mewakili rasa terima kasihku untukmu” ujar Shane lirih,
Ferdy terdiam, kemudian, ia meraih kembali wajah Shane, menciumi dengan penuh nafsu setiap inchi wajah pria muda tersebut. Shane membiarkan Ferdy melakukan aksinya. Bukan ia jalang, melainkan membiarkan tubuhnya mewakili segala permohonan maaf untuk Shane. Pada saat Ferdy benar-benar sudah dikuasai oleh nafsu yang memuncak, Ferdy menghentikan semuanya. Ia kembali pada posisi duduk semula.
“kenapa?” tanya Shane,
“aku tak ingin berbuat jauh terhadapmu”
Shane terdiam,
“mencintai dan menyukai, bukan berarti harus berakhir dengan nafsu semata” ungkap Ferdy. Shane terpaku mendengar ucapan Ferdy, ia menyusupkan dirinya kedalam tubuh Ferdy dan mendekap pemuda itu, Ferdy membalas mendekap tubuh Shane.
***
Malam kian larut, Hendra terduduk di dalam kamarnya. Ia tampak sibuk dengan beberapa artikel yang harus di kerjakan untuk di kumpul besok. Di tengah kesunyian kamarnya, sayup-sayup telinganya mendengar suara ketukan pintu. Hendra pun bangkit berdiri, berjalan ke arah pintu dan membukanya, di lihatnya Maya berdiri di ambang pintu. Hendra mempersilahkan Maya untuk masuk. Gadis cantik itu melangkah masuk ke dalam kamar, ia melihati meja belajar Hendra yang sedikit berantakan, kemudian mengarahkan langkah untuk berjalan ke arah meja, tanpa di pinta oleh Hendra, Maya dengan cekatan merapikan meja belajar milik pemuda itu,
“hei... biarkan saja, kau tak usah membereskannya” tukas Hendra,
“tidak apa-apa kak, kalau rapi, akan lebih enak untuk mengerjakan sesuatu” sergah Maya yang masih melanjutkan merapikan. Hendra pasrah, ia membiarkan gadis cantik itu untuk merapikan mejanya, sedangkan ia memposisikan dirinya untuk berdiri di sisi meja,
“sudah... beres” ucap Maya di iringi senyuman
“terima kasih” ujar Hendra,
“tidak apa-apa, aku ikhlas melakukannya untuk kakak”
Hendra kembali ke tempat duduknya. Mencoba fokus pada tugas-tugas kuliahnya. Maya seraya mendekati Hendra lalu mendaratkan tubuhnya pada sisi pegangan kursi. Hendra melirik ke arah gadis cantik itu sesekali. Ia tidak jadi fokus dengan tugasnya. Meskipun sekarang ini hatinya sudah menyatu dengan Shane, ia tak dapat memungkiri kodrat pembawaannya yang masih seorang laki-laki normal dan tertarik dengan wanita, apalagi wanita itu berparas cantik seperti Maya.
“kakak sedang mengerjakan apa?” tanya Maya yang melongokkan kepalanya untuk melihati artikel-artikel yang terdapat di meja Hendra,
“sosiologi” ujar Hendra singkat karena merasa tegang,
“oh” jawab Maya singkat,
Saat gadis cantik itu membungkukkan tubuhnya untuk melihati pekerjaan yang di kerjakan Hendra, secara tidak sengaja, Hendra melihati belahan dada Maya dari balik baju tidur berkerah rendah yang Maya kenakan. Hendra menelan ludah berulang kali. Ia bagai patung yang terpaku dan terdiam tak bergerak ketika melihat pemandangan indah tersebut.
“kakak kenapa terdiam?” ucap Maya yang sekarang ini menatapi Hendra, “kakak tidak mengerjakan tugas nya?”
