It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@sikasepmauth @nukakarakter @iamyogi96 @iamalone89 @halaah @jjk_mod_on @dirpra @gdragonpalm @firdausi @Chocolate010185 @rajatega @05nov1991 @Just_PJ @andychrist @nur_hadinata @The_jack19 @kiki_h_n @alabatan @Dharma66 @LEO_saputra_18 @touch @AL's @jakaputraperdana @rully123 @bobo @pocari_sweat @mu @Rez1 @Raff @touch @Dharma66 @fery_danarto
@abadi37 @ijiQyut @bi_ngung @hantuusil @abadi_abdy @aDvanTage
@bayuaja01 @savanablue @justboy @Jf_adjah @bocahnakal96 @rarasipau @Alir @oxygen_full @yeltz @Different
Burried The Heart 13
Pada saat jam istirahat tiba, Hendra berjalan menuju kantin, sebuah rutinitas keharusan dimana jam istirahat Hendra berkumpul bersama-sama dengan teman-temannya. Di sampingnya, tampak sosok Maya yang mengikuti Hendra. Maya menjadi bahan omongan, tatkala gadis cantik itu berada di tengah-tengah teman Hendra.
Maya juga bukan orang yang pendiam, ia dengan ramah menjawab semua pertanyaan yang dilayangkan oleh teman-teman Hendra padanya. Teman-teman Hendra yang hampir semuanya laki-laki, menyukai keberadaan Maya di tengah-tengah mereka. Hendra tampak terdiam sedari awal ia berada di dalam kantin. Ia tak mendapati Shane berada di dalam kantin seperti biasanya.
Pada saat Shane muncul dari kejauhan, Hendra tersenyum sumringah saat dirinya melihat sosok adik sepupunya itu berjalan menuju kantin, meskipun disebelahnya ada sesosok orang yang tak begitu ia sukai.
Siapa lagi kalau bukan Ferdy. Sebelum Shane melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kantin, pemuda kecil itu tampak melirik sejenak ke arah Hendra yang juga sedang melihatinya, kemudian lirikan Shane di alihkan pada Maya yang saat itu sedang tampak asik mengobrol bersama teman-teman Hendra dengan posisi duduk membelakanginya.
Shane berlalu, memilih tempat duduk dimana biasanya ia duduk dengan di temani Ferdy. Hendra tampak sedikit kecewa, karena sewaktu pemuda kecil itu melewati dirinya, tak ada senyum yang terpancar dari wajahnya untuknya.
Ferdy berjalan menuju stand, memesankan minuman favorit Shane jika berada di dalam kantin, ia juga tak lupa memesan beberapa macam camilan sebagai pelengkap obrolan. Hendra tampak kesal, ia pun tak mau lagi melihati Shane, membalikkan posisi tubuhnya, menimpali obrolan-obrolan temannya.
“apa rencanamu sepulang kuliah nanti?” tanya Ferdy yang datang dengan dua gelas minuman di tangannya, gelas di tangan kanan ia berikan pada Shane,
“masih belum tahu, ada apa?”
“tidak, hanya bertanya, siapa tahu jika kau ingin ke suatu tempat, aku bisa mengantarmu” tawar Ferdy pada Shane,
Shane menyeruput minumannya, ia tampak berpikir,
“mungkin, aku mau ke toko buku”
“toko buku?”
“ya, aku mau mencari beberapa judul buku, sebagai bahan bacaan di rumah” ungkap Shane,
“boleh, aku akan menemanimu” Ferdy girang,
“apa tidak merepotkanmu?”
Ferdy menggeleng, “tidak... sama sekali tidak”
***
Hendra tampak cemas di dalam mobil. Berulang kali ia tampak melihati arloji yang ia kenakan, dan sesekali, ia memandangi pemandangan gedung universitas yang tampak mulai sepi
dari mahasiswa melalui kaca belakang mobil.
