BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Why Are Gay Men So Judgemental Of Each Other?

2

Comments

  • Kadang manusia (gay sekalipun) harus dikerasin dan digalakkin kok. Biar bangun dan melihat realita kehidupan yang sesungguhnya...
  • @rendifebrian Batasnya dengan nge-bully gimana? Apalagi cyber bully. Kata-kata lebih menohok banget khan. Gimana kalau ada yang gak tahan dengan bully-an tersebut? Bunuh diri?
  • Menilai orang itu udah bawain setiap orang. Ga gay, str8, lesbi ato muda, tua, kaya, miskin semuanya pasti bawaannya pengen menilai orang. Dan cara orang menyampaikan penilaian pribadi ke orang lain itu beda2 tergantung karakter orang itu sendiri :)
  • Lawan. Jangan cengeng! Dibully, bully balik. Kamu punya hak juga kok. Jangan jadi Telanovela, jadilah Superhero di cerita hidupmu sendiri. Be strong!
  • @sarumen : apa maksud yey ? eke nggak ngerti, eke abis ngesong jadi rada-rada bolot karena ketelen sperma mas security CIMB Niaga yang berbisa eimmm.....
  • edited December 2013
    @rendifebrian Mudah-mudahan banyak yang berjiwa kuat dan mampu melawan seperti gitu sih.
  • dr_gonzo wrote: »
    mungkin erat kaitannya dengan self-hate? kita tumbuh di tengah-tengah straight society yg mengecam keberadaan LGBT, dari kecil kita dicekoki kalau being gay isn't right. Kebencian yang mewujud di diri kita, tanpa kita sadari kemudian kita channeling ke sesama gay, karena rasanya lebih mudah untuk merendahkan orang lain, dan instantly make us feel better.

    kita demen banget stereotyping ke sesama PLU. Padahal gay itu yg sama ya cuma orientasinya aja, laki suka laki, sisanya kita itu beragam banget, ya sama seperti manusia yang lain, beda ras, beda agama, beda kesukaan, profesi, latar belakang, etc. Nah jeleknya dengan stereotype, kita maksain standar kita ke gay lain, ga paham bahwa orang lain sangat berbeda dari kita, walaupun sama-sama gay. Yang berbeda dari kita, langsung kita singkirkan atau cemooh. Sikap yang sama seperti straight society lakukan ke kaum LGBT.
    Termasuk bagaimana cara kita menilai dan menghargai sesama gay. Seperti terlalu fokus ke fisik (tidak semua, tapi sebagian besar) dan itu bahaya banget. Bikin kita jadi dangkal dan sempit. Kalau dikombinasikan dengan self-hate, misal kita nggak puas dengan fisik kita, kita cenderung jadi sirik sama orang yg punya fisik lebih kece dari kita.

    Kecenderungan untuk menerima label yang dilemparkan ke orang pada kita. Baik yang dilempar straight society maupun yang dilempar sesama gay.
    Contohnya nih mas @adam08 bilang kalau binan paling suka drama. gue gak mau setuju dengan itu meskipun gue kerap menemukannya langsung. Kalau gue setuju dengan itu, gue sama aja tidak menghargai binan yang tidak suka drama, padahal mereka binan juga. (balik lagi ke keragaman pada kaum gay).

    Tapi terutama itu sih tadi, secara tidak sadar kita merasa masih belum selesai untuk menghukum diri kita sendiri.

