Hai All.
Ini tulisan pertama aku, semoga kalian suka sama cerita nya.
Kalo penulisannya ada yang salah atau kurang,
mohon di maklumi yah.
Namanya juga penulis amatiran.
Hehe
Selamat Membaca.
Habibi
Musim dingin sudah tiba dan mulai menyelimuti hampir seluruh kota Tokyo. Angin bertiup lumayan kencang sore ini. Habibi membetulkan letak kacamatanya yang sudah hampir dua tahun belakangan ini selalu bertengger di atas hidungnya yang mancung. Ia mempercepat langkahnya menyelusuri setapak jalan kecil yang mengarah ke tempat tinggalnya. Sebuah apartemen tua dengan bentuk sederhana dan bertingkat dua berukuran kecil. Setiap lantainya memiliki dua apartemen yang saling berhadapan. Jangan berharap di dalamnya akan terdapat lift. Disana hanya terdapat sebuah tangga yang tidak terlalu lebar namun cukup nyaman untuk digunakan. Habibi menggigil karena rasa dingin yang mulai menembus jaket dan sweter tebalnya. Habibi ingin cepat-cepat sampai dirumah, menikmati secangkir coklat panas dan makan soto buatannya.
Ia jadi teringat ketika baru pertama kali datang ke Jepang dalam rangka mewakili Indonesia dalam olympiade Fisika seAsia. Sehari setelah tiba di Tokyo ia jatuh sakit akibat cuaca buruk ditambah lagi badai salju yang cukup deras kala itu. Untung sakitnya tidak berlangsung lama sehingga ia bisa mengikuti kejuaraan tersebut dan berhasil meraih piala walau hanya piala perak. Tapi yang penting, ia sudah membuat bangga Indonesia khususnya kedua orang tuanya.
Sudah lima tahun ia tinggal di Jepang berkat beasiswa yang diperolehnya dari SMA. Waktu itu ia sangat terkejut ketika mengetahui kalau hasil ujiannya mendapatkan nilai paling tinggi seIndonesia. Padahal ia sama sekali tidak berharap untuk menjadi yang paling terbaik. Ia hanya berusaha belajar semaksimal mungkin dan berusaha menjawab soal-soal UN dengan sangat cermat agar bisa lulus dengan hasil yang baik dan membuat orang tuanya bangga. Tapi ternyata hasil yang diperolehnya melebihi apa yang diharapkannya. Nilainya paling terbaik seIndonesia. Banyak universitas yang menginginkan ia melanjutkan study-nya di tempat mereka. Banyak pula universitas dari luar Indonesia yang menginginkannya. Tentu saja Habibi tidak melewatkan kesempatan emas ini yang tidak akan datang dua kali kepadanya. Mengetahui banyak universitas dari luar yang tertarik kepadanya, maka ia pun memilih untuk melanjutkan study-nya keluar negeri. Ini bukan berarti ia tidak percaya pada universitas yang ada di Indonesia. Ia yakin universitas di Indonesia tidak kalah kualitasnya dengan universitas dari luar. Tapi ini berbicara tentang mimpi. Mimpi yang sedari kecil ingin ia wujudkan. Mimpi yang selalu membuatnya bersemangat untuk belajar, mimpi yang membuatnya gemar membaca dan mimpi yang akan membuatnya berjaya.
Pada awalnya ia ingin memilih Jerman sebagai tempat melanjutkan study karena ingin mengikuti jejak tokoh idolanya. Bapak BJ. Habibi presiden ke tiga Indonesia. Selain memiliki nama yang sama, ia juga berharap memiliki keberhasilan yang serupa dengan beliau. Namun keinginannya berubah ketika salah satu universitas ternama yang ada di Jepang tertarik padanya. Selain karena ia pernah sekali pergi ke Jepang ketika mewakili Indonesia, ia juga lebih fasih dalam berbahasa Jepang dikarenakan pernah mengikuti privat bahasa Jepang secara gratis selama dua tahun. Lebih dari itu semua, selain memilih Jepang sebagai jalan menuju masa depannya, juga dikarenakan separuh jiwanya telah tertinggal disana. Tertancap pada seorang pria Jepang yang bernama Yamada Hachiro.
"Hei." Habibi terlompat kaget dan berputar cepat. Matanya sedikit terbelalak menatap wanita dengan rambut hitam sepinggang berdiri disampingnya.
"Haruka Oneechan." Habibi mendesah sambil memegang dada.