“kemana anak itu, kenapa belum keluar juga” gerutu Hendra,
Maya yang berada duduk di sebelahnya, berkomentar,
“mungkin Shane masih berada di dalam kelas”
“ah... setahuku Shane tidak suka berada didalam kelas lama-lama jika waktu pulang tiba” ungkap Hendra, Maya terdiam,
Kemudian,
“coba saja kakak mengunjungi kelasnya” usul Maya,
Hendra menelan bulat usulan Maya, ia pun turun dari dalam mobil, kembali berjalan masuk ke dalam gedung universitas menuju kelas Shane. Sesampainya Hendra di ambang pintu kelas Shane, kelas itu tampak lengang, tersisa beberapa mahasiswa yang masih berada di dalam untuk sekedar mengobrol. Hendra melangkah masuk ke dalam kelas,
“permisi” sapa Hendra yang mendapat perhatian dari beberapa orang mahasiswa,
“ada yang bisa di bantu kak?” tanya salah seorang mahasiswa,
“maaf mengganggu, apa kalian melihat Shane?”
Beberapa orang mahasiswa itu tampak saling pandang, kemudian, lain dari salah seorang yang tadi, berkata,
“Shane sudah keluar kelas semenjak materi pelajaran terakhir kak”
Hendra mengangguk-angguk, “oh begitu ya”
“kalau tidak salah, tadi dia keluar bersama Ferdy”
Lagi-lagi nama yang sangat haram baginya untuk disebut, terdengar bersama dengan Shane.
“ada yang tahu mereka kemana?” lanjut Hendra bertanya,
Beberapa orang mahasiswa itu menggelengkan kepala, pria muda itu kemudian berpamit diri dan beranjak keluar dari dalam kelas berjalan menuju tempat dimana ia memarkirkan mobilnya dengan perasaan kesal.
“apa Shane ada di dalam kelas kak?” tanya Maya sekembalinya Hendra
Hendra tak menjawab, ia hanya menggelengkan kepala sebagai perwakilan jawaban atas pertanyaan Maya. Mata cantik Maya menangkap gelagat tak bagus dari wajah Hendra, gadis cantik itu pun memilih untuk berdiam diri daripada memperkeruh suasana hati Hendra.
Mobil yang di kendarai Hendra dan membawa Maya, perlahan-lahan meninggalkan area parkir universitas, dan mulai membelah jalanan ibukota.
Selama dalam perjalanan, Maya mendapati Hendra hanya terdiam, sesekali pria itu tampak mengumpat kasar jika ada pengendara lain yang menyerobot, atau mengambil jalurnya.
***
Ferdy membonceng Shane dengan motor menuju sebuah toko buku yang berada tak jauh dari universitas tempat mereka belajar. Keduanya segera masuk ke dalam toko buku ketika sampai. Di dalam toko buku, tampak tak begitu ramai, beberapa orang tampak berdiri membaca-baca buku yang berada di tangan mereka.
Shane melangkah menelusuri baris demi baris rak yang berisikan buku-buku dengan berbagai jenis pembagian materi. Ferdy hanya mengikutinya dari belakang.
“apa kau mendapatkan buku yang kau cari?” tanya Ferdy,
“belum”
“oh...”
“kenapa? bosan?”
Ferdy menggeleng cepat, “tidak...tidak... bosan apa” ujar Ferdy
Shane tersenyum kecil, kemudian kembali menelusuri pencariannya. Sebenarnya Ferdy merasa sedikit bosan, ia pun memisahkan diri dari Shane menuju rak buku yang berisikan buku-buku komik.
***
Selesai menemani mencari buku dengan hasil beberapa buah buku terbeli, Ferdy mengajak Shane untuk mencicipi kuliner malam, kemudian mengantarnya pulang.