    setuju bro..
  • yep! gay guys tend to love reading each other. throwing shades. it's because they are gay, they act like divas, and they usually have I-am-better-than-you attitude, we will get used to it. just leave them alone!
  • TS jangan terlalu men-generalisasi yah :)
    Kan ga smua seperti itu kok, tolong lingkupnya lebih dfokuskan, not every gay is a judgemental person.
    Itu manusiawi kok, d setiap lapisan manusia ga peduli gay ato bukan, pasti ada orang2 dg tipikal judgemental begitu.
    Jangan semakin memojokkan posisi gay, lebih baik qta memperbaiki diri sendiri & membantu teman2 yg ada dlm golongan (judgemental) itu untuk sadar. Belajar kondisi sekitarnya :)
  • gay mau diterima masyarakat ...tapi kadang2 sesama gay pun ogah2an klo ga sama kaya tipenny
  • *take a mirror*
    *hopefully it's Not me*
  • sinjai wrote: »
    *take a mirror*
    *hopefully it's Not me*
    I'm looking right at the other half of me :))
  • Kalau simbok sepertinya tidak seperti itu den.
    hehehe.
  • edited December 2013
    Ada yang fokus pada fisik, ada yang fokus pada isi kepala, ada yang fokus pada hati/rasa, ada yang fokus pada salah dua atau ketiganya entah berapa banyak proporsinya... macem-macem lah. Secara kita ini makhluk sosial, labeling itu jadi salah satu alat bertahan hidup juga. Filosofi jawa bibit, bebet, bobot itu kan juga pelabelan. Nothing's wrong with it, IMO. Kalo ga ada labeling, kita ga akan punya bahasa untuk warna, bentuk, ukuran, dan lainnya. Itu semua kan label. Merah, kecil, kotak, cantik, dlsb.

    Ekses dari pelabelan itu adalah penghakiman. Nah, disini, menurut gue, manusia, apapun labelnya-gay maupun straight-sebetulnya sama. Kedewasaan seseorang lah yang menentukan apakah dia hanya berhenti di pelabelan atau kemudian jatuh pada penghakiman yang apabila berlanjut lebih jauh lagi bisa jadi diskriminasi.

    Nah.

    Kenapa gay sangat judgmental? Be easy on yourself, dear @One_dE_rection. Or, shall I say, be easy on US? Kelakuan sebagian (kecil) dari kelompok kita janganlah serta merta dijadikan label. By doing so, I'm afraid, you're also being judgmental. :)

    Perbedaan itu harus ada namanya. Tanpa nama, kita gak akan tau kalo itu beda. Pelangi itu harus beda-beda warnanya, supaya otak kita bisa menerjemahkan keindahan serta keistimewaannya. Sedemikian canggih dan njelimetnya otak manusia, keindahan yang dari Tuhan itu tetap terlalu kompleks untuk dicerap otak manusia apabila tidak disederhanakan dengan pelabelan. Emang udah dirancang Tuhan sedemikian rupa. Jadi, perbedaan memang harus ada.

    Sebab itu,

    Cukuplah menyebut Agnes Monica sebagai artis Indonesia yang masih berjuang untuk bisa menembus pasar internasional di luar asia tenggara. Atau Anggun sebagai artis senior Indonesia yang lebih sukses mentas di Eropa daripada Amerika. AgMon bukan Anggun, sebaliknya, Anggun bukan AgMon. Prestasilah yang membuat orang menjadi berkualitas. Apapun bentuknya dan namanya, prestasi tetaplah prestasi, pujian tetap pujian, cemooh tetap cemooh.

    Now, on a more stressing note. Let me quote @dr_gonzo:
    dr_gonzo wrote: »

    Seperti terlalu fokus ke fisik (tidak semua, tapi sebagian besar) dan itu bahaya banget. Bikin kita jadi dangkal dan sempit. Kalau dikombinasikan dengan self-hate, misal kita nggak puas dengan fisik kita, kita cenderung jadi sirik sama orang yg punya fisik lebih kece dari kita.

    Tentunya keinginan untuk pacaran dengan seseorang yang tampilannya secara fisik gak malu-maluin untuk di membanggakan digandeng ke pesta kawinan sahabat atau keluarga, wajar2 aja.

    Musti ati-ati aja kalo keinginan itu lalu jadi obsesi gak puguh, because then you'll MISS 'the point'.

    Fokus, IMO, seyogyanya dititikberatkan pada hal-hal yang prinsipil; pada kualitas-kualitas yang bertahan lebih lama daripada fisik belaka. Passion, loyalty, maturity, misalnya.

    Terakhir.

    Stereotipe, prejudis, dan diskriminasi bukan cuma dilakukan oleh kalangan LGBT. Tiga hal ini dilakukan oleh masyarakat pada umumnya.

    So, keep calm and be wise. :)
  • Well said @Requiem =D>
    Hats off
Sign In or Register to comment.