It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Jakarta- Kekisruhan di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) makin memanas. Sebuah akun twitter @OrangKPK—entah benar milik orang KPK atau bukan--berkicau mengenai polah Ketua KPK Abraham Samad yang busuk karena berusaha menyelamatkan kelompok politisi dan pebisnis tertentu.
Bahkan, dalam kasus Century, dikabarkan Samad telah menentapkan tersangka yaitu Wakil Presiden Boediono dan Mantan Menkeu, Sri MUlyani atas pesanan pihak tertentu.
Akun yang per Kamis (15/3) memiliki 759 followers itu menuliskan status pertama kali Selasa (13/5), “Bingung mau mulai twit dari mana. But, here we go, Samad is the worst pimpinan KPK ever... Will twit about who Samad really is...,” tulis akun tersebut.
Selanjutnya, akun ini membeberkan gegernya beberapa penyidik yang dikembalikan KPK. “Soal penyidik yg dikembalikan, mrk adalah penyidik kasus MSG (Miranda Goeltom,Red) yg mulai bongkar siapa sponsor MSG yaitu grup AG (Artha Graha). Lalu org AG minta Samad utk pulangin mrk.”
Dalam nyanyiannya akun ini juga menyeret nama-nama elit politik. Samad dikatakan dekat dengan Menteri Sekretaris Negara, Sudi silalahi.
Tak hanya itu, “Aslinya #Samad ini kepanjangan tangan dari grup brengsek komisi 3 bamsat (Bambang Soesatyo), azis (Azis Syamsuddin ), faisal akbar, yani, novanto dan priyo,” tulisnya. Gerombolan inilah yang dikatakan akun tersbeut menjadikan Samad ketua KPK.
Dalam kasus Century misalnya, Samad kata akun itu mendapat pesanan dari Bamsat, “Tsk yg dia siapkan @boediono dan @srimulyani ktnya semuanya sdh jelas sesuai dg klipping media. #samad so stupid.”
Sayangnya hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban resmi dari KPK. Abraham Samad tidka mengangkat telepon maupun membalas SMS.
Terpisah, juru bicara KPK, Johan Budi S.P mengatakan, KPK akhirnya meminta Markas Besar Kepolisian RI menunda penarikan dua anggotanya dari jajaran penyidik KPK. Dua perwira penyidik itu adalah Hendy Kurniawan dan Moch. Irwan Susanto. Lembaga antikorupsi ini beralasan masih membutuhkan keduanya untuk menangani sejumlah kasus korupsi.
"Kami masih membutuhkan mereka," katanya. Johan menjanjikan surat permohonan itu segera dikirim ke Markas Besar Polri dalam waktu dekat.
Permintaan KPK itu buntut protes sepuluh penyidik atas penarikan sejumlah penyidik dari KPK, termasuk Hendy dan Irwan. Mereka bahkan sempat mempertanyakan langsung alasan penarikan itu kepada Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua Bambang Widjojanto pada Senin lalu. Pertemuan berlangsung tegang, tapi bisa ditenangkan oleh Bambang.
Sebelumnya, dikabarkan ada rencana pemogokan penyidik KPK. Sumber internal menjelaskan, pangkal soalnya adalah pengembalian Hendy Kurniawan, Moch Irwan Susanto, Rosmaida, dan Afief Y. Miftach ke Mabes Polri, serta Dwi Aries Sudarto ke Kejaksaan Agung.
Ketua KPK Abraham Samad menduga Hendy dan Irwan dekat dengan pihak-pihak yang sedang terlibat kasus. Tapi pemimpin KPK lainnya mempertahankan keduanya. Menurut sumber lain, dalam pertemuan di lantai 3 gedung KPK pada Senin lalu, sepuluh penyidik sampai berdebat kencang dengan Abraham. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto juga hadir.
Sebelumnya, kata sumber tadi, kontrak kerja seorang penyidik juga tak diperpanjang lantaran disinyalir dekat dengan Nunun Nurbaetie, terdakwa kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang juga istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun.
Persoalan dalam pengembalian pernah terjadi sebelumnya. Busyro Muqoddas, ketika menjabat Ketua KPK, mendepak Komisaris Raden Brotoseno karena menjalin hubungan pribadi dengan Angelina Patricia Pingkan Sondakh, politikus Partai Demokrat yang diduga terlibat suap proyek Wisma Atlet. Broto disebut-sebut ikut menangani penyelidikan kasus korupsi M. Nazaruddin dan Angie--sapaan akrab Angelina.ins
Share
tapi ironisnya kok bisa 80% rakyat kok percaya sama KPK ?
yg salah dimananya yaaaaa?????
