It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Lanjoott......
alurnya maju mundur aka flashback yah... hmmm good ><)b
lanjiuuuttttt
#wajibmentiongueloh
ekslusif pula tempatnya really love this place , sayang kudu pindah dari sentul ...
Itu si rayan knapa tiba2 marah sama si fauzan?
Suka ma part ini.moga hubungan Rayan n Fauzan berlanjut dr sahabat menjadi kekasih [-O<
setahuku itu yg kupakai
makasih om sayang hahaha iya udah dikasih tahu rendi, makanya mau diganti
"Kreeek" bunyi kaleng bir yang remuk di dalam genggaman tangan Rayan. Alkohol tidak benar-benar menenangkan, rokok Black Mentol yang telah habis hampir lima puluh sembilan batang Rayan hisap pun tidak membantu banyak. Rayan menjentikan rokoknya hingga bara api di rokok tersebut padam, genap lima puluh sembilan batang ia hisap.
Perhatiannya teralih kepada ponsel di antara bungkusan rokoknya, lagu Just A Kiss dari Lady Antebellum terdengar, karena memang sedari tadi Rayan duduk di loteng rumahnya, ditemani empat kaleng bir dan tiga bungkus rokok Black Mentol. Tidak berlebihan, karena di kesehariannya Rayan mampu menghabiskan dua bungkus rokok tersebut, namun kali ini hanya dalam hitungan jam, dari tiga bungkus rokok hanya tersisa satu batang saja.
Rayan membuka kaleng bir ke tiganya, bunyi khas terdengar merembas syahdu, membuat Rayan menyeringai tidak jelas, lalu Rayan menyulut batang rokok terakhirnya, lagu Just A Kiss memasuki reff-nya, entah mengapa dari sekian banyak tegukkan alkohol atau pun hisapan rokok yang Rayan lakukan, lagu dari Lady inilah yang paling mampu mendamaikan hatinya.
"Bangsat" rengek Rayan, setelah lagu itu habis dan digantikan suara Miley Cyrus yang melantunkan lagu Wrecking Ball-nya.
Tidak lama Rayan berbaring di loteng yang berdebu, tidak perduli beberapa nyamuk yang bernafsu menyedot darahnya, berapa debu yang akan ia hisap, kepalanya sangat pening, unsur air dalam dirinya juga terasa berdesir, mengalir ke tiap sudut tubuhnya, ia serasa plastik terisi air, tiap menggerakan tubuhnya, air itu pun ikut bergerak, membuat rasa mual menghantui Rayan.
Kepala Rayan memberat, ia benar-benar tidak memperdulikan apapun saat ini, yang ia butuhkan hanya berbaring dan menutup matanya yang terasa digelayuti monster-monster kecil.
Rayan memperhatikan wajahnya, sangat kuyu, rambutnya kusut, kantung matanya terlihat jelas, kumis tipis mulai mendapatkan teman barunya, janggut di dagu Rayan mulai tumbuh.
"Kesan seksi yang bullshit." ungkap Rayan asal.
Rayan meraih gitarnya, memainkannya sebentar sampai rasa bosan menyelimuti. "Bangke" umpat Rayan setelah melempar gitarnya asal. Suara Maudy Ayunda terdengar syahdu.
"Mungkin memangku cinta, mungkin memang kusesali, tapi mengapa kini, cinta datang terlambat"
"Monyet" hardik Rayan sambil mematikan radionya.
Rayan memandang ke segala penjuru kamarnya, semua benda dan suasana kamar Rayan yang membosankan serasa mampu membunuh Rayan dalam hitungan jam ke depan.
"Ngetot" ucap Rayan asal, sambil menjatuhkan diri ke tempat tidurnya, membiarkan matanya tertutup dan kedamaian menjemput.
"Ray, maafin gue, dari dulu sampai sekarang lo itu gue anggap kakak gue, lo selalu lindungin gue, buat gue ngerasa aman di samping lo, tapi itu nggak akan pernah cukup ngebuat gue cinta sama lo, banyak orang yang nunggu cinta lo Ray, jangan buang-buang waktu lebih lama lagi buat nunggu gue" ucap Syifa sambil menggenggam tangan Rayan, Rayan hanya mampu tersenyum masygul, beberapa hal memang tidak patut dipaksakan.
"Hajar gue!"