"Oneechan membuatku terkejut." Suzuki Haruka terkekeh.
"Kau terlalu mudah terkejut."
"Aku tidak suka Oneechan membuatku terkejut seperti itu."
"Baiklah, aku minta maaf. Ayo kita pulang, aku sudah hampir beku diluar sini. Padahal Ini masih sore, tapi kenapa sudah sedingin ini?" kata Haruka sambil menggandeng lengan Habibi. Habibi melirik kearah lengannya lalu kearah Haruka.
"Tidak apa-apakan kalo aku menggandeng tangan Habibi Chan?" tanya haruka tersenyum manis. Habibi membalas senyumannya.
"Tidak apa-apa Oneechan." balasnya.
"Hei, kenapa kau terus saja memanggilku Oneechan?" protes Haruka.
"Karena Oneechan lebih tua dariku."
"Kita seumuran. Aku cuma tua sehari darimu."
"Tapi tetap saja Haruka Oneechan lebih tua dariku."
"Ah, kau pria menyebalkan." Habibi tertawa mendengar nada kesal Haruka.
"Hari ini Haruka Oneechan pulang cepat." ujar Habibi mengalihkan pembicaraan.
"Iya, pekerjaanku sudah selasai. Jadi aku di izinkan pulang." sahutnya hangat.
"Berarti Katsuo-kun tidak akan mati kelaparan hari ini."
"Begitulah. Tapi ia belum tahu aku pulang cepat hari ini. Kemungkinan juga dia masih keluyuran dengan teman-temannya."
"Katsuo-kun sudah dewasa sekarang. Ia masih SMA saat aku datang ke Jepang." sahut Habibi.
"Tapi sifat manjanya belum hilang."
Comments
Haruka? Haruka Nakagawa aja jangan Suzuki Haruka.. *eh
Nitip mention yah TS kalo update..
Lanjutttt
Walaupun gedungnya sudah tua, tapi kondisinya sama sekali tidak buruk. Ruangannya cukup luas, kalau dibandingkan dengan apartemen ditempat lain pada umumnya. Fasilitasnya memadai dan biaya sewanya yang murah ditambah lagi letaknya yang berada tidak jauh dari pusak kota Tokyo. Setiap apartemen memiliki suasana yang sama, dapur, ruang duduk yang mengarah ke balkon tempat yang bisa di fungsikan sebagai tempat menjemur pakaian, satu bilik khusus buat kloset, kamar mandi yang lumayan nyaman walau berukuran kecil yang dilengkapi alat pemanas air, serta dua kamar tidur yang juga berukuran kecil. Habibi sangat senang berada disini, selain karena alasan diatas juga karena orang-orangnya yang sangat menyenangkan. Meskipun berbeda agama, tapi itu bukan hambatan bagi ia untuk bisa akrab dengan penduduk Jepang yang notabene-nya beragama non muslim. Mereka juga tidak mengucilkan Habibi yang beragama Muslim, sebuah agama yang bagi sebahagian orang merupakan agama yang keras. Mereka hidup dengan saling menghormati antar agama, dan saling merayakan hari besar keagamaan. Habibi merasa beruntung memiliki tetangga yang sangat ramah dan menghargai agamanya. Itu juga alasannya kenapa Habibi betah tinggal di apartemen tersebut, walau KBRI dari Indonesia yang berada di Jepang sudah menyiapkan tempat tinggal yang jauh lebih nyaman buatnya.
"Oh, ya, apakah kau sudah tahu penyewa baru 211 sudah datang?" sahut Haruka saat mereka sudah berada di depan pintu apartemen 112. Mata Habibi melebar.
"Benarkah?" Haruka menggangguk.
"Aku belum pernah melihatnya, tapi Katsuo sudah. Tadi pagi ia melihatnya datang."
"Wanita?"
"Bukan, laki-laki." mulut Habibi membentuk huruf O.
"Kata Katsuo, orang itu datang sendiri dan langsung masuk ke apartemennya."
"Apakah dia laki-laki tua?"
"Tidak, kata Katsuo dia laki-laki muda." jawab Haruka.
"Dan tampan." sambutnya tersenyum lebar dan menaik-naikkan alisnya kearah Habibi yang memandangnya dengan tatapan aneh.
"Apa Oneechan berniat mendekatinya?"
"Tentu saja. Sebagai wanita aku pasti akan melakukannya." jawab Haruka antusias.