.
Pesan khusus Megawati Soekarnoputri kepada KPK, terkait dengan penetapan 14 nama tersangka koruptor yang merupakan kader terbaik PDI-P, sungguh menyesatkan. (baca..1 - 2)
Reaksi Putri Proklamator itu, dapat ditafsirkan sebagai bentuk intervensi dan sekaligus mencederai perasaan publik. Selanjutnya, jika pernyataan tersebut dikemas menjadi rekomendasi partai, maka lengkap sudah perilaku bobrok itu dipertontonkan tanpa rasa malu. Hem…!.
Sikap Megawati ini mengingatkan kita pada kebijakan culas—release and discharge—yang pernah dilakukan di masa kekuasaannya. Sebuah rekayasa melalui pemutihan hukum kepada sejumlah koruptor kelas kakap yang terlibat dalam kasus BLBI. (baca…1 - 2)
Maha karya, release and discharge ala rezim megawati itu, menyebabkan ratusan triliun uang negara yang dirampok, raib begitu saja. Sekarang, modus kejahatan serupa hendak dipraktekan kembali. Namun kali ini, melalui seruan “pesan khusus” dalam bahasa politik yang sangat norak.
Reaksi yang diperlihatkan oleh istri Ketua MPR RI, Taufik Keimas, jelas mengusik hati nurani dan akal sehat rakyat. Mestinya, ibu Puan Maharani ini mengambil sikap sejalan dengan KPK. Di mana ikut mendorong pembersihan internal partainya, yang belakangan ini dicurigai sebagai sarang koruptor. Bukan sebaliknya, bermaksud hendak membela para politisi PDIP yang jelas-jelas terindikasi korupsi.
Kinerja KPK Dihadang Skenario Politik?
Tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 26 nama tersangka yang tersangkut kasus travellers cheque (TC) dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom.
Yang mana 14 nama diantaranya merupakan politisi PDIP.
Gebrakan KPK tersebut patut diberi apresiasi. Mengingat, mereka yang terjaring adalah dedengkot partai politik besar dan mantan anggota kabinet SBY. Komplotan dari orang-orang kuat, yang selama ini terkenal sangat licin dan kebal hukum.
Ihwal penetapan tersangka merujuk pada, “hasil penyidikan dan fakta di persidangan terhadap terdakwa… (dalam) kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004,” kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/9). (baca)
Yang memprihatinkan, keputusan KPK tersebut mulai menuai protes. Yakni, adanya upaya mengalihkan kasus hukum ke jalur politik. Dan lagi-lagi suara protes yang bermunculan itu akan menjadi persekongkolan jahat diantara penegak hukum, politisi dan penguasa.
Ihwal penghadangan atas kinerja KPK dimaksud, tergambar dari berbagai pernyataan politisi Parpol besar, yang sangat bernafsu menciptakan opini bahwa keputusan yang dilakukan KPK dinilai prematur. (baca)
Nampaknya, syahwat para politisi Parpol besar semakin buas untuk menjadi pembela koruptor. Dan ironinya, watak busuk dan memalukan itu, kini berubah menjadi bakat politik yang menyesatkan publik.
Jika, perilaku ini tidak dihentikan, maka hukum di negeri ini akan diperkosa secara beramai-ramai di depan mata publik. Dan lengkaplah sudah, bahwa negeri ini tidak lebih adalah ranjang empuk. Tempat di mana perselingkuhan yang melibatkan penguasa korup, mafia hukum dan politisi parpol besar.
Salam Faizal Assegaf
Jkt, 4 September 2010
@NanoB
@hananta
@arieat
@praddim
@Wpeee
@pradithya69
@mustaja84465148
Pertengahan Februari lalu, Dradjat Wibowo geram. Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini sungguh-sungguh kecewa dengan sikap Presiden SBY yang memilih tidak hadir dalam rapat paripurna yang mengagendakan dengar pendapat dan meminta jawaban dari presiden atas interpelasi DPR-RI tentang kasus Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang istilahnya diperhalus menjadi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Buat saya, itu indikasi jika Presiden tidak serius untuk menyelesaikan kasus ini. Mungkin Presiden khawatir bahwa ‘kotak pandoranya’ akan terbuka, yang mungkin akan menimbulkan huru-hara politik. Tapi kalau kita selalu saja takut membuka ‘kotak pandora’ itu, lha terus sampai kapan kita membiarkan uang negara nggak kembali-kembali. Jangan lupa jumlahnya 702 triliun rupiah!," keluh Dradjat dihadapan para wartawan yang mengerubunginya di Senayan saat itu.