Dengan tampang yang cukup bengis dan tak sedap di pandang, Hendra menatapi jalanan yang berada di belakang kamarnya yang menghubungkan rumah utama dengan paviliun tempat tinggal Shane. Ia ingin memastikan apakah Shane sudah kembali atau belum. Dilihatnya lagi, lampu di dalam kamar Shane belum menyala, itu menandakan si empunya kamar masih belum kembali.
Selang beberapa saat, Hendra menangkap sosok Shane yang berjalan di di jalan penghubung rumah utama dengan paviliun. Tanpa basa basi, pria muda itu segera keluar dari dalam kamar, menuruni anak tangga dengan secepat mungkin untuk menyusul Shane. Masih berada di jalan tersebut, Hendra menarik tangan Shane dan mencengkeram dengan kuat, membuat pemuda kecil itu terkejut setengah mati,
“dari mana saja kamu?” tanya Hendra dengan emosi sedikit tertahan,
Shane menangkap sorot mata Hendra yang dingin dan tajam menatap ke arahnya
“kamu tahu, sudah jam berapa ini?” lanjut Hendra,
Belum sempat Shane menjawab, Hendra sudah lebih dulu menarik Shane secara untuk masuk ke dalam paviliun, tak sampai disitu, ia juga menarik Shane hingga masuk ke dalam kamar. Shane merintih kesakitan dikarenakan cengkeraman tangan Hendra atas tangannya, berulang kali ia meronta meminta Hendra untuk melepaskan, tapi Hendra tidak sama sekali menindahkan Shane,
“kau masih belum jawab pertanyaanku” Hendra menekan suaranya, “dari mana kamu” sambung Hendra,
“aku... beli buku” jawab Shane gemetar,
“beli buku?”
Shane mengangguk, kemudian memperlihatkan kantong plastik bertuliskan nama toko buku yang ia datangi,
“siapa yang mengantarmu?” Hendra mulai tak kuat lagi untuk menahan emosinya, api kemarahan tampak terlihat dari sorot matanya yang menatapi Shane,
“Ferdy”
Mendengar nama itu disebut, api kemarahan Hendra memuncak, ia pun menarik lagi tangan Shane, membuat wajah pemuda kecil itu benar-benar dekat dengannya,
“dengar!!!, aku tak suka jika kau banyak bergaul dengan orang seperti Ferdy” ujar Hendra tegas, “lebih baik kau jauhi dia, atau aku tidak akan segan-segan berbuat sesuatu padanya”
Shane merasakan lututnya gemetar, ia tak pernah melihat Hendra sekasar itu dan sebengis itu padanya, tampaknya Hendra tidak main-main dengan ucapannya. Shane berulang kali menelan ludah, menelan rasa takutnya atas ucapan Hendra.
“aku tak main-main dengan ucapanku” sambung Hendra yang sesudahnya ia menebaskan tangan Shane, membuat pemuda yang tampak renta itu tersungkur diatas lantai kamar. Shane memegangi pergelangan tangannya yang masih sakit.
Kemudian air mata mulai menggores wajahnya, Shane menahan isakan agar tak terdengar oleh Hendra.
Hendra yang sudah terkadung terbakar emosi dan akan beranjak keluar kamar, menghentikan langkahnya sesaat, ia menolehkan kepalanya sejenak, dilihatnya kondisi Shane.
Hendra memejamkan matanya, berusaha untuk menahan hatinya untuk luluh. Dan berniat keras untuk keluar kamar.
Namun isakan Shane yang sesekali terdengar, membuat hati Hendra luluh, ia mengurungkan niatnya untuk keluar kamar, kemudian berjalan mendekati adik sepupunya itu.