"Kenapa? Apa sekarang kau cemburu?" lanjutnya.
"Ah, itu, tidak. Aku hanya bertanya saja." balasnya segera.
"Ah, kau masih saja menyebalkan. Tadinya aku berharap kau cemburu."
"Oneechan kan tahu, aku..."
"Iya, iya, aku tahu." potong Haruka.
"Aku tahu kau tidak menyukaiku." lanjutnya.
"Menyebalkan. kenapa laki-laki tampan sepertimu malah menyukai laki-laki juga?" sambungnya agak kesal.
"Jangan keras-keras Oneechan, nanti ada yang dengar." sahut Habibi setengah berbisik.
"Hehehe.. Maaf." balas Haruka juga dengan berbisik.
"Sebaiknya aku masuk sekarang, daripada mulutku terus berkata yang tidak-tidak." Habibi tersenyum kearah Haruka lalu bergegas menaiki tangga sambil menggosok-gosok kedua tangannya yang terasa dingin. Ketika ia mencapai apartemennya, ia berhenti lalu menoleh kearah pintu apartemen nomor 211. Keningnya berkerut, ia sama sekali tidak mendengar suara apapun dari balik pintu. Apa benar sudah ada penyewa barunya? Gumam Habibi dalam hati dalam bahasa Indonesia.
Setelah menarik napas panjang dan membuangnya, Habibi dengan ragu-ragu mendekati apartemen 211 dan menempelkan telinga kirinya ke daun pintu tersebut. Tidak ada suara? Gumam Habibi. Lalu tiba-tiba pintu apartemen tersebut terbuka dengan satu kali sentakan. Habibi terkejut dengan mata yang terbelalak lebar melihat sosok pria jangkung yang berada di depannya. Hampir saja ia terjatuh kedepan mengenai tubuh pria itu, untuk saja kesimbangannya masih bisa ia kontrol. Habibi agak menongak keatas, memandangi wajah pria tersebut dengan jarak yang sangat dekat. Pria tersebut nampak berantak sekali. Rambutnya awut-awutan, sweter coklat dan celana jin yang ia kenakan juga nampak lusuh. Penampilan pria tersebut sungguh kacau.
Aku tidak tahu apa yang pria itu pikirkan sekarang. Apakah terkejut? Heran? Atau malah marah?
"Apa yang sedang kau lakukan?"
@sugarpova
terima kasih sudah berkunjung. :-)
@EdryEdrya
kalo ga suka di mention maaf yah.
@ruki
@Bintang96
@bebong
@yubdi
@zephyros
@babehnero
@rizky_27
@Aland_Herland
@erickhidayat
@kimo_chie
@Hitam_Terlarang
@vendi74
@yuzz
@be_biant
@Rivelgold
@deyna
@zhedix
@Gusti_Dimaz
@JonatJco
@Jhoshan26
@Tsu_no_YanYan
@Ozy_Permana
@mr_kim
@kikyo
@hantuusil
@jokerz
@Putra_Ajah
@shinshin
@agungrahmat
@WYATB
@Adhi48
@santay
@pokemon
@abiyasha
@half_blood
@kizuna89
@Gabriel_Valiant
@arya404
@ananda1
@renoaga
@Tiger Girlz
@iansunda
@sasadara
@Reyoda
@tamagokil
@MBona
Maaf yah kalo merasa keberatan di mention.
sekedar saran,, tulisannya jgn rapat gitu dong,, agak susah bacanya... pegel mata jadinya... ehehhehe
semangat.. keep mention..
Btw di kalimat "Sedangkan adik laki-lakinya Suzuki Katsuo adalah mahasiswa jurusan Arsitek, jurusan yang sama denganku." si aku di cerita ini siapa yah? TS kah apa gimana?
First thing first, salut buat kerapian bahasanya. Ada satu-dua kata yg salah eja, but that's fine and understandable Aku juga masih sering salah eja dan typo kok.
Aku nggak terlalu suka cerita yg settingnya di Jepang, nggak tahu kenapa, mungkin karena udah terlalu banyak cerita yg settingnya di sana, jadi setiap kali ada cerita yg settingnya di Jepang, biasanya langsung aku skip. Just a matter of preference aja sih. Nggak ada yg salah sama cerita kamu.
Bahasanya udah bagus, masih terkesan kaku dan formal tapi mungkin nanti bisa jadi lebih luwes.
Keep writing!
,
ABI