"Bangsat"
"Gue nggak akan pernah nyakitin orang yang gue saying
Bayangan tubuh Fauzan tertelan siluet mengerikan.
"Haaah, haah, haah" Rayan terbangun dari tidurnya, nafasnya tersengal-sengal, saat ia hendak meraih gelas yang berisikan air putih, Rayan malah menjatuhkannya.
Rayan mendesah panjang, benar-benar hari sial, memang sejak kapan ia tidak mengalami kesialan?.
Bayangan Fauzan yang tersenyum terasa nyata di balik kelopak matanya.
Ya, Rayan selalu merasa sial semenjak mereka berselisih.
Saat kembali dari dapur sehabis mengambil air minum, Rayan melihat tas Fauzan yang tergantung di sebelah tasnya. Rayan memang membawa pulang tas Fauzan sehabis kejadian di atas gedung sekolah, entah mengapa intuisinya memaksa Rayan untuk membawa pulang tas Fauzan, yang Rayan yakin Fauzan sudah tidak lagi memperdulikan tasnya lagi, bagaimanapun Rayan tidak bisa menapik fakta bahwa Rayan dan Fauzan saling memahami satu sama lain.
Rayan meragu, namun kakinya tetap melangkah mendekat, sampai tangan Rayan mampu menggapai tas Fauzan. Entah apa yang membuat Rayan tertawa, yang Rayan tahu ia amat bersemangat kali ini.
Rayan menatap tas Fauzan yang dislempangkan di bahu kanannya, sekarang Rayan meragu, ada rasa takut yang menguar, mendadak berdiri di depan gerbang rumah Fauzan adalah hal yang terasa horor.
"Den Rayan, masuk atuh, ngapain di situ mulu," seru pembantu Fauzan yang pangling dengan sikap Rayan.
"Den, kok baru ke sini sekarang? Nggak dari hari pertama aden sama mas Fauzan dikeroyok anak-anak bengal STM Yadika? Eh tapi aden nggak kenapa-napakan? Mas Fauzan kasian deh den, hidungnya berdarah, mukanya bonyok-bonyok." Rayan merasa amat berdosa, ia rasa ia tidak sanggup bertemu Fauzan, Rayan tidak memiliki lagi keberanian menampakan diri di hadapan Fauzan lagi rasanya.
"Rayan cuman mau balikin tasnya Fauzan bi, Rayan pulang ya, ada urusan" Rayan cepat-cepat pamit setelah tas Fauzan dipegang si bibik.
"Ray, Fauzan pasti kepengin banget ketemu kamu, dia murung mulu tuh kayak cowok abis putus, padahal dia jomblokan, kamu sih baru dateng sekarang, eh sekarang malah nggak mau nemuin dia lagi, nanti anak tante satu-satunya yang paling cute desperado deh" ucap Tante Mira, ibu Fauzan, mampu membuat Rayan mematung.
Rayan tidak mampu berkata satu apapun, ia hanya menggaruk-garuk hidung mancungnya yang tiba-tiba terasa gatal. “Ayo, se-nggaknya kamu tanyain kabarnya Fauzan aja, dia ada di tempat biasa, lagi main Notebook-nya tuh” tante Mira menarik lengan Rayan membawa Rayan hingga ke dalam rumah, lalu menunjukan di mana Fauzan berada dan pergi setelah menepuk-nepuk bahu Rayan.
Rayan menggigit bibir bawahnya sebentar, hidungnya mendadak kembali terasa gatal. Rayan memperhatikan sosok Fauzan yang sekarang sedang asik memainkan gitar, entah kenapa Rayan menjadi amat penasaran dengan lagu yang sedang Fauzan mainkan, perlahan-lahan kakinya melangkah mendekat ke arah Fauzan, rasa ragu dan takutnya mendadak hilang entah ke mana.
Perlahan-lahan suara Fauzan terdengar semakin jelas, Rayan tahu betul lagu yang sedang Fauzan nyanyikan, lagu itu yang mampu menenangkan Rayan ketimbang alkohol dan rokoknya, lagu Just A Kiss, dan sekarang Rayan jauh lebih menyukai lagu Just A Kiss versi Fauzan, Rayan meringis pelan, rasanya ingin sekali menghampiri Fauzan, mengacak-acak rambut Fauzan, bercanda dan berkelelahi kecil layaknya dulu.