Shane segera mengusap air matanya ketika Hendra mengahmpirinya, sekuat tenaga ia menahan isakan tangisnya,
“jangan kau sakiti lagi, aku tahu aku salah, dan tanganku sudah cukup sakit, aku mohon maafkan aku, aku berjanji lain kali tidak akan mengulanginya lagi”ucap Shane yang membuat hati Hendra terasa hancur berantakan, “aku janji” sambungnya,
Hendra segera meraih tubuh Shane dan mendekapkannya didalam pelukannya. Ia benar-benar merasa sangat bersalah atas sikap dan perlakuan kasarnya terhadap Shane. Tangis Shane pun terpecah di dalam dekapan Hendra,
“maafkan aku, maafkan aku” ujar Hendra dengan ekspresi wajah yang benar-benar menyesali perbuatannya,
“tak seharusnya aku berbuat seperti ini padaku atas perasaanku, dan tak seharusnya aku menyakitimu”
Shane seolah tak memperdulikan ucapan Hendra, ia masih saja terus menangis. Hendra melepaskan pelukannya, kedua tangannya menggenggam wajah adik sepupunya itu, dilihatnya wajah Shane yang banjir oleh air mata. Dengan sangat lembut dan perlahan, Hendra mengusap air mata adik sepupu kesayangannya itu dengan kedua ibu jarinya,
“maafkan aku, jangan menangis lagi ya, kalau kau semakin menangis maka hatiku akan terasa semakin sakit” ucap Hendra,
Tangisan Shane perlahan-lahan lenyap, hanya tersisa isakan-isakan yang masih terdengar oleh telinga Hendra.
“maafkan aku ya, aku janji, aku tidak akan berbuat kasar lagi terhadapmu” janji Hendra.
Diam-diam, Maya memperhatikan keduanya dari balik pintu kamar shane yang tak terkunci sepenuhnya. Sebenarnya, ia bukan dengan sengaja mengintip, hanya saja di saat Hendra mengejar Shane dan menariknya masuk kedalam paviliun hingga ke dalam kamar, gadis cantik itu berniat untuk memanggil siapapun untuk membantu Shane dan emredakan amarah Hendra, tapi karena hari sudah larut dan tak tampak lagi seorang pun, ia pun memutuskan untuk mengikuti keduanya.
Hingga secara tak sengaja mendengar Hendra yang meledakkan emosinya terhadap Shane di dalam kamar Shane, dan kemudian melihat Hendra yang mendekap tubuh Shane. Maya tak menaruh curiga atas keduanya, dan ia mengambil sisi positif dari yang kedua pria itu lakukan. Karena merasa tidak ada masalah lagi, ia pun keluar dari paviliun dan, menuju rumah utama dan masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat.
***
Burried The Heart 14
1 New Messages
From : Ferdy
Hai Shane, lagi apa?
Reply
To : Ferdy
Hai juga, lagi duduk aja di taman belakang,
Send
Delivery success
1 New Messages
From : Ferdy
Sudah makan siang?
Reply
To : Ferdy
Belum nih, kamu?
Send
Delivery success
“lagi sibuk?” ucap Hendra yang tiba-tiba muncul dari arah yang bertolak belakang dengan Shane,
Dengan sigap, Shane segera menekan tombol off pada ponselnya, kemudian dengan cepat juga ponsel itu dimasukkan kedalam saku celananya, memasang wajah pura-pura tidak tahu
“tidak...hanya melihat-lihat pesan masuk”
Hendra terdiam berusaha menerka,
“dari Ferdy?”
Shane terdiam, ia tak berani menatapi Hendra, ia sengaja mengalihkan pandagannya melihati bunga-bunga yang tumbuh di dalam taman,
“tak perlu takut padaku, aku janji tidak akan berbuat kasar lagi padamu” Hendra sengaja duduk di samping Shane, tepat dimana kepala Shane diarahkan.
“iya, Ferdy”
Hendra tersenyum kecil, kemudian ia mengulurkan tangan untuk mengusapi kepala adik sepupunya itu, Shane awalnya tampak menarik sedikit kepalanya. Entah kenapa, Shane sendiri juga sedikit bingung, ia takut akan Hendra. Hendra menyadari itu sepenuhnya.