Dalam mitologi Yunani, Kotak Pandora adalah sebuah kotak yang isinya merupakan semua kejahatan-kejahatan manusia. Jika dibuka, maka terbongkarlah semua kejahatan yang pernah ada. Istilah ini sengaja dipakai Dradjat Wibowo karena kasus KLBI atau BLBI ini memang sarat dengan kejahatan-kejahatan yang dilakukan para politisi, elit negara, yang berkomplot dengan para pengusaha perampok yang selama ini diuntungkan oleh rezim yang berkuasa. Bisa jadi, sebab itu kasus ini sampai sepuluh tahun usia reformasi masih saja gelap pekat. Tidak ada satu pun penguasa di negeri ini, dari Habibie hingga SBY, yang berani atau punya nyali membuka dan menuntaskan kasus BLBI.
Dalam peluncuran buku ‘Skandal BI: Ramai-ramai Merampok Uang Negara’ di Jakarta akhir Januari lalu, Guru Besar Fakultas Ekonomi UI, Sri Edi Swasosno, menegaskan jika kasus tersebut diyakini bermuatan konspirasi global. "Skandal BLBI adalah konspirasi global untuk merampok rakyat Indonesia dan menaklukkan bangsa ini secara teritorial, hingga akhirnya berbagai sumberdaya yang ada pada bangsa ini bisa dikuras. Ini kejahatan perbankan terbesar di dunia," tandasnya seraya menyatakan jika kasus ini akan terus menyiksa rakyat Indonesia sampai dengan tahun 2030 karena pemerintah masih harus membayar bunga obligasi rekap sebanyak Rp 60 triliun per tahun, yang tentunya berasal dari uang rakyat (!).
Bagi banyak kalangan, kasus ini berawal saat kolapsnya sejumlah bank negeri ini terhantam badai krisis moneter di tahun 1997. Mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) Kwik Kian Gie menyatakan, “Ketika bank-bank kolaps maka pemerintah oleh IMF dipaksa untuk memperkuat modal perbankan dengan memberikan kucuran dana melalui obligasi rekap. Bank BCA misalnya, mendapatkan obligasi rekap sebesar Rp 60 triliun untuk menyehatkannya, setelah itu oleh IMF diminta untuk dijual, dan dijual dengan harga Rp 20 triliun, bagaimana ini, itung-itungan bisnisnya saya nggak nyampe.” Sebab itu, Kwik menegaskan jika kasus BLBI harus diusut tuntas. Hanya saja pertanyaannya, adakah penguasa di negeri ini yang berani untuk melakukan hal tersebut?
Konspirasi Global
Mengurai benang kusut kasus BLBI sesungguhnya tidak bisa lepas dari peristiwa-peristiwa global yang tengah terjadi. Guna menelusuri kasus BLBI dan kaitannya dengan –meminjam istilah Prof. Edi Sri Swasono—“Konspirasi Global”, maka salah satu paparan yang sangat menarik bisa kita lihat di dalam buku Edward Griffin berjudul “The Creature from Jekyll Island” (1994).
Dalam salah satu bagian, Griffin bercerita tentang sebuah pertemuan rahasia di Jekyll Island (artinya: Pulau Dajjal), Georgia-AS, pada tahun 1987. “Pertemuan itu digelar untuk merayakan atas terpilihnya Allan Greenspan, yang ditunjuk Presiden Amerika Serikat George Bush Sr memimpin Bank Sentral AS, The Federal Reserve. Dalam acara tersebut, sejumlah bankir Yahudi ini ternyata juga membahas sebuah rencana seram berbau konspirasi bertema penghancuran ekonomi Asia Tenggara. Dalam dua dasawarsa terakhir, Asia Tenggara dianggap tumbuh menjadi suatu ancaman bagi dominasi ekonomi negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat,” demikian Griffin.
