It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Karena masih awal, blum bisa komen apa apa. Tulisan mnurut ku sudah rapi. Diksi nya juga lumayan.
Lanjutkan! Jangan lupa mention ya?
Depok, 09:30 AM
Mendung masih membayangi langit ketika Zaki dan Gerry terburu-buru memasuki pelataran kampus mereka. Pakaian mereka agak basah terkena guyuan hujan yang tiba-tiba saja turun di tengah cuaca cerah.
“Aduh, semoga kita nggak telat,” Zaki menggerutu sambil memeluk tas ranselnya erat-erat. “Gara-gara kamu nih, pake acara dandan segala, genit banget!”
“Heh, siapa suruh baru ngasi tau kalau hari ini kita mau ketemu si dosen ganteng!” balas Gerry, tanpa menoleh ke belakang ia mempercepat langkahnya.
Tiba-tiba saja, Gerry berhenti, dan matanya langsung menatap sahabatnya itu penuh arti.
“Ada apaan lagi sih? Lo lupa pake foundation? Perasaan udah dandan satu jam deh…” tanya Zaki.
“Bukan gitu…” Gerry merangkul Zaki sambil senyum-senyum. “Lo… nggak putus kan sama Doni?”
“Mmmm nggak, Cuma kita lagi break aja. Emang kenapa?”
“Kalau gitu udah jelas. Lo udah punya pacar, dan gue jomblo. Jadi lo jangan coba-coba godain Kang Mas Rangga ya, atau gue bakal laporin ke Doni, hehehe…”
Zaki menggelengkan kepalanya. “Duh… lo nggak usah khawatir lah. Pak Rangga bukan tipe gue. Lagian emang gue kayak lo gitu, yang heboh dandan pagi-pagi?”
“Bagus deh, xixixi,” Gerry tersenyum nakal.
“Tapi Pak Rangga juga nggak bakalan mau sama lo, dia straight kok. Punya cewek. Gue pernah liat. Cantik lho.”
“Hah gampang itu mah, semua cowok itu dasarnya bisa gue belokin, yang penting servisnya cinnn!” seloroh Gerry, sambil menggerakkan genggaman tangannya maju mundur, persis seperti sedang oral sex.
“Sarap lo! Eh tapi bener juga ya. Lo kan udah bisa belokin si Primus yah, lo sepong juga?”
“Hih, si Primus itu badan ama motornya doang yang gede, aslinya mah fans berat Beyonce! Hahaha…”
“Serius? Terus ntar dia mau lo kemanain setelah berhasil belokin Pak Rangga?”
“I’m so gonna dump him. Males gue, masak bawaannya tiap hari ngajakin gue mabok sama ngesex mulu. Lagian dia bego, dan gue lagi pengen nyoba yang nerd-nerd gitu kayak Yayang Rangga, ahhhhh….”
“Huuu dasar pecun! Ngakunya jomblo ternyata cemilannya banyak! Udah deh buruan ntar telat!” Zaki langsung mendorong si centil itu dengan gemas.
***
Zaki melayangkan pandangannya ke sekeliling ruang dosen. Sang dosen yang dituju tidak nampak.
“Wah untung aja belum dateng! Yuk, duduk,” Gerry menarik sahabatnya duduk di depan sebuah meja yang penuh buku-buku tebal.
“Buset, ternyata dese suka buku-buku jadul ya,” Gerry membolak-balik sebuah buku tebal berjudul “ Great Expectations by Charles Dickens”.
“Heh, jangan sembarangan buka-buka bu…” ucapan Zaki terhenti ketika terdengar suara pintu terbuka. Rangga yang saat itu mengenakan kemeja warna abu-abu dan celana jeans chiffon warna krem melangkah masuk.
“Hai, sori ya, saya telat. Kalian yang mau bimbingan sama saya, ya?” Rangga menyalami kedua mahasiswa itu.
Gosh! I wanna sleep with ya! Teriak Gerry dalam hati, sambil memperhatikan wajah Rangga yang, walaupun baru saja bercukur, masih terlihat bulu-bulu halus di dagu dan lehernya.
“Serius kalian udah mau skripsi? Kok kayak mahasiswa baru ya?” tanya Rangga sambil menyender di kursi kerjanya.
“Haha Pak Rangga bisa aja, udah semester delapan ini dibilang mahasiswa baru…” ucap Zaki sambil tersipu-sipu. Ia ingin balas memuji Rangga, tapi sebuah cubitan di pahanya mengehentikannya.
“Iya nih Pak Rangga, bisa aja. Tapi Pak Rangga juga kan masih muda, terus udah jadi dosen? Bukannya Bapak baru lulus dua tahun lalu ya? Hebat banget,” Gerry segera berkicau dan menatap Rangga dengan tatapan manis, seolah berharap bisa menghipnotisnya.