“bagaimana kalau kita jalan-jalan?” usul Hendra,
“kemana?”
“aku akan menemani mu seharian ini, ke tempat-tempat yang kau mau kunjungi”
Shane jeda, kemudian ia mengarahkan bola matanya untuk melirik Hendra sejenak waktu, tampak Hendra juga sedang menatap ke arahnya, hingga tatapan keduanya bertabrakan,
“hanya berdua?”
Hendra mengangguk,
“yakin?”
Hendra kembali mengangguk mantap. Shane terdiam, kemudian...
“Maya?”
“kalau tidak salah, tadi dia bilang mau ke rumah temannya”
“oh..” Shane menggangguk-anggukkan kepala, “kenapa kau tidak mengantarnya?” sergah Shane menyambung perkataannya,
Hendra tampak tertawa kecil,
“aku bukan supir pribadinya”
Shane tersenyum tawar,
“sudah ada planning mau kemana?” tanya Hendra,
***
Hendra menyandarkan tubuhnya pada cab mobil, matanya bergerak mengikuti Shane yang berjalan kesana kemari yang sedang bermain-main dengan ombak halus bibir pantai. Dari jarak yang tak begitu jauh, Hendra menatapi dalam wajah adik sepupunya itu.
Sebuah perasaan iba dan penyesalan kembali menyambangi hati Hendra. Ia sangat menyesali atas perkataan dan perbuatan kasarnya terhadap Shane beberapa waktu lalu. Wajah Shane yang begitu polos, menawan nan memikat, membuat ia sangat tidak tega dan terus menerus berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan berbuat kasar lagi pada Shane sampai seterusnya.
Diam-diam, tanpa sepengetahuan adik sepupunya itu, Hendra mengabadikan ekspresi Shane dalam bidikan kamera ponselnya dan video. Moment itu sangat berharga bagi Hendra, karena di saat itu, ia baru melihat wajah Shane yang benar-benar melepas ekspresi, seakan tidak ada beban yang memberati dirinya. Hendra kembali tertegun ketika merekam kegiatan Shane di seberang pandangannya, sampai-sampai, ia tak menyadari jika Shane perlahan-lahan berjalan mendekat ke arahnya,
“hei...” tukas Shane yang membuat Hendra tersaar dari lamunannya dan dengan segera mengarahkan ponsel ke arah lain untuk di rekam,
“y..yaa?” Hendra gugup,
“sedang apa?”
“sedang memotret pemandangan di sekitar sini” Hendra
beralasan,
“oh...”
“aku jarang sekali mengunjungi pantai” kisah Hendra tanpa di tanya Shane. Shane ikut menyandarkan dirinya pada cab mobil, melepas pandangannya menuju laut lepas di seberangnya,
Hendra menyimpan ponselnya, ia rasa, pose-pose Shane yang
alami sudah cukup menghiasi memory ponselnya, dan video berdurasi lumayan, sudah dapat mengobati rasa rindunya di kala malam ia merindukan Shane,
“kau suka pantai?” tanya Hendra pada Shane,
Shane mengangguk dengan cepat,
“kenapa?”
Shane mengangkat bahunya, kemudian meluruskannya kembali, serta berucap,
“entahlah, dari dulu aku sangat suka pantai”
Hendra terdiam mendengarkan Shane,
“jika aku senang, aku pergi ke pantai, terlebih-lebih jika aku sedang bersedih, pantai menjadi sahabat baikku” jelas Shane,
Hendra tersenyum kecil,
“bukannya, bandung tidak ada pantai?” ujar Hendra,
“Bandung Jakarta juga tidak jauh jika di tempuh dengan kereta api” jawab Shane,
“jadi... kau jauh-jauh dari Bandung ke Jakarta, hanya untuk ke pantai?”