Dalam pertemuan itu digagas konsep “The Bail-Out Game” atau “Permainan menalangi”. Edward Griffin menulis: “Pertemuan rahasia itu diselenggarakan sebenarnya untuk melahirkan sebuah kartel perbankan yang berfungsi untuk melindungi anggota-anggotanya dari persaingan bisnis, dan mengubah strategi untuk meyakinkan Kongres dan masyarakat umum bahwa kartel ini adalah lembaga keuangan pemerintah AS… Permainan yang dilakukan bernama ‘bail-out’ (menalangi)… Ibarat dalam sebuah panggung sandiwara, inilah strategi untuk memaparkan bagaimana caranya agar pembayar pajaklah (baca: rakyat) yang harus menalangi bila suatu bank di kemudian hari mengalami krisis keuangan.” Pertemuan tersebut berlangsung sukses dan ‘The Bail-Out Game’ disepakati akan segera direalisasikan. Asia Tenggara akan dijadikan laboratorium pertama konsep penalangan ini, terkecuali tentu saja Singapura. Negeri pulau yang menyandang predikat sebagai ‘Basis Israel di Asia Tenggara’ ini harus diselamatkan dari uji coba ‘The Bail-Out Game’. Dan dikemudian hari hal itu terbukti.
(bersambung/rz)
Sebagaimana pengalaman Partai Demokrat dan Partai Golkar, PDIP juga memiliki kader di DPR tersandung kasus tindak pidana korupsi.
Kasus korupsi kader PDIP paling spektakuler adalah terkait dengan kasus aliran dana BI ke 52 anggota Komisi IX DPR. Sebagaimana menurut “Catatan Buruk Akuntabilitas Partai Politik”, Public Accountability—Indonesia Corruption Watch, Seri-Korupsi Politik dalam WWW.antikorupsi.org. dan ICW yang menggunakan sumber dokumen pemeriksanaan Hamka Yandhu di dalam Harian KORAN TEMPO, 1 Juli 2008, dari keseluruhan 52 anggota Komisi IX tersebut, jumlah kader PDIP tergolong paling banyak.
KPK menilai para kader PDIP dimaksud telah melanggar ketentuan mengenaiai penyuapan yakni Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Para kader PDIP tersandung kasus aliran dana BI tersebut adalah Dudhie Makmun Murod, Agus Condro Prajitno, Max Moein, Rusman Lumbantoruan, Poltak Sitorus, Williem Tutuarima, Panda Nababan, Engelina Pattiasina, Muhammad Iqbal, Budiningsih, Ni Luh Mariani Tirtasari, Sutanto Pranoto, Soewarno, Mathoes Pormes, Sofyan Usman, Daniel Tanjung, Jeffrey Tongas Lumbabatu (Kompas, 22 Maret 2011 dan Republika, 23 Juni 2011).
Dudhie Makmun Murod adalah salah seorang anggota DPR Periode 1999-2004 dari Fraksi PDIP. Ia terkena kasus penerimaan cek perjalanan/pelayat terkait pemilihan Deputi Bank Indonesia, Miranda Gultom.
Agus Condro Prajitno, kader PDIP anggota DPR, menjadi Tersangka, ditahan, divonis 15 bulan penjara dan Rp. 50 juta subsider tiga bulan penjara.
Max Moein, kader PDIP anggota DPR, Tersangka, ditahan, 20 bulan, Rp. 50 juta subsider tiga bulan penjara. Data dan fakta perilaku koruptif anggota DPR dapat dikumpulkan dari kesaksian Max Moeis pada sidang Pengadilan Tipikor terkait dengan kasus Pemilihan Deputi Bank Indonesia, Miranda Gultom. Ia mengaku menerima cek di ruang komisi dari seorang tidak bisa dipastikannya. Cek pelayat itu baginya adalah dana dari Parpol untuk mendukung kampanye pemilihan Presiden di daerah pemilihannya, Kalimantan Barat. Uang itu habis untuk kampanye tanpa ada pertanggungjawaban (Harian Kompas, 20 Maret 2010). Pengakuan Max Moein ini dapat menunjukkan, dana diperoleh seorang kader Parpol bisa berasal dari tindak pidana korupsi.
Selanjutnya, Rusman Lumbantoruan, tersangka, ditahan 20 bulan, Rp. 50 juta subsider tiga bulan penjara. Poltak Sitorus, tersangka, ditahan, telah meninggal/wafat. Williem Tutuarima, tersangka, ditahan, 18 bulan, Rp. 50 juta subsider tiga bulan penjara. Panda Nababan, tersangka, ditahan, 17 bulan, membayar Rp. 50 juta, subsider tiga bulan. Engelina Pattiasina, tersangka, ditahan, 17 bulan, membayar Rp. 50 juta, subsider tiga bulan. Muhammad Iqbal, tersangka, ditahan, 17 bulan, membayar Rp. 50 juta, subsider tiga bulan. Budiningsih, tersangka, ditahan, 17 bulan, subsider tiga bulan. Ni Luh Mariani Tirtasari, tersangka, ditahan. Sutanto Pranoto, tersangka, ditahan, vonis 17 bulan. Soewarno,tersangka, ditahan, vonis 17 bulan. Mathoes Pormes, tersangka, ditahan, vonis 17 bulan. Sofyan Usman, tersangka, ditahan, vonis 15 bulan penjara. Daniel Tanjung, tersangka, ditahan, vonis 15 bulan penjara. Jeffrey Tongas Lumbabatu, tersangka, ditahan, telah meninggal/wafat.