“Wah, kamu tahu dari mana?” Rangga tersenyum. “Iya sih, saya juga beruntung lho, masih S1 udah dikasih kesempatan ngajar…”
“Ah, Pak Rangga merendah ya? Bukan beruntung, tapi karena lulus dengan predikat cumlaude dan pernah exchange ke California University kan? Hehe…” Gerry mulai melancarkan serangan “Aji Pujian Binan Binal” miliknya.
“Wah gila, kamu tahu banyak ya, hahaha.”
“Ya iyalah, semenjak Bapak masuk ke sini, cewek-cewek heboh banget ngomongin Bapak, sampai pusing saya dengernya, hahaha.”
“Ah kamu ada-ada aja. Bilangin, masih kuliah yang dipikirin pelajaran, jangan ngomongin cowok.”
“Wah, setuju Pak. Makanya Pak, yang galak ya ama mereka, soalnya kita cowok-cowok di sini terancam karena ada Bapak, hehehe…”
Dan perbincangan mereka pun berlanjut ke hal-hal yang melenceng dari skripsi. Mulai dari buku, film, musik… semua karena kepiawaian Gerry dalam memancing pembicaraan. Zaki hanya nimbrung sesekali, sambil tertawa dalam hati melihat tingkah si centil ini. Gerry memang centil, tapi ia bisa membawa diri, yeah, at least setelah cowok incarannya sudah bisa dibawa ke ranjang.
“Okay, kayaknya kita langsung ngomongin skripsi aja. Soalnya saya bentar lagi mau ngajar,” Rangga kembali fokus setelah beberapa saat asyik dengan obrolan ringan. “Kalian udah punya gambaran kira-kira rumusan masalahnya apa?”
“Saya udah Pak,” seperti biasa, Gerry segera bereaksi. “Gimana kalau saya bahwas soal analisis pengaruh social media terhadap promosi dan pembangunan monorail?”
“Wah, menarik tuh. Berarti kamu harus bisa penelitian ke PT City Monorail langsung dong.”
“Tenang aja Pak, bisa diatur, hehe. Saya ada kenalan.” Gerry tersenyum. Sebenarnya bagi dia, hal itu sangat mudah, karena ayahnya adalah salah satu pemegang saham utama perusahaan tersebut.
“Sip lah. Yang penting kamu coba kontak dulu kenalan kamu, terus coba bikin draft apa aja yang mau kamu analisis. Terus kalau kamu, gimana Zaki? Udah punya ide juga?”
Zaki yang dari tadi lebih banyak diam pun mengutarakan idenya. “Hmmm saya sebenernya nggak tahu ini relevan atau nggak, tapi saya tetarik ngebahas soal mata uang digital, Bitcoin. Sekarang perusahaan Bitcoin Indonesia sedang mendekati Bank Indonesia untuk kerjasama transfer currency Bitcoin ke Rupiah. Saya tertarik bahas strategi mereka apa aja.”
“Wow! Keren tuh ide kamu. Memang sekarang lagi seru bahas penerapan teknologi baru untuk aktivitas bisnis atau keuangan,” Rangga terlihat bersemangat, dan Gerry mulai cemberut.
“Tapi… saya belum punya kontak orang Bitcoinnya sih Pak…” ujar Zaki ragu.
“Oh, tenang aja. Kebetulan, temen saya yang kerja di Majalah Bisnis, lagi sering ngeliput itu. Nanti kamu saya kenalin yah, terus bisa tanya-tanya dia dan ikut liputan. Orangnya baik kok,” Rangga merogoh tasnya. “Nah ini kartu namanya. Kamu hubungi ya, bilang aja tau nomernya dari saya.”
“Terima kasih Pak,” Zaki membaca nama di kartu tersebut. Tertulis “Dito Wicaksono” di sana.
“Oh, temen Pak Rangga jurnalis di Business One ya? Saya pernah magang di bagian management-nya.”
“Wah, bagus itu. Berarti kamu bisa ke kantornya dia aja kalau dia nggak bisa ditelpon. Okay ya, saya mau ngajar dulu. Jangan lupa draft rumusan masalahnya ya! I’m so looking forward to that!” Rangga yang hendak keluar dari ruangan tiba-tiba menatap mereka.
“Eh, by the way, kalian jangan panggil saya Pak, ya. Berasa tua banget, haha. Panggil kak aja atau nama aja boleh.”
“Panggil mas aja ya!” celetuk Gerry. Rangga tersenyum, sambil mengacungkan jempol, kemudian berlalu.
Hening sesaat. Gerry menatap Zaki kesal.
“Inget ya, lo tetep panggil dia Bapak! Gue yang manggil mas! Biar lo gak usah akrab ama dia!”
***
Dito menguap lebar ketika membaca buku tebal tentang prediksi ekonomi Korea dari Mc Kinsey. Ia sudah sekitar satu jam di ruang baca, tetapi belum bisa konsentrasi untuk menulis tentang perkembangan penjualan produk baru dari Samsung. Bosan, ia lantas mengakses sosial media dari smartphone-nya.