Cepat-cepat Rayan menguatkan niatnya untuk menghampiri Fauzan, merangkai kata maaf sebaik mungkin agar Fauzan memaafkannya, namun selalu gagal, ribuan kata memenuhi kepalanya namun tidak ada satu pun yang terangkai sempurna, lidahnya terasa amat kelu untuk mengucapkan ribuan kata-kata maaf yang hilir mudik di dalam kepala Rayan, Rayan benar-benar mengutuk diri karena teramat canggung untuk ukuran seorang sahabat baik.
“Zan, gu-e, gue minta maaf banget yah” Rayan berkata gugup. Dan bulu kuduknya meremang seketika saat Rayan menengadah, Fauzan tidak lagi di tempatnya tadi, Fauzan berada di hadapannya sekarang ini.
Fauzan menatap Rayan dengan pandangan tenang setenang air kolam renang, berbeda dengan Rayan, pupil matanya mengecil menatap Fauzan yang kini berada di hadapannya, mulut Rayan pun sedikit terbuka, hanti Rayan mencelos, ia berjanji. Jika Fauzan hendak membalas melukainya saat ini atau kapanpun Rayan akan menerimanya. Rayan memejamkan matanya, bersiap-siap jika saja Fauzan ingin memukulnya, saat menutup matanya Rayan tahu betul ia telah bertindak dengan amat bodoh tiga hari lalu, Rayan benar-benar menyesali perbuatannya, dan mengutuk sifat bodohnya, sifat emosinya yang kerap meledak-ledak saat merasa tersaingi, saat merasa harga dirinya terinjak-injak walau pada kenyataanya itu semua hanya perasaanya saja, karena Rayan tahu Fauzan tidak akan berbuat satu pun yang Rayan prejudiskan kepadanya.
Angin Agustus menerpa tubuh Rayan, pukulan yang Rayan nanti-nanti tidak juga di layangkan Fauzan kepadanya. Saat pandangan mereka saling bertalutan, Rayan lebih memilih Fauzan melukainya dibanding harus terbunuh rasa bersalahnya, minta maaf memang mudah, memaafkankan pun perkara mudah, namun mengikhlaskannya itulah yang susah.
Keringat dingin mulai terasa di tiap-tiap bagian tubuh tertentu Rayan, membuat Rayan semakin terdesak keadaan, Rayan berharap Fauzan mengucapkan satu huruf, kata atau bahkan kalimat, apapun yang Fauzan akan katakan kepada Rayan, Rayan rasa itu jauh lebih baik daripada harus terjebak dalam momen awkward jauh lebih lama lagi bersama Fauzan.
“Gue, gue mau minta maaf, pokoknya gue minta maaf udah nyakitin lo kemarin-kemarin, gue, gue nggak ngerti harus minta maaf dengan cara apa sekarang ini, tapi, tapi gue berharap lo bisa ngerti cara berminta maaf gue sakarang ini, apapun yang lo mau lakuin ke gue sekarang, gue akan terima, tapi maafin gue, please” ucap Rayan cepat namun sedikit gagap.
Fauzan menghela nafasnya, raut wajah dan tatapannya benar-benar tidak bisa dimengerti Rayan, yang Rayan tahu adalah sekarang ini mereka berpelukan.
Fauzan seakan-akan pertama kali memeluk tubuh tinggi dan tegap Rayan, seperti memeluk kekasih hati untuk pertama dan terakhir kalinya, hanya kesunyian yang mereka rasakan, dan dua jantung yang berdetak besisian seperti sedang melepas kerinduan yang mendalam, melepaskan sebuah amarah di akhir perpisahan.
Saat Rayan hendak melepaskan pelukannya, Fauzan merengkuh lebih erat lagi tubuh Rayan, membuat Rayan makin menyadari seberapa besar kesalahannya dan seberapa hebat Fauzan berlapang dada untuk memaafkan semua kesalahanya.
Penyesalah—pasti—akan selalu datang terlambat, namun dengan keterlambatan itu Rayan belajar banyak tentang kesalahan yang mengakibatkan penyesalan.
“You’re my best bro foeva” ucap Fauzan getir, seakan-akan ia tidak benar-benar ikhlas mengatakannya kepada Rayan.