Shane mengangguk, “tidak sering, hanya sesekali, tapi sesekali itu, ku manfaatkan dengan sepuas-puasnya” jelas Shane lagi,
Keduanya terdiam, keduanya sama-sama membuang pandangan sejauh mata memandang. Mendengarkan suara deburan ombak di pesisir pantai, menikmati suasana sejuk angin pantai yang berhembus membelai wajah serta rambut keduanya.
***
Sepulang keduanya dari pantai, ketika Hendra akan ikut Shane untuk menuju paviliun, tampak Maya berdiri di hadapan mereka. Gadis cantik itu berjalan mendekat ke arah mereka berdua, kemudian menyapa,
“hai” sapa Maya,
“hai” jawab Hendra,
Shane tak berkata apa-apa, ia hanya tersenyum kecil, sebuah hal yang biasa Shane lakukan sebagai jawaban balasan atas sapaan Maya,
“habis dari mana kak?” tanya Maya pada Hendra,
“oh, aku habis ajak Shane jalan-jalan ke pantai” jelas Hendra,
Mendengar kata pantai, mata gadis cantik yang bulat itu segera terbelalak antusias,
“pantai?”
Hendra menganggukkan kepala. Dengan bersikap manja, Maya berdiri disamping Hendra dengan tangan yang sengaja di lingkarkan pada lengan pemuda tampan tersebut,
“eeehh... kenapa tidak mengajak aku? Aku suka sekali dengan pantai” yukas Maya,
Hendra tampak salah tingkah dengan perlakuan Maya seperti itu, beberapa kali ia mencuri lirik terhada Shane yang kala itu ia perhatikan memandangi segala arah dengan pandangan tak jelas. Hendra berusaha melepaskan lingkaran tangan Maya pada tangannya, namun tampaknya, gadis cantik itu enggan melepaskan,
“aku masuk dulu ke paviliun” ujar Shane,
Hendra dan juga Maya diam tak berkomentar, mereka berdua hanya menatapi bayangan punggung Shane yang semakin lama semakin menjauhi mereka. Terlebih-lebih Hendra,
“kak... kapan kita ke pantai?” tukas Maya yang membuat langkah Shane terhenti sejenak, “berdua” sambung Maya,
Hendra benar-benar salah tingkah, ia bergantian menatapi Maya dan juga Shane yang tampak terhenti di seberang pandangannya. Dilihatnya lagi, gadis cantik itu juga menatapinya dan berharap penuh atas jawaban yang keluar dari mulutnya,
“ee.. aku belum tahu kapan lagi ada waktu, nanti kalau ada waktu, aku akan mengajakmu ke pantai” ujar Hendra seadanya,
“janji?”
Hendra mengangguk, kemudian ia melihat Shane melanjutkan langkahnya yang terhenti dan menghilang di balik pintu paviliun.
***
Esok harinya adalah hari libur, karena tidak kegiatan apapun, Shane memilih untuk berada di dalam ruang baca di dalam paviliun menghabiskan waktu membaca buku-buku yang belum lama dibelinya. Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar,
“masuk” suruh Shane,
Awalnya Shane mengira yang mengetuk pintu adalah Bi Inah, atau tidak Hendra, tapi kedua dugaannya itu salah, yang mengetuk pintu dan yang sekarang berdiri di ambang pintu adalah Maya. Gadis cantik itu dengan senyuman manis diwajahnya, berjalan mendekat ke arah Shane berada,
“hai” sapa Maya ramah,
“hai...”