“ah ya” Hendra tampak gemetar meraih pena,
“apa aku menganggu kakak?”tukas Maya,
“tidak..tidak... sama sekali tidak mengganggu”
Maya menjulurkan tangannya untuk dirangkulkan pundak pemuda tersebut, hingga ujung pundak Hendra dapat merasakan kekenyalan buah dada milik Maya. Pikir Hendra, entah apa yang merasuki Maya, sampai-sampai gadis itu berani berbuat seperti itu padanya. Wanita macam apa Maya ini, umpat Hendra. Maya tampak semakin merayu Hendra, dalam rangkulannya itu, ia memainkan jemarinya pada pundak Hendra, membiarkan Hendra merasakan sebuah rasa geli atas kuku-kuku Maya yang tumbuh dengan lentik.
Hendra terdiam. Menikmati, sekaligus berusaha menahan hasratnya. Karena pikirnya, ia sudah merasakan arti kepuasan jika melakukannya bersama Shane. Ia tak mau membiarkan dirinya tergoda, karena akan berakibat fatal nantinya jika ia terlalu mengikuti hawa nafsu.
“kak...” panggil Maya,
“ya”
“selama ini, apa kakak pernah menyukaiku?” tanya Maya yang membuat Hendra menjadi diam seribu bahasa,
“mengapa tiba-tiba bertanya seperti itu?”
“tidak ada apa-apa, hanya asal bertanya saja” tukas Maya,
“aku hanya menganggapmu sebagai adikku”
Maya terdiam,
“apakah benar hanya sebagai adik?”
“ya”
Maya melepaskan rangkulannya terhadap Hendra, kemudian keduan tangannya dengan lembut meraih wajah Hendra untuk di tolehkan ke arahnya. Hendra menelan ludah untuk kesekian kalinya. Maya mengusap-usap wajah Hendra,
“apa kakak tidak bisa menyukaiku?”
Hendra terdiam,
“bukan aku tidak bisa menyukaimu” tukas Hendra,
“lantas?”
“karena aku...” Hendra terhenti, berpikir sejenak, kemudian melanjutkan ucapannya, “karena aku sudah memiliki tambatan hati”
Maya menghentikan jemarinya yang tadinya mengusapi wajah pemuda tampan tersebut. Ia menurunkan tangannya perlahan-lahan. Menundukkan kepalanya,
“ada apa?” tanya Hendra,
Maya jeda, kemudian menggelengkan kepala,
“aku hanya sesalkan, kenapa kakak tidak memberitahuku lebih awal, jika kakak sudah memiliki tambatan hati”
Giliran Hendra yang terdiam,
“aku sudah menyukai kakak dari awal aku bertemu dengan kakak” kisah Maya,
Hendra lagi-lagi terdiam. Maya mengangkat kepalanya, menatapi Hendra dengan jarak antara kedua wajah sangat dekat.
“aku pikir, aku akan mendapatkan hati kakak seutuhnya”
Hendra menghela nafas, kemudian memegangi Maya,
“percayalah, di luar sana, masih banyak pria yang menyukaimu dan akan menjadi pasanganmu nantinya” ujar Hendra,
“tapi yang aku mau hanyalah kakak seorang”
Hendra seolah terjebak pada ucapannya sendiri. Di raihnya Maya kedalam dekapannya, membiarkan gadis itu merasakan sebuah pelukan darinya. Maya menghayati pelukan tersebut, ia juga membalas pelukan Hendra.
Maya melepaskan pelukannya, kembali menatapi Hendra, ia kemudian memajukan wajahnya, berusaha untuk meraih bibir Hendra. Hendra hanya diam di saat bibir gadis itu menyentuh bibirnya. Ia tak dapat menolak hasrat tersebut. Hendra membalas ciuman itu.
Saat yang bersamaan, Shane masuk ke dalam kamar. Matanya mengakap kejadian yang melibatkan Maya dan juga Hendra. Hendra terkejut, begitu juga dengan Maya, keduanya segera menghentikan perbuatan mereka itu.
“Sha..Shane” Hendra gugup,
Maya tampak kesal, ia pun bangkit dari duduknya kemudian beranjak keluar dari balik meja tempat dimana Hendra berada,
“apakah kau tidak punya sopan santun, masuk ke dalam kamar orang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu” labrak Maya pada Shane.