Ada update Twitter dari seseorang yang ia coba jauhi.
@Arby Jonathan
I am not gonna give up. I’ll find a way, because I know you are one thing that matters to me now.
Dito menghela nafas. Ia baru saja menolak ajakan Arby untuk makan malam, untuk yang kesekian kalinya. Dengan alasan yang cukup kuat, bahwa ia telah dijodohkan dengan putri dari sahabat ibunya, dan ia ingin meninggalkan dunia “perbinanan”. Namun sepertinya Arby sudah terlanjur terobsesi dengannya.
Well, sebenarnya perjodohan bukanlah alasan sesungguhnya bagi Dito. Ia masih sulit membuka hati untuk orang lain, karena ia masih sangat mencintai seseorang yang mungkin sudah melupakannya. Dan di ruang baca perpustakaan ini, kenangan akan orang itu semakin jelas di benaknya.
Dito memasang headset ke handphone-nya, dan memutar lagu favoritnya yang selalu ia dengarkan bersama orang itu, di saat mereka belajar bersama di perpustakaan ini.
---
Now Playing: Gravity – Sara Bareilles
Something always brings me back to you.
It never takes too long.
No matter what I say or do, I still feel you here 'till the moment I'm gone.
You hold me without touch.
You keep me without chains.
I never wanted anything so much than to drown in your love and not feel your reign.
Set me free, leave me be. I don't want to fall another moment into your gravity.
Here I am and I stand so tall, just the way I'm supposed to be.
But you're on to me and all over me.
---
Semakin Dito tenggelam di lagu itu, semakin benaknya menerawang jauh, ke bilik kenangannya lima tahun lalu, saat pertama kali menjadi mahasiswa baru di kampus ini.
***
Depok, Lima Tahun Lalu.
Matahari baru saja muncul tapi Dito sudah berlari kencang memasuki gerbang kampus. Kemeja dan celana putih yang dikenakannya basah oleh keringat, tapi ia tak perduli karena ia lebih takut akan hukuman yang mengancamnya jika telat di hari pertama ospek kampus.
BUKKK!
Tiba-tiba seorang pemuda yang juga berpakaian serba putih menabraknya. Dito tersungkur dan mengaduh kesakitan. Ingin sekali ia membentak si penabrak tapi…
“Hey, sori banget ya… gue gak liat lo…” Pria dengan mata yang agak sipit dan wajah manis itu terlihat menyesal, dan mengulurkan tangannya membantu Dito berdiri. Dito tidak jadi marah, malah ia bangun dengan semangat. Siapa yang nggak semangat liat cowok ganteng, dan… wait, kenapa wajah dan terutama matanya mengingatkan gue sama Joseph Gordon-Levit yak? Gumamnya dalam hati.
“Nggak apa-apa kok, gue juga buru-buru jadi nggak begitu merhatiin… eh lu bawa plastik biru ya? FE juga dong?”
“Oh iya! Lo juga ya? Haha asyik ada temen telat,” ujar si mata indah. “Kenalin, gue Sigit. Elo?”
Begitu menjabat tangan Sigit dan menyebutkan namanya, Dito tersenyum sangat lebar. Tiba-tiba saja dia sudah tidak takut lagi dengan ancaman hukuman karena terlambat… asal bisa bersama cowok keren ini.
---
Something always brings me back to you
It never takes too long…
***
@hygeia : Arigatou…
@pokemon : wah iya soalnya ini tokoh utamanya ada empat… jadi masih berusaha biar perpindahan karakternya lebih smothh hehe…
@callme_DIAZ : Main karakternya ada 4, Dito, Rangga, Zaki sama Gerry hehehe
@Arjuna_Lubis : yeeeyy asyikk berarti ngerti ya hehe thanks
@Beepe : thanks, udah dijelasin yah
@ularuskasurius : wah makasih yah *smooch*
@Agova : sip, makasih yah
@freeband : maaf baru update sekarang… hiks….(sok sibuk)
@drajat : maaf abdi teu ngarti… bisa dikit sih bahasa sunda gara2 cerita secangkir kopi hihi… anyway thanks yah
@Enykim : siapp
@Dhika_smg : Thanks… emm kasi tau gak ya hehe
@aDvanTage : arigatouuu^^
@rizky_27 : wah makasih komennya ya, kritiknya bagus banget. Oke deh dicoba biar nggak buru-buru hihi…
Anyway, doain semoga bisa punya waktu buat update ya... seneng banget akhirnya bisa nulis di forum ini lagi...
(dulu pernah nulis cerita, tapi dihapus abis bingung ngelanjutinnya hihi)
Best Regards,
Lucient5
Tapi updatenya jangan kelamaan deh. Nanti malah lupa alur ceritanya.
Aku aja harus ngulang part awal.
Semangattttt!
maksa...
plesbek na teu kenging lami lami...
Mention ea