Di lain fihak, untuk memperoleh data dan fakta sehubungan perilaku kader PDIP di DPR memperoleh dana ilegal ini, dapat digunakan kasus “Korupsi Dana YPPI BI” yang dialami para anggota Komisi IX DPR Periode 1999-2004. Kasus ini telah mengantarkan Mantan Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan mantan Kepala Biro BI Rusli Simanjuntak masing-masing sebagai terdakwa. Di dalam sidang para terdakwa ini di Pengadilan Khusus Tipikor, Jakarta 28 Juli 2008, Hamka Yandhu (Kader Partai Golkar) pernah bersaksi dan mengakui bahwa semua anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 dari sembilan fraksi berjumlah 52 orang menerima dana dari BI dengan nilai total Rp. 21,6 miliar.
Kemudian nama-nama penerima dana itu dibacakan oleh Majelis Hakim satu persatu sesuai fraksi masing-masing, yang dibenarkan oleh Hamka. Pembagian dana berdasarkan fraksi, diberikan secara tunai tanpa tanda tangan, dan tidak ada pertanggungjawaban. Khusus kader PDIP di DPR menerima dana sebagaimana dibacakan Majelis Hakim adalah Dodhie Makmun Murod, Max Moein, Poltak Sitorus, Aberson Marie Sihaloho, Tjiandra Widjaja, Zulvan Lindan, William Tutuarima, Sutanto Pranoto dan Daniel Setiawan.
.
http://muchtareffendiharahap.blogspot.com/2012/03/korupsi-kader-parpol-di-dpr-ri-bagian_14.html
mantapp....
@arieat
Benarkah Megawati sungguh-sungguh mengikuti "garis Soekarno", seperti yang diklaimnya selama ini? Di bawah ini terdapat beberapa fakta yang menegasikannya:
Soekarno adalah orang yang anti kapitalisme dan kolonialisme. Soekarno sangat menjunjung tinggi kedaulatan, harga diri, dan martabat negara. Dia berani berkata "Go to Hell" kepada AS dengan Bank Dunia dan IMF-nya. Bahkan mengancam akan menasionalisasikan sejumlah perusahaan asing jika tidak mau tunduk pada kontrak karya yang adil. Bagaimana dengan Megawati saat dia menjadi Presiden RI?
Bertolak-belakang dengan Soekarno. Megawati malah sangat tunduk pada kekuatan imperialisme dan kolonialisme Barat. Tim ekonominya terdiri dari "orang-orang IMF dan Bank Dunia", sama sebangun dengan yang dilakukan SBY-JK sejak tahun 2004 hingga sekarang.
Pemerintahan di bawah Megawati menerbitkan UU No.19/2003 tentang BUMN yang sangat pro liberalisme dan imperialisme. Salah satu agenda utama kubu imperialisme dan kolonialisme dunia seperti AS, IMF, dan Bank Dunia, adalah privatisasi BUMN. Dan Megawati dengan UU No.19/2003-nya telah memberikan landasan legal-formal yang sangat lengkap bagi upaya-upaya privatisasi BUMN ini.
Amien Rais menggambarkan jika upaya privatisasi yang dilakukan selama ini bisa diibaratkan dengan tindakan petani dengan menjual sawahnya karena terlilit hutang. Akibatnya si petani kian miskin dan kehilangan harga diri karena kehilangan modal utamanya.
Lagi pula, "Karena menjual dalam kondisi kepepet, seringkali harganya pun sangat murah, dan tidak jarang dibeli oleh rentenir. Hal yang sama terjadi pada BUMN yang diprivatisasi karena untuk menutup defisit, di mana rentenirnya adalah investor, kreditor, dan pelaku keuangan asing." (M. Amien Rais; Agenda Mendesak Bangsa, Selamatkan Indonesia!; 2008)
Dalam masa kekuasaan Megawati inilah, banyak aset bangsa yang sesungguhnya menguntungkan malah digadaikan ke pihak asing, seperti yang terjadi pada penjualan Indosat, dan sebagainya. Siapa saja yang ingi mengetahui tentang kasus Indosat bisa membacanya dalam buku "Divestasi Indosat: Kebusukan Sebuah Rezim, sebuah catatan publik Actio-Notaris" (Marwan Batubara; Iluni Jakarta).