Kini berbalik, Rayan merengkuh tubuh Fauzan erat-erat, seakan-akan itu kata-kata terakhir yang akan Rayan dengar dari mulut Fauzan. Wangi buah Cinnamon, Jeruk dicampur susu menguar, Angel bener, wangi Fauzan bener-bener buat gue jauh lebih tenang. Batin Rayan.
“Lo, lo nggak marah sama sekali sama gue Zan?” tanya Rayan setelah acara berpelukan pun selesai.
Fauzan kembali memperlihatkan ekspresi menyebalkannya, ekspresi yang benar-benar Rayan rindukan dari seorang Fauzan, Rayan juga tak mau kalah memasang wajah jijiknya walau dalam hati Rayan tersenyum lebar mendapati sahabatnya benar-benar berperan layaknya sahabat walau Rayan tidak tahu apakah ia juga pantas disebut sahabat bagi Fauzan, Rayan tidak terlalu perduli soal itu, karena ke depannya Rayan yakin ia akan lebih dewasa dan bijak dalam menghadapi problema.
“Gue bukan malaikat, ya jelas gue enek banget sama lo, lo jomblo desperado!” ucap Fauzan keji.
“Sialan, kayak lo nggak desperado aja gue diemin” balas Rayan.
“Cih, pede banget lo, gue saranin yah Ray, jangan sering-sering ke-pe-de-an, itu prihal lo jomblo sampe sekarang” hina Fuazan sambil menyilangkan tangan di dadanya.
“Gue kasih tau yeh, cewek seantero sekolah itu pada ngejar-ngejar cinta gue, tapi cuman guenya aja yang nggak mau sama mereka” bantah Rayan. Sontak Fauzan menaikan alis kanannya tinggi-tinggi lalu tertawa terbahak-bahak dan Rayan pun mengikuti.
“Makasih ya Zan, udah mau maafin gue”
Fauzan hanya mengangguk dengan senyum yang mampu membuat banyak cewek meleleh seketika dan para cowok emosi karena—gebetan atau bahkan pacar mereka ikut tertawan senyum Fauzan yang amat ramah—senyum dari Fauzan.
Karena gue emang akan selalu memaafkan kekhilafan-kekhilafan yang lo lakuin ke gue Ray, karena gue juga berada dalam kekhilafan, mencintai lo itu sesuatu kekhilafan gue. Batin Fauzan masygul.
“Jadi, keputusannya kita mau bawain lagu apa nih, udah mepet banget waktunya Syif” tanya Rayan sambil menggaruk-garuk hidungnya, Syifa memutarkan pandangnya seperti sedang memburu ide yang berterbangan seperti Kupu-kupu taman di bulan Agustus.
“Lagu Stay dari Rihanna aja, sama Bertahan dari Rama” usul Syifa, baru saja Rayan hendak mempertimbangkan usul Syifa, “Iya, pokoknya itu aja ah Ray, gue paling hapal lagu itu doang untuk sekarang ini, lagi pula yah, takut jelek kalo nyanyi lagu yang terlalu susah, kitakan belum latihan sama sekali, sedangkan waktunya sebentar lagi” Rayan hanya tersenyum tipis, mendengarkan Syifa berceloteh panjang lebar, beberapa hal memang tidak bisa dipaksakan, kalimat itu tergiang kembali di dalam kepala Rayan.
Tiap hati punya caranya sendiri untuk sembuh dari rasa sakit yang diakibatkan cinta, dan untuk ukuran cowok seperti Rayan ini semua sudah cukup menyiksa dan menye-menye, ia bertekad berhenti mencintai Syifa, mengikhlaskan sesuatu amat sulit memang, namun amat indah, pastinya.
“Oke” Rayan memetik gitarnya, membiarkan suaranya dan suara Syifa berkolaborasi menyanyikan lagu Stay nya Rihanna.
Hati yang baru biasanya muncul setelah kekelaman terlewati, hal tersebut menempa hati, mengukir kenangan dan pelajaran, lalu siap mencari labuan baru.
Rayan mengatur nafasnya, ruangan serba guna sekolahnya sudah dipenuhi anak-anak kelas tiga untuk mengikuti ujian—praktik—Midsemester pelajaran Seni Musik, beberapa siswa sudah siap dengan alat musiknya sendiri yang mereka tenteng sekarang ini, jika melihat teman-temannya menjinjing alat musik Rayan hanya bisa meringis, bukan karena ia tidak punya alat musik namun bagi Rayan membawa alat musik sendiri itu hal yang amat merepotkan, karena sekolah mereka pun sudah memfasilitasi segala macam alat musik yang murid butuhkan untuk praktik hari ini.