Shane menatap bengis terhadap Maya, kemudian ia berkata.
“lebih sopan mana aku yang masuk tidak mengetuk pintu atau kau yang berbuat seperti gadis murahan” ujar Shane tegas yang membuat Maya membelalakkan matanya, “seorang gadis tengah malam masuk ke dalam kamar pria dan berbuat tidak senonoh” sambung Shane, “dan ingat, ibumu menitipkanmu disini, untuk kuliah, mengenyam ilmu pendidikan tinggi bukan untuk menuntut ilmu menjadi seorang wanita murahan”
“kau...” Maya terhenti, kesal mendapat ucapan itu dari Shane,
“jaga ucapanmu, atas dasar apa kau berkata seperti itu padaku” sambung Maya berapi-api,
“apakah yang aku ucapkan salah, ibumu menitipkanmu disini untuk kuliah bukan?” tukas Shane tenang,
Maya terdiam menahan emosi, dadanya naik turun tak jelas,
“kau tidak berhak mengucapkan itu kepadaku” sergah Maya,
“aku keponakan Om Braddy alamarhumah ibuku adalah adik kandung ayah dari Hendra, dan aku adalah orang dalam di keluarga ini, dan Hendra adalah kakak sepupu kandungku, siapa yang mengatakan kepadamu kalau aku tidak punya hak di rumah ini” tukas Shane tak mau kalah dengan Maya,
“jika saja perbuatanmu ini aku laporkan pada tante Dinda atau nenek, apa yang akan di lakukan mereka terhadapmu” Shane jeda, “aku tak bisa membayangkannya”
Mendengar ucapan Shane yang terakhir, Maya menjadi sedikit takut, ia tak pernah terpikirkan kejadian yang akan datang jika sampai orang-orang penting yang di sebutkan oleh Shane mengetahui tentang hal ini. Maya pun menolehkan pandangannya pada Hendra, berharap Hendra membantunya bicara pada Shane.
Hendra malu, ia tak berani menatapi Shane, ia menyalahkan dirinya yang begitu ceroboh dan mudah sekali tergoda. Hendra pun keluar dari balik meja, mendekati Maya,
“lebih baik kau kembali ke kamarmu dulu, biar aku yang bicara pada Shane” pinta Hendra pada Maya. Maya kesal kemudian mengikuti saran Hendra untuk kembali ke kamarnya.
Shane terdiam menatap Hendra dengan tatapan dingin,
“jangan melihati aku seperti itu” ucap Hendra,
“malu?”
Hendra terdiam,
“aku pikir, aku sudah bodoh menelan semua ucapanmu” ujar Shane,
“apa maksud perkataanmu”
“kau dapat mencernanya sendiri” Shane membalikkan tubuh
dan berniat meninggalkan kamar, tapi niatnya itu segera di tahan oleh Hendra,
“tunggu” kata Hendra yang membalikkan tubuh adik sepupunya itu, “semua ini tak seperti yang kau bayangkan” jelas Hendra,
“memangnya kau tahu apa yang sedang ku pikirkan sekarang ini?”
Hendra terdiam,
“aku mohon, jangan seperti ini kepadaku” Hendra memelas,
Shane tak bergeming sama sekali, ia memilih diam daripada berkomentar panjang lebar yang akan membuat hatinya semakin sakit.
“aku tahu aku salah, tak seharusnya aku tergoda” sesal Hendra, “aku rela kau hukum apa saja, asal kau dapat memaafkanku” sambung Hendra,
“baiklah kalau begitu, aku memintamu untuk menjauhiku, mulai dari hari ini”
Hendra tercengang mendengar pernyataan Shane,
“mengapa kau berkata seperti itu?”
Shane terdiam, kemudian tanpa basa-basi lebih lanjut. Ia keluar dari dalam kamar Hendra, dan beranjak menuju paviliun, meninggalkan Hendra yang masih menyesali perbuatannya.
***
Yeeeeee, Ferdy.. Makin ngefans dah gua...