Selain itu, kasus penjualan obral besar-besaran LNG Tangguh ke Cina juga telah merugikan negara ratusan triliun rupiah. Kasus ini terjadi di masa Megawati. Tim negosiasi Tangguh dipimpin Taufik Kiemas, suami Megawati. Kontrak LNG Tangguh disetujui pemerintah Megawati pada 2002.
Saat itu pemerintah setuju dengan tawaran kontrak seharga 2,4 dolar AS per mmbtu dan merupakan nilai kontrak terendah sedunia. Parahnya, harga itu ditetapkan tetap atau flat selama 25 tahun! Sedangkan saat ini harga LNG dipasaran international berkisar 20 dolar AS per mmbtu. Negara jelas merugi ratusan triliun akibat ulah rezim Mega dari kasus LNG tangguh saja, belum yang lain.
Selain kasus Indosat dan penjualan aset negara lainnya, juga kasus LNG Tangguh, rezim Megawati juga telah mencederai perasaan keadilan bangsa ini dengan mengeluarkan kebijakan Release Dischard yang membebasan para konglomerat perampok uang negara dalam kasus BLBI.
Amien Rais menulis, "Pada era Megawati ada korupsi yang bersifat state-capture atau state-hijack dalam bentuk pemberian RD... dilihat dari sisi lain, RD , sebuah penyelesaian di luar hukum itu, hakikatnya merupakan penyanderaan lembaga-lembaga pemerintahan oleh sejumlah konglomerat bermasalah." (h.191)
Kebijakan RD ini merugikan negara triliunan rupiah. Amien mencontohkan, "Group Salim mempunyai utang sebesar 52 triliun rupiah, kemudian menyerahkan set yang dinilai oleh penilai aset seharga sekitar 50 triliun rupiah. (Padahal) Nilai sesungguhnya aset it hanya 29,5 triliun rupiah sehingga mengalami marked-up secara kelewatan. Dengan proses simlabim, Group Salim dihadiahi RD. Bayangkan, 'tengkuk' negara dpegang leh para konglomerat bermasalah untuk melindungi korupsi mereka." (h.191)
Di negara lain, kasus RD ini sangat bisa menjadi kasus hukum dengan diseretnya para pejabat negara-termasuk presiden dan menteri terkait-ke depan pengadilan. Namun di Indonesia hal itu teramat sulit, bahkan mungkin mustahil, karena Gedung Bank Indonesia yang menyimpan dokumen-dokumen skandal BLBI dan RD telah "terbakar" (baca: dibakar) oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan.
Selain kejahatan tersebut, di masa kepemimpinannya ini kasus korupsi naik dengan tajam, mewarisi tradisi korup rezim Suharto. Kasus-kasus kemanusiaan seperti kasus pembantaian umat Islam Maluku dan telantarnya ribuan TKW di Nunukan-Kalimantan, tidak mendapat perhatian pemerintah. Umat Islam di masa rezim ini menjadi pesakitan setelah meledaknya Bom Bali.
Terkait dengan Islam, sosok Megawati juga diketahui telah bersembahyang di salah satu Pura di Bali, mengikuti cara sembahyang orang Hindu. Hal ini terekam oleh banyak kamera di saat Megawati tengah mempersiapkan pencalonannya sebagai presiden yang akhirnya kalah oleh Abdurrahman Wahid.
Banyak fakta telah memperlihatkan jika kebijakan Megawati sangat beda, bahkan bertentangan, dengan Soekarno. Kebijakan yang diambilnya ternyata lebih dekat kepada kebijakan Suharto yang pro Imperialisme (Kapitalisme Internasional), bukan pro rakyat, walau mungkin dalam pidato sering mengklaim sebagai pembela "wong Cilik".
Dan yang harus juga diberi catatan penting, bahwa rezim-rezim yang bermunculan dari masa rezim fasis Suharto sampai ke rezim SBY-JK sekarang ini, pemerintah masih saja menjadi pelayan yang baik bagi kepentingan Imperialis Barat dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak.
klo ga bisa nunjukkin artinya mas boljugg fitnah, dan bisa dijebloskan ke bui.....