Rayan sangat suka metode belajar-mengajar yang diterapkan pak Mutazam, selalu berpraktik dan membebaskan anak didiknya untuk mengeksplor kemampuan mereka, tidak mendominasi atau mengatur, ia hanya membimbing dan menjadi konsultan para muridnya, tiap murid yang mempunyai suara kurang baik juga tidak menjadi kendala bagi pak Mutazam, sang guru sering menginggatkan bahwa aspek yang pak Mutazam nilai dari murid-murid untuk mata pelajaraanya yaitu; kemauan untuk berusaha.
Rayan masih berdiri di samping Syifa, menunggu kedatangan pak Mutazam ke ruangan ini seperti yang lain, lagu Feel This Moment terdengar gagah di dalam ruangan ini, membuat banyak siswa-siswi ikut bernyanyi dan menggerakan badan mereka seiring lagu.
Tidak sengaja Rayan melihat Fauzan dan Angel di ujung ruangan tepat di samping pendingin ruangan yang besarnya mirip lemari dua pintu, bersama dengan teman-teman Angle lainnya, dalam hati Rayan menggerutu karena seharusnya Fauzan berdiri di sisinya, harusnya mereka sudah bercanda kembali sekarang ini, bukankah mereka sudah berbaikan kemarin? Dan cukup hanya dengan melihat Fauzan tertawa-tawa dengan Angle di sudut lain gedung ini Rayan sudah merasakan kebosanan yang amat parah melanda hatinya.
Pandangan Rayan bergerak ke wanita di sisinya, dan Rayan mendapati Syifa sedang memandang Fauzan dengan pandangan sedihnya, Rayan mendesah panjang di dalam hati, ia menggaruk-garuk hidungnya yang tiba-tiba gatal, sekali lagi Rayan memandang Fauzan yang masih asik tertawa bersama Angel entah apa hal menarik yang mereka tertawakan. Saat seseorang jatuh cinta, apalagi sedang berdua dengan pacar baru mereka, hal-hal kecil pun terasa amat menghibur dan membahagiakan, lalu mereka larut dalam tawa dan dunia serasa milik mereka.
Rayan meringis slash tersenyum lebar ketika ia kedapatan Fauzan sedang memandangi Fauzan dan Angel, Rayan lagi-lagi menggaruk-garuk hidungnya yang tiba-tiba gatal saat Fauzan menatap ke arahnya, entah mengapa lantai-lantai bermotif di sekeliling Rayan terasa amat menarik untuk dipandang saat ini daripada saling bersitubuk pandang dengan Fauzan.
Saat Rayan rasa Fauzan sudah tidak memandang ke arahnya lagi, Rayan menegakkan wajahnya, sontak tubuhnya kaku ketika Fauzan masih menatap ke arahnya dan dengan amat perlahan Rayan melihat Fauzan tersenyum kepadanya. Sampai Angel menarik Fauzan ke dalam obrolan mereka lagi, dan menyudahi hal yang membuat Rayan gugup akan—senyum—Fauzan.
Cepat-cepat Rayan membalik badannya berniat mencari Syifa. Di, entah keberapa langkahnya, Rayan kembali mengingat hal tadi, ketika Rayan menegakkan wajahnya dan Fauzan tersenyum ke arahnya lalu tubuhnya kaku seketika, ada kontraksi di hati Rayan saat ini, namun Rayan tidak mengerti apa arti kontraksi yang hatinya rasakan. Rayan mengumpat diri kenapa ia bisa merasakan perasaan aneh layaknya cewek sedang jatuh cinta, walau Rayan tidak pernah mengerti bagaimana perasaan cewek saat jatuh cinta tapi menurut Rayan kelakuannya tadi mirip cewek sedang jatuh cinta, apa ia jatuh cinta kepada Fauzan? Sekejap Rayan menapik hal itu dan berpikir ia sudah hampir gila karena permasalahan di antara mereka, berkali-kali Rayan mensugestikan dirinya, kalau perasaan tadi itu timbul karena rasa bersalah Rayan, dan melihat Fauzan tersenyum sangat membuat Rayan merasa bahagia, maka dari itu ia merasakan hal bodoh seperti tadi. Namun dengan lancangnya ingatan Rayan memutar ulang kejadian tadi. Rayan menegakkan wajahnya lalu Fauzan dengan perlahan tersenyum ke arahnya. Bangke, lama-lama ngaco nih otak gue, batin Rayan kesal.