“apa aku mengganggu waktumu?” tanya Maya,
“tidak”
Shane terdiam, matanya menatap fokus pada buku yang berada di hadapannya, tetapi sesekali ia melirik gerak gerik Maya, dilihatnya Maya mengambil jarak di sampingnya, kemudian gadis cantik itu menundukkan kepalanya untuk melihati buku yang dibacanya,
“buku apa yang sedang kau baca?” tanya Maya penasaran,
“filosofi”
Pada saat itu, Maya menolehkan kepalanya menatapi Shane, dan di saat itu, Shane juga menolehkan kepalanya menatapi gadis itu. Keduanya saling tatap untuk sejenak waktu. Baru kali ini Shane secara jelas dan dekat, hanya berjarak beberapa senti saja melihati wajah Maya. Harus diakui bahwa Maya benar-benar terlahir dengan wajah yang sangat sempurna dari semua gadis-gadis yang pernah Shane temui. Shane juga menghirup aroma wangi yang terpendar dari tubuh Maya,
“kau suka membaca buku filosofi?” tanya Maya lagi,
Shane mengangguk tanpa menjawab, ia seolah-olah tersihir dengan kecantikan Maya. Ia tak lagi fokus dengan buku yang sedang dibacanya. Telinganya mendengar bahwa Maya sedang berbicara, tapi apa yang dibicarakan benar-benar mengganggu pikirannya, hingga terasa tak begitu jelas.
Shane memperhatikan bibir Maya yang sedang berucap, sangat ranum nan menggoda.
Ingin rasanya ia meraih kepala gadis tersebut, dan merasakan kecupan bibirnya. Tapi Shane segera tersadar dari ketidak fokusannya,
“apa kau ingin minum?” tanya Shane mengalihkan pembicaraan dan bangkit dari duduknya,
Maya beranjak menuju sofa di dalam ruang baca, dan duduk disana,
“boleh”
“baiklah, aku akan mengambilnya untukmu” Shane pun segera berjalan keluar kamar,
Di dalam dapur, pikiran Shane serasa dipenuhi oleh sosok Maya, ia membuka kulkas mengambil juice buah yang tersedia, dan menuangkannya kedalam gelas. Pada saat menungkan juice, lagi-lagi pikiran Shane terbesit dengan bibir Maya yang sangat menggoda, sampa-sampai ia tak menyadari jika gelas sudah penuh dan meluberkan isinya,
“Den, juice tumpah” ucap Bi Inah yang segera mendekat ke arah Shane dan membuyarkan lamunannya,
“eh, aduh...”
“aden permisi, biar bibi saja yang bersihkan” Shane menggeser tubuhnya, meletakkan kotak juice di atas mimbar dapur, membiarkan wanita paruh baya itu membersihkannya,
“aden sedang melamunkan apa, sampai-sampai minumannya tumpah aden juga tidak tahu” ucap Bi inah sembari tangan masih saja mengelap tumpahan minuman dan wajah yang tersenyum,
Shane tampak salah tingkah dan malu,
“ah.. itu, tidak ada apa-apa kok Bi”
“masa sih tidak ada apa-apa” goda Bi inah,
Shane benar-benar merasa malu, “ benar Bi, tidak ada apa-apa kok”
Saat Bi Inah sudah mengelap bersih tumpahan minuman, Bi inah mendekati Shane dan melihat-lihati wajah majikan kecilnya itu,
“kalo bibi lihat, aden sepertinya sedang jatuh cinta ya” ucap Bi inah dengan sengaja, kemudian berlalu dari hadapan Shane tanpa basa basi lagi,
Shane merasakan wajahnya panas karena malu, ia pun segera mengambil juice itu dan membawa masuk ke dalam ruang baca. Sesampainya di ruang baca, ia tak mendapati lagi Maya berada disana, berulang kali ia cari, Maya sudah tidak ada lagi di dalam sana. Shane pun kembali duduk di meja baca, juice yang semula di peruntukkan bagi Maya, akhirnya ia yang meminumnya sendiri.
***
Nice, seperti biasa bacanye enak, ƍäª ke buru2.
@jokerz : waduh... 3sum.. mau dunk, hyahaha...
@Wooyoung : siip, biar jdi surprise,
@ariet: hehe maap, bru kpikiran, makasih yak bwt wktu nya n comment nya
@4ndho : maap, hehehe,