Angin Agustus menerpa wajah Rayan ketika kepalanya sudah berada di atas gedung sekolah, Syifa sedang bernyanyi-nyanyi kecil di dekat tabung penyimpan air, tempat yang selalu Syifa kunjungi di saat fikirannya kacau, “Kita nanti telat lho Syif, kalo lo mau lebih lama lagi duduk di situ?” kata Rayan.
Syifa berbalik badan setelah menghapus air matanya, Rayan pun tahu Syifa habis menangis, namun ia berpikir apa yang bisa ia lakukan, kerena tiap hati punya cara sendiri untuk mengatasi sakit slash luka yang ditimbulkan dari patah hati, maka dari itu Rayan yakin Syifa bisa mengatasinya sendiri tanpa bantuannya lagi.
“Gue cuman mau ngehafal lagunya Rama-Bertahan yang bakalan kita nyanyiin di sesi ke dua, Ray, ayo deh turun” Syifa melangkah jenjang, lalu dengan luwes ia menuruni tangga. Rayan hanya mampu tersenyum sedih, ia tahu kenapa Syifa memilih lagu Bertahan dari Rama. Hanya perlu sedikit waktu lagi bagi Rayan untuk melupakan cintanya untuk Syifa, dan jalan itu Rayan rasa semakin mudah dengan cara mengikhlaskan segala hal.
Sebagai cowok normal Rayan tidak mau terus terpuruk kepada cinta yang tidak mungkin bisa menyambut tulus hatinya, logikanya terlalu kuat ketibang harus menuruti perasaannmya yang sama lemahnya juga seperti para cewek, karena hati tercipta itu sama, rentan tersakiti, tapi kembali kepada ketiap-tiap pemiliknya, kepada cara melindungi hati mereka masing-masing. Dan Rayan memilih menjaga hatinya dengan cara para cowok kebanyakan, lebih mengedepankan logikanya.
Saat kembali ke ruang aula Rayan melihat Helmi sudah menyanyikan lagu Titanium di atas panggung bersama Amira, dan sebentar lagi Fauzan dan Angel lalu Rayan bersama Syifa, mereka mendapatkan nomer ujian yang kebetulan berurutan.
Rayan mencoba membasahkan tenggorokannya, duduk di atas panggung dan diperhatikan banyak orang bukan hal asing untuk Rayan, ia mulai memainkan gitar dipangkuannya, memetik gitarnya dengan penuh penghayatan, karena menurut pak Mutazam, semua yang berasal dari hati itu akan menimbulkan banyak keindahan, dan Rayan sedang mencobanya sekarang ini.
Tepukan tangan mengiringi turunnya Rayan dan Syifa dari atas panggung sehabis menyanyikan lagu Stay dari Rihanna. Saat Fauzan melewatinya Rayan merasa amat gugup, Rayan tenggelam dalam sorak riuh rendah para murid ketika Fauzan duduk di belakang piano dan Angle berdiri di sisi Fauzan sambil merangkul kekasihnya,
“Just A Kiss, by Lady Antebellum” ucap Fauzan disambut lagi dengan tepuk tangan lebih meriah. Rayan menengadah, entah, Rayan pun tidak mengerti darimana rasa malu yang sekarang menguasai dirinya itu datang.
Rayan memperhatikan betul wajah Fauzan saat memainkan piano nya, bagaimana jemari Fauzan menari indah, bagaimana mulutnya terbuka dan mengeluarkan suara indah, apa saja yang Fauzan lakukan di atas panggung tidak luput dari perhatian Rayan, Rayan pun tidak tahu apakah sedari tadi ia mengedipkan mata atau tidak, ia terlalu larut memperhatikan Fauzan. Setelah selesai Fauzan berdiri lalu tersenyum, entah hanya rasa PD Rayan yang berlebihan atau tidak, tapi Rayan merasakan bawah senyum Fauzan ditujukan hanya untuk Rayan seorang. Tubuh Rayan kembali kaku, wajahnya memanas, rasa malu merengkuh erat, dan Rayan baru sedikit mengerti kenapa ia seperti ini. Senyum Fauzan membuatnya terpukau.